• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN

ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

( Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg;

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/ 2012/PN.JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor:

203/Pid.B/2013/PN.GS; )

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

110200226

NOVLYANA T. DAMANIK

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN

ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

( Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/

2012/PN.JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS; )

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

110200226

NOVLYANA T. DAMANIK

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP : 195703261986011001 Dr. M. Hamdan SH., M. H.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP. 19620323 198903 1 003 NIP. 197407252002122002 Prof. Dr.Ediwarman, SH.M.HumRafiqoh Lubis,SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang telah mencurahkan berkat dan karuniaNya yang melimpah

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu

syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh

gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “ANALISIS HUKUM PIDANA DAN

KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/ 2012/PN.JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS; )

Tiada gading yang tak retak, andai pun retak jadikanlah sebagai ukiran,

demikian halnya skripsi ini juga yang masih jauh dari sempurna dalam

penyusunan, pemilihan maupun merangkai kata demi kata, serta kelalaian dalam

proses pengeditan. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima

kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam

karya penulisan berikutnya.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang

(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf – stafnya. Universitas

Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum USU Medan.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.,MH, DFM selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum USU Medan.

4. Bapak Dr.O.K. Saidin,SH.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum USU Medan.

5. Bapak Dr. M. Hamdan, SH., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk membuat skripsi ini.

6. Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Pidana, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk membuat

skripsi ini.

7. Bapak Prof. Dr.Ediwarman, SH.,M.Hum, selaku Pembimbing ke I, yang telah

menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala

bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Rafiqoh Lubis, SH.,M.Hum, selaku Pembimbing ke II, yang telah

menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala

bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH.,M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis,

terimakasih atas saran dan petunjuknya kepada penulis selama penulis

(5)

10.Seluruh staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan serta mengajarkan segala ilmu pengetahuan kepada penulis

selama penulis menyelesaikan studinya.

11.Terkhusus kepada kedua orangtua saya tercinta, Ayahanda T.Damanik dan

Ibunda M. Br Marbun, terimakasih sebesar – besarnya saya ucapkan telah

mendidik, membesarkan, memberikan segala kasih sayang, perhatian,

dukungan dan doa kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi dan

skripsi ini. Semua hal yang telah kalian berikan tidak akan dapat saya balas

dan semoga ini menjadi kebanggaan untuk ayahanda dan ibunda tercinta.

12.Kakak saya, Meylina Damanik, Amd dan adikku terkasih Juniman Taufiq

Hamonangan Damanik, terimakasih atas dukungan dan doa buat saya. Aku

mengasihi kalian.

Medan, Maret 2015

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Mamfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

1. Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak kandungnya ... 11

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak kandunngnya ... 17

3. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak kandungnya. ... 23

F. Metode Penelitian Hukum ... 28

(7)

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNG

A. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) ...34

B. Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Oleh

Orangtua Terhadap Anak Kandung dalam Perspektif

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak ... 53

C. Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Oleh

Orangtua Terhadap Anak Kandung dalam Perspektif

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga... 58

BAB III FAKTOR – FAklKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ORANG TUA TERHADAP ANAK KANDUNG

A. Faktor Interen ( Intern Factor)... 82

B. Faktor Exteren (Extern Factor) ... 88

BAB IV PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ORANGTUA

TERHADAP ANAK KANDUNG

(8)

B. Penerapan Non-Penal ...102

C. Analisis Putusan Pengadilan Mengenai Tindak Pidana Pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/2012/PN. JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor: 203/Pid. B/2013/PN.GS; )

1. Posisi Kasus ... 109

2. Pertimbangan Hukum... 117

3. Analisis Kasus ... 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...148

B. Saran ...160

(9)

ABSTRAKSI

Novlyana T. Damanik* Ediwarman** Rafiqoh Lubis***

Fenomena sosial saat ini adalah banyak kasus tindak pidana pembunuhan yang melibatkan anggota keluarga sendiri, bahkan marak sekali orangtua yang

tega membunuh anak kandungnya sendiri.Anak rawan (children of

risk)mengalami tindak pidana karena anak yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam perkembangannya, baik secara psikologis (mental), sosial maupun fisik yang mengakibatkan matinya anak dan hal itu dipengaruhi oleh kondisi internal maupun kondisi eksternalnya seperti anak dari keluarga miskin, anak di daerah terpencil, anak cacat dan anak dari

keluarga yang retak (broken home)

Keadaan diatas menimbulkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandung dan apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya serta bagaimanakah Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal – pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam pratiknya (studi putusan).

Pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandung yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandung dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang kemudian dalam penerapan hukumnya, Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandung berdasarkan ketiga putusan Pengadilan Negeri disimpulkan bahwa Hakim mempertimbangkan kematian korban sebagai maksud/tujuan dari pelaku atau bukan.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian kejahatan secara yuridis menurut R.Soesilo adalah suatu

perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang dan ditinjau

dari segi sosiologis, yang dimaksud dengan kejahatan artinya perbuatan atau

tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan

masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban1

Kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya dihadapi oleh

Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi merupakan masalah yang

dihadapi oleh seluruh masyarakat dunia. Kejahatan merupakan suatu Universal

Phenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat tetapi juga kualitasnya

dipandang serius dibanding masa lalu.2Salah satu jenis kejahatan yaitu kejahatan

terhadap nyawa (misddrijven tegen het leven) berupa penyerangan terhadap nyawa

orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan objek

kejahatan ini adalah nyawa (leven) manusia.3

1

Ridwan & Ediwarman, Azas – Azas Kriminologi, USU PRESS, Medan:1994 , hal 45 2

Moh.Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus, Yogyakarta. Liberty Yogyakarta: 2009, hal 33

3

Adami Chazami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada. Medan:2000, hal 55

