• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan tentang “Menjadi Pusat Pelayaran dan Perdagangan Interregional; Pelabuhan Surabaya 1900-1940” dalam disertasi ini akan diungkapkan secara deskriptif, analitis, dan kronologis dalam delapan bab. Diawali dengan pengantar yang di dalamnya menguraikan hal-hal yang mendasari penelitian ini seperti latar belakang pentingnya penelitian ini, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka konseptual.

Berbagai persoalan yang diajukan dalam permasalahan dan hal penting yang menjadi “tulang punggung” sejarah sosial ekonomi pelabuhan Surabaya yang menjadi inti penjelasan, disajikan pada Bab III sampai Bab VII. Sebagai latar belakang historis, dalam penelitian ini, diungkapkan Surabaya: Kota Pelabuhan Terbesar di Wilayah Timur Nusantara yang dipaparkan dalam Bab II.

Surabaya merupakan kota pelabuhan terbesar di Indonesia setelah Batavia. Posisi ini telah berlangsung sejak abad XIX yang lalu, ketika Surabaya menjadi pusat perdagangan dan ekspor-impor di wilayah Indonesia Bagian Timur. Kota ini semakin berkembang sejak era Politik Pintu Terbuka diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Bab ini disajikan agar pembaca mengetahui dimana letak Surabaya dan pelabuhannya, sekaligus agar diperoleh pemahaman tentang kontinuitas historis atas Surabaya dan pelabuhannya.

Pembahasan tentang Surabaya dalam jejaring pelayaran dan perdagangan dalam Bab III untuk menjelaskan pertalian sejarah dari sebuah proses yang mengikat perkembangan pelabuhan Surabaya itu sendiri. Inilah sebuah perjalanan historis yang melihat apakah kebijakan untuk mengembangkan pelabuhan Surabaya memperhatikan jejaring dalam pelayaran dan perdagangan yang melatarbelakangi baik tingkat regional maupun internasional.

Uraian selanjutnya mengulas tentang kebijakan pengembangan pelabuhan Surabaya. Ada beberapa fakta historis yang mengemuka dan dijadikan alasan dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan berbagai pihak yang berkepentingan atas pelabuhan untuk mengembangkannya menjadi pelabuhan internasional modern yang bisa mengatasi persoalan internal dan

eksternal pelabuhan yang terkait dengan bab sebelumnya. Meningkatnya produk daerah penyangga terutama gula, menyebabkan meningkatnya kegiatan perkapalan dan ekspor-impor. Pada gilirannya, kapasitas pelabuhan Surabaya mengalami penurunan karena banyak kapal yang keluar masuk pelabuhan dan melakukan bongkar muat barang mengalami penundaan. Inilah yang menjadi alasan utama dikembangkannya pelabuhan menjadi lebih besar, bertaraf internasional dan diharapkan dapat menyaingi Singapura. Dalam proses mencapai keputusan untuk mengembangkan pelabuhan ternyata harus didahului dengan perdebatan panjang karena salah satunya harus mempertimbangkan antara kepentingan komersial dengan pertahanan. Keseluruhan uraian ini disajikan dalam Bab IV

Penjelasan tentang keinginan besar dari berbagai pihak yang terkait dalam menentukan kebijakan dengan kenyataan yang harus dihadapi disajikan dalam Bab V dengan judul Kendala dalam Pengembangan Pelabuhan. Bab ini menjelaskan beberapa uraian, perdebatan yang berlarut-larut; kendala dalam pengembangan fisik; dan menghadapi pelabuhan Singapura. Subbab tentang perdebatan yang berlarut-larut perlu dikemukakan dalam disertasi ini karena hampir 20 tahun yang berlangsung sejak akhir abad XIX, sehingga pelabuhan Surabaya yang seharusnya segera dikembangkan pada awal tahun 1900

menjadi tertunda. Selain itu perdebatan tentang bagaimana mengatasi problem tentang pengembangan pelabuhan Surabaya ini merupakan masalah yang menjadi perhatian banyak pihak dan mengemuka dalam sejarah sosial ekonomi Surabaya, tetapi jarang disinggung oleh para peneliti secara utuh. Pembahasan tentang kendala dalam pengembangan fisik perlu dikemukakan karena hal itu menjadikan rencana pembangunan yang harusnya selesai dalam waktu 5 tahun menjadi molor sampai 16 tahun, setelah semua sarana prasarana pelabuhan selesai dibangun tahun 1927. Sementara subbab tentang menghadapi pelabuhan Singapura jelas merupakan masalah yang menjadi kendala dalam pengembangan pelabuhan Surabaya, karena selain menjadi salah satu ambisi Pemerintah Kolonial, ternyata selama proses pengembangan pelabuhan hingga tahun 1900, pelayaran dan perdagangan internasional di pelabuhan Surabaya tetap didominasi oleh kapal-kapal Singapura dan Inggris.

Kontrol pemerintah atas pengelolaan pelabuhan dijelaskan dalam bab tersendiri karena salah satu tujuan dari pengembangan pelabuhan Surabaya adalah memberikan peran swasta yang lebih besar dalam manajemen pelabuhan. Meskipun demikian, kenyataanya pemerintah masih mendominasi pengelolaan pelabuhan. Penjelasan ini disajikan dalam Bab VI, sekaligus diungkapkan subbab-subbabnya, yaitu tentang manajemen yang

enggan berubah. Subbab ini menjelaskan bahwa setelah pelabuhan dikembangkan, maka syarat utama yang harus berubah adalah manajemen. Manajemen yang direncanakan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengelolanya dan pemerintah hanya mengawasi saja, ternyata tidak mengalami perubahan yang berarti. Hampir semua lini dalam struktur pengelolaan pelabuhan dijalankan kembali oleh pemerintah, meskipun ada wakil dari pihak swasta, namun hanya sekedar sebagai pelengkap saja. Bahkan pada lembaga yang bersifat sebagai pembantu (Commissie van Bijstand) untuk melaksanakan kebijakan, pihak swasta hanya diwakili oleh satu orang saja.

Demikian halnya pada struktur pelaksana pengelola pelabuhan, hampir semua jabatan dipegang oleh orang-orang pemerintah, yang berasal dari dinas terkait. Hal ini tentunya memengaruhi ujung tombak dari proses pelayaran dan perdagangan, yaitu bongkar muat. Banyak terjadi stagnasi dan keterlambatan dalam proses ini yang salah satu sebabnya adalah sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selanjutnya, ketika sarana dermaga digunakan dalam proses bongkar muat, ternyata faktor utama yang mendukung proses tersebut, yaitu buruh pelabuhan juga mengalami perlakuan yang tidak berubah, yaitu cenderung diabaikan peran pentingnya dalam proses bongkar

muat ini. Itulah sebabnya, dalam Bab ini dijabarkan tentang buruh bongkar muat yang terabaikan. Apa yang diuraikan pada Bab III, IV, V, dan VI ini menjadi pembahasan yang menunjukkan pelabuhan Surabaya semakin sibuk dengan pelayaran dan perdagangan interregional. Hal ini semakin diperkuat oleh faktor pendukung dan aktivitas dalam pelayaran dan perdagangan interregional yang dijabarkan dalam Bab VII. Bab ini terdiri atas tiga subbab utama yang mendukung fakta-fakta historis yang berlangsung, yaitu: struktur ekonomi daerah penyangga, peran industri dalam aktivitas pelabuhan, dan pelayaran dan ekspor-impor yang berlangsung di pelabuhan.

Seluruh rangkaian pembahasan yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan Bab VII diakhiri dengan simpulan yang diuraikan dalam Bab VIII.

Dokumen terkait