• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS MENGENAI BATAS MINIMUM BAGI HASIL DALAM FINANCIAL SCREENING PASAR MODAL SYARIAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS MENGENAI BATAS MINIMUM BAGI HASIL DALAM FINANCIAL SCREENING PASAR MODAL SYARIAH SKRIPSI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

LUSY SRI DEVI SITORUS NIM : 160200404

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***iii

Dalam pasar modal syariah setiap transaksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.Pasar modal syariah melarang setiap transaksi yang mengandung usur ketidakjelasan dan instrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) disertai dengan mengumpulkan peraturan dalam pasar modal syariah yang berhubungan dengan kegiatan atau transaksi dalam pasar modal syariah terutama dalam hal menentukan hal atau tidaknya efek yang diperdagangkan dalam setiap transaksi dan utamanya adalah untuk menghindari unsur ribawi.

Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, tersier dan ketiga data tersebut dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam sistem bagi hasil pemilik modal dan pengelola keuangan sama- sama mendapatkan keuntungan dengan persentase keuntungan shahibul maal adalah sebesar 60% dan keuntungan yang diperoleh mudharib 40% sesuai dengan prinsip mudhabarah.

Walaupun nantinya asih terdapat adanya keuntungan non halal namun perlu ditegaskan kembali bahwa dalam Al-Quran surat Al- Baqarah ayat 275 yang menyatakan bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba sehingga berpedoman kepada hal tersebut lah maka setiap keuntungan yang diterima dari kegiatan atau transaksi yang berlandaskan syariah disebut dengan bagi hasil. Dalam pasar modal syariah mengenai riba maka akan disaring dengan menggunakan metode kuantitatif (financial screening) yaitu untuk menyaring unsur ribawi dalam transaksi yang dilakukan pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) dalam pasar modal syariah. Dalam hal ini juga sangat dibutuhkan peran Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) sebagai pengawas dalam kegiatan di pasar modal syariah dan sudah sepatutnya pun DSN-MUI masuk kedalam tata peraturan perundang- undangan agar legitimasi nya semakin kuat dan harus diperjelas dalam peraturan DSN-MUI atau peraturan lain dalam pasar modal syariah yang terkait dengan penyaringan klausa- kalusa yang dianggap haram.

Kata Kunci : Pasar Modal Syariah, Financial Ratio Screening, Ribawi

*Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Adapun skripsi ini berjudul sebagai berikut: “Analisis Yuridis Mengenai Batas Minimum Bagi Hasil Dalam Financial Screening Pasr Modal Syariah”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun dimasa yang akan datang.

Penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, motivasi, dan dukungan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan Terimakasih yang tak terhingga kepada Kedua orangtua penulis, Bapak tercinta Eddy Parlin Sitorus dan Mamak tercinta Citra Dewi Situmorang yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan motivasi penulis hingga mencapai gelar Sarjana ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H. M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini, serta mengajarkan berbagai hal yang bermanfaat bagi penulis.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, serta memberikan berbagai pengarahan yang bermanfaat bagi penulis .

9. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar, serta segenap Sivitas Akademika di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu, nasihat, dan melayani urusan administrasi.

10. Keluarga besar Penulis, terkhusus kepada Kakak kandung penulis Christina Sitorus, S.KM yang telah membantu penulis untuk kelancaran penelitian ini

(6)

Universitas Sumatera Utara yang telah menjadi wadah penulis untuk berkompetisi dan mengajarkan banyak ilmu hukum untuk mendukung proses perkuliahan penulis hingga akhir.

12. Abang, Sahabat dan Kekasih terbaik Briptu Septo Zebua yang selalu menemani dan memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini serta bersedia membantu penulis dalam bertukar pikiran dan terimakasih untuk selalu ada dalam susah maupun senang.

12. Keluarga Bapak T. Zebua dan Ibu R. Siregar yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam pengerjaan skripsi kepada penulis.

13. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi) Stambuk 2016.

14. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

Medan, Maret 2020 Penulis

Lusy Sri Devi Sitorus Nim.160200404

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

1. Bagaimana konsep tentang screening di dalam pasar modal syariah? ... 9

2. Bagaimana aturan tentang financial screening di dalam pasar modal syariah? ... 9

3. Bagaimana kaitan financial screening dengan sistem bagi hasil dalam pasar modal syariah?. ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metode Penelitian ... 18

F. Keaslian Penulisan ... 22

G. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SCREENING DALAM PASAR MODAL SYARIAH... 26

A. Defenisi Screening dalam Pasar Modal Syariah ... 26

B. Peraturan Tentang Screening dalam Pasar Modal Syariah 32 C. Pandangan Akademisi dan Praktisi Terhadap Proses Screening Saham Syariah ... 34

D. Lembaga- lembaga dalam Pasar Modal Syariah ... 38

BAB III PERATURAN TENTANG FINANCIAL SCREENING DALAM PASAR MODAL SYARIAH... 44

A. Defenisi Financial Screening ... 44

B. Urgensi Kebutuhan Financial Screening dalam Pasar Modal Syariah ... 46

(8)

C. Aturan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Financial

Screening dalam Pasar Modal Syariah ... 49

BAB IV SISTEM BAGI HASIL DALAM PASAR MODAL SYARIAH DAN PENERAPANNYA DALAM FINANCIAL SCREENING ... 55

A. Konsep Bagi hasil dalam Pasar Modal Syariah ... 55

B. Sistem Bagi Hasil atau Prinsip Pembagian Hasil Usaha 68 C. Perbedaan antara Bagi Hasil dengan Riba ... 71

D. Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil dan Hubungannya dengan Financial Screening ... 79

BAB V PENUTUP ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar modal dalam arti luas adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka menengah dan panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas.1 Pasar modal merupakan tempat penawaran dan permintaan surat berharga. Di tempat inilah para pelaku pasar yang punya kelebihan dana (investor) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten. Pihak emiten yang membutuhkan dana menawarkan surat berharga dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas di pasar modal. Dengan demikian, secara umum dapat dipahami bahwa pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang membutuhkan modal (emiten) dan pihak yang memiliki modal (investor) dalam rangka penggunaan modal tersebut. Sementara itu, pasar modal syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah, setiap transaksi surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam2.

Maksud dari prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip hukum Islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa yang ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK atau sekarang yang disebut OJK maupun fatwa DSN- MUI.

