• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar

Bibit Tanaman Manggis

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar

Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar. Akar yang tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi akar primer atau disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih lanjut dari akar primer tergantung pada aktivitas dari meristem apikalnya. Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root cap). Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah. Tudung akar juga menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah (Lakitan 1995).

Sel-sel muda yang terbentuk pada meristem kemudian berkembang menjadi sel-sel epidermis, korteks, endodermis, perisikel, xilem, dan floem. Di balik tudung akar (di depan meristem) terdapat suatu zona yang terdiri beberapa sel yang tidak aktif membelah diri. Zona ini disebut quinscent center. Zona ini berfungsi sebagai pengganti jika tudung akar atau meristem mengalami kerusakan. Zona pemanjangan (elongation zone) akar berkisar antara 0.5-1.5 cm pada bagian ujung akar. Laju pemanjangan akar dapat mencapai 2 cm/hari (Gambar 2). Akar primer memanjang lebih cepat dibandingkan dengan akar sekunder, demikian pula akar sekunder memanjang lebih cepat dibandingkan

dengan akar tersier. Laju pemanjangan akar juga dipengaruhi oleh faktor internal dan berbagai faktor lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi laju tersebut adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu tanah dan kandungan air tanah (Campbell et al. 2000).

Selain tumbuh memanjang, akar juga tumbuh secara radial. Akar tanaman gimnosperma dan tanaman dikotil mempunyai kambiun vaskuler yang terletak pada posisi di antara pembuluh floem dan xilem. Kambiun berperan dalam penambahan diameter akar (pertumbuhan radial), terutama karena kambiun ini berperan dalam pembentukan sel-sel xilem (ke arah internal) dan sel-sel floem (ke arah eksternal). Tanaman monokotil tidak memiliki kambiun vaskuler. Pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil hanya disebabkan oleh pembesaran sel-sel nonmeristematik. Dengan demikian, pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil sangat terbatas.

Gambar 2. Penampang membujur zona pertumbuhan pada ujung akar (Sumber : Campbell et al. 2000)

Akar primer selanjutnya akan membentuk cabang yang disebut sebagai akar sekunder. Akar sekunder umumnya tumbuh secara lateral (horizontal) oleh sebab itu sering pula disebut sebagai akar lateral. Akar sekunder ini terbentuk beberapa milimeter atau beberapa sentimeter dari ujung

Epidermis Rambut akar Stele Kortek Tudung akar Meristem apikal Zona pemanjangan Zona pembelahan Zona diferensiasi Meristem primer Protoderm Meristem dasar Prokambium

akar primer. Pertumbuhan akar sekunder dimulai pada sel-sel perisikel calon akar sekunder ini sangat aktif membelah diri dan tumbuh menembus lapisan sel-sel korteks dan epidermis akar primer. Sel-sel-sel perisikel calon akar sekunder ini diduga menghasilkan enzim hidrolitik yang berperan mengurai bahan-bahan penyusun dinding sel korteks dan epidermis yang dilalui dalam proses pertumbuhannya (Lloret & Casero 2000). Melalui proses yang sama, akar-akar tertier akan tumbuh dari sel-sel perisikel akar sekunder (Lakitan 1995).

2.2.2. Rambut Akar

Absorpsi air dan zat-zat terlarut oleh tumbuhan berlansung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorbsi terjadi pada daerah rambut akar yang terletak beberapa milimeter di atas ujung akar. Rambut akar adalah sel epidermis berbentuk tabung memanjang mempunyai vakuola lebar dan biasanya berdinding tipis, hanya beberapa tumbuhan rambut tersebut bercabang. Rambut akar panjangnya 80–1500 µm dengan diameter antara 5–20 µm dan dapat mencapai 200 lembar/mm2 (Hidayat 1995).

Rambut akar mulai dibentuk di luar daerah meristematik bagian akar muda yang epidermisnya masih dapat memanjang. Rambut akar biasanya pertama kali tampak sebagai gelembung kecil di dekat ujung apikal sel epidermis. Jika sel epidermis terus memanjang setelah terlihat adanya gelembung, rambut akar ditemukan agak jauh dari ujung apikal sel epidermis yang menjelang dewasa. Rambut akar memanjang di ujungnya yang dindingnya tipis, lunak dan lebih lembut.

Pada beberapa tanaman hanya sel epidermis akar tertentu yang disebut trikoblas yang dapat menghasilkan rambut akar, yakni berupa sel-sel kecil hasil pembelahan sel epidermis yang tidak sama. Cutter & Feldman (1970)

dalam Fahn (1995) mempelajari trikoblas pada Hydrocharis, selama perkembangan trikoblas, nukleus dan nukleolus bertambah volumenya. Trikoblas berisi lebih banyak nukleohiston, protein total, RNA dan DNA inti. Trikoblas tidak berbagi, dan nukleusnya makin menjadi poliploid makin jauh dari ujung akar. Hal tersebut merupakan akibat pengunduran proses pendewasaan dari rambut akar yang berkembang. Terlambatnya pendewasaan ini mungkin merupakan suatu faktor yang sangat diperlukan dalam diferensiasi rambut akar.

