PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BROKEN HOME (Studi Kasusdi Desa Pucangrejo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal
Tahun 2017)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendididikan
Oleh
KHOIROTUZ ZAINIYAH NIM 11113005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM
vi
vii
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah Swt, skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Waris Anwar dan Ibu Muzaroah, karena
dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya aku melangkah ke depan
dengan optimis untuk meraih cita-cita.
2. Kakak saya Nurul Latifah yang selalu membimbing, memberikan dorongan
dan inspirasi dalam hal kuliah dan selalu ada saat aku butuhkan.
3. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku.
4. Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman sejawat seperjuangan angkatan 2013 terlebih khusus kelas PAI. A,
teman-teman PPL, KKN, dan teman lainnya di IAIN SALATIGA yang telah
memberikan motivasi, inspirasi dan semangat belajar
6. Kepada teman-temanku di kos dan di rumah yang selalu memberikan
semangat kepadaku.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasiih lagi Maha Penyanyang. Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya. Sholawat serta salam penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan
kebenaran dan keadilan, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul:
“PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BROKEN HOME (Studi Kasusdi Desa Pucangrejo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal)” dapat terlesaikan.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselaikan dengan baik.
5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam
ix
7. Berbagai pihak secara langsung dan tidak langsung yang telah membantu baik moral maupun materil dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari dan mengakui bahwa dalam penulisan ini jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.
Dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
x ABSTRAK
Khoirotuz Zainiyah. 2017. Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo Kecamatn Gemuh Kabupaten Kendal) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Rasimin, M.Pd.
Kata Kunci : Pendidikan Moral Anak, Keluarga Broken Home
Penelitian ini membahas tentang Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal). Fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, 2) Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, 3) Bagaimana solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal? Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home dan solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada. Kemudian mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisis data.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN LOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KELULUSAN ... v
MOTTO ... vi
1. Pengertian pendidikan moral anak ... 11
2. Urgensi pendidikan moral anak dalam keluarga ... 17
xii
4. Tahapan perkembangan pendidikan moral ... 26
5. Karakteristik anak dalam setiap fase perkembangan ... 27
B. Keluarga Broken Home... 30
1. Pengertian Keluarga broken home ... 30
2. Faktor penyebab keluarga menjadi broken home ... 33
3. Dampak terhadap anak keluarga broken home ... 35
BAB III. METODE PENELITIAN... 37
A. Pendekatan dan jenis penelitian ... 37
B. Lokasi penelitian ... 38
C. Sumber data ... 38
D. Prosedur pengumpulan data ... 39
E. Analisis data ... 40
F. Pengecekan keabsahan data ... 42
G. Tahap-tahap penelitian ... 42
BAB IV. PAPARAN DATA DAN ANALISIS ... 44
A. Paparan Data ... 44
B. Analisis data ... 50
BAB V. PENUTUP ... 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran-saran ... 79
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia………...43
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama………..44
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan………....……45
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian……….45
Tabel 4.5 Jumlah Kepala Keluarga………….……...……...……...……....…46
Tabel 4.6 Jumlah Keluarga Broken Home………...…47
Tabel 4.7 Daftar Responden………..……..……….48
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pentingnya pendidikan bagi manusia merupakan suatu keharusan, karena
manusia dalam keadaan yang tidak berdaya, sangat membutuhkan bantuan dan
bimbingan orang lain untuk dapat berdiri sendiri. Manusia lahir tidak langsung
dewasa yang mengidentifikasikan manusia dengan oral yang berlaku, dan
manusia yang bertanggung jawab, manusia yang sanggup mempertanggung
jawabkan segala akibat dari perbuatannya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Sadullah, 2014: 111-112).
Dasar pendidikan moral yang tepat pertama kali seharusnya dilakukan oleh
pihak keluarga (orang tua). Dasar-dasar moral biasanya tercermin dalam sikap
dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Menurut Ki
Hajar Dewantara rasa cinta, rasa bersatu, dan lain-lain perasaaan dan keadaan
2
terutama pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam
sifat yang kuat dan murni, sehingga terdapat pusat-pusat pendidikan lain yang
menyamainya (Ahiri, 2014: 45-46). Keluarga merupakan salah satu unit sosial
yag hubungan antar anggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh
karena itu, konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan (Lestari, 2012:
102-103).
Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan,
sikap dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan
santun, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Dengan peran orang tua dalam
pendidikan moral sehingga anak akan menunjukkan peningkatan prestasi belajar,
diikuti dengan perbaikan sikap.
Penanaman pendidikan moral sejak dini sangatlah bermanfaat bagi
perkembangan anak. Agar mampu menjadi anak yang baik dimasa depan dan
tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan luar yang sudah sangat bebas dan
terbuka. Dengan diberikannya pendidikan moral bagi anak, diharapkan dapat
menjadi acuan dan tolak ukur anak dalam berperilaku, sehingga ketika sudah
dewasa menjadi lebih bertanggung jawab dan menghargai sesamanya serta
mampu menghadapi tantangan zaman yang cepat berubah.
Pemberian pendidikan moral yang diberikan orang tua kepada anak
merupakan suatu persiapan kematangan anak dalam menghadapi masa demi
3
amanah dari Allah Swt yang wajib dirawat dan dibimbing. Pentingnya peranan
orang tua menjadi tonggak utama dalam pendidikan moral anak.
Sebagaimana Firman Allah Swt.
َييِقَّتُوْلِل اٌَْلَعْجاَّ ٍيُيْعَأ َةَّسُق اٌَِتاَّيِّزُذَّ اٌَِجاَّْشَأ ْيِه اٌََل ْةَُ اٌََّتَز َىُْلُْقَي َييِرَّلاَّ
اًهاَهِإ
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Furqon: 74).
