• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran

BAB III PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN

A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran

Programing, and Budgetting System)

Sebuah pendekatan sistematis dalam perencanaan anggaran yang perlu dipahani oleh kepala SD/MI adalah apa yang disebut Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System atau PPBS). Secara sederhana PPBS merupakan “pemintaan sumber daya yang didasarkan dengan tujuan, program, dan sasaran organisasi alih-alih dengan barang atau jasa yang akan dibeli, SDM, atau bahan-bahan lainnya. Jika tujuan disetujui oleh pengambil keputusan, maka apapun pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu akan disetujui.” Meskipun pendekatan tradisional dalam penganggaran juga menekankan pada perencanaan dan pemrograman, proses penganggaran ini tidak diorganisasikan pada derajat yang sama untuk semua program dan tujuan sebagaimana diterapkan dalam PPBS. Pendekatan tradisional juga tidak menerapkan derajat evaluasi yang sama untuk semua program maupun tujuan.

Ubben dan Hughes (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi langkah-langkah paling sederhana dalam PPBS:

1. Perumusan tujuan yang harus dicapai.

2. Idetifikasi sasaran untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Pengembangan program dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

4. Melakukan praktik-praktik evaluasi formatif dan sumatif.

5. Telaah dan prosedur bersiklus yang menunjukkan apakah, atau sejauh mana, program dan proses berhasil mencapai tujuan dan

sasaran; dan jika tidak, untuk membantu menentukan prosedur, proses, atau program lain.

Untuk memudahkan memahami PPBS, kita dapat membandingkannya dengan pendekatan tradisional sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan PPBS dan Pendekatan Penganggaran

Tradisional PPBS

Tahapan:

Pendekatan Tradisional Tahapan:

1. Menilai (assess) kebutuhan pendidikan

1. Menentukan kebutuhan guru mengenai barang-barang, buku, dan sebagainya.

2. Merumuskan tujuan dan kriteria dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi sasaran

2. Menentukan tingkat kepentingan usulan anggaran guru berdasarkan hasil penilaian kebutuhan yang dilakukan oleh pengambil keputusan. 3. Menentukan program dan

prioritas untuk mencapai tujuan

3. Melakukan estimasi usulan anggaran guru.

4. Menentukan dan mengestimasi biaya yang diperlukan untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program

4. Mengorganisasikan anggaran berdasarkan kategori kebutuhan, misalnya: perangkat belajar-mengajar, buku, pelatihan, dan sebagainya.

5. Mengorganisasikan anggaran menurut bidang program dan tujuan

Tampak pada Tabel 2.1 bahwa PPBS memberi penekanan yang sangat besar pada perumusan dan evaluasi tujuan program dan pada keterkaitan pendanaan dengan kebutuhan yang diajukan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan itu, dari pada mementingkan item-item yang akan didanai.

Persoalan yang paling sering dihadapi sekolah dalam penerapan PPBS adalah kebutuhan waktu yang cukup panjang. Selain itu, penekanan hubungan

antara alokasi anggaran dengan tujuan yang dapat dirumuskan dengan jelas serta penentuan tujuan-tujuan pendidikan terbukti bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan bahkan sering mendatangkan keputus-asaan. Persoalan lainnya terkait dengan sulitnya dicapai kesepakatan di antara pihak yang terlibat mengenai data dan proses yang harus dilalui dalam proses pelaksanaannya dan juga keterbatasan kemampuan pimpinan sekolah terkait dengan teknik-teknik pengambilan keputusan yang beorientasi sistem tersebut. Namun demikian, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa PPBS tetap memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendekatan tradisonal. Di era yang dilingkupi keterbatasan sumber dana dan tuntutan akuntabilitas yang terus meningkat saat ini, tidak ada pilihan lain bagi sekolah kecuali menerpkan sistem penganggaran yang sistematis seperti ditawarkan dalam PPBS tersebut.

B. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS

Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah sebagaimana diamanatkan dalam perundang-undangan sistem pendidikan kita adalah diharuskannya pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pengembangan RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar awal sedari para pimpinan itu menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah yang sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS dengan menggunkan pendekatan sistematis dalam konteks disentralisasi pendidikan tersebut.

1. Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan tidak didukung pengetahuan yang memadai

Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan anggaran kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang yang tidak benar-benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai barang-barang itu atau

bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru komputer yang mereka ketahui hanya melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa produk itu efektif membantu kegiatan belajar siswa.

Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah meminta semua pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-alasan tertulis pada setiap butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon pengguna itu telah memahami pengetahuan yang diperlukan untuk memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau pengetahuan atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu diminta menunjukkan apakah usulannya tersebut benar-benar dibutuhkan atau bersifat esensial.

2. Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk meningkatkan belajar siswa

Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan dengan ini adalah bahwa ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu dengan peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah hal ini kepala sekolah perlu meminta para pengusul untuk memberikan alasan-alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang diusulkan akan membantu meningkatkan belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar itu akan diukur.

3. Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun

Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin politik (bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden) di daerah atau program-program kemasyarakatan lain sering berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. Selain beberapa kondisi eksternal itu, penurunan anggaran juga sering

terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan kondisi internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat beragam antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat menjamin terbebas dari hal itu.

Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada modifikasi atau eliminasi program, pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, yang dapat berdampak pada timbulnya frustrasi, kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan, namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang tampaknya dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan yang dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).

ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak menentu, dalam mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan perhatian difokuskan hanya pada anggaran yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan. Selain itu, ZBB juga mempertimbangkan keseluruhan anggaran dan memerlukan perbandingan antar semua bidang anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider, 1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai

a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the funding of existing and new programs at alternative service levels, both lower and higher than current level, and funds are allocated to program based on rankings of these alternatives”

Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan setiap tahun. Justifikasi itu harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi level-level alternatif layanan pada masing-masing program. Langkah-langkah umum ZBB meliputi:

a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada program-program yang membutuhkan sumber daya).

b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan tujuan, kegiatan, sumber daya dan anggaran masing-masing keputusan).

c. Membuat peringkat paket keputusan.

d. Pengalokasian anggaran.

e. Penyiapan anggaran resmi.

Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut sebagai pertimbangan dalam penentuan prioritas.

a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan anggaran, pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.

b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi tanpa mengurangi kualitas atau standar yang ditetapkan dalam KTSP.

c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran.

d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan prasarana lainnya.

e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf layanan khusus seperti bimbingan konseling, media pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu tanpa mengurangi standar kualitas.

f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi dengan semua usaha yang disebutkan di atas.

4. Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran

Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu. Kepala sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu menguasai dengan baik semua bidang dalam program pendidikan. Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS, kepala sekolah sering menerima usulan anggaran pada bidang-bidang yang ia hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.

Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif berikut. Pertama, kepala sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup untuk membantu melakukan justifikasi usulan yang kepala skeolah tidak memiliki cukup pengetahuan. Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala sekolah dapat dipandang hanya sebagai tukang stempel atas usulan anggaran yang dibuat guru.

Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini fisibel dan harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian dari tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu tetap tidak akan mampu menjawab semua masalah di atas.

Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-orang yang ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala sekolah, seperti pengawas mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan anggaran yang bersifat khusus di atas. Dengan asumsi bahwa konsultan semacam itu dapat diperoleh, kepala sekolah harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan agar objektivitas penilaian usulan anggaran benar-benar terjamin.

5. Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman sentralisasi anggaran

Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merek-merek tertentu karena mereka yakin bahwa merek itu memiliki kualitas dan kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul karena hal itu terlarang dalam proses pengadaan yang menggunakan anggaran pemerintah. Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.

Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras agar barang yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan kebermanfaatanya dengan cara menyebutkan secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan. Selain itu keterlibatan para pengguna dalam penentuan usulan anggaran juga merupakan cara yang dapat membantu mengatasi permasalahan merek tersebut. Keterlibatan pengguna ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika barang itu telah tersedia.

Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merek tertentu juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf pengganti akan mengalami kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah mengoperasikan barang dengan merek tertentu itu.

6. Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait

Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka diperlukan pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu penting untuk semua aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan dengan proses penganggaran. Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan dan konsultasi ini paling sering dijumpai di berbagai tempat.

Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan ke pihak yang lebih atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering terjadi pada tahap awal adalah kurangnya informasi yang diperoleh sekolah mengenai kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah dimana sekolah berada. Kebijakan dimaksud dapat mencakup jumlah dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan dan pengusulan anggaran, dan parameter-parameter pengelolaan keuangan lainnya.