1Yulfasni, Hukum Pasar Modal ( Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005), hlm. 1.

2Sumantoro, Pasar Modal Syariah dan Praktik Pasar Modal Syariah ( Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 34.

(10)

Membahas tentang pasar modal syariah tentunya tidak lepas dari yang dinamakan prosedur screening, dimana efek yang hendak diperdagangkan itu terlebih dahulu di screening apakah masuk dalam kategori halal ataupun sebaliknya3. Screening saham syariah di Indonesia menghasilkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Saham- saham yang masuk kedalam indeks ini adalah saham yang memenuhi kriteria saham syariah sebagaimana ditetapkan DSN-MUI dan bursa efek. Selanjutnya, dari indeks ISSI disaring 30 saham yang memiliki kinerja terbaik untuk dimasukkan kedalam Jakarta Islamic Index (JII). Dalam kerangka kegiatan pasar modal syariah selain terdapat Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berfungsi sebagai pusat referensi atas semua aspek-aspek syariah yang ada dalam kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa- fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah dan kegiatan lain yang berhubungan dengan efek syariah.Agar dapat masuk ke dalam JII tentunya harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan standar penyaringan yang dikenal dengan istilah Screening.

Kegiatan screening saham syariah juga diatur oleh OJK. Di antaranya dengan dikeluarkan Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.4 Dalam Pasal 2 disebutkan beberapa kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar Modal.

3Ibid..

4Ahmad Dahlan Manik, “ Analisa Faktor- faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Berinvestasi di Pasar Modal Syariah melalui Bursa Galeri Investasi UISI,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 3 No. 1 (Januari- Juni 2017), hlm. 64.

(11)

Salah satu diantaranya adalah “Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.5 Pada lampiran penjelasan peraturan OJK tidak dijelaskan batasan dalam hal mudarat. Sementara dalam implementasinya, terjadi penyempitan makna kata “mudarat”. Khususnya mengenai emiten yang listing 6di Pasar Modal Syariah. Menurut Ngapon (Staf bagian riset Bapepam) salah satu syarat dipilihnya emiten adalah perusahaan yang badan usahanya tidak menyebabkan kemudaratan seperti pabrik rokok.7 Disini kata “mudarat”

cenderung dimaknai sebagai perusahaan rokok saja. Padahal dari beberapa perusahaan yang listing di Pasar Modal Syariah terdapat jenis usaha yang secara umum mengandung kemudaratan, misalnya usaha pertambangan dan jenis usaha lainnya yang mengakibatkan perambatan hutan secara liar.

Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor Kep- 59/D.04/2017 tentang Daftar Efek Syariah, terdapat 360 perusahaan yang listing dalam Daftar Efek Syariah (DES) periode Desember 2017-Mei 2018.8 Sementara itu, 32 perusahaan diantaranya merupakan perusahaan pertambangan. Jumlah ini mengalami peningkatan dari periode sebelumnya yang

5Pasal 2 ayat (1) Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

6Listing adalah istilah pendaftaran saham di bursa agar saham tersebut diperdagangkan dipasar uang secara legal atau resmi. Lihat Ismanthono, W Henricus, Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis, hlm. 185.

7Putri Yumetsari dkk, “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Antara Saham Syariah dan Saham Non Syariah (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdapat di BEI Periode 2003- 2005), “ Jurnal Undip, hlm. 2.

8Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor Kep-59/D.04/2017 tentang Daftar Efek Syariah.

(12)

hanya 25 emiten.9 Artinya, diantara para emiten dalam DES terdapat beberapa usaha yang memungkinkan adanya mudarat yang lebih besar jika tidak diawasi dengan seksama, bahkan jumlahnya pun terus meningkat. Kemudaratan ini khususnya dibidang lingkungan hidup. Sebagaimana operasi pertambangan yang dilakukan di Indonesia seringkali menimbulkan berbagai dampak negatif.10

Menurut KH. Zarkasyi Harbi (Ulama Kalimantan Selatan), mudarat adalah kebalikan dari maslahat yakni apa saja yang merusak (fasad) pasti akan menimbulkan mudarat.11 Karena mudarat adalah kata inti yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram dalam setiap perilaku yang merusak lingkungan.12 Misalnya aktivitas perusahaan terhadap hutan dan pengelolaan tambang yang mendatangkan devisa, padahal dalam waktu yang sama membawa dampak kerusakan lingkungan sehingga disini mucul permasalahan tentang bagaimana pemaknaan kata “mudarat” dalam melakukan proses screening untuk menentukan saham syariah di Pasar Modal Syariah.

Screening pada dasarnya dilakukan pada dua aspek, yaitu: Core Business Screening dan Financial Ratio Screening13. Kedua aspek screening ini telah diatur oleh Fatwa DSN MUI. Core Business Screening atau penyaringan kegiatan bisnis diatur dalam Fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001, Pasal 8 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah dan Fatwa DSN MUI No.

9Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor Kep- 19/D.04/2007 tentang Daftar Efek Syariah.

10Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Amanah, 2006). hlm.

142.

11Sukarnii, Fikih Lingkungan HidupPerspektif Ulama Kalimantan Selatan (Jakarta:

Kementrian Agama RI, 2011), hlm. 168.

12Ibid.,hlm. 130.

13Sutedi Andrian, Pasar Modal Syariah. Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 74.

(13)

40/DSN-MUI/X/2003, pasal 4 ayat 3 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Di dalam kedua fatwa ini dijelaskan bahwa core business atau kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah seperti di antaranya; pertama, usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; kedua, usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional; ketiga, usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; dan keempat, usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Sedangkan Financial Ratio Screening atau penyaringan rasio keuangan diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001, Pasal 10 yang menyebutkan bahwa suatu emiten tidak layak untuk diinvestasikan apabila;

pertama, struktur hutang terhadap modal sangat bergantung kepada pembiayaan dari hutang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsur riba; kedua, suatu emiten memiliki nisbah hutang terhadap modal lebih dari 82%

(hutang 45%, modal 55 %). Saham-saham yang diperdagangkan sesuai dengan kriteria syariah mensyaratkan batasan maksimal hutang ribawi 45% dari modal dan total pendapatan bunga atau pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain- lain tidak lebih dari 10%. Dengan kriteria tersebut sekaligus sebagai saringan bagi kesehatan perusahaan, karena mitigasi pembiayaan dari pasar modal syariah lebih jelas dalam menyeleksi objek pembiayaan. Kemudian dari sisi modal, perusahaan yang

(14)

memiliki modal sendiri lebih dominan dibanding hutangnya, maka perusahaan tersebut akan memiliki tingkat kesehatan keuangan uang lebih tinggi daripada yang tidak.