Fenomena keluarga broken home dalam masyarakat saat ini sudah menjadi hal
yang wajar atau biasa. Keluarga broken home merupakan pasangan suami dan
istri yang mengalami permasalahan dalam keluarga kemudian memutuskan untuk
mengakhiri suatu hubungan dengan kata perceraian yang pada umumnya
berdampak pada psikologis anak baik dalam pendidikan maupun lingkungan
sosialnya. Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma karena kurang adanya
perhatian, kasih sayang atau salah satu dari orang tua yang tidak ikut berperan
dalam proses tumbuh kembangnya pendidikan anak, sehingga anak merasa
kehilangan salah satu figure teladan yang seharusnya menjadi panutan dalam
perilaku moral anak. Sesudah perceraian, menuntut peran ganda dari orang tua
untuk memperhatikan pendidikan moral anak, sehingga anak dalam bersikap
4
Keluarga Broken home sangat berpengaruh besar pada mental anak, akibat
dari broken home dapat merusak jiwa anak. Kedudukan orang tua menjadi
elemen penting dalam mengarahkan, memberi dasar pendidikan dan kepribadian
bahkan sebagai pemantau perkembangan dan tata perlakuan anak.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga
yang berakhir dengan pertikaian ini antara lain: persoalan ekonomi, perbedaan
usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra atau putri, dan persoalan
prinsip hidup yang berbeda (Dagun, 2002: 114). Seorang anak yang dibesarkan
dalam keadaan di mana ia tidak pernah mengecap kasih sayang orang tua, akan
sulit menciptakan kasih sayang, proses ini tidak mudah karena sudah harus
dimulai pada usia yang muda (Gunarsa, 2007: 38).
Keluarga pecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek: yang pertama
keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala
keluarga meninggal dunia atau telah bercerai, dan kedua orang tua tidak bercerai
akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak
di rumah atau tidak memperlihatkan hubungan yang kasih sayang. Misalnya
orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis
sehingga berdampak terhadap anak, seperti malas belajar, menyendiri, agresif,
membolos, dan suka menentang orang tua atau guru (Hurlock, 1978: 216).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut
5
Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal)”.
B. Fokus Penelitian
Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa
Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal?
2. Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak
pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal?
3. Bagaimana solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada
keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di
6
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan
moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal
3. Untuk mengetahui solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada
keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian ini sehubungan dengan pendidikan moral anak (studi kasus
pada keluarga broken home antara lain mempunyai manfaat yang dilihat dari
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
menambah khasanah keilmuan dalam ilmu pendidikan Islam dan
pendidikan moral.
b. Dapat memberikan masukan tentang pendidikan moral anak pada
keluarga broken home.
c. Dapat memperkaya teori tentang pendidikan moral anak pada keluarga
broken home.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan informasi kepada orang tua tentang pendidikan moral anak
7
b. Mengetahui peran orang tua terhadap pendidikan moral anak yang
mengalami keluarga broken home
c. Dapat mengetahui dan meminimalisir pendidikan moral anak yang
mengalami keluarga broken home sehingga sesuai dengan kaidah syariat
Islam
d. Diharapkan dapat memberikan dorongan kepada orang tua dan
masyarakat serta elemen yang terkait untuk berperan menciptakan suatu
lingkungan yang bermoral dan beradab sehingga tercipta pribadi yang
luhur dan berakhlakul karimah.
E. Definisi Operasional
1. Pendidikan moral anak
a. Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sadullah, 2014:
8 b. Moral
Moral berasal dari bahasa latin mores dari suku kata mos, yang artinya
adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, perasaan, sikap, akhlak, dan cara
berfikir. Dalam bahasa Arab, kata moral sering disamakan dengan akhlaq
yang merupakan jamak dari kata Khuluq yang berarti tingkah laku atau
budi pekerti. Moral dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah etika,
tata krama, budi pekerti yang berkaitan dengan perilaku manusia. Menurut
Istilah moral merupakan suatu keyakinan tentang benar dan salah, baik da
buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan
atau pemikiran (Subur, 2015:54).
c. Anak
Dalam pandangan (Islam), anak merupakan amanah (titipan) Allah
Swt yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh
setiap orang tua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang
dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya di masa depan
(Khorida & Fadlillah, 2014: 44).
2. Keluarga Broken Home
a. Keluarga
Secara etimologis, Ki Hajar Dewantara (Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati:
1991) kata keluarga berasal dari kata kawula dan warga. Kawula berarti
“abdi”, yakni “hamba” dan warga berarti anggota. Sebagai abdi dalam
kepentinga-9
kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya sebagai warga atau
anggota seseorang berhak sepenuhnya untuk ikut mengurus segala
kepentingan keluarganya (Sadullah, 2014: 186-187).
b. Broken Home
Terdiri dari dua suku kata yaitu broken dan home. Broken berasal dari
kata break-broke-broken, artinya yaitu rusak, pecah, patah. Sedangkan
home yaitu rumah. Jadi, broken home artinya rumah tangga yang
berantakan (tidak harmonis), jauh dari suasana nyaman, tentram, dan damai
(Sudarsono & Salimin, 1994: 37).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, maka akan dikemukakan
sistematika hasil yang secara garis besar dapat dilihat sebagai sebagai berikut:
BAB I memuat kajian tentang latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi
operasional dan sistematika penulisan.
BAB II tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian,
meliputi: pengertian pendidikan moral anak, urgensi pendidikan moral anak
dalam keluarga, metode pembentukan moral, tahapan pendidikan moral,
karakteristik anak dalam setiap fase perkembangan, pengertian broken home,
faktor penyebab keluarga menjadi broken home dan dampak terhadap anak
10
BAB III tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber
data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
BAB IV menjelaskan lebih lanjut tentang paparan data dan analisis data
berdasarkan hasil penelitian.
BAB V berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran
dari penulis sebagai sumbangan pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian
11
Pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan awalan
“me” sehingga menjadi “mendidik”, berarti memelihara dan memberi
latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan pimpinan
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, kemudian pengertian pendidikan
adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan
pelatihan (Islamuddin, 2012: 3).
Di dalam Alqur’an ada beberapa ayat tentang pendidikan, salah
satunya Q.S. Al-Baqarah: 151 yang berbunyi:
ُْلْتَي ْنُكٌِْه لاُْسَز ْنُكيِف اٌَْلَسْزَأ اَوَك
َباَتِكْلا ُنُكُوِّلَعُيَّ ْنُكيِّكَصُيَّ اٌَِتاَيآ ْنُكْيَلَع
َىُْوَلْعَت اًُُْْكَت ْنَل اَه ْنُكُوِّلَعُيَّ َةَوْكِحْلاَّ
12
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sjarkawi, 2008:
42-43).
