• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6. Perbaikan Pengelolaan Kawasan Minawana

5.6.2. Sistem Tata Aturan ( rules )

Aturan/regulasi merupakan salah satu sistem kelembagaan yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di kawasan minawana RPH Tegal- Tangkil. Pada kasus penelitian ini aturan main dalam pengelolaan/pemanfaatan sumberdaya mangrove (minawana) adalah aturan yang yang dibuat oleh Perhutani sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh terhadap kawasan minawana. Tentunya aturan tersebut juga disosialisasikan dan disepakati dengan masyarakat (LMDH). Masyarakat sebagai rekanan perhutani dalam memanfaatkan kawasan

minawana hanya dapat memanfaatkan kawasan sesuai dengan peruntukannya. Masyarakat tidak dilibatkan dalam pembuatan sistem aturan karena wilayah minawana tersebut adalah tanah Negara yang dikuasakan pengelolaannya kepada Perhutani. Jadi masyarakat penggarap tambak wajib untuk mengikuti aturan yang ada baik suka maupun tidak jika ingin memperoleh hak garapan.

Berdasarkan perjanjian awal pada saat pemberian hak garap oleh Perhutani, disebutkan bahwa tidak boleh menebang/memodifikasi tambak yang sudah ada. Bahkan disebutkan bahwa penggarap tambak wajib menjaga kelestarian hutan. Pada buku anggota pemegang hak garap juga disebutkan bahwa

setiap penggarap tambak memiliki kewajiban untuk membayar hak garapan.

Pembayaran dilakukan setiap tahun dan akan diperpanjang jika masih berniat dan mampu untuk menggarap. Jika tidak mampu menggarap lagi maka, penggarap tambak wajib mengembalikan garapan ke Perhutani dan Perhutani akan memberikan kepada pihak lain.

Hal yang menjadi masalah saat ini adalah telah terjadi penjualan hak garapan antar anggota tanpa sepengetahuan Perhutani (diketahui namun terkesan dibiarkan). Harga tambak minawana yang diperjualkan saat ini berkisara antara Rp 30 juta/ha – Rp 70 juta/ha. Selain itu terjadi penebangan tanaman mangrove baik sengaja maupun tidak sengaja oleh penggarap. Sebanyak 66.67 % responden mengakui melakukan penebangan mangrove. Penebangan ini terkait dengan memperluas areal budidaya dengan harapan meningkatkan produksi perikanan. Penggarap tambak yang melakukan modifikasi dan jual-beli masing-masing mencapai 66.67% dan 44,44%. Kondisi dan persepsi penggarap tambak terhadap sistem aturan main di RPH Tegal-Tangkil disajikan padaTabel 28.

Tabel 28 Kondisi dan persepsi penggarap terhadap sistem aturan main di RPH Tegal-Tangkil

Aturan main Kondisi lapangan %responden

Pembayaran iuran Pembayaran iuran dilakukan oleh penggarap tambak setiap tahun

100.00 Tidak boleh melakukan

penebangan

Beberapa penggarap tambak melakukan penebangan mangrove untuk memperluas areal budidaya

66.67 Tidak boleh melakukan

modifikasi

Beberapa penggarap tambak melakukan modifikasi empang untuk memperluas areal budidaya

66.67 Tidak boleh melakukan

jual-beli

Beberapa penggarap tambak melakukan jual-beli empang untuk mendapatkan hak garapan tanpa sepengetahuan pihak Perhutani

44.44

Berdasarkan uraian diatas untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam keberlanjutan pengelolaan mangrove antara lain dapat dilakukan dengan:

1) Mempertegas penegakan hukum dan penerapan sanksi

2) Perbaikan terhadap proporsi luasan mangrove terhadap tambak. Proporsi yang ditetapkan adalah perbandingan empang parit 60% mangrove dan 40% tambak/empang. Perbaikan proporsi mangrove dan tambak menjadi tanggung jawab masing-masing penggarap tambak, yang dikoordinasikan oleh LMDH masing-masing. Adapun bibit mangrove disediakan oleh LMDH yang bekerjasama dengan Perum Perhutani. Untuk itu, penggarap tambak wajib memlihara mangrove tersebut dan hanya diperbolehkan untuk memangkas bukan untuk menebang. Penebangan pohon dapat dilakukan setelah umur 25 tahun dan wajib ditanam kembali.

