• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk lebih memahami skripsi ini, penulis membagi sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II merupakan Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin Menurut Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018. Diantara Pointnya adalah meliputi pengertian perkawinan, pengertian bimbingan perkwinan, dasar hukumbimbingan perkawinan, unsur-unsur

bimbingan perkawinan, serta tujuan dan hikmah bimbingan perkawinan.

BAB III berisi tentang Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin Menurut Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018 Di Kua Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam. Diantara Pointnya adalah meliputi Monografi KUA Ampek Angkek, Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan di KUA Ampek Angkek, Pemahaman peserta bimbingan

Perkawinan terhadap materi yang diberikan KUA Ampek Angkek, serta Analisa penulis tentang Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin Menurut Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam Nomor 379 Tahun 2018 Di Kua Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam.

BAB IV adalah Penutup, pada bab ini terdiri dua item yaitu kesimpulan dan saran.

13

BAB II

BIMBINGAN PERKAWINAN BAGI CALON PENGANTIN MENURUT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL BIMAS ISLAM NOMOR 379

TAHUN 2018 A. Pengertian perkawinan

Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah yang bermakna al -wathi’ dan al-dammu wa al-tadakhul. Terkadang juga disebut dengan al-dammu wa al-jam’u atau ‘ibarat ‘an al-wath’ wa al-‘aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Beranjak dari makna etimologis inilah para ulama fikih mendefinisikan perkawinan dalam konteks hubungan biologis.12

Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 Bab I pasal 1 disebutkan bahwa:

“ Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.13

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang Sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan adalah “pernikahan yaitu akad yang sangat kuat

12 Amiur Nuruddin Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ( Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Hlm, 37.

13Undang-Undang Republik Indonesia No. Tahun 1974 Bab I Pasal I (Bandung: Citra Umbara, 2011), Hlm, 2.

atau mitsaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan

melaksanakannya merupakan ibadah”. Kata mitsaqan ghalidhan ini ditarik dari firman Allah SWT, yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat21 yaitu sebagai berikut:14

 





 

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat ( Mitsaqan Ghalidhan).(QS. An-Nisa’ (21):4).

Pengertian nikah secara literal ini sesuai dengan makna nikah secara majazi yang diartikan dengan hubungan sexs. Term nikah yang menunjuk kepada makna hubungan sexs dijumpai dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 230 yaitu:

"Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang ( mau) mengetahui".

14Amiur Nuruddin Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, hlm,

…..43.

24

Makna kata nikah yang terdapat dalam ayat di atas diperjelas oleh oleh hadist berikut:

عَنْ عَاءِشَةَ رَضِي الَّله عَنهَا اَنَّ رِ فَا عَةَ الْقُرَظِيَّ تَزَوَّج امْرَأَةً ثُمَّ طَلَّقَهَا

فَتَزَوَّجَةْ اَخَرَ فَأْ تَتْ انَّبِيَّ صَلَّى ا لّلَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ تْ لَهُ أَنَّهُ لاَ يَأْ

تِيهَا وَاَنَّهُ لَيْسَ مَعَهُ اِلاَّ مِثْلُ هُدْبَةٍ فَقَالَ لاَ حَتَّ تَذُ و قِي عُسَيْلَتَهُ وَيَذُ و قَ

عُسَيْلَتَك

“Dari Aisyah r.a bahwa Rifa’ah al-Qurzhi mengawini seorang perempuan lalu perempuan itu menikah dengan lelaki lain. Selanjutnya ia datang kepada Nabi SAW dan menuturkan kepada beliau bahwa suaminya tidak pernah menggaulinya dan bahwa suami barunya itu tidak lain kecuali seperti ujung kain. Nabi lalu bersabda: “tidak, sehingga kamu merasai madunya dan dia juga merasai madunya”. (HR. Al-Bukhari).15

Adapun menurut syara’ nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dengan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Para ahli fiqih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan di dalamnya mengandung kata inkah atau tazwij.16Hal ini sesuai dengan ungkapan yang ditulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang memberikan defenisi perkawinan sebagai berikut:

عّقْدٌ يَتَضَمَّنُ إِ بَا حَةَ وَ طْىءٍ بِلَفْظِ النَّكَا حِ أَوِ التَّزْ وِ يْجِ أَوْ مَعْنَا هُمَا

“akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna keduanya”17

15 Al- Shan’ani, Subul Al-Salam, (T.T): Maktabah Dalan, (T.Th), Juz 3, Hlm, 78.

16Tihami Dan Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), Hlm, 8

17 Tihami Dan Sahrani, Fiqih Munakahat,…. hlm, 8

Defenisi lain yang diberikan oleh Wahbah Al-Zuhaily nikah adalah “akad yang diperbolehkan oleh syari’ bagi seorang laki-laki untuk melakukan Al-istimta’

(persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan watha’, dan berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik sebab keturunan atau sepersusuan”. Menurut Hanafiah, nikah adalah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut’ahsecara sengaja” artinya kehalalan seorang laki-laki untuk ber istimta’ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut secara syar’i. Menurut Hanabilah nikah adalah akad yang menggunakan lafaz inkahyang bermakna tajwiz dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang.18

Menurut kelompok Syafi’I memberikan defenisi nikah atau kawin dengan akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha (bersenggama) dengan lafal nikah atau tajwiz atau yang semakna dengan keduanya. Sedangkan menurut kelompok malik mendefenisikan nikah atau kawin dengan akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha’ atau bersenggama, bersenang-senang dan menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh menikah dengannya.

Jadi, dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan adalah suatu ikatan yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menghalalkan hubungan kelamin di antara mereka dan dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah berdasarkan tuntunan dari Allah SWT.

18Amiur Nuruddin Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,…

hlm, 39.

26

B. Pengertian Bimbingan Perkawinan

Kata bimbingan diambil dari bahasa inggris yakni “guidance”. Guidance berasal dari kata kerja “to guide” yang artinya menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.19

Bimbingan merupakan arahan yang diberikan kepada seseorang atau

individu supaya mereka itu dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bimbingan juga bisa sebagai bantuan atau petunjuk yang diberikan oleh narasumber kepada peserta supaya peserta yang diberikan petunjuk dapat mencapai perkembangan yang optimal.

Pengertian bimbingan secara terminologi di kemukakan oleh beberapa tokoh di bawah ini:

Menurut I Djumhur dan M. Surya, dalam bukunya “Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah”. Mengatakan bahwa bimbingan perkawinan sebagai berikut:

“Suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai

kemampuan untuk menerima dirinya (self Acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (Self Realization), sesuai dengan potensi kemampuan dalam menyesuaikan dirinya baik dengan lingkungan keluarga , maupun dengan

masyarakat. Dan bantuan ini diberikan oleh orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang tersebut.”

19Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Trayon Press, 1998) hal. 1

Hallen dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan Konseling”, hallen mengatakan bahwa:

”Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang

membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normativ agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi

lingkungannya”.20

Bimo Walgito menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup21

Crow & crow di bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling” menjelaskan bahwa Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.22

20 I Djumhur dan M Surya, hal. 9

21 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Offset, 1995) hal.

4 22 Prayitno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal 94

28

Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan yang di paparkan di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seseorang yang telah ahli kepada seseorang atau sekumpulan orang (anak-anak, remaja dan dewasa) agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan), sehingga mereka dapat menentukan jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada siapa pun.

Pengertian nikah secara bahasa nikah berarti mengumpulkan, atau sebuah pengibaratan akan sebuah hubungan intim dan akad sekaligus, yang di dalam syari’at dikenal dengan akad nikah. Sedangkan secara syaria’at berarti sebuah akad yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan perempuan, dengan berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk dan sebagainya, jika perempuan tersebut bukan termasuk mahram dari segi nasab, sesusuan dan keluarga.23

Perkawinan dalam bahasa arab disebut dengan al nikah yang bermakna al-wathi’ dan al dammu wa al-tadakhul. Terkadang juga disebut dengan al-dammu wa al-jam’u atau ‘ibarat ‘an al-watha’ wa al-‘aqd yang bermakna bersetubuh berkumpul dan akad.24

Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah “Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.25

23 Wahbah Zuhaily, Juz 9, hal. 38

24 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq; Dar al-Fikr, 1989) hal. 29

25Kompilasi Hukum Islam, hal. 2

Menurut UU No 1 tahun 1974 “merumuskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa26