Nyawa merupakan anugerah dari

Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan menyatunya roh dan jasmani dan terdapat

jiwa sehingga manusia bisa hidup. Dalam kehidupannya manusia memerlukan

perlindungan hukum terhadap nyawa sebagai pemberian Tuhan tersebut. Akibat

(11)

matinya orang lain dan tindak pidana ini disebut sebagai pembuhan serta akibat

yang timbul merupakan syarat mutlak.4

Pelaku kejahatan terhadap anak bisa saja orangtua (ayah dan/atau ibu),

anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak

hukum dan lain-lain). Kekerasan rawan terjadi terhadap anak karena kedudukan

anak yang kurang menguntungkan. Anak rawan (children of risk) merupakan anak

yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam

perkembangannya, baik secara psikologis (mental). Sosial maupun fisik yang

dipengaruhi oleh kondisi internal maupun kondisi eksternalnya seperti anak dari

keluarga miskin, anak di daerah terpencil, anak cacat dan anak dari keluarga yang

retak (broken home)

Perkembangan dewasa ini, kejahatan terhadap nyawa bukan suatu hal yang

sulit ditemui. Media informasi baik cetak atau elektronik hampir setiap hari

mengabarkan terjadinya sebuah kejahatan terhadap nyawa. Fenomena sosial

lainnya adalah banyak sekali kasus tindak pidana pembunuhan yang melibatkan

anggota keluarga sendiri, bahkan marak sekali orangtua yang tega membunuh

anak kandungnya sendiri.

5

Merujuk pada data layanan pengaduan masyarakat melalui Hotline

Service dalam bentuk pengaduan langsung, telephone, surat menyurat maupun

elektronik, sepanjang tahun 2011 KomNas Anak menerima 2.386 kasus. Sama

artinya bahwa setiap bulannya KomNas Anak menerima pengaduaan masyarakat .

4

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta : 2014, hal 106

5

(12)

kurang lebih 200 (dua ratus) pengaduan pelanggaran terhadap hak anak. Angka ini

meningkat 98% jika dibanding dengan pengaduan masyarakat yang di terima

Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun 2010 yakni berjumlah 1.234

pengaduan. Dalam laporan pengaduan tersebut, pelanggaran terhadap hak

anak ini tidak semata-mata pada tingkat kuantitas jumlah saja yang meningkat,

namun terlihat semakin komplek dan beragamnya modus pelanggaran hak anak

itu sendiri. Pengaduan hak asuh (khususnya perebutan anak pasca perceraian)

misalnya, mendominasi pengaduan sepanjang tahun 2011.6

1) setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain manapun

yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan

Menyadari kenyataan maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga

dengan korban anak, maka Pemerintahan Indonesia telah memiliki

Undang-Undang secara khusus yang menjadi Payung hukum perlindungan anak yaitu UU

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ditujukan untuk

dalam rangka memerangi segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

Perlindungan anak menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlingdungan dari kekerasan

dan diskriminasi. Pasal 13 ayat (1) UU Perlindungan Anak juga menyebutkan

bahwa :

(13)

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan;

e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya

.

2) Dalam hal orangtua. Wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk

perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

Berdasarkan hal tersebut, maka segala bentuk tindak kekerasan pada anak

perlu dicegah dan diatasi terutama yang dilakukan dalam lingkup keluarga yaitu

oleh orangtua, wali atau pengasuh anak tersebut.

Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga

dan memelihara anak, demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan

anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan

aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan

perkembangannya secara optimal dan terarah.7

Kehidupan sebuah keluarga adalah tanggungjawab orang tua untuk

menjaga, menyayangi serta mendidik anak kandungnya dan seorang anak dalam

perkembangan dan pertumbuhannya akan dimulai dari lingkungan kelurga

sehingga apabila orang tua kebanyakan menjadi orang yang berbahaya terhadap

anak maka menjadi sebuah problematik yang perlu di pecahkan. Hubungan yang

seharusnya penuh kasih sayang dan harmonis dalam keluarga semakin berkurang

pada zaman sekarang ini. Tidak sedikit anak yang menerima perlakuan yang

kurang baik dari orang tuanya bahkan tindakan tersebut sudah dapat dikatakan

7

(14)

sebagai sebuah penganiayaan dengan kejam sampai pada akhirnya

mengakibatkan matinya anak tersebut.

UU Nomor 23 Tahun 2004 tersebut lahir dengan pertimbangan yang

tercantung dalam konsiderannya yaitu :

a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari

segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,

merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;

c. bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah

perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau per?lakuan yang meren?dahkan derajat dan mar?tabat kemanusiaan;

d. bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak

terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;

Kenyataan yang terjadi dewasa ini di dalam masyarakat adalah hal yang

berbeda. Salah satu kasus yang dapat dijadikan bukti tentang tindak pidana ini

adalah kasus yang cukup menggemparkan adalah kasus pembunuhan yang terjadi

pada Tahun 2012 yaitu dilakukan oleh Armin (34) alias Daming menjadi

tersangka pembunuhan anak kandungnya, Feri Aropi (2,5).Feri, bungsu dari dua

bersaudara putra Armin dan Iis (30), tewas dengan luka sayat 10 cm di leher.

Armin, buruh serabutan berpenghasilan tidak tetap, diduga menyayat leher si

bungsu dengan pisau dapur di dalam rumahnya di Kampung Cibitung RT 4 RW

10 Pedurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi, Selasa (10/4/2012) sekitar pukul

16.00.Dalam pemeriksaan, tersangka mengakui membunuh putra kandungnya.

(15)

depresi ditinggal istri lebih dari satu bulan. Menurut Kepala Kepolisian Sektor

Bantargebang Komisaris Gunawan.Atas perbuatan itu, Armin dijerat dengan pasal

pembunuhan berencana. Ancaman hukumannya minimal 15 tahun penjara.

Penyidik membawa Armin untuk pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit

Bhayangkara R Said Sukanto, Jakarta Timur.8

UU Nomor 23 Tahun 2004 dalam penjelasan secara umum disebutkan

bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan

pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi

kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan

terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Sulit dipercaya ketika seorang anak meninggal ditangan orang yang sangat

diharapkan untuk dapat melindungi dan menjaga dirinya. Padahal anak tersebut

adalah darah daging mereka sendiri, penerus generasi keluarga, penjaga

kehormatan keluarga dan kalau dipikirkan lebih jauh lagi, anak merupakan aset

negara yang sangat mahal dan penting sehingga mereka perlu dilindungi terutama

oleh kedua orang tua mereka. Oleh karena itu banyak harapan dan cita-cita

dipanjatkan untuk anak-anak agar dapat menjalani kehidupan dengan jauh lebih

baik daripada keadaan kedua orang tua mereka.

