BAB I PENDAHULUAN
G. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur. Dimana penulis membagi menjadi beberapa bab dan masing- masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pada bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Dalam bab ini menguraikan tentang pengertian screening, peraturan tentang screening, pandangan akademisi dan praktisi
terhadap proses screening saham syariah, lembaga-lembaga dalam pasar modal syariah.
BAB III : Dalam bab ini membahas tentang: defenisi financial screening dan landasan regulasinya , urgensi kebutuhan financial screening, aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan screening dalam pasar modal syariah.
BAB IV : Dalam bab ini menguraikan tentang: konsep bagi hasil, sistem bagi hasil atau prinsip pembagian hasil usaha, perbedaan bagi hasil dengan riba, pelaksanaan sistem bagi hasil dan hubungannya dengan financial screening.
BAB V : Sebagai bab kelima adalah kesimpulan dan saran yang diambil berdasarkan materi dari skripsi ini.
A. Screening dalam Pasar Modal Syariah
Kemunculan produk syariah pertama kali di pasar modal Indonesia ditandai dengan diluncurkannya Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Pada akhir tahun 2000, PT Bursa Efek Jakarta bekerjasama dengan PT.
Danareksa Management Indonesia mengeluarkan Jakarta Islamic Index yang merupakan indeks terakhir yang terdiri indeks dari 30 saham paling likuid dan memenuhi kriteria syariah sesuai ketentuan Dewan Syariah Nasional (DSN). Pada 14 Maret 2003 produk pasar modal syariah dinyatakan hadir di Indonesia. Salah satunya yaitu saham yang banyak diperdagangkan dan menjadi daya tarik investor. Saham- saham yang diperdagangkan adalah saham- saham yang telah melalui proses screening berdasarkan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bapepam-LK dan DSN-MUI menjadi pijakan dukungan yang kuatterhadap pengembangan pasar modal berbasis prinsip syariah di Indonesia.
Saham merupakan instrumen keuangan perusahaan di pasar modal, selain saham juga merupakan bukti dari kepemilikan saham atas perusahaan sedangkan saham syariah merupakan saham yang berjalan sesuai dengan prinsip syariah atau tidak bertentangan dengan aturan agama Islam, yang bersumber dari Al-Quran,
Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan ijtihad para Ulama. Perusahaan yang menginginkan sahamnya menjadi syariah tentu harus melalui proses screening saham syariah, Screening saham syariah mengalami perkembangan pada tahun 2001 kriteria screening saham syariah hanya memperhatikan satu kriteria yaitu kegiatan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.. Kemudian mulai berkembang lagi yaitu pada tahun 2007 terbitlah Daftar Efek Syariah (DES).
Seiring dengan kuantitas peminat dari pasar modal syariah, maka kriteria saham syariah juga mengalami perkembangan, terbukti di tahun 2012 dikeluarkan Peraturan Bapepam LK No.II.K.I tentang Kriteria Penerbitan Daftar Efek Syariah, melalui Keputusan Bapepam-LK terbaru No. KEP-208/BL/2012 tertanggal 24 April 2012 terjadi perubahan rasio dimana rasio yang diberlakukan pada tahun2012 yaitu total hutang berbasis bunga yang dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% sedangkan sebelumnya melalui Peraturan Bapepam LK II.K.I tahun 2007 dengan No. KEP-314/BL/2007 menggunakan total hutang berbasis bunga yang dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82%. Perubahan kriteria tersebut menyebabkan adanya kelonggaran dalam kriteria kuantitatif saham syariah di Indonesia Di Indonesia prinsip- prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah atau non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip- prinsip syariah.41
Untuk memberikan jaminan apakah suatu perusahaan telah sesuai syariah atau belum, saham harus diseleksi terlebih dahulu atau dikenal dengan istilah
41http://hukumonline.com diakses tanggal 9 Maret 2020.
shariah screening.42Screening saham syariah di Indonesia menghasilkan indeks saham Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Saham- saham yang masuk kedalam indeks ini adalah saham yang memenuhi kriteria saham syariah sebagaimana ditetapkan DSN- MUI dan Bursa Efek. Selanjutnya dari indeks ISSI disaring 30 saham yang memiliki kinerja terbaik untuk dimasukkan kedalam Jakarta Islamic Index (JII).43 Dalam proses screening saham syariah pada dasarnya dilakukan pada dua tahap, yaitu: Core Business Screening dan Financial Ratio Screening.44 Core Business Screening mengacu pada kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan emiten yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah sedangkan Financial Ratio Screening adalah penyaringan yang dilakukan terhadap rasio keuangan perusahaan emiten.
Lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di pasar modal syariah adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK merupakan lembaga independen yang disahkan pada tahun 2011. OJK menggantikan fungsi pengaturan dan pengawasan Bapepam-LK sebelumnya. Oleh karena itu, peraturan mengenai pasar modal syariah yang sebelumnya diatur oleh Bapepam-LK telah diganti dengan peraturan dari OJK.Dengan demikian peraturan tentang screening telah diatur dalam peraturan OJK diantaranya Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang
42M. Ardiansyah, dkk. Telaah Kritis Model Screening Saham Syariah Menuju Pasar Tunggal ASEAN,‟‟ Ijtihad, Vol. 16 No. 2 (2016), hal. 199.
43Egi Arvian Firmansyah, “Seleksi Saham Syariah : Perbandingan antara Bursa Saham Indonesia dan Malaysia,” Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol. 1 (Juni 2017), hal. 2.
44Muhammad Yafiz, “ Saham dan Pasar Modal Syariah: Konsep, Sejarah dan Perkembangannya,” MIQOT, Vol. XXXXII No. 2 (2008), hal. 240.
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.45 Dalam Pasal 2 dijelaskan beberapa kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar Modal. Salah satu diantaranya adalah, “Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat”.46 Pada lampiran penjelasan peraturan OJK tidak dijelaskan batasan- batasan dalam hal mudarat. Sementara dalam implementasinya, terjadi penyempitan kata “mudarat” khususnya mengenai emiten yang listing47 di Pasar modal syariah. Menurut Ngapon (staf bagian riset Bapepam) salah satu syarat dipilihnya emiten ialah perusahaan yang bentuk usahanya tidak menyebabkan kemudaratan seperti pabrik rokok.48 Disini kata mudarat cenderung dimaknai sebagai perusahaan rokok saja. Padahal dari beberapa Perusahaan yang listing di Pasar Modal Syariah terdapat jenis usaha yang secara umum mengandung kemudaratan, misalnya usaha pertambangan dan jenis usaha lain yang mengakibatkan terjadinya perambahan hutan secara liar.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan perubahan daftar efek syariah (DES) terbaru untuk periode 1 Desember 2019 yang masuk dalam konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) berdasarkan hasil review dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan melakukan review anggota ISSI
45Ahmad Dahlan Manik, “ Analisa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Berinvestasi di Pasar Modal Syariah melalui Bursa Galeri Investasi UISI,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 3 No. 1 (Januari- Juni 2017), hlm.64.
46Pasal 2 ayat (1) Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
47Listing adalah istilah pendaftaran saham di bursa agar saham tersebut dapat diperdagangkan di pasar uang secara legal atau resmi. Lihat Ismanthono, W Henricus, Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis...,hlm. 185.
48Putri Yumettsari dkk, “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Saham Syariah dan Non Syariah (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdapat di BEI Periode 2003- 2005),” Jurnal Undip, hlm. 2.
dua kali setiap tahun yaitu bulan Mei dan November. ISSI yang diluncurkan pada 12 Mei 2011 adalah indeks komposit saham syariah yang tercatat di BEI dan ISSI ini juga merupakan indikator dari kinerja saham syariah di Indonesia.
Konstituen ISSI adalah seluruh saham syariah yang tercatat di BEI dan masuk kedalam DES yang diterbitkan oleh OJK artinya BEI tidak melakukan seleksi saham syariah yang masuk kedalam ISSI. Untuk periode 1 Desember 2019 yang mengagetkan ada 26 saham yang keluar dari penghitungan ISSI dan nama- nama emitennya juga bisa dikatakan punya likuiditas cukup bagus di pasar saham dalam negri dan masuk kategori saham blue chips diantaranya: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Garuda Indonesia Tbk (GIIA), PT Timah Tbk (TINS), PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) dan PT Indika Energy Tbk (INDY). Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor Kep-76/D.04/2019, berikut nama 26 emiten yang dikeluarkan dari ISSI setelah melalui proses screening.