Jadi, menurut penulis pendidikan adalah bimbingan yang diberikan
orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak mampu menyelesaikan tugas
hidupnya tanpa bergantung bantuan dari orang lain.
Fungsi pendidikan ditinjau dari sudut pandangan sosiologis dan
antropolgi, fungsi utama pendidikan untuk menumbuhkan kreativitas
peserta didik, dan menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik
agar menjadi agar menjadi manusia yang baik, menurut pandangan
manusia dam Tuhan Yang maha Esa (Thoha, 1996: 59).
Tujuan pendidikan (Depdiknas, 2003) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, “tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
13
rangka mencerdasan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Selain pembahasan pendidikan juga fokuskan pada moral, dari
berbagai sumber dapat diperoleh yaitu: dalam bahasa Arab, kata moral
sering disamakan dengan akhlaq yang merupakan jamak dari kata Khulq
yang berarti tingkah laku atau budi pekerti. Moral dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah etika, tata krama, budi pekerti yang berkaitan dengan
perilaku manusia (Subur, 2015: 54).
Moral berasal dari bahasa latin (moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai, atau tata cara cara kehidupan, adapun moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
dan prinsip moral. Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku
orang ini sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh
kelompok sosialnya (Susanto, 2011: 45).
Moral dalam arti istilah merupakan suatu yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat memberikan batasan terhadap aktifitas
manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Moral
14
moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral juga menjadi
sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan siswa harus mempunyai
moral jika ingin dihormati oleh sesama (Subur, 2015: 54-55).
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
adalah nilai-nilai atau kebiasaan baik dan buruk yang diterima dan
diterapkan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari yang lebih difokuskan
pada anak anak usia 6-12 tahun yang telah menerima pendidikan moral dari
formal maupun non formal.
Diterangkan oleh nabi sendiri, bahwa misinya adalah untuk
menyempurnakan akhlak.
ِقَلاْخَلأْا َحِلاَص َنِّوَتُلأِ ُتْثِعُت اَوًَِّإ
.
Artinya: “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”(Miftahul huda, 2009: 21-22).
Pendidikan moral berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang
tercantum dalam GBHN dan tujuan kelembagaan sekolah serta tujuan
pendidikan moral yang diberikan pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi,
maka pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan untuk sementara
sebagai berikut:
Maksud pendidikan moral adalah pendidikan yang mengenai
dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan
dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang
15
Penulis mengartikan pendidikan moral adalah suatu usaha yang
mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh seseorang
atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan
sendirinya.
Tujuan pendidikan moral, kematangan moral menuntut
penalaran-penalaran yang matang dalam arti moral. Suatu keputusan bahwa sesuatu
yang baik barangkali dianggap tepat, tetapi keputusan itu baru disebut
matang apabila dibentuk oleh suatu proses penalaran yang matang. Oleh
sebab itu tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral, dan jika
kematangan moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka
seharusnya para guru dan pendidik serta orang tua mengetahui proses
perkembangan dan cara-cara membantu perkembangan moral tersebut
(Budiningsih, 2008: 26).
Terdapat dua lembaga yang berperan mengajarkan pendidikan moral
yaitu lembaga formal dilakukan oleh sekolah dan non formal oleh keluarga
dan masyarakat. Pendidikan moral melalui keluarga, peran orang tua sangat
dominan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan disesuaikan dengan
tumbuh kembang jiwa anak. Anak-anak akan patuh pada perintah orang
tuanya untuk melakukan yang baik. Sedang pendidikan moral melalui
masyarakat biasanya berupa norma sosial. Norma merupakan kaidah, aturan
yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi warganya, agar
16
harus dipatuhi dalam masyarakat antara lain; norma kesopanan, norma
agama, norma kesusilaan dan norma hukum. Norma diatas sangat membantu
untuk mewujudkan moral yang baik (Taofeqoh, 2007: 5).
b.Anak
Dalam pandangan agama Islam, anak merupakan amanah (titipan)
Allah Swt yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya
oleh setiap orangtua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang
dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya dimasa depan. Apabila
potensi-potensi ini tidak diperhatikan, nantinya anak akan mengalami
hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.
Rasulullah Saw bersabda:
ْيِه اَه َنَلَسَّ َِْيَلَع ََُللا ىَلَص ََِللا ُلُْسَز َلاَق ُلُْقَي َىاَك ًَََُأ َةَسْيَسُُ يِتَأ ْيَع
ًَِِاَسِجَّوُيَّ ًَِِاَسِصٌَُّيَّ ًَِِاَدَُِِْي ٍُاََْتَأَف ِةَسْطِفْلا ىَلَع ُدَلُْي اَلِإ ٍدُْلَْْه
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi‟. (HR. Bukhari dan Muslim)
Fitrah dalam hadis dia atas mengandung makna potensi (kemampuan
dasar anak). Para mufasirin menyebutkan bahwa fitrah diartikan sebagai
potensi kebaikan yang dibawa anak sejak lahir. Menurut Baharudin, istilah
fitrah dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi bahasa dan agama. Dari sisi
17
Sementara dari segi agama, fitrah mengandung makna keyakinan agama,
yaitu manusia sejak lahir telah memiliki fitrah agama taukhid yang
mengesakan Tuhan. (Kholida, 2013: 45).
2. Urgensi pendidikan moral anak dalam keluarga
Pendidikan moral haruslah dimengerti dalam arti yang jauh lebih luas
dari pada sekedar pengajaran tentang etika atau moral. Pendidikan moral
adalah seluruh proses dan semua usaha orang-orang dewasa untuk
membantu orang-orang muda, agar hati mereka semakin tulus dan
tindakan-tindakan mereka semakin berkenaan di hati Tuhan dan sesama (Nugraha,
2005: 92).
Pendidikan merupakan suatu usaha keharusan bagi manusia karena
pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan tidak
langsung dapat berdiri sendiri, dapat memelihara dirinya sendiri. Manusia
pada saat lahir sepenuhnya memerlukan bantuan orang tuanya, karena itu
pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa mutlak diperlukan manusia.
Anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak pada usia 6-12
tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa
yang actual dan terwujud yang menyangkut suatu perbuatan (Daradjat,
1970: 109).
Hakikatnya anak merupaan titipan Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang tuanya untuk mendidiknya, membesarkannya menjadi manusia
18
tua tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap anaknya (Sadullah,
2014: 10).
Moral selalu mengacu pada baik buruk manusia, sehingga moral
adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma
moral dipakai sebagai tolok ukur segi kebaikan manusia. Menurut Magnis
Suseno yang dikutip Hendrowibowo, moral adalah sikap hati yang terungkap
dalam sikap lahiriah. Moralitas terjadi jika seseorang mengambil sikap yang
baik, karena ia sadar akan tanggung jawabnya sebagai manusia. Jadi
moralitas adalah sikap dan perbuatan baik sesuai dengan nurani
(Hendrowibowo, 2007: 85).
Di dalam Alqur’an ada beberapa ayat tentang moral/ etika, salah
satunya QS. Ahzab: 21 yang berbunyi:
َمَْْيْلاَّ َََّللا ُْجْسَي َىاَك ْيَوِل ٌةٌََسَح ٌةَْْسُأ ََِّللا ِلُْسَز يِف ْنُكَل َىاَك ْدَقَل
لآا
اًسيِثَك َََّللا َسَكَذَّ َسِخ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek moral
ini dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga di dalam melahirkan
anak dan kebiasaan yang tinggi. Berikut ini sebagian riwayat dan petunjuk
19
Mereka bertanggung jawab untuk membersihkan lidah anak-anak dari
kata-kata mencela dan buruk serta, dari segala perkataan yang menimbulkan
penurunan moral dan buruknya pendidikan. Jika pendidikan yang utama
menurut pandangan Islam itu, pada tahapan pertama bergantung pada
kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknya bagi para ayah, ibu,
pengajar dan orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan
dan moral untuk menghindarkan anak-anak dari perilaku menyimpang
(Ulwan, 1981: 177-180).
Masa anak-anak disebut juga sebagai masa Shabi, berlangsung dari
anak berumur 6 sampai 12 tahun. Pada masa inilah anak mulai lebih
mengenal keadaan lingkungan sekitarnya, bermain, sekolah di playgrup,
taman kanak-kanak dan sekolah dasar sampai tamat. Pada masa ini anak
tumbuh dengan pesat, begitu juga psikisnya. Peran orangtua dan keluarga
sangat penting dalam masa kini, karena merupakan masa pembentukan
pribadi dan karakter anak, serta masa untuk mulai sendiri, berprakarsa
(berkehendak sendiri) dan menyelesaikan tugas (Muchtar, 2008: 66-67).
Pendidikan anak harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu
keluarga, sekolah dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan
yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya peradaban manusia sampai
sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak
manusia. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga,
20
pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama
diperoleh anak ialah dalam keluarga (Hasan, 2010: 18).
Peralihan bentuk pendidikan informal (keluarga) ke formal (sekolah)
memerlukan kerja sama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap anak
terhadap sekolah akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Oleh karena
itu, diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang
menggantikan tugasnya selama di sekolah. Orang tua harus memperhatikan
sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan
menghargai usaha-usahanya serta menunjukkan kerja samanya dalam cara
anak belajar di rumah atau membuat pekerjaan rumahnya (Hasan, 2010: 19).
Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar
pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi
pekerti, sopan santun, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan dan
menanamkan kebiasaan. Selain itu, peranan keluarga adalah mengerjakan
nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah.
Dengan kata lain, ada keseimbangan antara materi yang diajarkan di rumah
dan materi yang diajarkan di sekolah, pentingnya peranan orang tua dalam
pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak (Hasan, 2010: 19).
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila orang tua
berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukkan peningkatan prestasi
21
untuk belajar sampai perguruan tinggi, bahkan setelah bekerja dan berumah
tangga (Hasan, 2010: 20).
3. Metode/ pola pembentukan pendidikan moral
Menurut konsep Tazkiyatun Nafs Imam Ghazali:
Secara etimologi, Tazkiyatun nafs berasal dari kata “tazkiyat” dan “an-nafs”. Kata “tazkiyat” berasal dari bahasa Arab yakni isim masdar dari
“zaka”yang berarti penyucian. Kata “an-nafs” adalah jiwa, jiwa yang tidak
dimaknai sebagai nafsu. Dengan demikian, secara terminologi, Tazkiyatun
nafs bermakna sebagai penyucian jiwa (Sholihin, 2003: 130-131).
Tazkiyatun nafs merupakan proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa pada
fitrahnya, dan pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat kembali,
melalui terapi-terapi sufistik (Sholihin, 2004: 175).
Selanjutnya, di dalam kitab Bidayat Al-hidayah, Al-Ghazali
mengatakan bahwa tazkiyatun nafs merupakan usaha menyucikan diri dari
sifat memuji diri sendiri. dasar dari pemikiran tazkiyatun nafs berasal dari
keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci.
Disebabkan oleh adanya pertentangan dengan badan, yang dalam hal ini
dapat diartikan sebagai keinginan nafsu, maka hal tersebut mengakibatkan
jiwa tidak suci bahkan tidak lagi sehat. Dalam hubungan dengan sifat-sifat
jiwa yang ada dalam diri manusia, tazkiyatun nafs menurut Al-Ghazali
berarti pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan yang
22 Bentuk Tazkiyatun Nafs
a. Tazkiyatun nafs sebagai pembinaan akhlak manusia
Menurut Al-Ghazali, jiwa yang sehat bersumber dari akhlak terpuji.
Sebaliknya, jiwa yang sakit bersumber dari akhlak tercela. Sehingga
dalam hal ini, kualitas jiwa seseorng dapat dinilai dengan bagaimana
penampilan akhlak seseorang.Terdapat 3 cara, yaitu:
1) Takhalli adalah upaya seseorang untuk menghilangkan sifat-sifat
tercela dari maksiat lahir dan maksiat bathin (Asmaran, 1996: 66).
2) Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji, tahalli juga
berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
perbuatan baik, kewajiban yang bersifat luar adalah kewajiban yang
bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan haji. Tahalli juga dibagi
kedalam tujuh tingkatan: taubat, khauf dan raja’, zuhud, fakir, sabar.
Ridha dan muraqabah.
3) Tajalli adalah hilangnya hijab dari sifat sifat kebasyariyyahan
(kemanusiaan), jelasnya nur yang sebelumnya ghaib, dan fananya
segala sesuatu ketika tampaknya wajah Allah. Kata tajalli bermakna
terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa ketika
melakukan takhalli dan tahalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan
perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilkakukan dengan
kesadaran dan rasa cinta dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa
23
b. Tazkiyatun nafs dalam bentuk terapi jiwa
Argumentasi Al-Ghazali terhadap terapi jiwa adalah bahwa jiwa dapat
diobati sebagaimana tubuh dapat diobati. Pengobatan penyakit jiwa dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu dengan mendiagnosis jenis penyakit
dan sebab-sebabnya. Al-Ghazali menegaskan bahwa ketaatan
merupakan obat, sedangkan kemaksiatan merupakan racun yang
berpengaruh terhadap hati atau jiwa. Al-ghazali mengatakan:
“Ketahuilah bahwa semua akhlak yang buruk disembuhkan dengan ilmu dan amal. Penyembuhan tiap penyakit (jiwa) ialah dengan melawan penyebabnya. Oleh karena itu, kita harus meneliti dulu sebab-sebabnya.
”
Dari pernyataan di atas, Al-Ghazali sangat menekankan bagaimana
ilmu dan amal sangat penting dalam penyembuhan jiwa. Ilmu dalam hal
ini berfungsi untuk mengetahui sebab dan akibat suatu penyakit jiwa.
Selanjutnya, setelah mengetahui penyebabnya, seseorang dapat
menghilangkan penyebabnya, seseorang dapat menghilangkan
penyebabnya dan melakukan perbuatan (amal) yang dianggap sebagai
lawan dari sifat jelek yang muncul. Amal dilakukan harus berdasarkan
syariat (Sholihin, 2003: 188).
Beberapa metode pendidikan moral menurut Abdurrahman an Nahlawi
adalah :
24
Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau
melalui tanya jawab mengenai suatu topik atau melalui tanya jawab.
b. Metode kisah
Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan
bentuk penyampaian selain bahasa.
c. Metode Amtsal (perumpamaan)
Perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam al-qur’an
mempunyai beberapa makna antara lain :
1) Merupakan sesuatu sifat manusia dengan perumpamaan yang lain.
2) Mengungkapkan sesuatu keadaan dengan keadaan yang lain yang
memiliki kesamaan untuk menandaskan peristiwa.
d. Metode teladan
Anak memandang orang tua sebagai teladan utama bagi mereka. Ia
akan meniru jejak dan semua gerak gerik orang tuanya.
e. Metode pembiasaan diri dan pengalaman
Metode pembiasaan diri dan pengalaman ini penting untuk
diterapkan, karena pembentukan moral anak tidaklah cukup nyata dan
pembiasaan diri sejak usia dini. Untuk terbiasa hidup teratur, disiplin
dan sebagainya.
f. Metode pengambilan pelajaran dan peringatan
Pendidikan yang dilakukan jika anak tidak mengetahui akibat
25
mengerjakan kebaikan maka akan merasa senang dan anak yang
melakukan kejelekan pasti akan merasa sedih.
g. Metode targhib dan tarhid
Dengan metode ini kebaikan dan keburukan yang disampaikan
kepada seseorang dapat mempengaruhi dirinya agar terdorong untuk
berbuat baik.
Sedangkan menurut Muhammad Quthb, metode dalam
pembentukan moral sebagai berikut:
a. Metode nasihat
Metode nasihat adalah memberikan masukan kepada anak
mana yang baik dan mana yang buruk. Jika anak membuat
kesalahan orang tua akan memberikan peringatan agar anak tidak
salah menentukan sikap.
b. Metode hukuman
Metode hukuman adalah pemberian hukuman pada anak
apabila anak melakukan kesalahan dengan tujuan anak tidak
melakukan kesalahan lagi (IAIN Walisongo, 2004: 126).
Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada pendidikan moral anak
pada keluarga broken home meskipun orang tua tunggal dalam pembentukan
moral anak, melalui keteladanan dan pembiasaan dari orang tua sehingga akan
26
yang sangat membantu orang tua untuk lebih memperhatikan pendidikan
moral anak.
4. Tahapan Perkembangan pendidikan moral
Tahap perkembangan moral pada awal masa anak-anak masih dalam
tingkat rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak
belum mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau menerapkan
prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan
untuk mengikuti peraturan-peratuan karena tidak mengerti manfaatnya
sebagai anggota kelompok sosial. (Hurlock, 1996: 123).
Tahapan perkembangan moral pada anak-anak sebagai berikut: Masa
kanak-kanak (usia 6-12 tahun), tanda-tandanya sebagai berikut:
1) Sikap keagamaan rendah meskipun banyak bertanya
2) Pandangan ketuhanan yang dipersonifikasikan
3) Penghayatan secara rohaniah masih belum mendalam meskipun mereka
salah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegatan ritual (Ahmad
susanto:69).
Menurut Piaget perkembangan moral dibagi menjadi 4, sebagai
berikut:
1) Pada tahap I (motor activity)
Pada anak sekitar usia 1 sampai 2 tahun, pelaksanaan peraturan
27
peraturan. Semua geraknya masih belum dibimbing oleh pikiran
tentang adanya peraturan yang harus ditaati.
2) Pada tahap II (egosentrik)
Pada usia sekitar 2 sampai 6 tahun, sudah mulai ada kesadaran akan
adanya peraturan, namun menganggap peraturan itu bersifat suci, tidak
boleh diganggu gugat oleh siapapun, mengubah peraturan merupakan
kesalahan besar. Dalam pelaksanaan peraturan mereka ini masih
bersifat egosentrik, berpusat pada dirinya.