Metode screening yang pada dasarnya memiliki dua kriteria dan harus dipenuhi perusahaan agar dapat menjadi perusahaan syariah yaitu business screening (kriteria obyek usaha) dan financial screening (akuntansi). Kriteria business screening berkaitan dengan aktivitas dan objek usaha dari perusahaan yang menerbitkan saham. Obyek usaha emiten (perusahaan) merupakan aktivitas utama yang dijalankan oleh setiap emiten dan tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah. Kriteria tersebut bersifat mutlak dan paling mendasar bagi setiap emiten agar dapat dikategorikan sebagai saham syariah. Halal dan haram merupakan kriteria mendasaryang harus dipenuhi oleh emiten. Kriteria tersebut merupakan keputusan yang ditetapkan oleh dewan syariah masing-masing negara.

Sedangkan, kriteria financial screening merupakan kriteria yang diperuntukkan pada aspek keuangan perusahaan yang terdiri dari aspek kas, utang, piutang dan pendapatan perusahaan. Kriteria yang dipergunakan masing-masing negara berbeda dengan negara lainnya dengan melihat kondisi emiten maupun keputusan dewan syariah.

Dalam ketentuan financial screening terdiri dari total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45%). SAC menetapkan beberapa batasan dalam financial screening untuk dapat di katagorikan sebagai saham syariah yaitu: batasan 5% (aktivitas bisnis yang secara

(15)

tegas dilarang dan bertentangan dengan prinsip syariah), batasan 10% (aktivitas bisnis yang dilarang tetapi sangat sulit dihindari), batasan 20 % (aktivitas bisnis yang tidak diperkenankan oleh syariah seperti penerimaan dari perjudian) dan batasan 25% (aktivitas bisnis yang diperbolehkan oleh syariah dan memiliki kemaslahatan tetapi masih terdapat unsur yang dapat mempengaruhi kesyariahan aktivitas tersebut).14

Pasar modal syariah secara sederhana diartikan sebagai pasar modal yang didasarkan pada etika Islam.15 Untuk itu saham yang diperdagangkan pada pasar modal syariah harus datang dari emiten16 yang memenuhi kriteria syariah, termasuk terhindar dari riba.17 Permasalahan yang timbul disini adalah bahwa dalam pasar modal syariah yaitu mengenai keuangan Islam yang mengikuti prinsip pembagian resiko dan keuntungan (Profit and loss sharing), sehingga pinjaman dan pembayaran bunga (interest) atas utang yaitu salah satunya utangsharia compliant (Ketaatan bank syariah terhadap prinsip syariah).

Selanjutnya mengenai pendapatan non halal di Indonesia, memiliki sistem keuangan yang bukan sepenuhnya syariah artinya bursa efek memiliki ambang batas (threshold) untuk rasio pendapatan non halal ini. DSN-MUI menetapkan threshold 10% yang artinya pendapatan non halal tidak boleh lebih banyak dari pendapatan umum. Pendapatan non halal ini juga diisyaratkan oleh DSN-MUI

14Hanafi, Syafig M, Perbandingan Kriteria Syariah Indonesia, Malaysia dan Dow Jones, hlm. 1411- 1412.

15Andri Soemitra, Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 91.

16Emiten adalah perusahaan yang memperoleh dana melalui Pasar Modal, baik dengan menerbitkan saham atau obligasi dan menjualnya secara umum kepada masyarakat. Lihat Ismanthono, W Henricus, Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 105.

17Ahmad Nazir, “ Pasar Modal Syariah di Indonesia,” HIKAMUNA, Vol.1 No. 2 (Desember 2016), hlm. 108-109.

(16)

kepada emiten untuk melakukan pemurnian pendapatan dan hasil investasi yang harus dipisahkan yang berasal dari non halal akan digunakan untuk kemaslahatan umat yang penggunaannya akan ditentukan kemudian oleh Dewan Syariah Nasional serta dilaporkan secara transparan.18

Menariknya adalah jika ditelurusi kembali dalam kajian hukum Islam sudah jelas tidak diperbolehkan adanya riba atau bunga ataupun pendapatan non halal oleh karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip pasar modal syariah.

Namun nyatanya dalam implementasinya dalam Fatwa DSN-MUI sendiri belum menegaskan bahwa sistem yang dianut pasar modal syariah adalah sistem bagi hasil sebab dalam masih ada kategori pendapatan non halal yang dicantumkan dalam fatwa dsn-mui tersebut serta dalam peraturan OJK No 17/POJK.04/2015 pada ayat 2 huruf a masih menggunakan klausa total utang berbasis bunga dan total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya. Hal ini lah yang menjadi permasalahan yang menarik menurut penyusun untuk dikaji kembali.

Dalam hal ini penyusun memberi judul” Analisis Yuridis Mengenai Batas Minimum Bagi Hasil Dalam Financial Screening Pasar Modal Syariah”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh

18Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Pedoman Pelaksaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.

(17)

jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian hukum ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep screening dalam pasar modal syariah?

2. Bagaimana aturan tentang financial screening didalam pasar modal syariah?

3. Bagaimana hubungan antara financial screening dan sistem bagi hasil dalam pasar modal syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunyamemiliki tujuan yang hendak dicapai oleh penulis. Tujuan ini tidak lepas dari permasalahan yang dirumuskan sebelumnya.

Tujuan penulisan sebagaimana yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep screening dalam pasar modal syariah.

2. Untuk mengetahui aturan tentang financial screening dalam pasar modal syariah.

3. Untuk mengetahui hubungan antara financial screening dengan sistem bagi hasil dalam pasar modal syariah.

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan referensi penelitian hukum berkenaan dengan aturan pelaksanaan screening dalam pasar modal syariah

(18)

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum ekonomi pada khususnya

c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai aturan pelaksaan screening dalam pasar modal syariah

b. Untuk meningkatkan kemampuan analisa dan pola pikir ilmiah serta pengujian aplikatif atas ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

D. Tinjauan Pustaka 1. Bagi Hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan istilah Profit Sharing. Secara defenisi profit sharing diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu perusahaan.19

Pendapat para ahli mengenai pengertian bagi hasil diantaranya:

1. Menurut Rofig, bagi hasil adalah Suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana

19Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah. (Yogyakarta: UII Press, 2001).

(19)

2. Menurut Karim, bagi hasil adalah (perolehan kembaliannya) dari konrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan itu tergantung pada hasil usaha yang benar- benar terjadi.

3. Abdurrahman, bagi hasil adalah jumlah pendapatan yang diterima nasabah berdasarkan pemberian laba yang dihasilkan bank, bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, jika tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung oleh kedua belah pihak, yaitu bank dan nasabah.20

Bagi hasil adalah keuntungan satu hasil yang diperoleh dari pengolahan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah dengan persyaratan:21

a. Perhitungan bagi hasil disepakati menggunakan pendekatan:22 1. Revenue Sharing (bagi pendapatan)

Revenue Sharing atau bagi pendapatan adalah sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan tersebut

2. Profit Sharing (bagi laba)

Profit Sharing atau bagi laba merupakan sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

20http://sarjanaekonomi.co.id/bagi-hasildiakses tanggal 7 Maret 2020.

21Austianto, Penerapan Bagi Hasil Deposito Mudharabah di Bank Syariah. (www.iaei- pusat.net) diakses tanggal 7 Maret 2020.

22Repositori.uin-alauddin.ac.id diakses tanggal 7 Maret 2020.

(20)

b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakati akad itu menjadi gharar.

c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.

d. Pembagian hasil sesuai nisbah yang telah disepakati diawal yang tercantum di akad

Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam usaha yang diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem pasar modal syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat dan didalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi degan adanya kerelaan di masing- masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.23 Mengenai sistem bagi hasil memiliki konsep yang sangat berbeda dengan konsep bunga yang diterapkan oleh pasar modal konvensional.

Dalam pasar modal syariah konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui instansi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana. Dalalm hal ini adalah Manajer Investasi (mudharib).

b. Pengelola akan mengelola dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpun dana) selanjutnya pengelola akan

23Ach.Bahkruib Muchtasib, Konsep Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah.

(www.google.com).

(21)

menginvestasikan dana tersebut kedalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.

c. Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

d. Sumber dana terdiri dari:

1. Simpanan : tabungan dan simpanan berjangka 2. Modal : simpanan pokok, simpanan wajib dll 3. Hutang pihak lain24

Berikut ini sedikit dijelaskan mengenai perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil:

Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditangguung bersama oleh kedua belah pihak

Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

24Ibid,.

(22)

2.Financial Screening

Pengertian financial screening atau penyaringan rasio keuangan atau disebut juga metode seleksi kuantitatif atau akuntansi. Dalam metode ini terdapat daftar rasio keuangan dan kriteria yang digunakan sehingga dapat memberikan informasi sistematis untuk perbandingan dalam konteks syariah. Untuk kriteria kuantitatif yang pertama yaitu rasio utang terhadap aset, kedua bursa menyatakan bahwa utang yang terlalu banyak tidak sesuai syariah. Hal ini karena keuangan Islam mengikuti prinsip pembagian resiko dan keuntungan (profit and loss sharing), sehingga pinjaman dan pembayaran bunga (interest) atas utang dikatakan tidak sharia complaint.25

Dalam ketentuan Syariah di Bursa Efek Indonesia jelas mengatur tentang rasio utang maksimum terhadap aset. Hal ini dipahami bahwa jika suatu emiten memiliki utang yang terlalu banyak, maka ia menghadapi resiko finansial yang tinggi sehingga kemungkinan perusahaan tersebut untuk gagal juga tinggi.

Dimana ketentuan pendekatan yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia yaitu maksimum 45%. Dalam bursa efek juga terdapat ambang batas (threshold) untuk rasio pendapatan non halal (non permissible income). Hal ini dipahami bahwa dengan sistem keuangan negara yang tidak 100% syariah, maka emiten di Indonesia tidak bisa sepenuhnya menerima pendapatan yang halal.

Akan ada pendapatan yang tidak halal misalnya ada anak perusahaan yang bergerak di sektor yang tidak halal atau diterimanya pendapatan dari bunga.

Terkait ambang batas (threshold) DSN-MUI juga menetapkan ambang batas

25http://media.neliti.com diakses tanggal 28 Februari 2020

(23)

tunggal yaitu 10%. Ambang batas ini juga dipahami bahwa pendapatan dari sektor non halal ini tidak boleh lebih banyak dari pendapatan utama. DSN-MUI mensyaratkan emiten melakukan pemurnian pendapatan dengan melakukan sedekah.26

3. Pasar Modal Syariah

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan prinsip syariah, setiap transaksi surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari‟at Islam.Pasar modal syariah melarang setiap transaksi yang mengandung usur ketidakjelasan dan instrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal. Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga profesi yang berkaitan dengannya, dimana semua produk dan mekanisme operasionalnya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Pasar modal syariah sering disebut juga pasar modal yang menerapkan prinsip- prinsip syariah.

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten dan jenis efek yang diperdagangkan sesuai dengan prinsip syariah. Efek syariah adalah sebagaimana yang dimaksud dalam undang- undang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya sudah sesuai dengan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip yang di dasarkan oleh syariah Islam yang

26Egi Arvian Firmansyah, Seleksi Saham Syariah: Perbandingan Antara Bursa Efek Indonesia dan Malaysia. Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen Vol 1, 2017. hlm. 7.

(24)

penetapannya melalui fatwa DSN-MUI.Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pasar modal syariah adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga profesi yang berkaitan dengannya, dimana semua produk dan mekanisme operasionalnya tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Pasar modal syariah dapat juga diartikan adalah pasar modal yang menerapkan prinsip syariah.27

Berikut adalah beberapa prinsip dalam pasar modal syariah (KHES Pasal 581), yaitu:

1. Pasar modal beserta seluruh kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila telah memenuhi prinsip syariah.

2. Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.28

Sementara emiten yang menerbitkan efek syariah berdasarkan pasal 582KHES

(1) Jenis usaha, produk barang atau jasa yang diberikan dan akad, transaksi serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

(2) Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah, antara lain:

27http://digilib.uinsby.ac.id diakses tanggal 1 Maret 2020.

28Kitab Hukum Ekonomi Syariah Pasal 581 Tentang Prinsip Pasar Modal Syariah.

(25)

a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;

b. Lembaga keuangan konvensional/ ribawi, termasuk perbankan dan ta‟min konvensional;

c. Produsen, distributor serta pedagamg makanan dan minuman yang haram;

d. Produsen, distributor dan atau penyedia barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;

e. Melakukan investasi pada emiten/ perusahaan yang pada saat akad tingkat nisbah hutang perusahaaan lembaga keuangan ribawi yang lebih dominan dari modalnya.

3. Emiten yang bermaksud menerbitkan efek syariah wajib untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan transaksi yang sesuai dengan syariah atas efek syariah yang dikeluarkan.

4. Emiten yang menerbitkan efek syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prinsip syariah dan memiliki shariah compliance officer.

5. Dalam hal emiten yang menerbitkan efek syariah ijarah pada saat tertentu tidak memenuhi persyaratan, maka efek yang diterbitkan bukan lagi disebut efek syariah.29

29Kitab Hukum Ekonomi Syariah Pasal 582 Tentang Emiten yang Menerbitkan Efek Syariah.

(26)

E. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada dasarnya menggunakan metode penelitian dan metode penelitian tersebut ditentukan berdasarkan pada tujuan penelitian30. Uraian metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, akan didahului dengan uraian tentang arti metodologi penelitian. Metode penelitian adalah metodologi yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian. 31Metodologi penelitian merupakan penelitian yang menyajikan cara atau prosedur, maupun langkah- langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya32.

1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Analitis artinya mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan fakta- fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan objek penelitian33.

Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif (normative legal research) ataupun disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder

30Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer. (Jakarta: Sinar Harapan) hlm.328.

31Taliziduhu Ndraha, Metodologi Ilmu Pemerintahan. (Jakarta: Rineka Cipta., 1997) hlm.

24.

32Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional. (Magelang: Akmil, 1987).hlm. 8.

33Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). hlm. 105.

(27)

yang meliputi buku- buku serta norma- norma hukum yang terdapat pada peraturan perundangan–undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang- undangan dan bahan hukum lainnya. Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini merupakan tinjauan terhadap batas minimum riba dalam financial screening pasar modal syariah. Oleh karena itu, penelitian terhadap buku, asas-asas maupun peraturan yang terkait dengan hukum islam, harus bertujuan untuk memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

2. Sumber Data

Pengumpulan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan34.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara menghimpun data dengan melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.35 Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian, diuraikan sebagai berikut:

34Bambang Sunggono, Suatu PengantarMetodologi Penelitian Hukum. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). hlm. 10.

35Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta: Raja Grafindo, 2003) . hlm 7.

(28)

a. Bahan hukum primer adalah bahan yang berhubungan dengan Kompilasi Hukum Islam, Fatwa DSN- MUI dan Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 Tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal, Peraturan OJK No.

53/POJK.04/2015 Tentang Akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, Peraturan OJK No. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah, Peraturan OJK No.24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Peraturan OJK No 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah, Fatwa No 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Undang- undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Fatwa DSN-MUI No 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi, Fatwa DSN-MUI No 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, Fatwa DSN-MUI No 50/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudhabarah Musytarakah, Fatwa DSN- MUI No 80/DSN- MUI/III/2011 tentang Kegiatan atau Tindakan yang Bertentangan dengan Prinsip Syariah, Undang- undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, b. Bahan hukum sekunder adalah bahan- bahan hukum dari buku teks yang berisi

mengenai prinsip dasar ekonomi syariah dan pandangan- pandangan para ulama mengenai riba dalam pasar modal syariah. 36

36Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Praditya Pramita, 2005). hlm. 141.

(29)

c. Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari buku- buku, hasil penelitian, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.

d. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjukmaupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder37. Bahan hukum tertier yang digunakan dalam penelitian berupa alquran, kamus hukum serta majalah terkait penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian adalah dengan metode penelitian kepustakaan( library research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang- undangan, buku- buku teks, teori- teori literatur, tulisan para pakar hukum dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian38.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumen. Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian.39 Data sekunder tersebut diperoleh dengan

37Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Raja Grafindo Persad, 2006) . hlm. 31.

38Riduan, Metode& Teknik Menyusun Tesis(Bandung: Bina Cipta, 2004). hal 97.

39Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.(Jakarta: UI Press. Jakarta, 1986). hlm .52.

(30)

mempelajari buku- buku, hasil penelitian dan dokumen- dokumen perundang- undangan yang berkaitan dengan hukum Islam dan pasar modal syariah.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.40 Analisis data penelitian dilakukan secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan terkait pasar modal syariah, pendapat para ahli dan akal sehat. Analisis data bertolak dari teori dan konsep yang telah disusun dan dikemukakan dalam kerangka teori dan konsepsional, sehingga diperoleh kesimpulan terhadap penerapan batas minimum bagi hasil dalam financial screening pasar modal syariah.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “ Analisis Yuridis Mengenai Batas Minimum Bagi Hasil dalam Financial Screening Pasar Modal Syariah memiliki kemiripan dengan judul penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Adalah Penelitian yang dilakukan oleh:

1. Skripsi oleh Fahrunnisa stambuk 2016 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian “ Perlindungan Hukum Terhadap Efek Syariah dalam Hukum Pasar Modal di Indonesia” yang mengkaji tentang pengaturan terkait efek syariah yang semakin diminati mengingat pasar modal syariah

40Lexy J. Moleonng,Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002). hal. 103.

(31)

menjadi alternatif dalam menghimpun dana dan sebagai peluang investasi syariah yang bebas dari adanya unsur riba, gharar dan maysir dan bagaimana efek syariah dalam perspektif hukum pasar modal.

2. Jurnal wacana hukum Islam oleh M. Ardiansyah, Ibnu Qizam, dan Abdul Qoyum dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri SunanKalijaga Yogyakarta dengan judul “ Telaah Kritis Model Screening Saham Syariah Menuju Pasar Tunggal ASEAN” yang mengkaji tentang pemberlakuan screning dalam pasar modal syariah dan standar setiap negara dalam proses screening saham syariah karena dengan standar tersebut tentu mekanisme dan prosedur screeningnya berbeda. Perbedaan model standar screening dalam screening saham syariah ini tentu menimbulkan persoalan.