Plantations Tbk 17 NATO Nusantara Properti International Tbk
Developments Tbk 20 SDPC Millenium Pharmacon International Tbk
10 HITS Humpuss Intermoda
Transportasi Tbk 23 SQMI Wilton Makmur Indonesia Tbk
11 INDY Indika Energy Tbk 24 SRTG Seratoga Investama Sodaya Tbk
12 JKSW Jakarta Kyoei Steel
Works Tbk 25 TINS Timah Tbk
13 LAND Trimitra Propertindo
Tbk 26 TIRT Tirta Mahakam
Resources Tbk
. Metode perhitungan ISSI mengikuti metode perhitungan indeks saham BEI lainnya, yaitu rata- rata tertimbang dari kapitalisasi pasar dengan menggunakan Desember 2007 sebagai tahun dasar perhitungan ISSI. Berdasarkan keputusan OJK, ada 31 saham baru yang masuk dalam perhitungan ISSI, saham- saham yang masuk perhitungan ISSI menggantikan daftar saham sebelumnya yang tercantum dalam pengumuman BEI Nomor Peng-00550/BEI.POP/11-2019 tanggal 22 November 2019.
Daftar saham tersebut berlaku efektif mulai Desember 2019 sampai dengan review DES berikutnya oleh OJK. Selain ISSI, indeks saham syariah lainnya yakni Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan indeks saham syariah yang pertama kali diluncurkan di pasar modal Indonesia 3 Juli 2000. Konstituen JII hanya terdiri dari 30 saham syariah yang paling likuid yang tercatat di BEI.
Sama seperti ISSI, review saham syariah yang menjadi konstituen JII dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun yaitu Mei dan November dan mengikuti jadwal review DES oleh OJK.49
49http/www. Cnbc Indonesia. Com diakses tanggal 20 Februari 2020.
B. Peraturan Tentang Screening dalam Pasar Modal Syariah
Produk syariah dinyatakan hadir di Indonesia pada 14 Maret 2003, dimana saham- saham yang telah melalui proses screening berdasarkan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bapepam-LK dan DSN-MUI menjadi pijakan dukungan yang kuat terhadap pengembangan pasar modal berbasis prinsip syariah di Indonesia.50 Proses screening bertujuan untuk mengidentifikasi saham- saham yang melanggar prinsip- prinsip syariah seperti riba, perjudian (maysir) dan ketidakpastian (gharar).51 Kriteria halal dan haram merupakan kriteria mendasar dan bersifat mutlak bagi setiap emiten agar dapat menjadi saham syariah. Kriteria setiap negara tentunya bisa saja berbeda karena merupakan keputusan mutlak oleh dewan syariah pada masing- masing negara.
Objek usaha investasi pada pasar modal di Indonesia berdasarkan Keputusan DSN- MUI dan dilanjuti dengan keputusan ketua Bapepam-LK Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal pada Pasal 3 ayat 2 terhadap jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip- prinsip Syariah dan Keputusan Ketua Bapepam-LK No.
50Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2012). hlm. 114. Lihat juga Bapepam dan LK, “Sejarah Pasar Modal Syariah,” http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah _pasar_modal_syariah.html. (artikel diakses 07 februari 2020).
51Elfakhani, S and Hassan, MK 2005, “Performance of Islamic Mutual Funds, paper Presented of Economics Research Forum,” The 12 Annual Conference, 19-21 Desember 2005, Kairo.
181/BL/200952 tentang Penerbitan Efek Syariah dengan lampiran pada Angka 1 huruf b Peraturan IX.A.13.
Kriteria Screening menurut Fatwa DSN-MUI dan Bapepam-LK Terhadap Kegiatan Bertentangan Dengan Syariah:53 tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi
b. Lembaga keuangan konvensional termasuk perbankan dan asuransi konvensional karena mengandung ribawi
c. Perdagangan yang dilarang menurut syariah
d. Produsen, distributor serta pedagang makanan dan minuman yang haram terhadap kriteria usaha emiten yang bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, investor muslim dapat menginvestasikan dananya pada proyek pembangunan di sektor rill atau perdagangan yang diperbolehkan oleh syariah kecuali industri yang memproduksi barang haram, misalnya industri perjudian, lembaga keuangan konvensional, produsen, distributor serta pedagang makanan dan minuman yang haram dan sebagainya.