9

Teori Psikologi perkembangan, usia orangtua sudah termasuk dalam tahap

masa dewasa pertama, dan pada masa ini daya-daya pertumbuhan psychis sudah

9

(16)

berkembang dan kesadaran akan diri sendiri telah timbul pada individu-individu

tersebut. Sifat kriminalitas pada masa dewasa pertama antara lain :

a. Untuk mereka yang telah yang telah mempunyai pekerjaan mudah melakukan

penggelapan. Dan pada delik pencurian bentuknya sudah mulai agak pelik

b. Karena adanya kepercayaan terhadap kekuatan sendiri, penganiayaan pun

mulai timbul

c. Delik-delik seksual banyak dan sering timbul baik pada wanita maupun

laki-laki. Akibatnya bagi wanita timbul abortus, pembunuhan anak, dan lain-lain

dalam periode ini perlu diketahui bahwa faktor utama yang menyebabkan

kriminalitas adalah :

a. Timbul keinginan dan kehendak untuk menghias dan membaguskan diri

terhadap lawan jenisnya

b. Kebutuhan akan keadaan material/kebendaan yang memuncak

c. Untuk wanita yang telah kawin, ingin mempertahankan kebutuhan

keluarganya, sedang yang laki-laki ingin bertanggungjawab terhadap

keluarganya10

Lingkungan/melieu keluarga dan masyarakat (Homo and Community

influencies) dapat memberikan dampak kejahatan menurut W.Healy and A.F

Bronner, yaitu :11

1. Orangtua yang tidak berpendidikan (both parent unedecated)

2. Orangtua yang berada di bawah keaadan normal

10

Ridwan & Ediwarman, Op.Cit., hal 9 11

(17)

3. Orangtua yang bersifat kriminal

4. Orangtua peminum/pemabuk

5. Orangtua yang jahat dan kejam

6. Orangtua yang rendah dasar moralnya

7. Orangtua yang tidak dapat menguasai emosinya

8. Orangtua yang berpenyakit neurotis dan psychosis

Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak

kandungnya disebabkan banyak faktor baik itu dari dalam diri pelaku yang

menekankan pada unsur psikologis dan juga dari luar diri pelaku tersebut seperti

keadaan lingkungan sekitarnya.

Secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki

kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan,

tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang tidak mampu

mengkontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang menyebabkan orangtua

melakukan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja yang menjadi pelaku

adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku walaupun yang

menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya.

Gambaran latar belakang masalah di atas yang menjadi alasan penulis

untuk mengkaji bagaimana tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua

terhadap anak kandungnya dari perspektif kriminogi dan hukum pidana dan judul

yang diangkat dalam penulisan skripsi adalah “Tinjauan Kriminolgi dan Hukum

Pidana terhadap Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Orangtua terhadap

(18)

154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor :

1357/PID.B/ 2012/PN.JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli

Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS)

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang

dilakukan orangtua terhadap anak kandung?

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana

pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya?

3. Bagaimanakah Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana

pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai tindak pidana pembunah

yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya

2. Untuk mengetahui faktor–faktor apa yang menyebabkan terjadinya tindak

pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak

kandungnya.

3. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana

(19)

Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan

diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk:

1. Manfaat secara teoritis

Sebagai informasi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam

bidang hukum, khususnya hukum pidana. Selain itu, tulisan ini dapat

menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta

menambah wawasan khususnya mengenai faktor-faktor dan penegakan

hukum terhadap tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua

terhadap anak kandungnya.

2. Manfaat Secara Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum

bagi pemerintah khususnya kepolisian, kejaksaan dan kehakiman

khususnya yang berkaitan dengan masalah tindak pidana pembunuhan

yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan Skripsi yang berjudul ”Tinjauan Kriminologi dan Hukum

Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua

Terhadap Anak Kandungnya ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur

Nomor : 1357/PID.B/2012/PN. JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri

Gunungsitoli Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS ) adalah hasil pemikiran penulis

(20)

membuat. Kalaupun ada, penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda.

Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu Hukum Pidana Umum dan

Hukum Pidana Khusus. Secara defenitif, Hukum Pidana Umum dapat diartikan

sebagai perundang-undangan pidana dan berlaku umum, yang tercantum dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta semua perundang-undangan

yang mengubah dan menambah KUHP. Sedangkan, Hukum Pidana Khusus bisa

dimaknai sebagai perundang-undangan dibidang tertentu yang memiliki sanksi

pidana, atau tindak-tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus,

diluar KUHP baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi

memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP).12

1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang tidak

pidana pembunuhan dalam Bab XIX dengan judul bab Kejahatan Terhadap Jiwa

Orang dimulai dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Mengamati pasal-pasal

tersebut maka KUHP mengaturnya sebagai berikut:

2. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa anak yang sedang/baru dilahirkan

12

(21)

3. Kejahatan yang ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan

Dilihat dari segi “kesengajaan” (dolus) maka tindak pidana terhadap

nyawa ini terdiri atas:

1. Yang dilakukan dengan sengaja

2. Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat

3. Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu

4. Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh

5. Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri13

Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau

dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu: atas unsur kesalahannya dan atas dasar unsur

obyeknya (nyawa). Atas dasar kesalahannya ada 2 kelompok kejahatan terhadap

nyawa, ialah :

1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven)

adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, Pasal 338 s/d 350

2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (culpose

misdrijven), dimuat dalam Bab XXI (khusus Pasal 359)

Sedangkan atas obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan

terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam tiga (3) macam, yakni:

1) Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam Pasal

338,339,340,344,345 KUHP

13

(22)

2) Kejahatan terhadp nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan,

dimuat dalam pasal 341,342 dan 343

3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),

dimuat dalam pasal 346,347,348 dan 34914

Pasal 338 HUHP yang berbunyi sebagai berikut, “Barangsiapa dengan

sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena bersalah melakukan

pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

R.Soesilo memberikan penjelasan mengenai pasal 338 KUHP ini yaitu sebagai

berikut:

a. kejahatan yang dinamakan .,makar mati” atau .,pembunuhan” (doodslag)

disini diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian tidak dimaksud, tidak masuk dalam pasal ini, mungkin masuk Pasal 359 ( karena kurang hati-hatinya menyebabkan matinya orang lain) atau Pasal 351 sub 3 (penganiayaan biasa, berakibat matinya orang lain) atau Pasal 353 sub 3 (penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, berakibat mati), Pasal 354 sub 2 (penganiayaan berat berakibat mati) atau Pasal 355 sub 2 (penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu berakibat mati).

b. Sebaliknya pembunuhan itu harus dilakukan segera sesudah timbul maksud

untuk membunuh itu, tidak dengan dipikir-pikir lebih panjang.