Isu syariah menjadi mengemuka mengingat perbedaan ini mencerminkan kerancuan dalam sistem keuangan syariah. Karena jika, sumber rujukannya sama tentu akan lebih baik jika standar syariahnya juga sama. Selain itu model screening yang berbeda juga memberikan indikasi bahwa kualitas dari suatu saham yang sesuai syariah juga berbeda, tergantung pada seberapa ketat/ baik kriteria dan seleksi yang dilaksanakan.Kualitas ini dapat dilihat dari kinerja dari saham tersebut yang diukur dengan return yang dihasilkan, volatilitas dan ketahanannya dalam menghadapi goncangan (shock) dalam suatu perekonomian.

3. Skripsi oleh Uswatun Khasanah stambuk 2014 fakultas hukum ekonomi syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul penelitian “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Standar Screening Otoritas Jasa Keuangan

(32)

(OJK) Bagi Emiten dalam Listing Pasar Modal Syariah” yang mengkaji tentang pelaksanaan screening dalam pasar modal syariah terutama mengenai standar screening dan proses screening saham syariah di pasar modal syariah dan membahas mengenai pandangan hukum Islam terhadap pemaknaan kata

“mudarat” dalam proses penetapan saham syariah di dalam pasar modal syariah

Sebagaimana diuraikan diatas, judul dan kajian yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya berbeda dengan judul dan kajian penelitian yang akan diteliti, sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur. Dimana penulis membagi menjadi beberapa bab dan masing- masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pada bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini menguraikan tentang pengertian screening, peraturan tentang screening, pandangan akademisi dan praktisi

(33)

terhadap proses screening saham syariah, lembaga-lembaga dalam pasar modal syariah.

BAB III : Dalam bab ini membahas tentang: defenisi financial screening dan landasan regulasinya , urgensi kebutuhan financial screening, aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan screening dalam pasar modal syariah.

BAB IV : Dalam bab ini menguraikan tentang: konsep bagi hasil, sistem bagi hasil atau prinsip pembagian hasil usaha, perbedaan bagi hasil dengan riba, pelaksanaan sistem bagi hasil dan hubungannya dengan financial screening.

BAB V : Sebagai bab kelima adalah kesimpulan dan saran yang diambil berdasarkan materi dari skripsi ini.

(34)

A. Screening dalam Pasar Modal Syariah

Kemunculan produk syariah pertama kali di pasar modal Indonesia ditandai dengan diluncurkannya Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Pada akhir tahun 2000, PT Bursa Efek Jakarta bekerjasama dengan PT.

Danareksa Management Indonesia mengeluarkan Jakarta Islamic Index yang merupakan indeks terakhir yang terdiri indeks dari 30 saham paling likuid dan memenuhi kriteria syariah sesuai ketentuan Dewan Syariah Nasional (DSN). Pada 14 Maret 2003 produk pasar modal syariah dinyatakan hadir di Indonesia. Salah satunya yaitu saham yang banyak diperdagangkan dan menjadi daya tarik investor. Saham- saham yang diperdagangkan adalah saham- saham yang telah melalui proses screening berdasarkan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bapepam-LK dan DSN-MUI menjadi pijakan dukungan yang kuatterhadap pengembangan pasar modal berbasis prinsip syariah di Indonesia.

Saham merupakan instrumen keuangan perusahaan di pasar modal, selain saham juga merupakan bukti dari kepemilikan saham atas perusahaan sedangkan saham syariah merupakan saham yang berjalan sesuai dengan prinsip syariah atau tidak bertentangan dengan aturan agama Islam, yang bersumber dari Al-Quran,

(35)

Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan ijtihad para Ulama. Perusahaan yang menginginkan sahamnya menjadi syariah tentu harus melalui proses screening saham syariah, Screening saham syariah mengalami perkembangan pada tahun 2001 kriteria screening saham syariah hanya memperhatikan satu kriteria yaitu kegiatan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.. Kemudian mulai berkembang lagi yaitu pada tahun 2007 terbitlah Daftar Efek Syariah (DES).

Seiring dengan kuantitas peminat dari pasar modal syariah, maka kriteria saham syariah juga mengalami perkembangan, terbukti di tahun 2012 dikeluarkan Peraturan Bapepam LK No.II.K.I tentang Kriteria Penerbitan Daftar Efek Syariah, melalui Keputusan Bapepam-LK terbaru No. KEP-208/BL/2012 tertanggal 24 April 2012 terjadi perubahan rasio dimana rasio yang diberlakukan pada tahun2012 yaitu total hutang berbasis bunga yang dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% sedangkan sebelumnya melalui Peraturan Bapepam LK II.K.I tahun 2007 dengan No. KEP-314/BL/2007 menggunakan total hutang berbasis bunga yang dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82%. Perubahan kriteria tersebut menyebabkan adanya kelonggaran dalam kriteria kuantitatif saham syariah di Indonesia Di Indonesia prinsip- prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah atau non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip- prinsip syariah.41

Untuk memberikan jaminan apakah suatu perusahaan telah sesuai syariah atau belum, saham harus diseleksi terlebih dahulu atau dikenal dengan istilah

41http://hukumonline.com diakses tanggal 9 Maret 2020.

(36)

shariah screening.42Screening saham syariah di Indonesia menghasilkan indeks saham Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Saham- saham yang masuk kedalam indeks ini adalah saham yang memenuhi kriteria saham syariah sebagaimana ditetapkan DSN- MUI dan Bursa Efek. Selanjutnya dari indeks ISSI disaring 30 saham yang memiliki kinerja terbaik untuk dimasukkan kedalam Jakarta Islamic Index (JII).43 Dalam proses screening saham syariah pada dasarnya dilakukan pada dua tahap, yaitu: Core Business Screening dan Financial Ratio Screening.44 Core Business Screening mengacu pada kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan emiten yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah sedangkan Financial Ratio Screening adalah penyaringan yang dilakukan terhadap rasio keuangan perusahaan emiten.

Lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di pasar modal syariah adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK merupakan lembaga independen yang disahkan pada tahun 2011. OJK menggantikan fungsi pengaturan dan pengawasan Bapepam-LK sebelumnya. Oleh karena itu, peraturan mengenai pasar modal syariah yang sebelumnya diatur oleh Bapepam-LK telah diganti dengan peraturan dari OJK.Dengan demikian peraturan tentang screening telah diatur dalam peraturan OJK diantaranya Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang

42M. Ardiansyah, dkk. Telaah Kritis Model Screening Saham Syariah Menuju Pasar Tunggal ASEAN,‟‟ Ijtihad, Vol. 16 No. 2 (2016), hal. 199.

43Egi Arvian Firmansyah, “Seleksi Saham Syariah : Perbandingan antara Bursa Saham Indonesia dan Malaysia,” Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol. 1 (Juni 2017), hal. 2.

44Muhammad Yafiz, “ Saham dan Pasar Modal Syariah: Konsep, Sejarah dan Perkembangannya,” MIQOT, Vol. XXXXII No. 2 (2008), hal. 240.

(37)

Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.45 Dalam Pasal 2 dijelaskan beberapa kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar Modal. Salah satu diantaranya adalah, “Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat”.46 Pada lampiran penjelasan peraturan OJK tidak dijelaskan batasan- batasan dalam hal mudarat. Sementara dalam implementasinya, terjadi penyempitan kata “mudarat” khususnya mengenai emiten yang listing47 di Pasar modal syariah. Menurut Ngapon (staf bagian riset Bapepam) salah satu syarat dipilihnya emiten ialah perusahaan yang bentuk usahanya tidak menyebabkan kemudaratan seperti pabrik rokok.48 Disini kata mudarat cenderung dimaknai sebagai perusahaan rokok saja. Padahal dari beberapa Perusahaan yang listing di Pasar Modal Syariah terdapat jenis usaha yang secara umum mengandung kemudaratan, misalnya usaha pertambangan dan jenis usaha lain yang mengakibatkan terjadinya perambahan hutan secara liar.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan perubahan daftar efek syariah (DES) terbaru untuk periode 1 Desember 2019 yang masuk dalam konstituen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) berdasarkan hasil review dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan melakukan review anggota ISSI

45Ahmad Dahlan Manik, “ Analisa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Berinvestasi di Pasar Modal Syariah melalui Bursa Galeri Investasi UISI,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 3 No. 1 (Januari- Juni 2017), hlm.64.

46Pasal 2 ayat (1) Peraturan OJK No. 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

47Listing adalah istilah pendaftaran saham di bursa agar saham tersebut dapat diperdagangkan di pasar uang secara legal atau resmi. Lihat Ismanthono, W Henricus, Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis...,hlm. 185.

48Putri Yumettsari dkk, “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Saham Syariah dan Non Syariah (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdapat di BEI Periode 2003- 2005),” Jurnal Undip, hlm. 2.

(38)

dua kali setiap tahun yaitu bulan Mei dan November. ISSI yang diluncurkan pada 12 Mei 2011 adalah indeks komposit saham syariah yang tercatat di BEI dan ISSI ini juga merupakan indikator dari kinerja saham syariah di Indonesia.

Konstituen ISSI adalah seluruh saham syariah yang tercatat di BEI dan masuk kedalam DES yang diterbitkan oleh OJK artinya BEI tidak melakukan seleksi saham syariah yang masuk kedalam ISSI. Untuk periode 1 Desember 2019 yang mengagetkan ada 26 saham yang keluar dari penghitungan ISSI dan nama- nama emitennya juga bisa dikatakan punya likuiditas cukup bagus di pasar saham dalam negri dan masuk kategori saham blue chips diantaranya: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Garuda Indonesia Tbk (GIIA), PT Timah Tbk (TINS), PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) dan PT Indika Energy Tbk (INDY). Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor Kep- 76/D.04/2019, berikut nama 26 emiten yang dikeluarkan dari ISSI setelah melalui proses screening.

1 ABBA Mahaka Media Tbk 14 MAMI Mas Murni Indonesia Tbk

2 AMFG Asahimas Flat Glass

Tbk 15 MPOW Megapower Makmur

Tbk

3 ARTA Aarthavest Tbk 16 MYRX Hanson International Tbk

4 BWPT Eagle High

Plantations Tbk 17 NATO Nusantara Properti International Tbk 5 CPRI Capri Nusa Satu

Properti Tbk 18 NIRO City Retail

Developments Tbk 6 DART Duta Anggada Realty

Tbk 19 PSAB J Resourches Asia

Pasifik Tbk 7 EMDE Megapolitan

Developments Tbk 20 SDPC Millenium Pharmacon International Tbk 8 FORZ Forza Land Indonesia

Tbk 21 SMCB Solusi Bangun

Indonesia Tbk 9 GIAA Garuda Indonesia

Persero Tbk 22 SMGR Semen Indonesia

(Persero)

(39)

10 HITS Humpuss Intermoda

Transportasi Tbk 23 SQMI Wilton Makmur Indonesia Tbk

11 INDY Indika Energy Tbk 24 SRTG Seratoga Investama Sodaya Tbk

12 JKSW Jakarta Kyoei Steel

Works Tbk 25 TINS Timah Tbk

13 LAND Trimitra Propertindo

Tbk 26 TIRT Tirta Mahakam

Resources Tbk

. Metode perhitungan ISSI mengikuti metode perhitungan indeks saham BEI lainnya, yaitu rata- rata tertimbang dari kapitalisasi pasar dengan menggunakan Desember 2007 sebagai tahun dasar perhitungan ISSI. Berdasarkan keputusan OJK, ada 31 saham baru yang masuk dalam perhitungan ISSI, saham- saham yang masuk perhitungan ISSI menggantikan daftar saham sebelumnya yang tercantum dalam pengumuman BEI Nomor Peng-00550/BEI.POP/11-2019 tanggal 22 November 2019.

Daftar saham tersebut berlaku efektif mulai Desember 2019 sampai dengan review DES berikutnya oleh OJK. Selain ISSI, indeks saham syariah lainnya yakni Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan indeks saham syariah yang pertama kali diluncurkan di pasar modal Indonesia 3 Juli 2000. Konstituen JII hanya terdiri dari 30 saham syariah yang paling likuid yang tercatat di BEI.

Sama seperti ISSI, review saham syariah yang menjadi konstituen JII dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun yaitu Mei dan November dan mengikuti jadwal review DES oleh OJK.49

49http/www. Cnbc Indonesia. Com diakses tanggal 20 Februari 2020.

