• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak

18

Kejahatan pembunuhan terhadap jiwa orang lain terus terjadi dan menjadi pemberitaan luas oleh media massa. Pembunuhan merupakan perilaku seseorang atau sekelompok orang yang berakibat hilangnya nyawa orang lain. Kejadian pembunuhan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang merencanakan, memutuskan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap orang lain. Ketika seseorang telah menjadi korban pembunuhan, maka dipastikan ia mengalami kematian. Berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan. Dalam kasus

pembunuhan berencana (planned murder), biasanya seorang calon pembunuh

sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam

kasus pembunuhan tak berencana (unplanned murder), seseorang membunuh

orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon

korban. 19

a. Faktor Interen (Intern Factor)

Kejahatan merupakan tingkah laku yang menyimpang, siapapun orangnya tetap mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan karena, terdapat faktor-faktor didalam diri dan diluar dari diri seseorang mengapa ia melakukan kejahatan itu. Adapun faktor- faktor tersebut adalah :

Adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu seperti umur, sex, kedudukan individu, masalah rekreasi/liburan individu, agama individu.

19

Agoes Dariyo, “Mengapa Seseorang Mau Jadi Pembunuh” , dalam Jurnal Penelitian Psikologi Tahun 2013, Vol. 04, No. 01, 10-20, hal 10

Menurut Galles, ketidakmampuan dalam pengasuhan dan masalah kepribadian orangtua juga disebut Gelles sebagai factor yang menyebabkan seseorang melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya, orangtua yang melakukan kekerasan seringkali memiliki harapan yang tidak realistis pada anak mereka, memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak dan menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalin hubungan dengan anak, selain itu mereka juga seringkali memiliki harga diri yang rendah dan kepribadian tidak matang, kurang rasa empati dan lebih egois, tingkat stress yang tinggi disebut juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan yang dilakukan orangtua sebagai coping

terhadap stressnya tersebut.20

b. Faktor Eksteren (Extern Factor)

Adalah faktor-faktor yang berada diluar individu. Faktor eksteren ini berpokok pangkal pada lingkngan individu seperti : waktu kejahatan, tempat kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan.

Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku tersebut seperti keadaan lingkungan disekitar pelaku yang menyebabkan pelaku tega melakukan pembunuhan. Dalam hal ini secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang lepas kontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang menyebabkan orangtua melakuan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja

20

Firda Fauziah, “Hubungan Antara Intensitas Interaksi Sosial Ibu Dengan Kekerasan Pada Anak” dalam Jurnal Penelitian Psikologi ( Universitas Islam Indonesia), hal 13

yang menjadi pelaku adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku walaupun yang menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya

Menurut Gelles, Masalah ekonomi, tidak bekerja, pendapatan rendah, sakitnya anggota keluarga dan ketidakmampuan membayar biaya medis adalah

sumber stress pada banyak kehidupan orang tua yang melakukan kekerasan..21

Alasan ekonomi merupakan alasan klasik yang melatar belakangi terjadinya tindak kejahatan. Teori Strain dan Penyimpangan Budaya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori Strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma

konvensional22

Tingkat pendidikan para pelaku ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap pola pikir mereka. Kita tahu, pendidikan berkaitan dengan

21

Firda Fauziah, Loc.Cit 22

Shinta Ayu Purnamawati, “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pembunuhan Anak Seketika Setelah Dilahirkan Oleh Ibu Kandungnya“ dalam Jurnal LegalityUniversitas Muhamadiyah Malang,Vol 20, No 2 (2013), hal 135

perkembangan kejiwaan dan kepribadian, budi pekerti dan etika. Pendidikan juga berkaitan dengan penguasaan pengetahuan serta keterampilan. Meskipun bukan berarti pendidikan rendah akan melatar belakangi setiap kejahatan, karena nafsu jahat timbul dari tiap–tiap manusia, dan tergantung bagaimana kita mengendalikannya. Akan tetapi dalam hal ini pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam membentuk pola pikir seseorang dalam menyelesaikan masalah. Seorang yang hanya tamatan Sekolah Dasar tentunya mempunyai cara pendang

dan pola pikir berbeda dengan tamatan Sekolah Menengah. 23

1. Mazhab Italia atau Mazahab Antropologi

Teori kriminologi mengenal beberapa Mazhab yang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab kejahatan yaitu :