Misalnya A se-konyong-konyong datang dirumah melihat bahwa isterinya sedang berzinah dengan B. Karena panas hati, timbul maksud untuk membunuh isterinya dan B itu yang seketika ia lakukan memakai pistol yang sedang ia bawa. Apabila antara maksud akan membunuh dengan penyelenggaraannya, orang itu dengan tenang masih dapat memikirkan bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melakukan pembunuhan itu, maka dikenakan Pasal 340 (pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu .,moord”)

c. Jika pembunuhan itu dilakukan atas permintaan yang dinyatakan dengan

sungguh-sungguh dari orang yang dibunuh itu, maka diancam hukuman yang

lebih ringan (Pasal 344)15

14

Adami Chazami., Op.Cit., hal 55-56 15

(23)

Selanjutnya berdasarkan Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang

Pembunuhan berencana yaitu yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan

dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum

karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara

seumur hidup atau penjara selama-lama dua puluh tahun.”

Penjelasan Pasal 340 ini, R.Soesilo menyatakan bahwa : kejahatan ini

dinamakan ,,pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu” (moord). Boleh

dikatakan, ini adalah suatu pembunuhan biasa (doodslag) tersebut dalam Pasal

338, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. ,,direncakan lebih

dahulu” (voorbedachte rade) = antara timbulnya maksud untuk membunuh

dengan pelaksanaanya itu masih ada tempo bagi sipembuat untuk dengan tenang

memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu dilakukan.

,,tempo” ini tidak boleh terlalu sempit, akan tetapi sebaliknya juga tidak perlu

terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo itu sipembuat dengan

tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan

untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan tetapi tidak ia pergunakan.

Pembunuhan dengan mempergunakan racun hampir semua merupakan

,,moord”.16

Perlindungan terhadap anak yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002

yang dimuat dalam Pasal 13 dari undang-undang tersebut menyebutkan bahwa

anak memiliki hak untuk perlindungan atas tindakan diskriminasi, eksploitasi baik

ekonomi maupun sosial, penelantaran, kekejaman,kekerasan dan penganiayaan,

16

(24)

ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya dan dalam hal tindakan-tindakan

tersebut dilakukan oleh orangtua dari anak tersebut maka hukumannya akan

dikenakan pemberatan.

Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah:

a. Dasar filosofi, Pancasila sebagai dasar kegiatan dalam berbagai bidang

kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa dan dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak

b. Dasar etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika

profesi yang berkaitan untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak

c. Dasar yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUU

1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-udangan dari berbagai bidang hukum

yang berkaitan.17

Tindak pidana dalam lingkungan keluarga diatur dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap

perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau perbuatan

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.

Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 menentukan ruang lingkup

rumah tangga yang dimaksud dalam undang-undang ini, yaitu meliputi :

a. Suami, istri, anak

17

(25)

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, penyusunan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap selama berada

dalam rumah tangga tersebut.

Selain memuat pasal-pasal yang melarang tindak pidana KDRT, UU

Nomor 23 Tahun 2004 juga merumuskan ketentuan pidana sebagai bagian

penegakan hukum atau UU Nomor 23 Tahun 2004. Rumusan ketentuan pidana

dimaksud tertuang dalam Pasal 44, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 48, Pasal

50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004.

Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan

matinya korban termaktub dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU

Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah

tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

suami terhadap istri atau sebaliknya yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencarian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)18

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya.

18

(26)

Kejahatan pembunuhan terhadap jiwa orang lain terus terjadi dan menjadi

pemberitaan luas oleh media massa. Pembunuhan merupakan perilaku seseorang

atau sekelompok orang yang berakibat hilangnya nyawa orang lain. Kejadian

pembunuhan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang

merencanakan, memutuskan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap orang lain.

Ketika seseorang telah menjadi korban pembunuhan, maka dipastikan ia

mengalami kematian. Berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya

penggerak bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan. Dalam kasus

pembunuhan berencana (planned murder), biasanya seorang calon pembunuh

sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam

kasus pembunuhan tak berencana (unplanned murder), seseorang membunuh

orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon

korban. 19

a. Faktor Interen (Intern Factor)

Kejahatan merupakan tingkah laku yang menyimpang, siapapun orangnya

tetap mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan karena, terdapat

faktor-faktor didalam diri dan diluar dari diri seseorang mengapa ia melakukan

kejahatan itu. Adapun faktor- faktor tersebut adalah :

Adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu seperti umur, sex,

kedudukan individu, masalah rekreasi/liburan individu, agama individu.

19

(27)

Menurut Galles, ketidakmampuan dalam pengasuhan dan masalah

kepribadian orangtua juga disebut Gelles sebagai factor yang menyebabkan

seseorang melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya, orangtua yang

melakukan kekerasan seringkali memiliki harapan yang tidak realistis pada anak

mereka, memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak dan

menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalin hubungan dengan anak, selain itu

mereka juga seringkali memiliki harga diri yang rendah dan kepribadian tidak

matang, kurang rasa empati dan lebih egois, tingkat stress yang tinggi disebut juga

dapat mempengaruhi tingkat kekerasan yang dilakukan orangtua sebagai coping

terhadap stressnya tersebut.20

b. Faktor Eksteren (Extern Factor)

Adalah faktor-faktor yang berada diluar individu. Faktor eksteren ini

berpokok pangkal pada lingkngan individu seperti : waktu kejahatan, tempat

kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan, keadaan

keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan.

Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku tersebut

seperti keadaan lingkungan disekitar pelaku yang menyebabkan pelaku tega

melakukan pembunuhan. Dalam hal ini secara subjektif bisa saja seorang anak

yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua

melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku

orangtua yang lepas kontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang

menyebabkan orangtua melakuan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja

20

(28)

yang menjadi pelaku adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku

walaupun yang menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya

Menurut Gelles, Masalah ekonomi, tidak bekerja, pendapatan rendah,

sakitnya anggota keluarga dan ketidakmampuan membayar biaya medis adalah

sumber stress pada banyak kehidupan orang tua yang melakukan kekerasan..21

Alasan ekonomi merupakan alasan klasik yang melatar belakangi

terjadinya tindak kejahatan. Teori Strain dan Penyimpangan Budaya berasumsi

bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam

hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori Strain beranggapan bahwa

seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai

budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan

ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang

sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih

menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya

menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai

yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah.

Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem

nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma

konvensional22

Tingkat pendidikan para pelaku ini tentunya akan berpengaruh juga

terhadap pola pikir mereka. Kita tahu, pendidikan berkaitan dengan

21

Firda Fauziah, Loc.Cit 22

(29)

perkembangan kejiwaan dan kepribadian, budi pekerti dan etika. Pendidikan juga

berkaitan dengan penguasaan pengetahuan serta keterampilan. Meskipun bukan

berarti pendidikan rendah akan melatar belakangi setiap kejahatan, karena nafsu

jahat timbul dari tiap–tiap manusia, dan tergantung bagaimana kita

mengendalikannya. Akan tetapi dalam hal ini pendidikan mempunyai pengaruh

besar dalam membentuk pola pikir seseorang dalam menyelesaikan masalah.

Seorang yang hanya tamatan Sekolah Dasar tentunya mempunyai cara pendang

dan pola pikir berbeda dengan tamatan Sekolah Menengah. 23

1. Mazhab Italia atau Mazahab Antropologi

Teori kriminologi mengenal beberapa Mazhab yang berkaitan dengan

kejahatan atau penyebab kejahatan yaitu :

Tokohnya adalah C.Lambroso yang pada pokoknya mengemukakan

bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda

tertentu. Tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan. Roman muka juga lain dari

pada orang biasa, tulang dahi melengkung kebelakang. Pokoknya penjahat

dipandang sebagai suatu jenis manusia tersendiri. Lambroso juga mengemukakan

hipotesa atavisme, yakni bahwa seorang penjahat merupakan suatu gejala

atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong-konyong mendapat kembali

sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang terrdekat, tetapi nenek

moyangnya yang lebih jauh. Ferri seorang murid Lambroso, lebih

mengembangkan lagi teori ini. Dikatakan bahwa rumus timbulnya kejahatan

adalah hasil dari keadaan fisik, induvidu dan sosial. Pada suatu waktu unsur

23

(30)

individulah yang tetap paling penting. “Keadaan sosial memberi bentuk pada

kejahatan, tetapi ini berasal dari bakatnya yang biologis, anti sosial (organis dan

psikis)”.24

2. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan

Mazhab ini menentang Mazhab Italia. :Die Welt ist mehr Schuld an mir,

als ish”, yakni dunia adalah lebih bertanggungjawab terhadap bagaimana jadinya

saya, dari pada diri saya sendiri. Tokoh terrkemukanya adalah A.Lacassagne

(1843-1924). Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut :

“L’important est le milieu social. Permettez-moi une comparaison empruntee a’la theorie moderne. Le milieu social est le bouillon de culture de la criminalite: le microbe, c’est le criminel, un element qui n’a d’importance que le jour ou il trouve le buillion qui le fait fermenter”

Artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Izinkan saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori modern. Keadilan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan; kuman adalah sipendapat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila

menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”25

3. Mazhab Bio – Sosiologi

Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan

adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada waktu unsur

individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi

ini berasal dari bakatnya yang biologis dan anti sosial. Aliran bio-sosiologis ini

ber-synthese kepada aliran antropologi yaitu pada lingkungan yang menjadi sebab

kejahatan, dan ini berasal dari ferri. Rumusnya berbunyi: “Tiap kejahatan adalah

hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu yaitu unsur-unsur yang

24

Soerjono Soekanto, at all, Kriminologi (Suatu Pengantar), Ghalia Indonesia, Jakarta:1981, hal 16

25

(31)

diterangkan oleh Lombroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut

aliran tersebut antara lain Prins (1845-1919) di Brussel mendirikan Union

Internasionale de Droit Penal. 26

4. Mazhab Spritualis

M.De Beast mengajarkan bahwa makin meluasnya juga pada lapisan

bahwa masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan

pandangan dunia yang berdasarkan ini, yang sama sekali kosong dalam hal

dorongan-dorongan moral adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan

dan kejahatan berkeembang dengan subur.27

3. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Ddilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

a. Kemampuan bertanggungjawab

Pertanggungjawaban dalam hukum pidana harus dengan adanya

kesalahan yang memiliki unsur sebagai berikut :

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum)

2. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau

kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf28

KUHP tidak memuat ketentuan tentang arti kemampuan

bertanggungjawab tetapi yang berhubungan dengan itu ialah Pasal 44

(32)

KUHP : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak

dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya

atau jiwa yang terganggu karena penyakit. Kalau tidak dapat

dipertanggungjawabkannya itu disebabkan karena hal lain, misalnya

jiwanya tidak normal karena masih sangat muda atau lain-lain, pasal

tersebut tidak dapat dipakai. Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab

harus ada :

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan

tentang baik dan buruknya perbuatan tadi29

b. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,

bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman

pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini

harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang

dilarang; 2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan

ke-3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum.30

Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu

perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau

dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. Satochid

29

Ibid hal 178-179 30

(33)

Kartanegara menjelaskan bagaimana proses timbulnya kesengajaan sebagai

berikut:31

1. Setelah A melihat benda itu, maka timbul keinginan padanya untuk

memperoleh benda dan selanjutnya A berpikir dengan cara bagaimana

agar A dapat memiliki benda itu. Ini yang disebut proses kesengajaan.

