• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6. Perbaikan Pengelolaan Kawasan Minawana

5.6.5 Sistem Sanksi ( sanctions )

Menurut Ostrom (2011) sistem sanksi merupakan kontrol sosial terhadap penegakan hukum atau aturan untuk keberlanjutan kelembagaan/organisasi. Untuk

menjaga agar nilai, norma, dan aturan‐aturan itu dapat tetap terpelihara, terjaga dan dijadikan pedoman berkehidupan bagi masyarakat pendukungnya maka pelaksanaannya disertai dengan sanksi (baik sanksi positif maupun sanksi negatif). Akan tetapi menurut Ruddle (1998) sanksi yang paling baik terhadap penyalahgunaan aturan adalah adanya sanksi moral yang dimiliki oleh masyarakat, terutama di daerah Asia Timur.

Ketidaktaatan terhadap norma atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku menyebabkan seseorang dikenai sanksi. Bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma dapat berupa tindakan (hukuman) dan bisa berupa sanksi sosial yang lebih sering ditunjukkan dalam bentuk sikap, seperti penolakan atau tidak melibatkan seseorang yang melanggar norma untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas (Coleman 2010). Penegakan hukum atau aturan sangat penting, karena pada akhirnya hukum/aturan yang dibuat baru mempunyai arti jikalau sudah dipraktikkan di lapangan dengan jaminan sistem sanksi yang dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran terhadapnya.

Berdasarkan perjanjian awal pada saat pemberian hak garap oleh Perhutani, disebutkan bahwa tidak boleh menebang/memodifikasi tambak yang sudah ada. Bahkan disebutkan bahwa penggarap tambak wajib menjaga kelestarian hutan. Pada awalnya penggarap tambak tidak berani melakukan penebangan/modifikasi karena sanksi yang jelas yakni hak garap dicabut bahkan sampai dipenjara. Akan tetapi seiring dengan perubahan waktu penerapan aturan dan sanksi yang tidak jelas, menyebabkan masyarakat berani untuk melakukan penebangan/modifikasi. Banyak penebang kayu (mangrove) yang ditangkap dan dipenjarakan yang kemudian dikeluarkan hanya gara-gara uang bisa keluar. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat semakin berani untuk menebang mangrove karena ketidakjelasan penerapan hukum dan sanksi yang tidak jelas. Apalagi dengan faktor uang semua bisa diatur sehingga penebangan mangrove semakin tinggi. Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap pelaksanaan sistem sanksi disajikan padTabel 31.

Tidak adanya sanksi moral yang berlaku dari masyarakat juga turut

memberikan andil bagi para pelaku untuk menebangi mangrove atau

yang mempertahankan mangrove juga dapat menurunkan animo masyarakat untuk tetap mempertahankan mangrove. Padahal dengan adanya sistem insentif dan disinsentif akan mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian mangrove. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu dilakukan oleh pengelola terkait sistem sanksi dalam pengelolaan kawasan minawana RPH Tegal-Tangkil antara lain:

1) Jika melakukan penebangan/modifikasi empang diberikan peringatan dan hukuman harus menanam kembali seperti sedia kala

2) Pencabutan hak garap jika tidak mengindahkan peringatan dan hukuman yang diberikan. Hendaknya dilakukan terlebih dahulu teguran (peringatan) yang jika melakukan pelanggaran 2 kali akan dicabut hak garapnya

3) Jika pelanggaran terhadap pindah garap baik jual-beli dan penggadaian adalah tidak mengakui hak garap yang baru. Perhutani selanjutnya memproses siapa yang berhak untuk mengelolanya.

4) Tindak tegas terhadap penebang liar atau kegiatan yang dapat merusak mangrove dan perairan sekitarnya. Sanksi yang diberikan mulai dari peringatan, denda ataupun atau penjara sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.