Tokohnya adalah C.Lambroso yang pada pokoknya mengemukakan bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan. Roman muka juga lain dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung kebelakang. Pokoknya penjahat dipandang sebagai suatu jenis manusia tersendiri. Lambroso juga mengemukakan hipotesa atavisme, yakni bahwa seorang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong-konyong mendapat kembali sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang terrdekat, tetapi nenek moyangnya yang lebih jauh. Ferri seorang murid Lambroso, lebih mengembangkan lagi teori ini. Dikatakan bahwa rumus timbulnya kejahatan adalah hasil dari keadaan fisik, induvidu dan sosial. Pada suatu waktu unsur

23

individulah yang tetap paling penting. “Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi ini berasal dari bakatnya yang biologis, anti sosial (organis dan

psikis)”.24

2. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan

Mazhab ini menentang Mazhab Italia. :Die Welt ist mehr Schuld an mir,

als ish”, yakni dunia adalah lebih bertanggungjawab terhadap bagaimana jadinya saya, dari pada diri saya sendiri. Tokoh terrkemukanya adalah A.Lacassagne (1843-1924). Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut :

“L’important est le milieu social. Permettez-moi une comparaison empruntee a’la theorie moderne. Le milieu social est le bouillon de culture de la criminalite: le microbe, c’est le criminel, un element qui n’a d’importance que le jour ou il trouve le buillion qui le fait fermenter”

Artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Izinkan saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori modern. Keadilan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan; kuman adalah sipendapat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila

menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”25

3. Mazhab Bio – Sosiologi

Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada waktu unsur individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis dan anti sosial. Aliran bio-sosiologis ini ber-synthese kepada aliran antropologi yaitu pada lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari ferri. Rumusnya berbunyi: “Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu yaitu unsur-unsur yang

24

Soerjono Soekanto, at all, Kriminologi (Suatu Pengantar), Ghalia Indonesia, Jakarta:1981, hal 16

25

diterangkan oleh Lombroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut aliran tersebut antara lain Prins (1845-1919) di Brussel mendirikan Union

Internasionale de Droit Penal. 26

4. Mazhab Spritualis

M.De Beast mengajarkan bahwa makin meluasnya juga pada lapisan bahwa masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan pandangan dunia yang berdasarkan ini, yang sama sekali kosong dalam hal dorongan-dorongan moral adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan

dan kejahatan berkeembang dengan subur.27

3. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Ddilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

a. Kemampuan bertanggungjawab

Pertanggungjawaban dalam hukum pidana harus dengan adanya kesalahan yang memiliki unsur sebagai berikut :

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum)

2. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau

kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf28

KUHP tidak memuat ketentuan tentang arti kemampuan bertanggungjawab tetapi yang berhubungan dengan itu ialah Pasal 44

26

Ibid hal 67 27

Soerjono Soekanto, at all. Op.Cit., hal 17 28

KUHP : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit. Kalau tidak dapat dipertanggungjawabkannya itu disebabkan karena hal lain, misalnya jiwanya tidak normal karena masih sangat muda atau lain-lain, pasal tersebut tidak dapat dipakai. Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada :

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan

tentang baik dan buruknya perbuatan tadi29

b. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,

bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman

pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang dilarang; 2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan

ke-3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum.30

Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. Satochid

29

Ibid hal 178-179 30

Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung :2003, hal 65-66

Kartanegara menjelaskan bagaimana proses timbulnya kesengajaan sebagai

berikut:31

1. Setelah A melihat benda itu, maka timbul keinginan padanya untuk

memperoleh benda dan selanjutnya A berpikir dengan cara bagaimana agar A dapat memiliki benda itu. Ini yang disebut proses kesengajaan.

