• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem persediaan yang dibahas pada penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu sistem MRP (Material Requirement Planning) dengan teknik EOQ (Economic Order Quantity) yang dikombinasikan dengan sistem JIT dan sistem VMI (Vendor Managed Inventory).

6.4.1. Biaya – biaya Persediaan

Biaya yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya penyimpanan yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka menyimpan dan mengelola bahan baku di lokasi PT XYZ. Yang termasuk kedalam biaya penyimpanan yaitu biaya listrik dan pendingin, asuransi persediaan, upah tenaga kerja bagian gudang, biaya tenaga bongkar muat, dan

opportunity cost. Sedangkan biaya pemesanan adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan atas suatu bahan baku.

Tabel 8. Komponen Biaya Pemesanan per Pesanan Bahan Baku Kelas A

Di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011

No Jenis Biaya

Biaya Pemesanan Per Pesanan (Rp/pesanan) Tepung Terigu Bubuk Cokelat Gula 1 Biaya Administrasi 84,467 84,467 84,467 2 Biaya Penempatan Pemesanan 18,000 48,000 18,000

Total Biaya Pemesanan

99,467

129,467 99,467

Sumber: Departemen Purchasing PT XYZ, 2011

Komponen yang menyusun biaya pemesanan total pada PT XYZ selama tahun 2010 terdiri dari biaya administrasi dan biaya telepon. Biaya administrasi sebesar Rp. 84.467,- per pesanan mencakup biaya pembuatan purchase order dan biaya faksimili. Sedangkan yang dicakup dalam biaya penempatan order sebesar Rp. 18.000,- untuk pemesanan tepung terigu dan gula serta Rp. 48.000,- untuk pemesanan bubuk cokelat per pesanan yaitu biaya telepon dan surat menyurat (email) serta biaya pemeliharaan sistem operasi.

dalam kaitannya dengan proses penyimpanan barang. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh PT XYZ dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Komponen Biaya Penyimpanan per Bulan Bahan Baku Kelas A

Di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011

No Jenis Biaya Biaya Penyimpanan per bulan (Rp)

1 Opportunity Cost 1,043,740

2 Biaya Listrik dan pemeliharaan gudang 2,940,000

3 Upah tenaga kerja bagian gudang 12,508,020

4 Asuransi persediaan 860,412

Total Biaya Penyimpanan 17,352,172

Sumber: Departemen PPIC PT XYZ, 2011

Pada periode Januari sampai dengan Juni 2011, PT XYZ mengeluarkan biaya penyimpanan bahan baku per bulan sebesar Rp. 17.352.172,-. Biaya paling besar dialokasikan untuk upah tenaga kerja bagian gudang. Termasuk di dalamnya tenaga kerja harian yang dipekerjakan untuk membongkar barang. Setelah biaya upah tenaga kerja, selanjutnya pengeluaran untuk biaya listrik dan pemeliharaan gudang sebesar Rp. 3.000.000, dan yang paling kecil yaitu opportunity cost.

Opportunity cost atau biasa disebut sebagai biaya bunga investasi adalah biaya yang terjadi karena kehilangan pendapatan berupa bunga bank yang seharusnya diperoleh tetapi akhirnya tidak diperoleh oleh perusahaan karena uang yang ada digunakan untuk persediaan bahan baku.

6.4.2. Sistem MRP (Material Requirement Planning) dengan Teknik

EOQ (Economic Order Quantity)

Sistem MRP dengan teknik EOQ mensyaratkan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Permintaan bersifat pasti dan konstan

2. Persediaan bahan baku dapat dipenuhi saat itu juga (Just in Time) 3. Waktu pengiriman bahan baku (delivery schedule) bersifat konstan

Ketiga asumsi dasar tersebut secara berkala ditinjau ulang oleh manajemen PT XYZ dimana, seringkali ditemukan kondisi yang tidak sesuai. Misalnya, saat bubuk cokelat sudah ada siap untuk dikeluarkan dari pelabuhan, ternyata tertahan di pabean karena satu dan lain hal. Oleh karena itu, proses masuknya bubuk cokelat ke pabrik terhambat. Contoh lain adalah terjadi perubahan dalam permintaan produk, walaupun jumlahnya sedikit, tetapi hal tersebut menunjukkan

bahwa permintaan akan biskuit OR di PT XYZ sifatnya tidak konstan melainkan berubah setiap waktu.

