• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 Proses Bisnis Rantai Pasok Buah Manggis

4.3.3 Sistem Traceability

Sistem traceability diterapkan pada rantai pasok di Kabupaten Bogor dengan menggunakan kartu pengendali kegiatan pada kegiatan bisnisnya. Pencatatan kegiatan budidaya manggis hingga panen buah manggis dilakukan oleh ketua kelompok tani. Kegiatan yang dicatat adalah pemupukan (tanggal pemupukan, nama kelompok tani, luas area yang diberi pupuk, jumlah pohon manggis yang diberi pupuk, usia pohon yang diberi pupuk, dosis dan jenis pupuk, dan orang yang bertanggung jawab pada proses pemupukan tersebut), pengendalian hama dan penyakit pada pohon manggis (tanggal pengendalian, nama kelompok tani, jumlah pohon manggis yang ditangani, jenis hama dan penyakit, bagian pohon yang terserang hama dan penyakit, bahan dan dosis yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tersebut, dan orang yang bertangguna jawab melakukan kegiatan ini), serta pemanenan (tanggal pemanenan, nama kelompok tani, jumlah pohon yang dipanen, kuantitas buah manggis hasil panen, penanganan buah manggis, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan tersebut). Sistem traceability ini didukung dengan pendaftaran kebun manggis yang sudah memenuhi syarat sebagai kebun penghasil buah manggis untuk pasar ekspor oleh Dinas Pertanian sehingga penelusuran sumber masalah jika terjadi keluhan dari konsumen dapat lebih mudah dilakukan.

Pencatatan kegiatan untuk sistem traceability juga dilakukan oleh pengelola KBU Al-Ihsan, yaitu pelatihan (tanggal pelatihan, tempat pelatihan, jenis pelatihan, instansi/lembaga/orang yang melatih, jumlah orang yang hadir dalam pelatihan, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan tersebut), pelayanan terhadap petani dan kelompok tani (tanggal pelayanan, jenis pelayanan, nama kelompok tani/petani yang dilayani, jumlah kelompok tani/petani yang

dilayani, orang yang bertanggung jawab pada kegiatan ini), penjualan buah manggis (tanggal penjualan, kelompok tani asal buah manggis, kuantitas buah manggis yang diterima dari petani, kuantitas buah manggis yang diterima oleh eksportir, kuantitas buah manggis yang dikembalikan oleh eksportir, hasil penjualan, dan orang yang bertanggung jawab pada kegiatan ini). Hasil pencatatan kegiatan rantai pasok diinformasikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut secara rutin.

4.3.4 Proses Membangun Kepercayaan Mitra

Kepercayaan antar mitra dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor dibangun melalui pertemuan yang dilakukan secara rutin dan dihadiri oleh wakil dari masing–masing pihak yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mengevaluasi kegiatan bersama yang telah dilakukan dan target yang telah dicapai. Rencana kegiatan dan target berikutnya kemudian ditetapkan berdasarkan haril evaluasi tersebut.

Dengan melakukan pertemuan secara rutin, perbedaan kepentingan antar mitra dalam proses bisnis buah manggis diharapkan dapat diperkecil. Persetujuan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak tertulis menunjukkan bahwa antar mitra dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor telah terbangun kepercayaan untuk melakukan proses bisnis secara bersama sesuai dengan rencana kegiatan dan target yang telah ditetapkan bersama, tetapi pelanggaran terhadap kontrak tersebut masih dimungkinkan terjadi karena kemitraan antar anggota dalam rantai pasok ini baru terbentuk sehingga setiap anggota rantai pasok masih perlu melakukan adaptasi dalam melakukan bisnis manggis ini.

4.4 Sumberdaya Rantai Pasok Buah Manggis

Sumberdaya yang dimiliki oleh masing – masing pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

1. Petani dan Kelompok Tani

Jumlah petani yang terlibat dalam rantai pasok manggis di Kabupaten Bogor sebanyak 75 orang. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga buruh tani

yang seringkali dipekerjakan untuk kegiatan pemanenan buah manggis, pemupukan, sortasi hasil panen, dan penyiangan. Sumberdaya manusia yang dimanfaatkan dalam kegiatan pemeliharaan dan pemanenan buah biasanya merupakan anggota keluarga petani. Tenaga kerja yang dimanfaatkan tersebut diupah setiap hari sesuai dengan jam kerja yang dilakukan. Pemanfaatan tenaga kerja tersebut tergantung pada luas lahan manggis yang dibudidayakan serta metode budidaya yang diterapkan.