3) Penetapan kawasan jalur hijau. Adapun jalur hijau pada sempadan pantai adalah minimal 130 m dari bibir pantai dan sempadan sungai minimal 50 m dari bibir sungai. Penanaman mangrove pada jalur hijau diserahkan kepada kelompok penangkap ikan dan biota lainnya yang dikoordinasikan oleh LMDH. Dengan demikian, kelompok penangkap ikan dan biota lainnya wajib

untuk memlihara mangrove dan berhak untuk memanfaatkan hasil

perikanannya seperti udang, kepiting, ular, belut, dll. Untuk mempermudah koordinasi seharusnya dibuat kelompok kecil sesuai dengan petak tambak dan masing-masing sub kelompok memiliki koordinator kelompok. Adapun bibit mangrove disediakan oleh LMDH yang bekerjasama dengan Perum Perhutani. 4) Perbaikan kanal air, jalan, jembatan dan prasarana lainnya menjadi tanggung jawab LMDH. Perbaikan kanal air, hendaknya dilakukan minimal sekali dalam 5 tahun. Perbaikan jalan, jembatan dan prasarana lainnya tergantung kondisi dan kebutuhan. Dana untuk perbaikan/pembuatan saluran dan jalan serta prasarana lainnya adalah dari iuran anggota dan atau bantuan dari Perum Perhutani. Selain itu, dana tersebut dapat berasal dari pihak lain yang ingin berkontribusi, baik dalam bentuk dana hibah ataupun dana sosial dari perusahaan

5) Pembuatan bak penampungan air (tandon), penerapan GAP dan perwilayahan komoditas harus dilakukan untuk meningkatkan produksi. Pembuatan bak

penampungan air (tandon) serta perawatannnya, penerapan GAP dan perwilayahan komoditas menjadi tanggung jawab masing-masing penggarap tambak. LMDH memiliki hak untuk memaksakan pembuatan tandon, penetapan GAP dan penerapan perwilayahan komoditas. LMDH juga memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan/mengadakan penyuluhan (bimtek/diklat) terkait peningkatan produksi perikanan. Segala kegiatan yang berhubungan dengan penyuluhan (bimtek/diklat) terhadap anggota LMDH harus diketahui/disetujui oleh pengurus LMDH

6) Pelibatan masyarakat terhadap program kelestarian mangrove. Mangrove yang ditanam di sekitar empang menjadi tanggung jawab masing-masing penggarap tambak. Mangrove yang ditanam pada sempadan pantai dan sungai (green belt) menjadi tanggung jawab penangkap ikan dan biota lainnya. Masing- masing penggarap tambak dan penangkap ikan dan biota lainnya dibuat dalam kelompok petak tambak yang dibawah koordinasi LMDH.

7) Segala kegiatan yang dilakukan oleh pihak asing terhadap kegiatan di kawasan minawana harus seijin dari pengurus LMDH. Selanjutnya harus disampaikan kepada Perhutani

8) Tidak boleh melakukan jual-beli dan penggadaian hak garapan. Jika sudah tidak sanggung untuk mengelola tambak diserahkan ke Perhutani, kemudian Perhutani yang menentukan siapa yang berhak untuk mengelola tambak. Jika pemindahan hak garapan karena meninggal harus sepengetahuan dan persetujuan Perhutani.

9) Tidak boleh melakukan penebangan, modifikasi dan kegiatan yang merusak mangrove dan perairan sekitarnya.

10) Setiap masyarakat yang memanfaatkan kawasan minawana dikenakan biaya/pajak, kecuali kegiatan penelitian. Nilai dan besaran biaya/pajak ditentukan oleh rapat anggota. Dalam hal ini, Perhutani juga menetapkan biaya sewa sesuai keputusan dewan direksi.

Dokumen terkait