Bahkan sering dialami sampai dengan saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut. Sekolah juga sering menerima informasi yang penuh ketidak-pastian mengenai kebijakan anggaran daerah atau pusat.

Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran sekolah telah diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang lebih tinggi. Modifikasi mata anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil keputusan itu tanpa dikomunikasikan lebih dahulu dengan sekolah.

Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya. Selain itu berbagai tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan, seperti Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-pihak lain juga sering membuat pihak-pihak Dinas Pendidikan terpaksa melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa memiliki cukup waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul. Satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi persoalan komunikasi tersebut adalah pihak sekolah harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi yang cukup mengenai parameter-parameter penganggaran yang harus dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS dan juga terus memantau perkembangan proses penetapan anggaran yang telah diserahkan kepada pengambil keputusan tersebut.

C. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

Pendapatan dan belanja sekolah merupakan dua komponen pokok dalam RAPBS. Pendapatan sekolah adalah segala penerimaan yang diperoleh sekolah yang berupa uang atau setara uang (buku, peralatan, bahan-bahan, dan lain-lain) dalam satu tahun anggaran. Sedangkan belanja sekolah adalah

segala pengeluaran yang dilakukan sekolah dalam bentuk uang atau setara uang dalam satu tahun anggaran.

1. Pendapatan Sekolah

 Sumber Pendapatan

Setiap sekolah memiliki sumber-sumber pendanaan yang berbeda-beda. Untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (sekolah negeri) sumber pendapatan utama berasal dari pemerintah dan siswa. Sedangkan untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat sumber pendapatan biasanya berasal dari yayasan penyelenggaranya, siswa, dan pemerintah. Pendapatan dari masing-masing sumber tersebut biasanya masih dirinci lagi menjadi beberapa jenis anggaran. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa contoh jenis anggaran dari masing-masing sumber pendapatan sekolah.

Tabel 2.2 Sumber Pendapatan Sekolah

Sumber Pendapatan

Sekolah* Anggaran

Pemerintah APBN

APBD Propinsi

APBD Kabupaten/Kota Orang Tua Siswa/Komite

Sekolah

Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP)

Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP) Biaya Pendaftaran Murid Baru

Biaya Ujian Akhir Semester Biaya Ujian Akhir Sekolah Iuran Ekstra Kurikuler Iuran Perpustakaan

Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah Yayasan Penyelenggara Biaya Operasional Sekolah

Biaya Pengembangan Sekolah

Donatur Bantuan sukarela masyarakat umum insidental Bantuan sukarela masyarakat umum rutin Bantuan alumni

Hasil Usaha Sekolah Kantin Sekolah Koperasi Sekolah

Sumber Pendapatan

Sekolah* Anggaran

Unit Usaha sekolah

Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah Lain-lain Bunga tabungan sekolah

Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah maisng-masing

*) Penentuan sumber pendanaan SD/MI harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Perhitungan Pendapatan Sekolah

Frekuensi penerimaan selama satu tahun dari masing-masing sumber pendapatan berbeda-beda, sekali dalam satu tahun, rutin setiap bulan, setiap semester, bahkan ada yang tidak dapat dipastikan. Sekolah umumnya tidak banyak kesulitan untuk menghitung perkiraan pendapatan yang bersifat rutin, akan sering mengalami kesulitan dalam memperkirakan pendapatan yang bersifat insidental atau tidak menentu. Tabel 2.3 dapat membantu sekolah menghitung anggaran pendapatan dalam penyusunan RAPBS.

Tabel 2.3 Perhitungan Anggaran Pendapatan Sekolah

No Uraian Penerimaan Besaran Satuan Penerimaan Jumlah Wajib Bayar (Siswa/ Donatur/dst) Frekwensi Pembayaran per Tahun Jumlah Penerimaan Per Tahun (Kol 3 x 4 x 5) 1 2 3 4 5 6 1. SPP 1.1 SPP Klas A 1.2 SPP Klas B 1.3 dst 2. BPP 2.1 BPP Klas A 2.2 BPP Klas B

dst. 3. Biaya PMB 4. Biaya Ujian 5.1 Ujian Semestar 5.2 Ujian Akhir Klas 6 5. dst.