Kondisi yang terjadi di PT XYZ saat ini adalah bahwa perusahaan mengupayakan untuk mengintegrasikan sistem EOQ dengan sistem JIT. Tujuan dilakukannya sistem JIT ini terutama adalah untuk mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktivitas total industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan on hand inventory. Kendala yang terjadi adalah, apabila ada perubahan rencana produksi secara mendadak, dan pemasok tidak memiliki cadangan bahan baku yang diperlukan, maka perusahaan akan mengalami keterlambatan pemenuhan produk jadi.

Dampak biaya yang ditimbulkan dari penerapan sistem EOQ ini adalah bahwa pengelolaan bahan baku pada sistem EOQ masih dilakukan on site. Sementara kondisi aktual adalah PT XYZ tidak memiliki cukup ruangan untuk mengadakan persediaan on site. Hasil perhitungan total biaya persediaan bahan baku kelas A dengan metode EOQ klasik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kelas A

Dengan Model EOQ Klasik di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011

Bahan Baku Biaya Total Persediaan (Rupiah) Persentase (%)

Tepung Terigu 12,429,363 48%

Gula 12,350,491 47%

Bubuk Cokelat 1,303,809 5%

Total 26,083,663 100%

Berdasarkan Tabel 10, biaya total persediaan tepung terigu menurut teknik perhitungan EOQ klasik adalah sebesar Rp. 12.429.363,- per bulan. Biaya ini adalah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku gula sebesar Rp. 12.350.491,- dan bubuk cokelat sebesar Rp. 1.303.809,-. Model EOQ kurang tepat dilakukan dalam pengelolaan persediaan bahan baku kelas A di PT XYZ, terutama karena asumsi yang dikemukakan di awal tidak terpenuhi.

1. Model EOQ mengasumsikan bahwa permintaan bersifat pasti dan konstan, sementara pada produksi biskuit OR, permintaannya tidak bersifat pasti. Sedangkan perusahaan tidak memiliki kebijakan untuk mengadakan persediaan produk jadi.

sepanjang tahun 2010 jadwal pengiriman bahan baku tidak 100 persen sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh PT XYZ baik dikarenakan faktor internal maupun eksternal.

6.4.3. Model Just In Time (JIT) dan Vendor Managed Inventory (VMI)

Model Just In Time (JIT) dan Vendor Managed Inventory (VMI) merupakan model pergerakan pengadaan bahan baku produksi. Setelah dihitung EOQnya, bahan baku dapat didatangkan ke pabrik dengan menggunakan sistem JIT maupun VMI. Salah satu biaya yang akan hilang saat penerapan sistem VMI maupun JIT adalah pengurangan biaya penyimpanan. Secara kuantitatif, cost impact dalam penerapan kedua model ini dapat dilihat di Tabel 11.

Tabel 11. Dampak Biaya Pada Pengadaan Bahan Baku Kelas A di PT XYZ

Dengan Sistem VMI dan JIT

Variabel Notasi Nilai Gula

Nilai Tepung Terigu

Nilai Bubuk Cokelat Waktu pemesanan (hari) - 14

10 40 Frekuensi (kali) (1) 58 117 26 Jumlah Pesanan Rata-Rata (kg/pesanan) (2) 905

910

93 Biaya pesanan (Rp/pesanan/kg) (3) 110

109

1,394 Biaya total pesanan (5) = (1) x (3) 6,377

12,790

36,238 Biaya total persediaan (7) = (5) + (6) 6,377

12,790

36,238 Tabel 11 menunjukkan bahwa notasi yang hilang apabila perusahaan meneapkan sistem JIT atau VMI yaitu notasi (6) berupa biaya penyimpanan persediaan. Biaya total persediaan paling sedikit dari gula sebesar Rp. 6.377,- dan biaya yang paling mahal dari bubuk cokelat sebesar Rp. 36.238,-. Selisih biaya yang terjadi yaitu hilangnya biaya penyimpanan sebesar Rp. 26.028.527,- untuk semua bahan baku yang berada di kelas A.