3) Pada tahap III (kooperatif awal)
Pada usia sekitar 7 sampai 10 tahun kemampuan berpikir anak
sudah mulai bersifat sebagai aktivitas social, sifat egosentrik sudah
mulai ditinggalkan. Dalam tahap ini sudah ada keinginan yang kuat
untuk memahami peraturan, dan setia mengikuti peraturan tersebut.
4) Pada tahap IV (kodifikasi peraturan)
Pada usia sekitar 11 sampai 12 tahun yang kemampuan berpikir
anak sudah mulai berkembang. Sudah ada kemampuan untuk berpikir
abstrak, sudah adanya kesadaran bahwa peraturan merupakan hasil
kesepakatan bersama. Tahap ini merupakan tahap kodifikasi atau tahap
pemantapan peratuan (Daryono. 1998: 15-17).
5. Karakteristik anak dalam setiap fase perkembangan
Menurut Zakiyah Daradjat dalam ilmu jiwa agama, perkembangan anak
28 a. Usia Kanak-kanak (0 - 6 tahun)
Pendidikan keagamaan dan kepribadian sudah mulai sejak anak dalam
kandungan, apa yang dilakukan oleh ibu ketika mengandung dapat
mempengaruhi perkembangan jiwa anak yang akan lahir. Perkembangan
moral anak sebelum sekolah terjadi secara tidak formal dalam keluarga,
setiap perbuatan yang ada di depannya sebagai bahan ajar anak. Perbuatan
yang ada di lingkungan anak secara terus-menerus itu akan menjadikan
anak semakin dapat meniru perbuatan yang diciptakan oleh ayah maupun
ibu, sehingga anak tidak akan jauh dari perbuatan sehari-hari yang
dilakukan orang tua dalam lingkungan keluarga. Orang tua harus hati-hati
dalam bersikap di depan anak karena ke mana arah sikap moral anak
ditentukan pada sikap moral lingkungan keluarga.
b. Usia Anak-anak/ masa Tamziy (6 – 12 tahun)
Pada fase ini anak sudah masuk sekolah dasar dengan membawa bekal
agama dan moral dalam dirinya yang dia dapat dari orang tuanya dan
gurunya di taman kanak-kanak. Jika didikan agama dan moral anak yang
diperoleh dari orang tua di rumah sejalan dengan dengan guru di taman
kanak-kanak, maka anak saat masuk sekolah dasar sudah membawa
moral yang serasi tapi kalau berbeda maka anak akan merasa bingung dan
tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semakin besar anak
akan semakin bertambah fungsi agama bagi anak seperti ketika anak
29
bagi anak. Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan
buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah
mulai mempertegas pendidikan pokok syariat.
c. Usia Remaja/ masa Amrad (13 – 16 tahun)
Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi
dirinya guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan
bertanggung jawab secara penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan
fase dimana anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai
menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan
bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur harta yang
dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk dirinya sendiri.
d. Usia Dewasa/ masa taklif (17 – 21 tahun)
Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif
atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat
dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai
di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri
juga tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan
masyarakat secara keseluruhan.
Batas perkembangan moral anak dalam tahapan sebenarnya tidak
tajam, masa remaja akhir ini dapat dikatakan anak pada masa ini
30
pada anak sudah terbentuk menjadi karakter yang kuat (Daradjat,
1993:109).
Dalam penelitian ini difokuskan pada ada fase perkembangan anak/
masa tamziy usia 6-12 tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan
menentukan tingkah laku anak sehingga anak akan mencerminkan kondisi
moral dalam dirinya.
B. Keluarga Broken Home
1. Pengertian Keluarga Broken Home
Menurut bahasa, keluarga adalah dua orang lebih yang terhubung
melalui ikatan perkawinan atau ikatan darah yang biasanya memelihara
tempat tinggal yang sama (Tarsito, 1986: 264).
Keluarga adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mempunyai
hubungan melalui ikatan pernikahan, hubungan kelahiran, adopsi atau
ikatan darah yang biyasanya memiliki tempat tinggal yang sama
(Fatchurrohman, 2012: 28).
Ingatlah bahwa “keluarga” adalah tanggung jawab bersama, apalagi
sebagai pemimpin di dalam keluarga maka salah satu tanggung jawab
utama disamping mencari nafkah adalah juga “mendidik anak”. Bekerja
penting tapi memperhatikan keluarga, membimbing anak, mendidik anak
31
diberikan Allah SWT kepadanya sebagi pemimpin bagi keluarga,
sebagaimna ayat berikut: QS. At-Tahrim:6 manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang telah diperintahkan.” (Amin, 2003: 63-64).
Dalam seluruh rentang usianya, manusia membutuhkan nikmat yang
sedemikian itu, seorang anak bisa tumbuh berkembang dengan baik hanya
dalam keluarga. Tanpa keluarga, niscaya pertumbuhannya akan terhambat
dan jalan kehidupannya akan menyimpang. Kebutuhan seorang anak
terhadap ibu dan bapak adalah dasar yang tidak bisa digantikan oleh
institusi atau lembaga lain. Demikian pula, ketika orang telah memasuki
usia remaja, dewasa atau paruh baya. Fitrah dirinya membutuhkan
naungan yang hanya bisa ditemukan dalam keluarga dan tidak bisa
digantikan oleh yang lain. Dengan demikian, manusia senantiasa
membutuhkan perlindungan keluarga, selalu haus akan rasa kasih sayang
32
Sedangkan pengertian Broken home sendiri, Kata broken home berasal
dari dua kata yaitu broken dan home. Broken berasal dari kata break
yang berarti keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau
rumah tangga (Hasan Shadily, 1996:81). Jadi broke home adalah keluarga
atau rumah tangga yang retak. Hal ini dapat disebut juga istilah atau krisis
rumah tangga.
Menurut (Jihn M. Echolis 2000: 80) secara etimologi broken home
diartikan sebagai keluarga yang retak. Jadi broken home adalah kondisi
hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua
yang disebabkan oleh beberapa hal, biasanya karena perceraian, sehingga
anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung.
(http://problematikainteraksianakkeluargabrokenhomepdf/:30mei2017:19.
00).