Petunjuk Pengisian Tabel Perhitungan Angaran Pendapatan Sekolah:

Kolom 1: Diisi Nomor Urut

Kolom 2: Diisi Sumber Pendapatan dan diuraikan menurut jenis-jenis anggaran pada masing-masing Sumber Pendapatan Kolom 3: Diisi besaran atau jumlah yang harus dibayar oleh wajib

bayar setiap satu kali pembayaran

Kolom 4: Diisi jumlah pihak-pihak yang wajib membayar pada masing-masing jenis anggaran pendapatan (misal siswa, donatur, alumni, dsb.)

Kolom 5: Disi berapa kali dalam satu tahun masing-masing wajib bayar harus membayar (SPP = 12; Biaya Ujian Semester = 2; BPP = 1)

Kolom 6: Diisi jumlah penerimaan pada masing-masing Jenis Anggaran Pendapatan yang merupakan hasil kali antara kolom 3, 4, dan 5.

2. Belanja Sekolah

 Jenis Anggaran Belanja Sekolah

Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan biaya pendidikan di sekolah meliputi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya

investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi sekolah meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Dari tiga macam biaya tersebut, dua diantaranya harus dicantumkan dalam setiap RAPBS yang disusun sekolah.

1) Biaya Investasi Sekolah

Anggaran investasi dapat juga diartikan sebagai alokasi anggaran yang dibutuhkan sekolah untuk meningkatkan pelaksanaan misinya melalui perbaikan atau peningkatan kinerjanya. Anggaran ini biasanya digunakan untuk meningkatkan kapasitas (kemampuan) sumber daya yang dimiliki sekolah dalam mendukung peningkatan atau perbaikan kegiatan pendidikan. Berikut ini beberapa contoh mata anggaran yang termasuk dalam anggaran pengembangan sekolah.

a) Peningkatan kapasitas dan kompetensi guru dan staf sekolah: pelatihan, MGMP, PKG, magang, seminar.

b) Peningkatan sarana dan prasarana sekolah: pengadaan sarana atau prasarana baru, peningkatan kapasitas sarana-prasarana yang telah ada, renovasi fasilitas fisik untuk merubah atau meningkatkan fungsi atau kapasitasnya.

c) Pengadaan bahan-bahan referensi untuk siswa maupun guru.

d) Pengembangan sistem atau perangkat lunak sekolah: pengembangan KTSP, penngembangan kebijakan, aturan, atau sistem baru dalam rangka peningkatan kinerja sekolah, pengembangan model-model pembelajaran yang baru melalui PTK atau PTS, dan lain-lain.

e) Biaya operasional manajemen dan bahan habis pakai untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan di atas.

2) Biaya Operasi atau Biaya Rutin

Biaya operasi adalah alokasi biaya yang dibutuhkan sekolah agar dapat mempertahankan atau meningkatkan sedikit-demi sedikit pelaksanaan misi utamanya melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari. Dalam Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 biaya operasi didefinisikan sebagai bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Anggaran operasional ini dapat mencakup:

a) Gaji guru dan pegawai tetap

b) Honorarium guru/pegawai tidak tetap atau tenaga pendukung lainnya.

c) Biaya operasional, pemeliharaan, perawatan dan perbaikan sarana-prasarana sekolah sehingga dapat berfungsi secara normal.

d) Biaya pengadaan bahan habis pakai pendukung kegiatan sekolah yang bersifat rutin.

e) Biaya tagihan berlanggaran: listrik, air, telepon, sambungan internet.

f) Biaya operasional pimpinan dan staf sekolah

 Perhitungan Anggaran Belanja Sekolah

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bab ini bahwa perhitungan biaya sekolah harus didasarkan pada rencana program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Operasional Sekolah (Renop). Namun demikian prinsip fisibilitas implementasi program dan efisiensi penggunaan anggaran harus juga dipertimbangkan pada saat melakukan perhitungan belanja sekolah untuk dituangkan dalam RAPBS. Dalam bahasa yang sederhana, anggaran biaya yang dialokasikan untuk setiap kegiatan yang diusulkan harus cukup namun sama sekali tidak dibenarkan terjadi pemborosan. Ketepatan dan kecermatan perhitungan anggaran dalam RAPBS menjadi pra-syarat terwujudnya

Dokumen terkait