52Sebelumnya Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-130/BL/2006 yang kemudian direvisi
53Data diolah oleh penulis dari Fatwa DSN-MUI dan Bapepam-LK
C. Pandangan Akademisi dan Praktisi Terhadap Proses Screening Saham Syariah
Secara umum proses screening terdapat dua aspek yang harus dipenuhi emiten agar perusahaannya dapat masuk indeks saham syariah, yaitu aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif meliputi kriteria objek usaha, apakah perusahaan tersebut bergerak dalam sektor yang dilarang dengan unsur – unsur riba, gharar dan maisir sedangkan aspek kuantitatif(rasio keuangan) yaitu melihat perbandingan antara total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset dan membandingkan total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dengan pendapatan.54
Permasalahan yang timbul dan memunculkan pedebatan dikalangan akademisi dan praktisi Islam adalah persoalan screening terhadap emiten yang terdaftar pada indeks saham syariah. Taqiyuddin Al-Nabhani dalam bukunya, An-Nizam Al-iqtishadhi fil Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam),55 mengungkapkan bahwa transaksi saham dianggap batal secara hukum, karena yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham di pasar modal tanpa perundingan atau negosiasi apapun dengan perusahaan. Hal ini diperkuat oleh Yusuf Al- Sabatin yang mengatakan bahwa dalam masalah transaksi saham tidak tepat menggunakan analisis mashalah mursalah. Apalagi menurutnya bahwa maslahah mursalah adalah sumber hukum
54Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.04/2017 Pasal 2 Ayat (1)
55Taqiyuddin Al-Nabhani (2004), An- Nizam Al- Iqtishadhi fil Islam. Beirut: Dar el Ummah. hlm. 3.
yang lemah, karena tidak dilandaskan pada dalil yang qat’i maksudnya adalah bahwa ketentuannya sudah pasti dan mengikat.56
Pernyataan dari kedua ulama diatas bertolak belakang dengan pemikiran Gholamreza Zandi.57 menurutnya bahwa di setiap negara pasar modal sangat penting sebagai salah satu penggerak perekonomian suatu negaara. Oleh karena itu, sistem pasar ekuitas harus diawasi dengan benar. Metodologi screening adalah salah satu elemen penting dalam melakukan pengawasan terhadap emiten di pasar modal yang perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu.58 Hal ini disebabkan, status saham pada sebuah negara akan mempengaruhi terhadap keputusan investor terutama investor Muslim untuk berinvestasi. Zamir Iqbal berpendapat bahwa meskipun ada unsur gharar transaksi saham di pasar modal, karena semua transaksi itu didasarkan kepada analisis fundamental variabel ekonomi dan merupakan subjek level ketidakpastian yang dapat diterima dalam artian bukan sepenuhnya spekulasi murni. Bahkan ia menegaskan bahwa pada dasarnnya konsep pasar saham sudah sesuai dengan prinsip syariah, hanya saja tidak semua bisnis yang terdaftar pada pasar saham sepenuhnya sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, penting dilakukan screening terhadap emiten yang melanggar dari aturan hukum Islam. Permasalahan ini tentunya sebagai tantangan bagi perkembangan pasar modal Islam.
56Yusuf Al- Sabatin. (2002). Al-Buyu’ Al- Qadimah wa Amu’asirah wa Al-Burshat Al Mahaliyyah wa Al- Duwaliyyah. Beirut: Dar el Bayariq. hlm. 53.
57Gholamreza Zandi, dkk. (2014). Stock Market Screening: An Analogical Study on Conventional and Shariah- Complaint Stock Markets. Asian Social Science, 10 (22). Hal.Social Science, 10 (22). hlm. 270.
58http://jurnal. Staialhidayahbogor. ac. Id/ Jurnal_Ekonomi_dan_Bisnis_Islam (diakses pada tanggal 10 februari 2020).