Untuk dapat melakukan sistem VMI, hubungan yang baik dengan pemasok sangatlah diperlukan. PT XYZ sendiri sudah melakukan VMI terhadap dua bahan baku kemasan berupa packaging film dan boks (master box dan carton box). Syarat yang sekiranya dapat diajukan oleh PT XYZ adalah sebagai berikut: 1. Kesemua jenis bahan baku yang di VMI kan sudah melewati proses inspeksi

dan dinyatakan released pada first class inspection (100 persen barang lolos pada inspeksi yang pertama kali dilakukan). Untuk selanjutnya, monitoring

terhadap persediaan bahan baku tersebut dilakukan secara berkala pada persediaan di gudang pemasok oleh tim quality dari PT XYZ.

2. Apabila ada barang yang rusak saat masih jadi persediaan baik di gudang pemasok maupun saat dalam proses persiapan di PT XYZ, barang tersebut akan diretur dan seluruh biaya (biaya transportasi dan down time yang diakibatkan atas ketidaktersediaannya) menjadi resiko dari pemasok

Sistem VMI yang diterapkan untuk dua jenis packaging material dan sudah berlangsung selama satu periode (satu tahun). Selama periode tersebut terjadi satu masalah dimana PT XYZ mengubah desain kemasan saat pemasok sudah melakukan persediaan untuk beberapa lot produksi. Kerugian yang timbul akibat perubahan desain kemasan tersebut, seluruhnya ditanggung oleh PT XYZ. Penggantian yang dilakukan berupa biaya produksi, biaya transportasi, biaya penyimpanan dan pengelolaannya serta biaya pemusnahan.

Sementara, untuk bahan baku yang berada di kelas A, belum ada yang di VMI kan. Bahkan sebelum dilakukan VMI pun, baik pemasok maupun PT XYZ menemui kesulitan yang disebabkan production planning yang sering berubah. PT XYZ mendapatkan kesulitan saat pemasok tidak dapat memenuhi tenggat jadwal pengiriman, baik dikarenakan ketidak tersediaan produk pada mereka maupun proses transportasi yang jauh. Terutama untuk black cocoa powder yang dibeli secara impor. Padahal, pemasok black cocoa powder sudah dipilih secara global dan merupakan single supplier dimana PT XYZ sudah memiliki kontrak global dengan pemasok tersebut dan berdasarkan global quality policy hanya black cocoa powder yang diproduksi oleh pemasok tersebut saja yang boleh digunakan untuk proses produksi biskuit OR di PT XYZ. Pemasok tersebut, menjadi pemasok tunggal black cocoa powder untuk semua pabrik PT XYZ di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya PT XYZ dapat memVMIkan black cocoa powder.

Bahan baku gula dan tepung terigu memiliki kendala yang menyangkut sering timbulnya rencana produksi yang berubah. Selain itu, sifat kedua bahan baku tersebut yang organoletik, dianggap tidak memungkinkan bagi PT XYZ dan pemasok untuk melakukan sistem VMI. Agar bahan baku tersebut tetap tersedia

saat akan dibutuhkan, melalui sistem VMI, dua hal berikut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi PT XYZ dan pemasok:

1. Departemen PPIC sebaiknya membuat tren yang berisi, SKU yang mana saja yang volumnya tetap selama tenggang waktu tertentu. Untuk SKU tersebut, kemudian dihitung keperluan gula dan tepungnya beserta rencana produksinya. Nilai kebutuhan tersebutlah yang kemudian diberikan kepada pemasok untuk diproduksi dan diatur persediannya di gudang mereka.

2. PT XYZ dapat menyarankan kepada pemasok untuk memproduksi dalam jumlah yang sekaligus besar. Produksi besar dalam satu lot tersebut dapat mempersingkat proses incoming inspection oleh departemen quality. Kendala yang sekiranya akan dihadapi oleh pemasok adalah, apabila bahan baku tersebut tidak lolos dalam first class inspection, maka seluruh produk yang sudah diproduksi banyak dalam satu lot tersebut akan direject. Untuk mengatasinya, bisa saja pemasok memberikan contoh produk yang diproduksi dalam satu lot tersebut kepada PT XYZ, saat bagian quality sudah mengkonfirmasi bahwa lot tersebut lolos inspeksi, baru kemudian proses produksi dilanjutkan.