Sebagian besar petani manggis (72%) merupakan pemilik kebun manggis dengan luas kebun yang ditanami pohon manggis rata-rata 0,5 hektar dari seluruh luas kebun yang dimilikinya (dengan luas rata-rata 1 hektar). Pohon manggis yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor ini sebagian besar merupakan warisan yang sudah berusia lebih dari 25 tahun dan budidayanya belum dilakukan secara intensif. Setiap petani rata-rata memiliki 100 pohon manggis produktif. Modal yang digunakan petani manggis yang menjadi anggota rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor merupakan modal sendiri serta modal yang berasal dari pinjaman. Pinjaman modal diperoleh anggota dari unit usaha simpan pinjam yang dimiliki oleh KBU Al-Ihsan atau Bank. Dalam melakukan budidaya manggis, hanya 28% petani yang melaksanakannya sesuai dengan pedoman GAP. Para petani manggis tersebut juga belum dapat memaksimalkan potensi sumberdaya alam untuk menghasilkan bibit pohon manggis yang unggul dan bersertifikat.

Secara umum, peluang pengembangan kebun manggis di Kabupaten Bogor adalah seluas 1.238 hektar, tetapi pengembangan manggis secara luas membutuhkan teknologi dan biaya yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan kondisi kepemilikan kebun manggis yang terbatas serta kondisi sebagian lahan di Kabupaten Bogor yang rentan terhadap bahaya erosi dan pH tanah yang rendah sehingga memerlukan biaya tinggi untuk perbaikan pH tanah dan atau pembuatan teras. Potensi pengembangan area kebun manggis di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 10.

Dukungan sarana dan prasarana untuk bisnis manggis di Kabupaten Bogor pada umumnya cukup memadai. Dalam satu kecamatan terdapat paling

tidak satu pasar lokal untuk pemasaran buah manggis, pembelian pupuk dan sarana pra panen lainnya. Dukungan infrastruktur jalan bagi sarana transportasi di Kabupaten Bogor sebagian besar dalam kondisi rusak, tetapi masih dapat dilalui kendaraan roda empat. Sarana prapanen yang dimiliki oleh para petani manggis dan kelompoknya di Kabupaten Bogor di antaranya adalah traktor, cangkul, pompa, dan fogger / sprayer, sedangkan sarana panen dan pasca panen yang dimiliki petani pada umumnya adalah karung plastik, pikulan, keranjang bambu, galah pasca panen, timbangan dan box plastik. Sarana dan prasarana bisnis manggis di Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 10 Potensi pengembangan kebun manggis di Kabupaten Bogor No Kecamatan Wilayah Luas

(hektar) Potensi Hortikultura (hektar) Pengusahaan Lahan (hektar) Peluang Pengembangan (hektar) 1 Jasinga 13.733 6.931 100 50 2 Cigudeg 8.869 1.857 185 312 3 Sukajaya 10.997 5.176 9 220 4 Leuwiliang 6.645 2.200 338 200 5 Leuwisadeng 4.013 1.807 190 216 6 Nanggung 7.977 2.938 85 60 7 Sukamakmur 9.669 4.003 191 180 Jumlah 61.903 24.372 1.098 1.238

Sumber : Profil Manggis Kabupaten Bogor 2007

Tabel 11 Sarana dan rasarana bisnis manggis di Kabupaten Bogor

Kecamatan

Sarana Prapanen Sarana Panen

dan Pasca Panen Traktor (unit) Cangkul (unit) Pompa (unit) Sprayer (unit) Box plastik (unit) Galah (unit) Timbangan (unit) Jasinga 6 260 - 9 20 4 2 Cigudeg 8 200 - 10 - - - Sukajaya 3 200 - 20 - - - Leuwiliang - 4.050 - 4 10 12 5 Leuwisadeng 3 2.450 2 4 20 4 2 Nanggung 1 200 - 3 - - - Sukamakmur 6 340 2 54 - - -

2. KBU Al-Ihsan

Anggota KBU Al-Ihsan sebanyak 150 orang petani manggis, tetapi hanya 75 petani yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor yang digerakkan oleh KBU Al-Ihsan ini. Petani manggis yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis terbagi menjadi 7 kelompok yang tersebar di beberapa wilayah. Masing-masing kelompok terdiri dari 8 hingga 13 orang petani manggis yang diketuai oleh seorang penanggung jawab kelompok

Fasilitas yang dimiliki oleh KBU Al-Ihsan dalam menjalankan proses bisnis manggis adalah gudang penampungan buah manggis, gedung KBU Al-Ihsan yang dapat digunakan untu berbagai kegiatan (pelatihan, pertemuan, sortasibuah manggis, dll.), dan sarana pengangkutan yang disewa dari penyedia jasa angkutan. Gudang yang berada di dekat KBU Al-Ihsan dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan alat-alat panen, sprayer, box plastik, dan penampungan buah manggis.