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Sami Al- Suwaliem yang mengemukakan bahwa pasar modal syariah sudah sesuai dengan prinsip syariah, Lebih lanjut ia menggambarkan, bahwa transaksi dalam pasar modal syariah, berbeda dengan permainan judi yang mengandung unsur spekulatif. Dalam permainan lotre misalnya, kemungkinan menang kepada kedua belah pihak yang bermain adalah mustahil, karena ia merupakan a zero sum game, dimana yang menang adalah salah satu pihak dan yang lain dirugikan, sedangkan dalam, stock market semua partisipan mempunyai peluang yang sama untuk menang.59
M. A. Mannan menyebutkan pasar sekuritas Islam dimungkinkan untuk dibangun dengan mengevaluasi praktik pasar sekuritas konvensional yang bertentangan dengan prinsip syariah. Inti dari ekonomi Islam adalah ekonomi dengan bagi hasil. Oleh karena itu, kerangka pasar sekuritas Islam dapat dibangun atasa dasar sejumllah konsep akad muamalah seperti musyarakah mudhabarah, murabahah dan salam. M. Sli El- Ghari menyatakan bursa saham merupakan salah satu lembaga intermediasi keuangan paling vital dalam ekonomi modern.
Fungsinya melengkapi lembaga lain seperti bank komersial, perusahaan asuransi dan lembaga lainnya.60 Lebih lanjut M. Ali El- Ghari menyebutkan empat fungsi dari bursa efek, yaitu:
1. Instrumen yang mampu menarik tabungan dan mengawahkannya untuk tujuan investasi
59Refky Fielnanda, Konsep Screening Saham Syariah di Indonesia (http://www.researchgate.net diakses tanggal 08 Maret 2020)
60M. Ali El- Ghari. (1993). Towards an Islamic Stock Market. Islamic Economic Studies Journal, 1 (1), hlm. 3.
2. Preferensi penabung dan investor dapat disesuaikan dengan likuiditas dan resiko;
3. Resiko investasi dapat dinilai dan;
4. Tersedia alat yang efektif untuk mengevaluasi kinerja emiten serta terdapat fasilitas informasi untuk berinvestasi.61
Self Tag-El-Din menjelaskan isu utama perbedaan pengembangan pasar modal syariah dengan konvensional yaitu berhubungan dengan penghapusan riba (bunga) dan gharar.62 Penghapusan riba dari ekonomi Islam juga akan membantu meminimalkan penjualan spekulatif(Penjualan sebagian aset secara kolektif dengan hitungan global tanpa mengetahui ukuran dan jumlahnya secara rinci) sehingga melindungi investor. Berdasarkan ketentuan,63 perbandingan antar total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% dan perbandingan total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa emiten yang terdaftar pada indeks saham syariah diperbolehkan menggunakan hutang berbasis bunga dan memperoleh pendapatan bunga.
Berkaitan dengan hal tersebut, Sofyan Safri Harahap menyatakan di masa yang akan datang, secara perlahan diharapkan kompromi ini dapat dihapuskan jangan sampai terus menjadi perdebatan di kalangan intelektual. Sebagai langkah yang digunakan dalam rangka kompromi tersebut yaitu melakukan proses pemurnian terhadap pendapatan agar tidak terjadi keraguan atas pendapatan yang
61 Ibid., hlm. 109.
62Seif I. Tag El- Din. (2007). Capital Money Market of Muslims: The Emerging Experience in Theory and Practice. KyotoBulletin of Islamic Area Studies, 1(2). hlm. 69.
63Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.04/2017 Pasal 2 ayat (1).
mungkin tercampur dengan yang non halal. Karena dalam Islam disyaratkan bahwa yang halal harus dipisahkan dengan yang haram agar terpenuhi kriteria investasi yang berprinsipkan syariah tersebut.
D. Lembaga- Lembaga dalam Pasar Modal Syariah 1. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Pasar modal syariah dapat memiliki sturktur yang sama dengan pasar modal konvesional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara pasar modal syariah dan pasar modal konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional pasar modal dan produk- produknya agar sesuai dengan garis- garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dan setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional pasar modal sehari- hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi yang berlaku dalam pasar modal syariah sangat khusus jika dbanding dengan pasar modal konvensional.
Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional.64
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (setiap tahun) bahwa pengawasannya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report). Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
2. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing- masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing- masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri tetapi juga diwaspadai . Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing- masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah.65 Oleh karena itu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga
64Pembahasan lebih lanjut tentang tugas dan fungsi DPS pada lembaga keuangan Islam International, lihat AAOIFI, Accounting and Auditing and Governance Atandarts for Islamic Financial Institution,
65Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001). hlm. 31-33.
keuangan termasuk didalamnya bank syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Julli tahun yang sama.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Julli tahun yang sama.