5) Pemberian insentif kepada masyarakat yang secara langsung aktif melakukan pelestarian mangrove. Misalnya: pemberian beasiswa bagi anak atau berupa santunan lainnya.

Tabel 31 Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap pelaksanaan sistem sanksi

Sistem sanksi Kondisi lapangan %

responden

Teguran Pihak Asper hanya sebatas teguran terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran

100.00 Penjara Hukuman penjara bagi orang yang melakukan penebangan

liar

5.56 Pencabutan hak

garap

Pencabutan hak garap bagi yang melakukan pelanggaran 0.00 Sumber: Hasil analisis 2012

Secara singkat pola pengelolaan kawasan minawana RPH Tegal-Tangkil terkait kondisi saat ini dan saran perbaikan disajikan padaTabel 32.

Tabel 32Matriks permasalahan kelembagaan, kondisi ideal dan usaha yang diperlukan untuk mengurangi kesenjangan

Komponen kelembagaan

Kondisi Aktual Kondisi Ideal Usaha yang perlu dilakukan

Kewenangan Kewenangan ada di pihak

Perhutani (BKPH Ciasem Pamanukan), akan tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui fungsi dan peranan Perhutani dalam pengelolaan hutan negara termasuk hutan mangrove

- Kewenangan penuh ada di pihak Perhutani (BKPH Ciasem Pamanukan)

- Pemberian kewenangan kepada LMDH sesuai Kep. Dir Perum Perhutani N0.

682/KPTS/DIR/2009

- Sosialisasi tentang fungsi dan peranan Perhutani sesuai amanat PP No. 72 Tahun 2010 - Sosialisasi peranan masyarakat dalam pengelolaan minawana

- Sosialisasi fungsi dan peranan LMDH (sejenis) terhadap pengelolaan ekosistem mangrove - Pemberian kewenangan kepada LMDH sesuai Kep. Dir Perum Perhutani N0.

682/KPTS/DIR/2009

- Perbaikan organisasi LMDH baik dari keaggotaan, AD/ART, visi/misi atau hal lainnya sesuai standar organisasi yang memiliki badan hukum

- Pengurus LMDH dipilih dan diangkat oleh anggota

Aturan - Diperbolehkan memodifikasi

empang atas persetujuan pihak Perhutani BKPH Ciasem-Pamanukan

- Melakukan jual-beli hak

garapan

- Sempadan pantai dan

sempadan sungai dijadikan tambak

- Tidak boleh memodifikasi empang

- Tidak boleh melakukan jual- beli hak garapan

- Sempadan pantai minimal 130 m dan sempadan sungai minimal 50 m

- Mempertegas penegakan hukum dan penerapan sanksi

- Perbaikan terhadap proporsi luasan mangrove terhadap tambak (60% mangrove:40% tambak)

- Penetapan kawasan sempadan pantai minimal 130 m bibir pantai - Penetapan sempadan sungai minimal 50 m bibir sungai

- Perbaikan kanal air jalan, jembatan dan prasarana lainnya menjadi tanggung jawab LMDH. - Pembuatan bak penampungan air (tandon), penerapan GAP dan perwilayahan komoditas

menjadi tanggung jawab masing-masing penggarap tambak yang diawasi oleh LMDH - Pelibatan masyarakat terhadap program kelestarian mangrove. Masing-masing penggarap

tambak dan penangkap ikan dan biota lainnya dibuat dalam kelompok petak tambak yang dibawah koordinasi LMDH.

- Segala kegiatan yang dilakukan oleh pihak asing terhadap kegiatan di kawasan minawana harus seijin dari pengurus LMDH

- Tidak boleh melakukan jual-beli dan penggadaian hak garapan..

- Tidak boleh melakukan penebangan, modifikasi dan kegiatan yang merusak mangrove dan perairan sekitarnya

- Setiap masyarakat yang memanfaatkan kawasan minawana dikenakan biaya/pajak, kecuali kegiatan penelitian.

Hak - Penggarap tambak mengelola

empang termasuk memanfaatkan hasilnya

- Ada beberapa penggarap

tambak memiliki hak garapan seluas 20 ha

- Mengelola empang termasuk memanfaatkan hasilnya - Masing-masing penggarap

tambak hanya boleh memiliki hak garapan selus 2 ha - Seharusnya penggarap tambak

- Melakukan pendataan terhadap penggarap tambak terkait kondisi dan luasan lahan garapan - Pembatasan hak guna garap maksimal 2 ha/KK

- Domisili penggarap tambak seharusnya dari desa administrasi setempat

- Masyarakat penggarap tambak berhak melakukan budidaya ikan/udang sesuai dengan perwilayahan komoditas dan GAP yang telah ditetapkan.

Komponen kelembagaan

Kondisi Aktual Kondisi Ideal Usaha yang perlu dilakukan

- Ada beberapa penggarap

tambak dari luar wilayah adiministrasi desa terdeka t

berasal dari domisili terdekat - Penggarap tambak juga berhak untuk hasil tangkapan udang harian dari tambak yang

dikelolanya.

- Masyarakat non penggarap tambak berhak melakukan penangkapan kepiting, wideng, belut, ular, burung, dan biawak. Masyarakat yang boleh melakukan penangkapan adalah anggota LMDH yang terdaftar pada masing-masing wilayah LMDH.

- Penampungan dan pemasaran hasil produksi dan hasil tangkapan dilakukan di KUD masing-masing administrasi LMDH.

- Pengurus dan anggota LMDH berhak untuk menegur, melaporkan ke pihak yang berwajib dan mencegah pihak-pihak yang akan melakukan perusakan mangrove dan perairan sekitarnya

Kontrol - Sangat jarang

- Kurangnya staf Asper

dilapangan

- Rendahnya fungsi dan

peranan LMDH dalam kontrol dilapangan

- Minimal sekali seminggu - Pengurus LMDH diberi

kesempatan ikut terlibat dalam kontrol

- 1 desa minimal 2 orang petugas lapangan

- Para mandor/Asper hendaknya berkoordinasi dengan LMDH dan KUD

- Kegiatan pemantauan hendaknya minimal dilakukan seminggu sekali dan dilakukan diskusi dengan penggarap tambak

- Pemantauan dan kontrol terhadap pelaksanaan GAP dan perwilayahan komoditas menjadi tanggung jawab LMDH

- Pemantauan dan kontrol terhadap penangkapan kepiting, wideng, belut, ular, dan burung menjadi tanggung jawab LMDH

- Para mandor hendaknya berkoordinasi dengan LMDH dan KUD terkait dengan permasalahan empang dan produksi perikanan.

- Kegiatan pemantauan dari Asper hendaknya minimal dilakukan seminggu sekali dan dilakukan diskusi dengan penggarap tambak terkait permasalahan minawana terutama terhadap kelestarian mangrove

- Penambahan staff (polisi hutan) untuk meningkatkan pengawasan di kawasan RPH Tegal- Tangkil

Sanksi - Hanya sebatas teguran untuk

penebangan mangrove

- Ada beberapa kasus,

penebang mangrove

dipenjara. Akan tetapi dengan uang tebusan para pelanggar tersebut dibebaskan

- Pencabuatan hak garap jika terbukti pelanggaran

- Jika melakukan penebangan diberikan peringatan dan hukuman harus menanam kembali seperti semula

- Pencabutan hak garap jika tidak mengindahkan peringatan dan hukuman yang diberikan - Jika pelanggaran terhadap pindah garap tanpa sepengetahuan pihak Perhutani adalah tidak

mengakui hak garap tersebut

- Tindak tegas terhadap penebang liar berupa denda atau penjara

- Pemberian insentif kepada penggarap tambak/masyarakat yang secara langsung aktif melakukan pelestarian mangrove.

Dokumen terkait