Rambut akar biasanya hanya hidup dalam waktu yang singkat, umumnya hanya beberapa hari. Dengan kematian rambut akar dan jika sel tidak mengelupas, dinding sel epidermis menjadi bergabus dan lignin. Pada beberapa tumbuhan, rambut akar ditemukan tetap ada pada tumbuhan. Dinding dari rambut akar seperti itu menebal dan kehilangan kemampuan mengambil air dari tanah.

2.2.3. Struktur Internal Akar

Epidermis adalah jaringan pelindung dan terdiri atas satu lapisan sel yang tersusun padat. Di bawah epidermis terdapat daerah yang relatif tebal disebut korteks. Korteks terutama tersusun dari sel-sel yang tidak terspesialisasi secara struktural, sel parenkima, dengan ruang antar sel yang luas. Lapisan terdalam korteks terdiri atas sebaris sel disebut endodermis. Dalam keadaan primer dinding semua sel endodermis itu tipis kecuali penebalan seperti pita pada sisi-sisi radial dan melintang sel terdebut. Penebalan ini dikenal sebagai jalur Caspary atau pita Caspary (Fahn 1995). Pada akar primer jalur caspary merupakan batas dalam dari ruang bebas dan tidak permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut, sehingga air dan ion-ion terlarut dipaksa melewati protoplas sel untuk mencapai jaringan pembuluh (Harran & Tjondronegoro 1992).

Gambar 3. Sayatan melintang akar tumbuhan dikotil (Sumber : Campbell et al. 2000)

Xilem

Perisikel Floem kambium

Endodermis

Rambut akar Kortek

Bagian tengah akar dinamakan silinder pembuluh. Silinder ini terdiri atas jaringan penyalur air (xilem) dan jaringan penyalur makanan (floem). Antara jaringan pembuluh (xilem dan floem) dan endomermis terdapat lapisan sel parenkima yang tak terpsesialisasi (perisikel) yang berasal dari kumpulan sel meristimatik yang sama seperti xilem dan floem. Perisikel yang tetap mempertahankan sifat meristematiknya membentuk akar-akar lateral. Xilem terdiri atas sel-sel penyalur (trakeid) dan anggota pembuluh maupun serat dan parenkima. Trakeid dewasa merupakan sel tunggal yang memanjang. Di dalam dinding yang menebal terdapat bagian-bagian tipis (noktah) yang dapat menyalurkan air dengan mudah. Anggota pembuluh juga terdiri atas sel-sel tunggal dengan dinding yang serupa dengan trakeid tetapi penuh berlubang-lubang ujungnya (Gambar 3). Sel-sel tersebut biasanya lebih pendek dibandingkan trakeid dan tersusun dalam baris vertikal. Sebaris anggota pembuluh dinamakan trakea. Serat merupakan sel lancip memanjang yang berdinding tebal terutama berfungsi dalam memperkuat jaringan. Parenkima merupakan semacam jaringan pengisi dan berfungsi dalam penyimpanan makanan (Mauseth 1988).

Floem terdiri atas pembuluh tapis, sel pengiring, serat dan parenkima. Anggota pembuluh tapis merupakan sel hidup, tersusun dalam barisan vertikal, yang dikenal sebagai jaringan pembuluh tapis dan berfungsi dalam translokasi zat-zat organik. Sel-sel pengiring merupakan sel seasal dengan anggota pembuluh tapis dan tetap berhubungan rapat sesamanya.

2.2.4. Sistem Perakaran Tanaman Manggis

Tanaman manggis biasa diperbanyak dengan menggunakan biji, waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan antara 10–45 hari. Perkecambahan dimulai dengan pembengkakan pada benih. Akar pertama muncul dari satu bagian pembengkakan (ujung), sedangkan tunas akan tumbuh dari bagian pembengkakan yang lain. Selanjutnya sistem perakaran berkembang dari bagian dasar tunas dan sistem perakaran yang pertama terbentuk berhenti berfungsi (Verheij 1992).

Satu bulan setelah biji berkecambah, sistem perakaran tanaman manggis masih sangat jarang. Bijinya tetap melekat pada pangkal tunas sampai dengan umur 11 bulan, baik tunas maupun biji yang masih melekat tersebut

masing-masing masih memperlihatkan perakarannya. Pada umur 2-4 bulan terjadi peningkatan akar sekunder, sedangkan pertumbuhan akar tersier dimulai pada umur 3 bulan. Akar sekunder maupun tersier tebal, dengan permukaan halus dan tidak berakar rambut pada semua stadia tumbuh (Rukayah & Zabedah 1992).

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem perakarannya. Tanaman manggis mempunyai akar tunggang yang panjang dan kuat tetapi percabangan akarnya sangat sedikit, juga tidak memiliki bulu-bulu akar. Uniknya di antara seluruh spesies Garcinia, hanya Garcinia mangostana saja yang mempunyai perakaran lemah, sedangkan jenis lainnya memiliki perakaran kuat dan lebat. Hasil pemeriksaan sitologi terhadap tanaman manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploid 2n=96 yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian pula pembesaran selnya lambat, sedangkan spesies Garcinia lainnya yaitu G. Hombroniana dan G. Malaccencis, masing-masingnya memiliki jumlah kromosom, yaitu 2n=48 dan 2n=46 (Verheij 1992).

Menurut Cox (1988) pohon manggis dengan tinggi 3.8 m dan lebar tajuk 2.5 m mempunyai sebaran akar terbanyak pada kedalaman 5-30 cm dan akar terpanjang tidak lebih dari 1 m dari pangkal batang. Selain itu Gonzales &

Anoos (1952) dalam Pertamawati (1994) mengatakan bahwa pada setiap

tanaman manggis yang tingginya lebih dari 1 m, rata-rata mempunyai 5,6 akar primer yang lurus dan panjang, tetapi hanya 1 atau 2 dari akar primer tersebut yang dapat berkembang baik. Hidayat (2002) melaporkan juga bahwa, semakin tua tanaman manggis persentase akar tersier (diameter < 2 mm = feeder root) semakin rendah. Sebaliknya persentase akar primer dan akar sekunder semakin tinggi dengan semakin tuanya umur tanaman manggis. Akar tersier merupakan akar penyerap air dan hara mineral, sedangkan akar primer dan akar sekunder berperan sebagai organ penyangga batang dan penyimpan cadangan karbohidrat. Rendahnya persentase akar tersier pada tanaman manggis menyebabkan serapan air dan hara rendah.

2.2.3. Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis

Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan komoditas nonmigas, melalui pengembangan agribisnis yang dapat meningkatkan perolehan devisa

Negara. Upaya peningkatan ekspor komoditas pertanian memerlukan dukungan penyediaan bibit untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis baik secara konvensional (in vivo) maupun secara in vitro. Pemberian mikorhiza dapat memperbaiki pertumbuhan dan perakaran bibit manggis. Poerwanto et al. (1998) melaporkan bahwa pemberian mikorhiza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis umur 4 minggu. Peningkatan pertumbuhan bibit terbaik diperlihatkan oleh pemberian endomikorhiza

Gigaspora sp dengan meningkatkan panjang akar primer, panjang total akar dan luas daun serta berat kering akar, batang dan daun. Sementara itu, di Malaysia dilaporkan bahwa mikorhiza jenis Scutellospora calospora dan Glamus mosseae

mampu meningkatkan panjang dan percabangan akar, meningkatkan pertumbuhan bibit manggis dan mempersingkat waktu di pembibitan dari 24 bulan menjadi 18 bulan (Masri et al. 1998).

Penelitian Hidayat et al. (1999) diketahui bahwa pemberian 50-150 ppm IBA terhadap biji dan akar manggis meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang, bobot total tanaman, kandungan dan serapan hara daun manggis. Pemberian trikontanol (0.075-0.150 ppm) meningkatkan panjang akar, luas daun, bobot tanaman serta serapan hara daun bibit yang berumur 7 bulan.

Upaya perbaikan sistem perakaran manggis juga dilakukan dengan mengiduksi perakaran manggis secara in vitro. Goh et al. (1994), berhasil menginduksi perakaran manggis dengan menggunakan IBA yang ditanam dalam vermikulit. Hasil penelitian Te-chato & Lim (1999) perakaran manggis lebih cepat terbentuk, lebih panjang dan kualitasnya lebih baik pada perlakuan perendaman 4,4 mM IBA selama 15 menit dalam gelap dan dikulturkan pada media WP yang ditambah 34,5 µM phloroglucinol. Perlakuan 10-20 ppm IBA diinkubasi dalam gelap selama 14 hari memberikan persentase perakaran yang baik (Triatminingsih et al. 2001).

Pertumbuhan dan perkembangan akar manggis yang dikulturkan secara in vitro dapat juga ditingkatkan dengan menerapkan sifat tumbuhan tersebut di lapangan, yaitu dengan mengontrol faktor lingkungan in vitro seperti perlakuan pengaturan CO2 dan peningkatan intensitas cahaya dalam wadah

kultur sehingga eksplan yang mempunyai klorofil dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal. Kultur seperti ini dikatakan bahwa eksplan tumbuh dalam keadaan fotoautotrofik (perbanyakan mikro dengan media bebas gula). Ermayanti et al. (1999) menyatakan bahwa planlet manggis yang ditanam dalam media bebas gula, menggunakan substrat vermikulit dan dengan pengaturan CO2 menghasilkan persen perakaran dan panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pertamawati (2003) juga mendapatkan bahwa, planlet manggis yang dikulturkan secara in vitro dalam keadaan fotoautotrofik nyata lebih baik pertumbuhannya, akar planlet lebih panjang dan daunnya lebih luas dibandingkan dengan keadaan miksotrofik (medium tumbuh mengandung gula).

2.3. Perbaikan Sistem Perakaran Tanaman dengan Transformasi

Dokumen terkait