Sistem JIT yang saat ini diterapkan oleh PT XYZ tidak dapat dilakukan dalam optimalisasi pengendalian persediaan bahan baku. Hal tersebut dikarenakan oleh syarat-syarat penggunaan sistem JIT berdasarkan konsep tidak dapat terpenuhi. Syarat tersebut yaitu:

1. Produk standar dengan sedikit varian

Produk biskuit OR yang dihasilkan oleh PT XYZ memiliki banyak varian yang otomatis akan menimbulkan banyak jenis bahan baku yang digunakan. 2. Produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap

Produksi biskuit OR di PT XYZ berlangsung secara kontinu tetapi volumnya berubah-ubah setiap bulannya tergantung pada permintaan akan produk tersebut.

3. Pemasok yang handal

Pemasok yang dimiliki oleh PT XYZ, berdasarkan hasil tren pengiriman bahan baku di tahun 2010 belum mampu untuk mengakomodir total kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi dengan tepat.

4. Kualitas persediaan yang konsisten

Kualitas persediaan bahan baku belum konsisten terutama dalam hal quality issue.

Selain menerapkan sistem VMI dalam pengadaan persediaan bahan baku produksi, PT XYZ juga sudah harus mempertimbangkan penggunaan lebih dari satu pemasok dalam pengadaan bahan baku kelas A. Hal ini dilakukan untuk dapat meminimalisir risiko yang mungkin timbul akibat salah satu pemasok tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi. Selama produsen bahan baku tersebut masih sama, kemungkinan terjadinya perbedaan spesifikasi bahan baku tidak akan terlalu besar. Pada dasarnya, produsen mungkin saja memiliki beberapa distributor produk yang bisa dijadikan pemasok oleh PT XYZ.

Hal terakhir yang bisa dilakukan oleh PT XYZ adalah melakukan ekstensifikasi gudang persediaan bahan baku. Dengan sumberdaya lokasi yang lebih besar, rotasi dan pergerakan bahan baku akan lebih baik. Ketersediaan bahan baku pun akan lebih optimal. Yang menjadi pertimbangan PT XYZ belum memperbesar lokasi penyimpanan bahan bakunya terutama adalah cost saving. Dengan gudang yang lebih besar, tentu akan membutuhkan man power yang lebih banyak dan biaya penanganan bahan baku yang lebih besar pula.

6.4.4. Sistem Produksi Tarik dan Sistem Produksi Dorong

Sistem produksi konvensional belakangan ini sudah mulai beralih kepada sistem produksi yang lebih modern dimana dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Pada sistem produksi dorong, sebuah industri akan memindahkan material dari satu bagian ke bagian lainnya dan membuat produk dengan cara mendorong material tersebut sepanjang proses sampai dengan menjadi barang jadi. Akan sulit menghentikan sebuah proses produksi dorong karena satu bagian akan selalu mendorong bagian di depannya untuk terus berproses. Sistem produksi seperti ini disebut akan menghasilkan industri yang memproduksi barang untuk cadangan (made to stock).

Berbeda dengan sistem produksi dorong, sistem produksi tarik lebih menekankan kepada pengambilan material produksi sesuai dengan permintaan. Bekerja dengan sistem produksi tarik akan menyebabkan satu bagian menarik ke

Dalam sistem produksi tarik, suatu bagian tidak akan mengeluarkan material sebelum bagian di depannya meminta. Sistem produksi seperti ini akan menghasilkan industri yang memproduksi barang sesuai pesanan (made to order). PT XYZ baru saja menerapkan kebijakan sistem produksi tarik. Hal ini jelas terlihat saat pabrik PT XYZ tidak lagi memiliki gudang penyimpanan produk jadi. Semua produk yang selesai diproses langsung dibawa ke distributor PT XYZ. Hal ini tentu berkaitan dengan sistem pengadaan bahan baku yang artinya juga menarik kebelakang. Maksudnya adalah bahwa bahan baku yang diperlukan baru akan didatangkan saat akan digunakan dalam proses produksi. Dari pemaparan sistem produksi tarik dan sistem produksi dorong diatas, sistem pengadaan persediaan bahan baku secara VMI layak diterapkan untuk mengakomodir kebutuhan bahan baku perusahaan.

VII KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait