• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGIS [Comparative Study between Series and Circulation System

2. Sistem Sirkulas

Sistem sirkulasi (Gambar 4.2) menggunakan pompa Diafragma Deng Yuan TYP 2500N; 24 VDC; 0.6 A; 80 psi (0.6 LPM) dengan laju aliran sebesar 10.52 cc/detik yang diatur menggunakan flow meter Dawyer.

Waktu perlakuan (T) per reaktor dapat dihitung sebagai berikut: Waktu perlakuan (T) = ) / ( ) ( jam L aliran Debit L reaktor Volume = jam L L 36 23 . 0 = 23 detik

Dosis UV per dua kali sirkulasi pada sistem sirkulasi dihitung dari perkalian antara Intensitas (I) dan Waktu perlakuan (T) Koutchma et al. (2009), sehingga diperoleh:

Dosis = Intensitas (I) x Waktu perlakuan (T)

= x s cm mW 46 85 . 33 2 = 1 557.06 2 2 1557.06 cm mJ cm mWs Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan sistem seri dan sistem sirkulasi dengan tiga kali ulangan. Hasil dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Model matematika rancangan tersebut menurut Steel dan Torrie (1991).

Yij = μ + Pi + εij Dimana :

Yij : nilai pengamatan sirkulasi UV ke i dan ulangan ke-j

μ : nilai tengah umum

Pi : pengaruh perlakuan sistem seri atau sistem sirkulasi ke-i

εij : galat percobaan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. Pengamatan Penelitian

Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiologis meliputi: bobot jenis, titik beku, kadar air, pH, konduktivitas, panas spesifik, viskositas, kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak, kadar protein, kadar laktosa, dan uji TPC. Pengukuran kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak, bobot jenis, titik beku, kadar protein, dan kadar laktosa dilakukan dengan Milkotester Mini Master, pH diukur dengan pH meter Scoth, konduktivitas diukur

dengan konduktivity meter A-Z, viskositas diukur menggunakan metode falling ball, dan panas spesifik dihitung dengan metode Singh dan Heldman (1993), bobot kering diperoleh dari penjumlahan % kadar lemak dengan % BKTL, sedangkan kadar air diperoleh dari pengurangan antara nilai 100% dengan % bobot kering. Uji TPC dilakukan dengan metode SNI 01-3141-1998, dimana jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standard Plate Count (SPC).

Hasil dan Pembahasan

Sifat Fisik dan Kimia Susu Kambing Sistem Seri dan Sirkulasi yang Diberi Perlakuan UV-C 253.7 nm

Sifat fisik dan kimia susu kambing yang diberi perlakuan UV-C 253.7 nm diperlihatkan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.3 Sifat fisik dan kimia susu kambing yang diberi perlakuan UV-C 253.7 sistem seri

Pengujian Perlakuan

Kontrol*) Reaktor ke-1 Reaktor ke-2 Reaktor ke-3

Sifat Fisik Viskositas 2.08 a ± 0.02 2.34 a ± 0.31 2.29 a ± 0.29 2.03 a ± 0.10 pH 6.52 a ± 0.05 6.54 a ± 0.05 6.55 a ± 0.03 6.58 a ± 0.01 Bobot jenis 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 Konduktivitas 4.61 a ± 0.15 4.59 a ± 0.14 4.59 a ± 0.14 4.67 a ± 0.07 Titik beku -0.49 a ± 0.00 -0.48 a ± 0.00 -0.48 a ± 0.00 -0.48 a ± 0.00 Panas spesifik 3.78 a ± 0.01 3.79 a ± 0.01 3.79 a ± 0.01 3.79 a ± 0.01 Sifat Kimia Kadar lemak 5.90 a ± 0.40 5.85 a ± 0.46 5.82 a ± 0.40 5.88 a ± 0.39 BKTL 9.73 a ± 0.16 9.61 a ± 0.03 9.57 a ± 0.03 9.60 a ± 0.04 Kadar protein 5.28 a ± 0.11 5.21 a ± 0.05 5.19 a ± 0.03 5.22 a ± 0.03 Kadar laktosa 3.54 a ± 0.06 3.49 a ± 0.03 3.48 a ± 0.03 3.47 a ± 0.03 Bobot kering 15.63 a ± 0.52 15.45 a ± 0.47 15.38 a ± 0.39 15.48 a ± 0.39 Kadar air 83.38 a ± 0.52 84.55 a ± 0.47 84.62 a ± 0.39 84.53 a ± 0.39

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji < 0.05

*)

Tabel 4.4 Sifat fisik dan kimia susu kambing yang diberi perlakuan UV-C 253.7 sistem sirkulasi

Pengujian

Perlakuan Kontrol*) Dua sirkulasi Empat

sirkulasi Enam sirkulasi Sifat Fisik Viskositas 2.05 a ± 0.00 2.10 b ± 0.01 2.13 c ± 0.01 2.33 d ± 0.02 Bobot jenis 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 1.03 a ± 0.00 Konduktivitas 4.36 a ± 0.06 4.38 a ± 0.04 4.42 a ± 0.05 4.42 a ± 0.06 pH 6.37 a ± 0.03 6.37 a ± 0.05 6.30 a ± 0.10 6.22 a ± 0.15 Titik beku -0.49 a ± 0.01 -0.48 a ± 0.01 -0.48 a ± 0.01 -0.47 a ± 0.01 Panas spesifik 3.76 a ± 0.01 3.77 a ± 0.01 3.78 a ± 0.01 3.78 a ± 0.01 Sifat Kimia Kadar Lemak 6.74 a ± 0.58 6.59 a ± 0.42 6.53 a ± 0.57 6.44 a ± 0.56 BKTL 9.77 a ± 0.12 9.67 a ± 0.16 9.57 a ± 0.07 9.47 a ± 0.12 Kadar protein 5.35 a ± 0.03 5.29 b ± 0.05 5.24 c ± 0.02 5.18 d ± 0.03 Kadar laktosa 3.50 a ± 0.09 3.47 a ± 0.10 3.42 a ± 0.07 3.40 a ± 0.09 Bobot kering 16.51 a ± 0.47 16.26 a ± 0.27 16.10 a ± 0.05 15.91 a ± 0.04 Kadar air 83.49 a ± 0.47 83.74 a ± 0.27 83.91 a ± 0.50 84.09 a ± 0.44

Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji < 0.05

*)

sampel susu yang sama dan tidak mendapat perlakuan UV sistem sirkulasi

Viskositas

Susu pada kondisi normal, viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi lemak, protein, temperatur, pH dan umur susu, dimana viskositas susu kambing yang diukur pada suhu 20oC adalah sebesar 2.12 cP (Juarez dan Ramos 1986). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada reaktor UV yang disusun secara seri menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap viskositas bila dibandingkan dengan susu kambing kontrol, sedangkan pada sistem sirkulasi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol dengan perlakuan dua, empat dan enam sirkulasi dengan nilai viskositas untuk perlakuan seri dan sirkulasi berturut-turut 2.03 – 2.54 cP dan 2.05 – 2.33 cP. Nilai ini masih berada dalam kisaran yang dipersyaratkan Juarez dan Ramos (1986) yaitu 2.12 cP.

Viskositas cenderung menurun ketika temperatur cairan meningkat (Cengel dan Turner 2001). Kondisi ini berbeda dengan hasil yang diperoleh yaitu viskositas susu cenderung meningkat dengan meningkatnya temperatur susu. Kondisi di atas bisa dijelaskan karena adanya butiran kasein dalam susu kambing

yang mampu mengeliminir pengaruh kenaikan temperatur. Meningkatnya viskositas susu selama proses pemaparan sinar UV disebabkan adanya koagulasi protein sehingga menghasilkan viskositas yang lebih tinggi.

Nilai pH

Nilai pH susu kambing menurut Juarez dan Ramos (1986) adalah 6.50-6.80. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada sistem seri maupun sistem sirkulasi, kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan berturut-turut adalah 6.52- 6.58 dan 6.22-6.37. Nilai pH susu kambing pada sistem UV yang disusun secara seri sesuai dengan kisaran hasil penelitian yang dilakukan Juarez dan Ramos (1986). Beberapa mineral air susu seperti: asetat, phosphat dan sitrat bersifat sebagai buffer, karena mineral-mineral tersebut dapat mempertahankan pH air susu selalu normal, bila keasaman air susu meningkat karena aktifitas mikroorganisme, perubahan pH tidak tampak jelas, hal ini diduga disebabkan adanya sifat buffer tersebut.

Nilai pH yang cenderung meningkat menyebabkan viskositas juga meningkat sebagai akibat pecahnya butiran kasein (Walstra et al. 1999). Penurunan pH susu pada umumnya langsung menyebabkan sedikit penurunan viskositas, dimana pada penurunan pH yang lebih drastis akan menyebabkan peningkatan viskositas karena adanya agregasi kasein (Walstra et al. 1999). Viskositas susu sedikit dipengaruhi proses homogenisasi. Viskositas tidak mengalami perubahan ketika pH menurun pada kisaran 6.4–5.4 dimana butiran kasein mendekati seragam dalam ukuran dan distribusi; pada pH 5.4-5.3 dilaporkan viskositas meningkat maksimal dan kasein dalam tahap awal agregasi (Hassan et al. 1995); sedangkan pada kisaran pH 5.1-4.6 viskositas cenderung menurun.

Bobot Jenis

Bobot jenis susu kambing menurut Juarez dan Ramos (1986) sebesar 1.029- 1.039 g/cm3. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik pada sistem seri maupun sistem sirkulasi, kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan kisaran nilai berturut-turut adalah 1.0314 -1.0297 g/cm3 dan 1.0298-1.0289 g/cm3. Nilai bobot jenis hasil pengukuran masih memenuhi persyaratan bobot jenis susu

kambing menurut Juarez dan Ramos (1986). Nilai bobot jenis yang lebih rendah ini diduga disebabkan pengukuran bobot jenis harus dilakukan tiga jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil bobot jenis yang lebih kecil. Hal ini disebabkan perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul di dalam air susu.

Konduktivitas

Konduktivitas susu kambing menurut Juarez dan Ramos (1986) adalah 4.3- 13.9 mS. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik pada sistem seri maupun sirkulasi tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan dengan nilai berturut-turut berkisar 4.59-4.67 mS dan 4.36-4.42 mS. Nilai konduktivitas ini masih memenuhi persyaratan Juarez dan Ramos (1986). Kenaikan nilai konduktivitas disebabkan terjadinya kenaikan temperatur karena proses pemaparan sinar UV.

Titik Beku

Titik beku susu kambing menurut Juarez dan Ramos (1986) adalah -0.540 s/d -0.573oC. Hasil analisis ragam pada sistem seri dan sirkulasi antara kontrol dan perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan nilai berturut-turut berkisar -0.488oC sampai -0.479oC dan -0.49oC sampai -0.47oC. Adanya penambahan susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Hal ini dikarenakan titik didih air adalah 100°C dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan dengan adanya pemalsuan air susu dengan air (Saleh 2004). Titik beku kontrol dengan perlakuan cenderung mengalami penurunan, hal ini menandakan tidak adanya penambahan air pada susu kambing. Penambahan 1% air menyebabkan titik beku susu akan naik sebesar 0.0055oC, titik beku akan lebih rendah dengan bertambahnya jumlah laktosa dan abu yang terlarut. Lemak dan protein sangat sedikit atau sama sekali tidak berpengaruh terhadap titik beku susu.

Panas Spesifik

Menurut Singh dan Heldman (1993), panas spesifik berbanding lurus dengan nilai kadar air. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka nilai panas spesifik juga semakin tinggi. Nilai panas spesifik dihitung menggunakan metode

Singh dan Heldman (1993) dimana: Cp = 1.675 + 0.025w. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata baik pada sistem seri dan sirkulasi dengan kisaran nilai berturut-turut 3.78 – 3.79 dan 3.76 - 3.78 kJ/kgoC. Nilai panas spesifik cenderung mengalami peningkatan antara 0.01

– 0.02 kJ/kgoC, hal ini dikarenakan kadar air susu kambing juga mengalami peningkatan sebesar 0.05%.

Kandungan Lemak

Menurut Thai Agricultural Standar (2008) kadar lemak susu kambing diklasifikasikan dalam tiga kriteria, yaitu kualitas premium, baik dan standar; Fox (2003) dan Chandan et al. (2007) berturut-turut >4.00%, 3.50-4.00%, 3.25-3.50%; 4.10% dan 4.50%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan pada sistem seri dan sirkulasi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan kisaran nilai berturut-turut 5.90-5.88% dan 6.74-6.44% dan cenderung mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena globula lemak bersifat labil, dapat pecah akibat adanya sirkulasi atau menempel pada wadah. Hasil pengukuran kadar lemak baik kontrol maupun perlakuan masih memenuhi yang dipersyaratkan Thai Agricultural Standar (2008), Fox (2003) dan Chandan et al. (2007).

Besar kecilnya globula lemak ditentukan oleh kadar air. Makin tinggi kadar air maka makin besar globula lemaknya (Saleh 2004). Kadar air susu kambing rata-rata 83-85%. Menurut Attaie dan Richter (2000), globula lemak susu kambing lebih kecil dan mudah beremulsi dengan baik dalam susu. Lemak di dalam susu terdapat dalam jutaan bola kecil yang berdiameter antara 1-20 µm. Diameter globula lemak susu kambing berkisar antara 0.92-8.58 µm.

Kadar lemak dipengaruhi oleh viskositas, viskositas akan meningkat karena adanya proses koagulasi protein yang mengakibatkan pecahnya butiran sel kasein yang menyebabkan kadar lemak juga akan meningkat (Spreer 1998). Beberapa kondisi dan perlakuan yang berpengaruh terhadap stabilitas kasein yang berpengaruh nyata terhadap viskositas susu adalah pH, keseimbangan garam, perlakuan panas, enzim dan bakteri.

Penurunan kadar lemak diduga karena lemak bersifat hidrofobik yang menyebabkan fraksi lemak terpisah dari air dan dapat menempel pada permukaan

wadah susu. Semakin rendah laju aliran susu (kontak dengan wadah tinggi) menyebabkan kontak antara fraksi lemak dan fraksi non lemak juga semakin tinggi, sehingga memungkinkan lemak berinteraksi dengan fraksi-fraksi non lemak. Menurut Wong (1989), pada saat glubola lemak terpisah saat susu dialirkan, maka glubola lemak yang terdispersi terselubungi protein, bagian non polar protein terikat pada bagian luar glubola lemak, sedangkan bagian polar protein terikat ke air. Semakin rendah laju aliran susu diduga semakin banyak lemak yang terikat oleh fraksi non lemak.

Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)

Kadar BKTL susu kambing menurut Fox (2003); Chandan et al.(2007); dan Thai Agricultural Standar (2008) berturut-turut sebesar 9.10%; 8.70% dan >8.00%. Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar BKTL antara kontrol dan perlakuan pada sistem seri dan sirkulasi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan nilai kisaran berturut-turut 9.73-9.60% dan 9.77-9.47% dan cenderung mengalami penurunan dengan laju penurunan berturut-turut 0.13% dan 0.30%. Hal ini berarti perlakuan seri dan sirkulasi tidak merubah senyawa- senyawa non lemak. Bahan kering tanpa lemak (BKTL) dalam susu tersusun atas: albumin (kasein dan protein), laktosa, vitamin, enzim, dan gas. Nilai BKTL masih diatas kadar BKTL yang dipersyaratkan oleh Fox (2003); Chandan et al.(2007); dan Thai Agricultural Standar (2008).

Kandungan Protein

Persyaratan kadar protein susu kambing menurut Fox (2003); Chandan et al.

(2007) dan Thai Agricultural Standar (2008) berturut-turut 3.60%; 2.90% dan >3.70%. Hasil analisis sidik ragam antara kontrol dan perlakuan untuk sistem seri tidak berbeda nyata dengan nilai kisaran 5.28-5.22% sedangkan pada sistem sirkulasi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan nilai kisaran 5.35- 5.18%, dan mengalami penurunan. Nilai kadar protein kontrol dan perlakuan baik sistem seri dan sirkulasi masih lebih tinggi dari kadar protein yang dipersyaratkan Fox (2003); Chandan et al. (2007) dan Thai Agricultural Standar (2008). Protein di dalam air susu merupakan penentu kualitas air susu sebagai bahan konsumsi (Saleh 2004).

Laktosa

Kadar laktosa susu kambing menurut Fox (2003) dan Chandan et al.(2007) berturut-turut 4.70% dan 4.10%. Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar laktosa susu kambing menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar laktosa baik pada sistem seri maupun sirkulasi dengan nilai kisaran berturut-turut 3.54-3.47% dan 3.50-3.40% dengan laju penurunan berturut-turut 0.07% dan 0.10%. Nilai kadar laktosa kontrol dan perlakuan lebih rendah dari yang dipersyaratkan Fox (2003) dan Chandan et al. (2007). Hal ini disebabkan kadar laktosa sangat ditentukan musim, tingkat laktasi, peningkatan nilai lemak, protein, BKTL dan mineral yang menyebabkan nilai kadar laktosa menjadi rendah (Haenlein 2004). Kadar laktosa susu kambing kira-kira 0.2-0.5% lebih rendah dibandingkan susu sapi (Chandan et al. 1992). Bobot Kering

Nilai kadar bobot kering susu kambing menurut Fox (2003), Chandan et al. (2007) dan Thai Agricultural Standar (2008) berturut-turut adalah 13.20%; 13.20% dan >13.00%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem seri dan sirkulasi terhadap bobot kering pada susu kambing tidak berbeda nyata meskipun mengalami penurunan dengan nilai berturut-turut 15.63-15.48% dan 16.51-15.91% dengan penurunan berturut-turut 0.15% dan 0.60%. Nilai bobot kering susu kambing masih memenuhi persyaratan Fox (2003), Chandan et al. (2007), dan Thai Agricultural Standar (2008). Nilai bobot kering merupakan gabungan antara nilai kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak. Jika nilai kadar lemak dan kadar bahan kering tanpa lemak mengalami penurunan maka nilai bobot kering juga akan mengalami penurunan.

Kadar Air

Nilai kadar air susu kambing menurut Fox (2003) dan Chandan et al.(2007) adalah 86.80%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sistem seri dan sirkulasi terhadap kadar air pada susu kambing tidak berbeda nyata dengan nilai berturut- turut 83.88-84.53% dan 83.49-84.09% dengan kenaikan kadar air berturut-turut sebesar 0.65% dan 0.60%. Nilai kadar air susu kambing masih dibawah nilai yang dipersyaratkan Fox (2003) dan Chandan et al. (2007). Hal ini dikarenakan nilai

bobot kering susu kambing hasil penelitian jauh berada di atas nilai bobot kering yang dipersyaratkan Fox (2003) dan Chandan et al.(2007).

Secara umum sifat fisik dan kimia susu kambing yang diberi perlakuan UV- C 253.7 nm sistem seri dengan dosis/reaktor, debit aliran dan waktu perlakuan/reaktor berturut-turut sebesar 1.80 J/cm2, 4.32 ± 0.71 cc/detik dan 53.24 detik, dan sistem sirkulasi dengan dosis/reaktor, debit aliran dan waktu perlakuan/reaktor berturut-turut 1.56 J/cm2, 10.52 cc/detik dan 23 detik/reaktor tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan kontrol dan memenuhi persyaratan Thai Agricultural Standar (2008); Juarez dan Ramos 1986; Blakely dan Blade (1991); Devandra dan Burns (1994); Fox (2003); Chandan et al. (2007); Posati dan Orr (1976); Jennes (1999); Larson dan Smith (1974); Haenlein dan Caccese (1984). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan Matak (2004), pada susu kambing yang diberi perlakuan UV-C 254 nm menggunakan apparatus CiderSure 3500 dengan dosis, waktu perlakuan dan jumlah sirkulasi berturut-turut 15.8 ± 1.6 mJ/cm2, 18 detik dan 12 kali sirkulasi, menghasilkan sifat kimia tidak berbeda dengan kontrol (P>0.05).

Inaktivasi Mikroorganisme Metode UV yang Disusun Seri

Berdasarkan nilai laju inaktivasi mikroorganisme yang dipapar dengan reaktor UV-C pada reaktor ke-1, ke-2 dan ke-3 berturut-turut adalah 0.11; 0.25 dan 0.51 log siklus atau 23.12 %; 37.04 % dan 69.55%. Inaktivasi mikro- organisme dari reaktor yang disusun seri menunjukkan peningkatan nilai laju inaktivasi. Awal inaktivasi mikroorganisme pada reaktor UV ke-1 dengan dosis 1.80 J/cm2 menyebabkan sebagian besar mikroorganisme yang terkena paparan

UV masih bersifat subletal dan masih mampu memperbanyak diri, bila dosis ditingkatkan menjadi 5.41 J/cm2, sifat sublethal akan semakin menurun yang menyebabkan tingkat inaktivasi semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa reaktor UV yang disusun secara seri mengakibatkan satu sel bakteri mendapatkan paparan lebih dari 1 reaktor sehingga sel tidak aktif sepenuhnya, kurva inaktivasi akan semakin curam (Gambar 4.3) (Harm 1980).

Gambar 4.3 Inaktivasi mikroorganisme yang dipapar reaktor UV-C 253.7 nm disusun secara seri

Nilai D dari reaktor UV ke-1, ke-2 dan ke-3 diperlihatkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Nilai laju inaktivasi dan nilai D metode UV-seri

Reaktor Reduksi mikroorganisme (%) Laju inaktivasi

Dokumen terkait