2. Dorongan atau alasan atau perasaan untuk bertindak guna memenuhi

keinginan disebut motif.

3. Selanjutnya A berpikir untuk memenbuhi keinginannya, ia akan

mengambil benda tadi.

Dalam hal ini motif menggerakkan atau mendorong A untuk berbuat. Jika

hal itu dihubungkan dengan jiwa A yang sehat itu, maka ini disebut opzet

(kesengajaan)

Kejahatan pembunuhan berencana (moord, murder) kesengajaan pembuat

hanya memerlukan doegle richte handling (perbuatan yang diarahkan ke tujuan),

yaitu bahwa pembuat menghendaki matinya orang lain dan berbuat dengan

perkiraan yang disadari bahwa ia akan mewujudkan pembunuhan.32

c. Perumusan Pidana

Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang sanksi

atau hukuman dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:

31

Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta: 1996, hal 46

32

(34)

1. Pidana Pokok:

a. pencabutan beberapa hak tertentu

b. perampasan barang yang tertentu

c. pengumuman keputusan hakim.

Jenis pidana yang pada umumnya, dicantumkan dalam perumusan delik

menurut pola KUHP ialah pidana pokok, dengan menggunakan sembilan bentuk

perumusan, yaitu:33

1. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara

tertentu

2. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu

3. Diancam dengan pidana penjara (tertentu)

4. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan

5. Diancam dengan pidana pernjara atau kurungan atau denda

6. Diancam dengan pidana penjara atau denda

7. Diancam dengan pidana kurungan

8. Diancam dengan pidana kurungan atau denda

33

(35)

9. Diancam dengan pidana denda

Berdasarkan sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentidikasikan

hal-hal sebagai berikut34

1) KUHP hanya menganut dua sistem perumusan yaitu:

:

a. Perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok)

b. Perumusan alternatif

2) Pidana pokok yang diancam/dirumuskan secara tunggal hanya pidana

penjara, kurungan, atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara

seumur hidup yang diancam secara tunggal

3) Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang

paling ringan

Pidana tambahan bersifat akumulatif, namun pada dasarnya untuk dapat

dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik

F. Metode Penelitian Hukum

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian hukum terdiri dari :

1. Penelitian hukum normatif, yang mencakup :

a. Penelitian terhadap azas-azas hukum

b. Penelitian terhadap sistematika hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum

d. Penelitian sejarah hukum

e. Penelitian perbandingan hukum

34

(36)

2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis)

b. Penelitian terhadap efektivitas hukum

Hal-hal tersebut diatas, sebenarnya dapat digabungkan secara serasi

sehingga diperoleh sistematika mengenai macam-macam penelitian secara umum

dan pembagiannya menurut tujuan penelitian hukum. Misalnya penelitian

terhadap azas-azas hukum, dapat merupakan penelitian “fact finding” belaka, atau

mungkin penelitian-penelitian “problem finding”, “problem identification” dan

“problem solution”. Penelitian terhadap efektivitas hukum, umpamanya, dapat

merupakan penelitian diagnostik, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian

prespektif dan penelitian evaluatif. Jadi, yang menjadi unsur penentu adalah

tujuan penelitian hukum, dan unsur tambahan atau pendukungnya adalah

macam-macam penelitian secara umum sebagaimana dijabarkan secara garis besar diatas.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa

terhadap pasal–pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur

permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian

hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang

hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam

pratiknya (studi putusan).

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat

(37)

samping adanya penelitian hukum sosiologis empiris yang terutama meneliti data

primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. ‘penelitian terhadap sistemaatik hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

d. Perbandingan hukum

e. Sejarah hukum35

2. Data dan Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data

sekunder, yakni data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun

diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumentasi, tulisan ilmiah dan

berbagai sumber tulisan yang lainnya. Data Sekunder dibagi menjadi tiga, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini adalah berbagai ketentuan dan peraturan perundang –

undangan maupun undang-undang yang telah berlaku di Indonesia yang

mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak dalam lingkup

Keluarga, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga. Dan undang-undang yang mengatur perlindungan hukum bagi anak

yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2) Bahan Hukum Sekunder

35

(38)

Bahan hukum ini adalah bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer

dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer. Peneliti

mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku – buku

yang berkaitan dengan bahan hukum primer.

3) Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Peneliti mendapatkannya melalui berbagai jurnal maupun

arsip-arsip penelitian.

3. Alat Pengumpul Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpul

data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan

wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan

masing-masing atau bersama-sama.36

4. Prosedur Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan

studi dokumen atau bahan pustaka yang disusun secara ilmiah (metodologi) guna

memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang

telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan

sebelumnya.

Metode pengumpulan data dalam Penulisan skripsi ini menggunakan

Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian

36

(39)

terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, artikel,

surat kabar/koran, internet dan media massa yang berhubungan dengan masalah

yang dibahas.

5. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa

secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis

kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu

data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah.37

G. Sistematika Penulisan

Metode

ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak

lansung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk

pernyataan dan tulisan.

Pembahasan karya ilmiah harus dilakukan secara sistematis. Untuk

memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistem penulisan

sistematika yang terartur, yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan

satu sama lain. Adapun sistematika penuliisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Bab ini berisikan pendahuluan dimana penulis menguraikan latar

belakang penulis memilih judul, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini berisikan pengaturan hukum tentang tindak pidana

pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya

37

(40)

yaitu Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP),

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga, dimana kemudian akan dibahas satu per satu.

BAB III: Bab ini akan membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya

tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandung yang

dilihat dari faktor interen (intern factor) dan faktor eksteren (extern

factor)

BAB IV : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab terdahulu dengan butir-butir

yang dianggap penting serta berisi saran sehubungan dengan

(41)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana

yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dan aturan-aturannya telah disusun

dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu.38

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Barda Nawawi Arif menyatakan bahwa tindak pidana secara umum dapat

diartikan sebagai perbuatan yang melawan hukum baik secara formal maupun

secara materil.Beliau menyatakan bahwa:

“the term crime has no accepted defenition in the law, except the criticular on that is anything that the lawmakers define as a crime. Basically, a crime is wrong, usually a moral wrong, committed against the society as a whole. Criminal prosecutions are brought in order to punish wrongdoers. Either because we want to deter future crime or simply because we believe wrongdoers deserve to be punished.”