(40)

B. Peraturan Tentang Screening dalam Pasar Modal Syariah

Produk syariah dinyatakan hadir di Indonesia pada 14 Maret 2003, dimana saham- saham yang telah melalui proses screening berdasarkan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Bapepam-LK dan DSN-MUI menjadi pijakan dukungan yang kuat terhadap pengembangan pasar modal berbasis prinsip syariah di Indonesia.50 Proses screening bertujuan untuk mengidentifikasi saham- saham yang melanggar prinsip- prinsip syariah seperti riba, perjudian (maysir) dan ketidakpastian (gharar).51 Kriteria halal dan haram merupakan kriteria mendasar dan bersifat mutlak bagi setiap emiten agar dapat menjadi saham syariah. Kriteria setiap negara tentunya bisa saja berbeda karena merupakan keputusan mutlak oleh dewan syariah pada masing- masing negara.

Objek usaha investasi pada pasar modal di Indonesia berdasarkan Keputusan DSN- MUI dan dilanjuti dengan keputusan ketua Bapepam-LK Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal pada Pasal 3 ayat 2 terhadap jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip- prinsip Syariah dan Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-

50Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2012). hlm. 114. Lihat juga Bapepam dan LK, “Sejarah Pasar Modal Syariah,” http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah _pasar_modal_syariah.html. (artikel diakses 07 februari 2020).

51Elfakhani, S and Hassan, MK 2005, “Performance of Islamic Mutual Funds, paper Presented of Economics Research Forum,” The 12 Annual Conference, 19-21 Desember 2005, Kairo.

(41)

181/BL/200952 tentang Penerbitan Efek Syariah dengan lampiran pada Angka 1 huruf b Peraturan IX.A.13.

Kriteria Screening menurut Fatwa DSN-MUI dan Bapepam-LK Terhadap Kegiatan Bertentangan Dengan Syariah:53

DSN MUI Bapepam-LK

Fatwa DSN- MUI Nomor: 40/DSN- MUI/X/2003 Pasal 3 ayat 2 Tentang emiten yang menerbitkan efek syariah:

Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-181/BL/2009 Tentang Penerbitan Efek Syariah:

a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;

a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi

b. Lembaga keuangan konvensional termasuk perbankan dan asuransi konvensional karena mengandung ribawi

c. Perdagangan yang dilarang menurut syariah

d. Produsen, distributor serta pedagang makanan dan minuman yang haram dan,

e. Menyelenggarakan jasa keuangan yang menerapkan konsep ribawi

Berdasarkan tabel diatas, antara Fatwa DSN- MUI dan Bapepam-LK (Saat ini telah menjad OJK) terdapat persamaan dalam hal melakukan screening terhadap kriteria usaha emiten yang bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, investor muslim dapat menginvestasikan dananya pada proyek pembangunan di sektor rill atau perdagangan yang diperbolehkan oleh syariah kecuali industri yang memproduksi barang haram, misalnya industri perjudian, lembaga keuangan konvensional, produsen, distributor serta pedagang makanan dan minuman yang haram dan sebagainya.

52Sebelumnya Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-130/BL/2006 yang kemudian direvisi

53Data diolah oleh penulis dari Fatwa DSN-MUI dan Bapepam-LK

(42)

C. Pandangan Akademisi dan Praktisi Terhadap Proses Screening Saham Syariah

Secara umum proses screening terdapat dua aspek yang harus dipenuhi emiten agar perusahaannya dapat masuk indeks saham syariah, yaitu aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif meliputi kriteria objek usaha, apakah perusahaan tersebut bergerak dalam sektor yang dilarang dengan unsur – unsur riba, gharar dan maisir sedangkan aspek kuantitatif(rasio keuangan) yaitu melihat perbandingan antara total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset dan membandingkan total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dengan pendapatan.54

Permasalahan yang timbul dan memunculkan pedebatan dikalangan akademisi dan praktisi Islam adalah persoalan screening terhadap emiten yang terdaftar pada indeks saham syariah. Taqiyuddin Al-Nabhani dalam bukunya, An- Nizam Al-iqtishadhi fil Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam),55 mengungkapkan bahwa transaksi saham dianggap batal secara hukum, karena yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham di pasar modal tanpa perundingan atau negosiasi apapun dengan perusahaan. Hal ini diperkuat oleh Yusuf Al- Sabatin yang mengatakan bahwa dalam masalah transaksi saham tidak tepat menggunakan analisis mashalah mursalah. Apalagi menurutnya bahwa maslahah mursalah adalah sumber hukum

54Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.04/2017 Pasal 2 Ayat (1)

55Taqiyuddin Al-Nabhani (2004), An- Nizam Al- Iqtishadhi fil Islam. Beirut: Dar el Ummah. hlm. 3.

Gambar

Tabel Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

Referensi

Dokumen terkait

Ogawa (1995) mengemukakan tujuan membaca dalam bahasa Jepang sesuai tingkatannya, yaitu: a) Shokyuu, bertujuan untuk membaca huruf kana dengan baik, bunyi,

Dengan hasil perbandingan 53,493 > 2,420 (F hitung > F tabel ) sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel independent (Komunikasi

peak season adalah dengan memanfaatkan akumulasi pendapatan dan menambah stok makanan dan minuman; sedangkan strategi penghidupan pedagang kaki lima angkringan adalah

Nilai KKM mata pelajaran bahasa Mandarin di MAN Mojosari adalah 76. Pertemuan pertama peneliti memberikan soal pre-test yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan

“F aktor penghambat dalam pemberian moral sejauh ini tidak ada, karena anaknya penurut dan saya berpisah dengan bapaknya ketika HIF berumur 3 tahun, kemudian

Terkait dengan pendekatan Quantum Working ini melalui pengembangan pembelajaran dalam mata kuliah praktik (seperti pada: Pembelajaran Desain.. Lansekap), menurut

Untuk menjawab tujuan ketiga yaitu menganalisis pengeluaran konsumsi dan ketahanan pangan rumah tangga petani padi lahan rawa lebak di Sumatera Selatan maka

pada tahapan ini institusi terkait diperbolehkan untuk membuat perubahan yang berdampak penting bagi penelitian sebelum materi yang dikembangkan direalisasikan.