Keluarga broken home biasanya karena faktor perceraian. Keadaan
bertambah buruk, jika setelah bercerai, kemudian menikah lagi dengan
pasangan yang lain, yang terkadang orang tersebut tidak sesuai dengan
anak, karena anak tidak mudah meminta orang baru dikehidupannya,
maka anak-anak pada umumnya akan mudah memberontak dan melarikan
diri dari rumah kemudian menjadi gelandangan.
Allah SWT yang Maha Bijaksana mengakui perceraian setelah
memagarinya dengan batasan-batasan yang ketat, demi melindungi
33
menjaga hak-hak isteri dan anak-anaknya dari permainan laki-laki yang
tidak bertanggung jawab. Allah memperbolehkan perceraian setelah
semua kesempatan untuk berdamai telah habis dan tidak ada lagi harapan
untuk bersatu kembali sebagai pasangan suami isteri, sedangkan semua
solusi yang ditawarkan untuk membuat pasangan suami isteri kembali
bersatu, saling mencintai dan saling memahami tidak menuai hasil. Allah
SWT tidak membiarkan pasangan sumi isteri yang bercerai itu tenggelam
dalam pertarungan batin, Allah Swt menghibur jiwa-jiwa yang terluka itu
dengan memberinya harapan, melalui firman-Nya dalam QS. An Nisa:
130:
اًعِساَّ ََُّللا َىاَكَّ َِِتَعَس ْيِه لاُك ََُّللا ِيْغُي اَقَّسَفَتَي ْىِإَّ
اًويِكَح
Artinya: “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana” (Faqi, 2011: 69-70).
Perceraian adalah salah satu faktor yang menyebabkan anak
memiliki akhlak dan perangai yang tidak baik, tidak mengikuti perintah
Allah swt, dan tidak menjauhi larangan-Nya. (Ulwan, 2009:194).
2. Faktor penyebab keluarga menjadi broken home
Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluarga tersebut
34 a. Perceraian orang tua
b. Salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia
c. Salah satu kedua orang tua atau keduanya “tidak hadir” secara lengkap
dalam tenggang waktu yang cukup lama (Sudarsono, 1245-126).
Pada pembahasan ini, penulis memfokuskan keluarga broken
home terhadap pasangan yang bercerai. Diantara penyebab utama yang
menyebabkan penyimpangan pada diri anak pada umumnya adalah
kondisi perceraian yang menyebabkan sang anak melarikan diri dari
rumah, dan kemudian menyebabkan sebuah keluarga berpisah dan
terpecah belah.
Keluarga broken home akibat perceraian adalah keluarga yang
bercerai atau terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan
memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti
melakukan kewajibannya sebagai suami-istri. Perceraian ini disahkan
secara hukum baik oleh Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam
atau Pengadilan Negeri bagi non Islam. Perceraian terjadi karena
beberapa alasan, yaitu pertama,
a. Pasangan sering mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga
dan anak, seperti jarang pulang, tidak ada kepastian waktu berada di
rumah, serta tidak adanya kedekatan emosional dengan anak dan
35
b. Kedua, masalah keuangan, tidak cukupnya penghasilan yang
diterima untuk menghidupi keluarga dan kebutuhan rumah tangga.
c. Ketiga, adanya penyiksaan fisik terhadap pasangan dan sering
berteriak serta mengeluarkan kata-kata kasar dan menyakitkan.
d. Dan keempat, tidak setia, seperti punya kekasih lain, dan sering
berzina dengan orang lain (
http://sosiologi.Fisid.uns.ac.id/online-jurnal/: dikutip pada tanggal 31 Mei 2017. 13.00).
3. Dampak terhahap anak keluarga brokenhome
Perspepsi anak, orang tua adalah segalanya. Dari orang tualah
anak belajar arti kebersamaan. Arti saling menolong dan juga arti
berbagi. Akan tetapi, mana kala orang tuanya bercerai, maka persepsi
yang sudah terbangun selama ini akan hancur dengan sendirinya.
Anak yang orang tuanya bercerai, kepercayaan dirinya
terganggu. Ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang amat berharga
dalam hidupnya. Karena itu, jangan heran jika dikemudian hari ia
tumbuh menjadi pribadi yang sensitif. Sensitivitas inilah yang
memunculkan sikap-sikap perlawanan atau kedurhakaan anak kepada
orang tuanya (Baiquni. 2016: 114)
Kondisi keluarga broken home yang mengalami perceraian
dapat menyebabkan anak mengalami tekanan jiwa, pola perilaku anak
kurang tertata dengan baik, emosi tidak terkontrol, dan lebih senang
36
yaitu anak mempunyai kepribadian yang menyimpang. Hal itu
mengakibatkan anak sulit untuk bersosialisasi dalam memilih teman di
dalam masyarakat.
Fenomena yang sering ditemui dalam masyarakat saat ini ialah
sebagian orang tua secara sengaja mengajak anak untuk berlaku
durhaka kepada salah satu dari mereka. Misalnya, dalam sebuah
perceraian, anak ikut suami, maka terkadang suami mengajak anak
membenci ibunya, memeritahkan ia untuk tidak menyambung
silaturrahmi dan tidak mendengarkan perkataan ibunya (Baiquni,
37 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research)
dengan Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif. Untuk jenis penelitian, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang jenis datanya
kualitatif, berupa pernyataan, kalimat, dan dokumen. Metode yang digunakan
adalah metode penelitian lapangan (field research), yaitu sebuah penelitian
yang sumber data dan proses penelitiannya menggunakan kancah atau lokasi
tertentu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian
yang terjadi pada saat sekarang. Sedangkan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll. Secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009: 6).
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan tentang
38
dimaksud adalah pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa
Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal.
C. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari
mana dapat diperoleh.
1. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh lagsung di lapangan oleh
peneliti sebagai obyek penulisan (Umar, 2003: 56). Dalam penelitian ini data
primernya orang tua.
2. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada kepada peneliti (Sugiyono, 2005:52). Sumber data
lain yang digunakan penulis dalam peneliti ini berupa buku-buku yang
39 D. Prosedur Pengumpulan data
Dalam peneliti ini, untuk memperoleh data yang dibutuhkan penulis
melakukan.