2. Dorongan atau alasan atau perasaan untuk bertindak guna memenuhi

keinginan disebut motif.

3. Selanjutnya A berpikir untuk memenbuhi keinginannya, ia akan

mengambil benda tadi.

Dalam hal ini motif menggerakkan atau mendorong A untuk berbuat. Jika

hal itu dihubungkan dengan jiwa A yang sehat itu, maka ini disebut opzet

(kesengajaan)

Kejahatan pembunuhan berencana (moord, murder) kesengajaan pembuat

hanya memerlukan doegle richte handling (perbuatan yang diarahkan ke tujuan),

yaitu bahwa pembuat menghendaki matinya orang lain dan berbuat dengan

perkiraan yang disadari bahwa ia akan mewujudkan pembunuhan.32

c. Perumusan Pidana

Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang sanksi atau hukuman dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:

31

Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta: 1996, hal 46

32

1. Pidana Pokok: a. Pidana mati b. Pidana tutupan c. Pidana penjara d. Pidana kurungan e. Pidana denda.

2. Pidana tambahan yaitu:

a. pencabutan beberapa hak tertentu

b. perampasan barang yang tertentu

c. pengumuman keputusan hakim.

Jenis pidana yang pada umumnya, dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola KUHP ialah pidana pokok, dengan menggunakan sembilan bentuk

perumusan, yaitu:33

1. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara

tertentu

2. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu

3. Diancam dengan pidana penjara (tertentu)

4. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan

5. Diancam dengan pidana pernjara atau kurungan atau denda

6. Diancam dengan pidana penjara atau denda

7. Diancam dengan pidana kurungan

8. Diancam dengan pidana kurungan atau denda

33

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2008. hal 161

9. Diancam dengan pidana denda

Berdasarkan sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentidikasikan

hal-hal sebagai berikut34

1) KUHP hanya menganut dua sistem perumusan yaitu:

:

a. Perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok)

b. Perumusan alternatif

2) Pidana pokok yang diancam/dirumuskan secara tunggal hanya pidana

penjara, kurungan, atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal

3) Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang

paling ringan

Pidana tambahan bersifat akumulatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik

F. Metode Penelitian Hukum

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum terdiri dari :

1. Penelitian hukum normatif, yang mencakup :

a. Penelitian terhadap azas-azas hukum

b. Penelitian terhadap sistematika hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum

d. Penelitian sejarah hukum

e. Penelitian perbandingan hukum

34

2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis)

b. Penelitian terhadap efektivitas hukum

Hal-hal tersebut diatas, sebenarnya dapat digabungkan secara serasi sehingga diperoleh sistematika mengenai macam-macam penelitian secara umum dan pembagiannya menurut tujuan penelitian hukum. Misalnya penelitian

terhadap azas-azas hukum, dapat merupakan penelitian “fact finding” belaka, atau

mungkin penelitian-penelitian “problem finding”, “problem identification” dan

“problem solution”. Penelitian terhadap efektivitas hukum, umpamanya, dapat merupakan penelitian diagnostik, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian prespektif dan penelitian evaluatif. Jadi, yang menjadi unsur penentu adalah tujuan penelitian hukum, dan unsur tambahan atau pendukungnya adalah macam-macam penelitian secara umum sebagaimana dijabarkan secara garis besar diatas.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal–pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam pratiknya (studi putusan).

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (di

samping adanya penelitian hukum sosiologis empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. ‘penelitian terhadap sistemaatik hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

d. Perbandingan hukum

e. Sejarah hukum35

2. Data dan Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, yakni data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumentasi, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan yang lainnya. Data Sekunder dibagi menjadi tiga, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini adalah berbagai ketentuan dan peraturan perundang – undangan maupun undang-undang yang telah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak dalam lingkup Keluarga, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan undang-undang yang mengatur perlindungan hukum bagi anak yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2) Bahan Hukum Sekunder

35

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif “Suatu Tinjauan Singkat”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2011, hal 13-14

Bahan hukum ini adalah bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer. Peneliti mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku – buku yang berkaitan dengan bahan hukum primer.

3) Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Peneliti mendapatkannya melalui berbagai jurnal maupun arsip-arsip penelitian.

3. Alat Pengumpul Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan

masing-masing atau bersama-sama.36

4. Prosedur Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan studi dokumen atau bahan pustaka yang disusun secara ilmiah (metodologi) guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya.

Metode pengumpulan data dalam Penulisan skripsi ini menggunakan

Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian

36

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta :1986, hal 21

terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, artikel, surat kabar/koran, internet dan media massa yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

5. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu

data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah.37

G. Sistematika Penulisan

Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak lansung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

Pembahasan karya ilmiah harus dilakukan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistem penulisan sistematika yang terartur, yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penuliisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : Bab ini berisikan pendahuluan dimana penulis menguraikan latar

belakang penulis memilih judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini berisikan pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya

37

yaitu Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dimana kemudian akan dibahas satu per satu. BAB III: Bab ini akan membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya

tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandung yang

dilihat dari faktor interen (intern factor) dan faktor eksteren (extern

factor)

BAB IV : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab terdahulu dengan butir-butir yang dianggap penting serta berisi saran sehubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dan aturan-aturannya telah disusun

dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu.38

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Barda Nawawi Arif menyatakan bahwa tindak pidana secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan yang melawan hukum baik secara formal maupun secara materil.Beliau menyatakan bahwa:

“the term crime has no accepted defenition in the law, except the criticular on that is anything that the lawmakers define as a crime. Basically, a crime is wrong, usually a moral wrong, committed against the society as a whole. Criminal prosecutions are brought in order to punish wrongdoers. Either because we want to deter future crime or simply because we believe wrongdoers deserve to be punished.”

(Istilah tindak pidana tidak memiliki defenisi dalam undang-undang yang belaku, kecuali satu lingkarang yang adalah sesuatu bahwa pembuat undang-undang mendefenisikan sebagai suatu kejahatan. Pada dasarnya kejahatan adalah kesalahan, biasanya kesalahan moral yang bertentangan dengan masyarakat secara keseluruhan. Penuntutan pidana dilakukan untuk menghukum orang jahat, baik karena kita ingin mencegah kejahatan

38

di masa depan atau hanya karena kita percaya orang jahat pantas

dihukum.)39

a. Diancam oleh pidana oleh hukum

Simons merumuskan bahwa Strafbaar feit (Belanda) ialah kelakukan yang

diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Lebih rinci dirumuskan sebagai berikut :

b. Bertentangan dengan hukum

c. Dilakukan oleh orang yang bersalah

d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.40

Buku II KUHP mengatur perihal kejahatan dan Buku II KUHP mengatur perihal pelanggaran. C.S.T Kansil merumuskan lima (5) unsur dari tindak pidana atau delik yaitu:

a. Harus ada suatu kelakuan (gedraging)

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijke

omschrijving)

c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak

d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku

e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman41

Rumusan delik/tindak pidana membedakan perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja dan yang dilakukan dengan kealpaan (culpa). Misalnya delik

pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja tercantum dalam Pasal 338 KUHP,

39

Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal 73 40

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta: 2008, hal 88 41

C.S.T Kansil at all, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita. Jakarta: 2004, hal 36

sedangkan yang dengan kealpaan Pasal 359 KUHP. Sesudah perumusan delik, barulah perbuatan tersebut disesuikan dengan syarat dapat dipidananya seorang pembuat, yaitu perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada atau pembuat mampu bertanggungjawab. Pasal 44 KUHP mengatur ketidakmampuan bertanggungjawab. Nyatalah bedanya disini dengan rumusan (unsur) delik.

Unsur dapat dipertanggungjawabkan adalah sebagai berikut: a. Toerekeningsvat baargeid

b. Keadaan jiwa seseorang itu sedemikian rupa sehingga:

b. Dia mengerti arti atau nilai perbuatannya – nilai akibat

Dokumen terkait