(Istilah tindak pidana tidak memiliki defenisi dalam undang-undang yang belaku, kecuali satu lingkarang yang adalah sesuatu bahwa pembuat undang-undang mendefenisikan sebagai suatu kejahatan. Pada dasarnya kejahatan adalah kesalahan, biasanya kesalahan moral yang bertentangan dengan masyarakat secara keseluruhan. Penuntutan pidana dilakukan untuk menghukum orang jahat, baik karena kita ingin mencegah kejahatan

38

(42)

di masa depan atau hanya karena kita percaya orang jahat pantas

dihukum.)39

a. Diancam oleh pidana oleh hukum

Simons merumuskan bahwa Strafbaar feit (Belanda) ialah kelakukan yang

diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan

kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Lebih rinci

dirumuskan sebagai berikut :

b. Bertentangan dengan hukum

c. Dilakukan oleh orang yang bersalah

d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.40

Buku II KUHP mengatur perihal kejahatan dan Buku II KUHP mengatur

perihal pelanggaran. C.S.T Kansil merumuskan lima (5) unsur dari tindak pidana

atau delik yaitu:

a. Harus ada suatu kelakuan (gedraging)

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijke

omschrijving)

c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak

d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku

e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman41

Rumusan delik/tindak pidana membedakan perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja dan yang dilakukan dengan kealpaan (culpa). Misalnya delik

pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja tercantum dalam Pasal 338 KUHP,

39

Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal 73 40

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta: 2008, hal 88 41

(43)

sedangkan yang dengan kealpaan Pasal 359 KUHP. Sesudah perumusan delik,

barulah perbuatan tersebut disesuikan dengan syarat dapat dipidananya seorang

pembuat, yaitu perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada atau pembuat

mampu bertanggungjawab. Pasal 44 KUHP mengatur ketidakmampuan

bertanggungjawab. Nyatalah bedanya disini dengan rumusan (unsur) delik.

Unsur dapat dipertanggungjawabkan adalah sebagai berikut:

a. Toerekeningsvat baargeid

b. Keadaan jiwa seseorang itu sedemikian rupa sehingga:

b. Dia mengerti arti atau nilai perbuatannya – nilai akibat

perbuatannya

c. Dia mampu menentukan kehendak atas perbuatannya

d. Dia sadar bahwa perbuatan itu dilarang baik oleh hukum,

kemasyarakatan, maupun kesusilaan

c. Pendirian/ sikap pembentuk KUHP

i. Unsur ini dianggap ada/terpenuhi oleh tiap tipe pelaku tindak

pidana

ii. Oleh karenanya tidak dirumuskan dalam pasal

iii. Dan tidak perlu dibuktikan, kecuali:

iv. Terdapat keragu-raguan akan adanya unsur itu pada pelaku, harus

dibuktikan

v. Tidak terpenuhi unsur ini – Pasal 44

vi. Jika hakim ragu-ragu – in dubio pro reo42

42

(44)

2. Bentuk Kesalahan dalam KUHP :

a. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,

bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman

pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini

harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang

dilarang; 2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan

ke-3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum.43

Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu

perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau

dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. 44

1. Teori kehendak ( wilstheorie), penganjur teori ini adalah Von Hippel

yang mengemukakan bahwa “sengaja” adalah kehendak untuk

melakukan sesuatu dan kehendak untuk menimbulkan akibat. Ajaran Von

Hippel ini dikenal dalam tulisannya: Die Grenze Von Vorsatz Und

Fahrlassigkeit terbitan tahun 1903.

Teori-teori mengenai sengaja yang tampil pada abad XX ini pernah

dikenal :

2. Teori angan-angan (Vooorstellings Theorie), teori ini dikemukakan oleh

Frank dalam Festshchift Gieszen sekitar tahun 1907 yang menyatakan

bahwa suatu akibat tidak mungkin dapat dikehendaki. Dikatakan bahwa

manusia hanya memiliki kemampuan untuk menghendaki terlaksananya

43

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal 65-66 44

(45)

sesuatu perbuatan tetapi tidak berkemampuan untuk menghendaki,

mengingini atau membayangkan akibat perbuatannya.45

Dalam ilmu hukum pidana sengaja itu dibedakan atas tiga gradasi:

1. Sengaja sebagai tujuan/arahan hasil perbuatan sesuai dengan maksud

orangnya (opzet als oogmerk)

2. Sengaja dengan kesadaran yang pasti mengenai tujuan atau akibat

perbuatannya (opzet bij zekerheidsbewustzijn)

3. Sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan tercapainya tujuan atau

akibat perbuatan (opzet bij megelijkheidsbewustzijn)46

Rumusan unsur kesengajaan dalam Pasal-Pasal KUHP yaitu:

1. Opzettelijk – dengan sengaja

a. Pasal 333 ayat (1): dengan sengaja dan melawan hukum...

b. Pasal 338: dengan sengaja menghilangkan...

c. Pasal 406: dengan sengaja merusak barang...

2. Wetende dat – yang diketahuinya

Pasal 204 ayat (1): yang diketahuinya bahwa...

3. Waarvan hij weet – yang diketahuinya

Pasal 480: yang diketahuinya diperoleh dari...

4. Met het oogmerk – dengan maksud

Pasal 263: dengan maksud untuk menggunakan...47

(46)

Undang-undang tidak memberikan defenisi apakah kelalaian itu. Hanya

Memori Penjelasan (Memorie Van Toelichting) mengatakan, bahwa kelalaian

(culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Bagaimanapun culpa itu dipandang

lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel –Suringa

mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu ( quasidelict) sehingga

diadakan pengurangan pidana. Bahwa culpa itu terletak antara sengaja dengan

kebetulan.48

Didalam KUHP biasanya di samping disebut dengan sengaja pada suatu

rumusan disebut pula delik culpa pada rumusan berikuntya. Disebut pembunuhan

dengan sengaja pada Pasal 338 KUHP yang ancaman pidananya maksimum 15

tahun penjara, pada Pada 359 KUHP disebut, “karena salahnya menyebabkan

orang mati”, yang di Indonesia diancam pidana maksimal 5 tahun. Ancaman

pidana ini sudah diperberat dengan pertimbangan terlalu banyak terjadi delik ini

khususnya yang disebabkan oleh pengemudi mobil. Semula diancam hanya

maksimum satu tahun penjara atau 9 bulan kurungan. 49

Para penulis ilmu hukum pidana berpendapat bahwa terjadinya culpa

maka harus diambil sebagai ukuran ialah bagaimanakah sebagian besar orang

dalam masyarakat bersikap tindak dalam suatu keadaan yang nyata-nyata terjadi.