1.Observasi
Di dalam pengertian psikologi, observasi atau yang biasa disebut dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indera. Observasi dapat dilakukan melalui
penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Observasi dapat
dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara
(Arikunto, 1998: 146-147). Dalam penelitian ini, penulis melakukan
kegiatan pengamatan terhadap pola asuh orang tua dalam memberikan
pendidikan moral anak yang latar belakang keluarganya broken home.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si pewawancara atau
penanya (penulis) dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan interview guide/ panduan wawancara (Nazir, 1985:
234). Wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang,
misalnya untuk mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang
tua, pendidikan, perhatian, dan sikap terhadap sesuatu (Arikunto, 1998: 145).
Adapun jenis wawancara yang digunakan penulis dalam meneliti orang
40
langsung yaitu wawancara yang dilakukan dengan cara face to face artinya
peneliti (pewawancara) berhadapan langsung dengan 6 responden untuk
menanyakan secara lisan hal-hal yang ingin diketahuinya dan responden
memberikan jawaban secara lisan pula. Permasalahan yang akan diteliti
seputar pendidikan moral anak pada keluarga broken home. Sedangkan
objek yang akan peneliti wawancarai adalah orang tua.
3. Dokumentasi
Dokumentasi, asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis.
Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Dalam pengertian yang lebih
luas, dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa
benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol (Arikunto,
1998: 149-150). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang
gambaran umum pendidikan moral anak pada keluarga broken home di desa
Pucangrejo, kecamatan Gemuh, kabupaten Kendal.
E. Analisis Data
Disesuaikan dengan jenis data yang ada, dalam penelitian ini terdapat
beberapa jenis data yang dapat diperoleh dengan prosedur pengumpulan data.
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) jenis prosedur pengumpulan data seperti
41
Berdasarkan prosedur pengumpulan data tersebut, kemudian hasil data yang
diperoleh dianalisis sesuai dengan metodenya masing-masing.
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2009:
248).
Adapun langkah-langkah analisis data adalah sebagaiberikut:
1. Reduksi data (Data reduction)
Reduksi data dilakukan untuk memfokuskan data pada hal-hal yang
penting dari sekian banyak data yang diperoleh dari data hasil observasi,
wawancara, dan catatan lapangan yang tidak terpola. Langkah ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian Data (Data display)
Setelah data direduksi maka data yang diperoleh didisplay, yakni dengan
menyajikan sekumpulan data dan informasi yang sudah tersusun dan
memungkinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion drawing /Verification)
Prosedur penarikan kesimpulan didasarkan pada data informasi yang
42
Melalui informasi tersebut peneliti dapat melihat dan menentukan
kesimpulan yang benar mengenai objek penelitian karena penarikan
kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh dari objek
penelitian (Sugiyono, 2010: 336-337).
F. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data agar data yang telah dikumpulkan akurat dan
valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber
lainnya (Moleong, 2009: 330).
G.Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Tahap pra lapangan
a. Mengajukan judul penelitian.
b. Menyusun proposal penelitian.
c. Konsultasi penelitian kepada pembimbing.
2. Tahap pekerjaan lapangan
a. Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian.
43
c. Pencatatan data yang telah dikumpulkan.
3. Tahap analisa data
a. Penemuan hal-hal penting dari data penelitian.
b. Pengecekan keabsahan data.
4. Tahap laporan penelitian
a. Penulisan hasil penelitian.
b. Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing.
c. Perbaikan hasil konsultasi
d. Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian.
44 BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A.Paparan Data
1. Letak dan Keadaan Geografis
Desa Pucangrejo memiliki Luas wilayah 319,280000 Ha, daerah yang
sangat cocok untuk profesi pertanian ini dipadati oleh jumlah penduduk
sebanyak 4.483, penduduk dengan rincian laki-laki 2.111 orang dan
perempuan 2.372 orang yang menetap di 6 dusun dengan jumlah kepala
keluarga 1.502. Untuk batas wilayah desa Pucangrejo, kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Desa Sukodadi Kec. Kangkung
b. Sebelah selatan : Desa Jenarsari Kec. Gemuh
c. Sebelah timur : Desa Poncorejo, Lumansari, Johorejo
45 2. Struktur Organisasi Desa Pucangrejo
Bagan Organisasi dan tata kerja pemerintahan Desa Pucangrejo, Kec.
Gemuh Kab. Kendal adalah sebagai berikut:
47
5 26-40 608 612 1.220
6 41-55 207 439 646
7 56-65 179 156 335
8 65-75 119 148 267
9 >75 24 39 63
JUMLAH 2.111 2.372 4.483
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Agama
No Kelompok Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Islam 2.110 2.370 4.480
2 Kristen 1 2 3
3 Katolik - - -
4 Hindu - - -
5 Budha - - -
6 Khonghucu - - -
48 Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
No Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tidak Sekolah 99 106 205
2 TK/ Play Group 52 55 107
3 Belum Tamat SD 217 228 445
4 Tidak Tamat SD 138 150 288
5 Tamat SD 804 922 1.726
6 Tamat SLTP 459 487 946
7 Tamat SLTA 330 255 585
8
Tamat akademik/
Diploma
20 19 39
9 Sarjana ke atas 71 71 142
JUMLAH 2.190 2.293 4.483
Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 PNS 29 22 51
2 TNI - - -
49
No Uraian Laki-Laki Perempuan Jumlah
50 Tabel 4.6
Jumlah Keluarga Broken Home
No Nama Dusun Jumlah Keluarga Broken Home
1 Bugel Wetan 4
2 Bugel Kulon 3
3 Nampuroto 2
4 Selotugu 3
5 Rancang 3
6 Damarsari 3
JUMLAH 18
B.Analisis Data
Dari berbagai keluarga broken home yang berada di Ds. Pucangrejo Kec.
Gemuh Kab. Kendal sejak bulan januari 2017 adalah 18 orang, dan penulis
melakukan penelitian kepada 6 responden yang sesuai dengan kriteria terhadap
penelitiannya. yaitu orang tua yang memberikan pendidikan moral kepada anak
usia 6-12 tahun/ bisa disebut fase tamziy, dimana pada fase ini anak sudah mulai
mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri.
Jadi daftar subyek penelitian yang berhasil untuk di teliti adalah sebagai berikut