Petani anggota KBU Al-Ihsan telah mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari PKBT IPB dalam teknologi pasca panen teknologi pengolahan buah manggis, tetapi teknologi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Para petani tersebut telah mencoba mengolah buah manggis yang tidak memenuhi standar kualitas ekspor menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Pengolahan yang dilakukan antara lain pembuatan jus manggis dan bubur manggis yang dapat diawetkan di dalam freezer hingga beberapa bulan lamanya untuk dimanfaatkan sarinya, tetapi kegiatan ini belum dilaksanakan secara berkesinambungan karena mutu hasilnya masih perlu diperbaiki agar dapat diterima oleh konsumen.

Sarana teknologi informasi juga belum diperhatikan secara serius oleh semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor. Teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui harga dan permintaan buah manggis secara online dari waktu ke waktu belum dimiliki oleh semua pelaku yang terlibat dalam rantai pasok ini. Kelancaran arus informasi sebenarnya sangat dibutuhkan untuk menciptakan transparansi yang lebih baik antara pihak yang

terlibat dalam rantai buah pasok manggis yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan di Kabupaten Bogor.

KBU Al-Ihsan masih mengalami kesulitan untuk memberikan kemudahan dalam hal akses permodalan usaha manggis kepada petani manggis anggotanya. KBU Al-Ihsan harus mampu bersaing dengan para tengkulak yang memiliki kemampuan memberikan modal atau dana talangan pemasaran yang lebih besar. Para tengkulak tersebut memiliki kemampuan memberikan modal karena didukung pula oleh eksportir lain. Walaupun akses dana yang diberikan lebih besar, sistem pembayaran yang dilakukan oleh tengkulak dalam pemasaran manggis masih seringkali merugikan petani.

Modal yang berasal dari unit usaha simpan pinjam KBU Al-Ihsan merupakan dana yang diperoleh KBU Al-Ihsan dari kegiatan usaha, bantuan dari HPSP, dan dana talangan pemasaran manggis dari eksportir. Dana talangan menjadi hal yang utama untuk menjamin agar manggis yang dihasilkan oleh petani disalurkan kepada pihak KBU Al-Ihsan untuk dipasarkan ke PT Agung Mustika Selaras sebagai eksportir dalam rantai pasok buah manggis tersebut. Oleh karena itu, kesinambungan pasokan buah manggis dari petani juga tergantung kepada ketersediaan dana talangan ini.

Pada saat merintis rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor, HPSP merupakan salah satu pihak yang mendorong rantai pasok tersebut berkembang melalui bantuan proyek berupa sarana dan prasarana bisnis manggis serta permodalan. Melalui proyek peningkatan produksi manggis, HPSP menyalurkan bantuan senilai Rp500 juta. Pada masa yang akan datang, KBU Al-Ihsan akan mencoba menjajaki kerjasama dengan Bank Jabar atau Bank Bukopin untuk membantu akses permodalan bisnis manggis di Kabupaten Bogor.

3. Eksportir

PT. Agung Mustika Selaras merupakan eksportir yang terlibat dalam rantai pasok buah manggis di Kabupaten Bogor. Bidang usaha utama perusahaan yang didirikan pada tahun 1985 ini adalah penjualan manggis dari 12 propinsi di Indonesia. Semua buah manggis diekspor ke Cina dengan volume ekspor rata-rata 2000 ton per tahun.

PT. Agung Mustika Selaras memiliki bangunan seluas 2.000m2 dengan gudang penampungan buah manggis yang dilengkapi pendingin dengan suhu 11-13oC sehingga mampu menjaga kesegaran buah manggis yang akan diekspor. Pada saat ini, PT. Agung Mustika Selaras mempunyai 14 ruangan cold storage dengan kapasitas total 1.050-1.400 ton. Teknologi penanganan buah manggis untuk ekspor yang dimiliki oleh PT. Agung Mustika Selaras ini memegang peranan yang sangat penting untuk menjaga kualitas buah manggis.

Jumlah sumberdaya manusia yang terlibat kegiatan ekspor buah di PT. Agung Mustika Selaras mencapai sekitar 100 orang. Jumlah tersebut

merupakan keseluruhan sumberdaya manusia yang bekerja di

5.1 Kinerja Rantai Pasok

Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra & Meindl 2007). Menurut Van der Vorst (2000), kinerja rantai pasok merupakan tingkat kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci yang sesuai pada waktu dan biaya tertentu.

Dokumen terkait