Culpa dibedakan menjadi culpa levissima berarti kealpaan yang ringan sedangkan

culpa lata adalah kealpaan besar, didalam ilmu pengetahuan dikenal kealpaan

yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Keaalpaan yang disadari itu dapat

digambarkan bila seorang yang menimbulkan delik tanpa sengaja dan telah

48

Andi Hamzah, Op.Cit., hal 125 49

(47)

berusaha menghalangi akibat yang terjadi, akan tetapi walaupun demikian

akibatnya tetap timbul jua, sedangkan pada kealpaan yang tidak disadari, orang

yang bersikap tidak membayangkan akibat yang timbul, padahal ia seharusnya

membayangkan. 50

3. Ketentuan Tindak Pidana terhadap Nyawa (Pembunuhan) yang dapat

dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya

Pengertian tentang menghilangkan nyawa orang lain oleh Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana disebut sebagai suatu pembunuhan. Untuk menghilangkan

nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu

rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan

catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa

meninggalnya orang lain tersebut.51

a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338)

Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut Kejahatan

terhadap nyawa yang dimuat KUHP adalah sebagai berikut:

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembuhan)

dalam bentuk pokok, dimuat dalam Pasal 338 yang rumusannya adalah:

“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum

karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara

selama-lamanya lima belas tahun”.

R.Soesilo memberikan penjelasan mengenai pasal 338 KUHP ini yaitu

sebagai berikut:

50

C.S.T Kansil at all, Op.Cit., hal 53-54 51

(48)

1. kejahatan yang dinamakan .,makar mati” atau .,pembunuhan” (doodslag)

disini diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain,

sedangkan kematian tidak dimaksud, tidak masuk dalam pasal ini,

mungkin masuk pasal 359 ( karena kurang hati-hatinya menyebabkan

matinya orang lain) atau pasal 351 sub 3 (penganiayaan biasa, berakibat

matinya orang lain) atau pasal 353 sub 3 (penganiayaan dengan

direncanakan terlebih dahulu, berakibat mati), pasal 354 sub 2

(penganiayaan berat berakibat mati) atau pasal 355 sub 2 (penganiayaan

berat dengan direncanakan lebih dahulu berakibat mati).

2. Sebaliknya pembunuhan itu harus dilakukan segerasesudah timbul maksud

untuk membunuh itu, tidak dengan dipikir-pikir lebih panjang.

b. Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339)

Tindak pidana pembunuhan ini disebutkan dengan pemberatan kaena

diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lainnya. Pembunuhan ini adalah

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, yang berbunyi:

“Pembunuhan yang diikuti,disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu paling lama 20 tahun.”

Apabila rumusan tersebut diperinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Semua unsur pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP

(49)

c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud: mempersiapkan tindak pidana

lain, untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain dan dalam hal

tertangkap tangan ditujukan untuk menhindarkan diri sendiri maupun

peserta lainnya dari pidana serta untuk memastikan penguasaan benda

yang diperoleh secara melawan hukum (dari tindak pidana lain itu).

Unsur diikuti, disertai atau didahului terletak di belakang kata

pembunuhan dan unsur tersebut diartikan sebagai sebuah kesengajaan

menghilangkan nyawa orang lain, adapun unsur-unsur oogmerk atau maksud juga

terletak di belakang kata pembunuhan, maka itu berarti bahwa di samping

unsur-unsur itu harus didakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa dan

dibuktikan di persidangan (karena ia meliputi unsur opzet )52

c. Pembunuhan berencana (Pasal 340)

Tindak pidana pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi 2 macam tindak

pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa dalam bentuk pokok

(338) dan yang lain adalah tindak pidana lain (selain pembunuhan). Tindak pidana

lain itu harus terjadi, tidak boleh baru percobaannya.

Pembunuhan dengan rencana lebih dulu ini adalah pembunuhan yang paling

berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia,

diatur dalam Pasal 340 yang rumusannya adalah:

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana,

52

Gambar

Tabel 163
Tabel 2
Tabel 364
Tabel 466

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi kinerja ruas jalan akibat aktivitas samping jalan di sekitar pasar untuk mengetahui kinerja jalan akibat adanya hambatan samping

Dari penuturan Ibu Narti, beliau mengelola usaha dengan baik, menyetok barang tiap hari dari sales yang datang, menjaga kualitas barang dengan baik, tida rusak dan tidak

Karena luasnya cakupan Institusi Keuangan Islam yang dijadikan objek diterapkannya pedoman Good Corporate Governance, maka penelitian ini dibatasi pada Bank Umum

Dengan melihat kondisi angin yang seperti ini bisa dikatakan pada tanggal 9 November 2017 hujan berpotensi turun dalam waktu yang cukup lama sebab pergerakan angin seperti mendapat

Calon nasabah yang telah disetujui pengajuan pembiayaannya oleh Rapat Komite Pembiayaan, diwajibkan membuka rekening pada BPRS Dana Amanah, guna kelancaran transaksi yang

Gambarkan sketsa nya. Selang interval yang memenuhi adalah irisan dari kedua selang interval yaitu ……….. Gambarkan sketsa nya. Selang interval yang memenuhi adalah irisan dari

This research was aimed at proving that team word-webbing was effective for teaching narrative writing at the eighth grade students of SMP Negeri 2 Jeruklegi in

< = 0,05 (0,026 < 0,05) hal ini menunjukkan H 0 ditolak dan H 1 diterima, dengan tingkat kepercayaan 95 % dikatakan bahwa rata-rata nilai hasil belajar peserta didik