Dari beberapa defenisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa nikah merupakan landasan pokok dalam pembentukan keluarga. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Jadi, bimbingan perkawinan adalah upaya pembimbing dalam memberikan materi atau bekal kepada calon pengantin sebelum melakukan pernikahan, terkait dengan keluarga sakinah, ilmu munakahat dan hal-hal yang diperlukan oleh calon pengantin sebelum memasuki dunia pernikahan

C. Dasar Hukum Bimbingan Perkawinan

Dasar dari pelaksanaan bimbingan perkawinan adalah Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman hidup yang mengatur kehidupan manusia untuk

kebahagiaan dunia dan akhirat. Dasar hukum tersebut mengandung petunjuk yang membimbing manusia kea rah kebaikan dan menjauhkan dari kesesatan.

Dalam QS At-Tahrim ayat 6 Allah menjelaskan bahwa:





26Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana media group, 2004), hal. 40

30

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “27

Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia terutama umat islam senantiasa harus menjaga diri dan keluarga dari kehancuran, karna kehancuran dalam keluarga dapat menghancurkan bangsa. Upaya untuk menjaga dari kehancuran tersebut dapat diperoleh dengan cara

mempersiapkan diri sedini mungkin sebelum memasuki jenjang perkawinan yang diwujudkan dengan bimbingan perkawinan.

Nabi Muhammad Saw juga menjelaskan dalam Hadistnya yang berbunyi:

وَاِذَ اسْتَنْصَحْكَ فَانْصَحْ لَكَ (رواه البخاري و مسلم)28

“Dan jika dia meminta nasehat, maka berilah nasehat (Riwayat Bukhari Muslim)”

Berdasarkan firman Allah Swt dan Hadist tersebut, serta mengingat bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diberi kelebihan dan kekurangan termasuk dalam hal rumah tangganya. Sehingga bimbingan perkawinan itu diperlukan sebagai upaya agar manusia dalam menjaga kehidupan rumah tangganya dapat mencapai kebahagiaan.

27Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: 1971), hal 951

28Husen Bahreis, Hadist Shahih Al-Jami’us Shahih Bukhari Muslim, ( Surabaya: Karya Utama), hal 197

Menurut Tohari Musnawar tujuan bimbingan perkawinan adalah

dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap gerak langkah yang tidak jelas, aktivitas yang dilakukan tidak sia-sia.29

Jadi, Bimbingan Perkawinan memiliki dasar hukum yang jelas dari Al-Qur’an dan Hadist untuk pelaksanaannya. Dan Bimbingan bertujuan agar

membantu konseli mencegah timbulnya permasalahan-permasalahan pernikahan dan permasalahan-permasalahan rumah tangga sesuai dengan agama islam.

D. Unsur-unsur Bimbingan Perkawinan

Berdasarkan hasil pencarian dan tidak ditemukannya literature yang secara khusus membahas tentang unsur-unsur bimbingan perkawinan sehingga penulis memutuskan menggunakan teori “unsur- unsur bimbingan” yang ruang

lingkupnya universal namun unsur-unsur pokoknya sesuai dan dapat dijadikan sebagai teori analisis terhadap hal-hal mengenai bimbingan perkawinan. Adapun teori yang unsur-unsur bimbingan yang penulis maksudkan di atas adalah

berdasarkan teori Tohari Musnawar, yaitu sebagai berikut:

1. Pelaksanaan

Pelaksanaan menurut bahasa adalah pengerjaan atau perwujudan dari suatu pekerjaan dalam sebuah program kerja yang telah direncanakan. Jadi pelaksanaan yang penulis maksudkan di skripsi ini ialah perwujudan dari program kerja bimbingan perkawinan bagi calon pengantin di KUA Kecamatan Padang Sago.

29Tohari Musnawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, ( Yogyakarta: UII Press, 1992) hal 6-7

32

a. Pembimbing

Pembimbing dalam kamus bahasa Indonesia ialah sebagai berikut,

“pembimbing” diartikan menurut bahasa adalah “pemimpin” atau “penuntun”, kata tersebut diambil dari kata “bimbing” yang artinya “pimpin” atau tuntun”, kemudian diberi awalan “pe” menjadi pembimbing yang artinya “yang

menyebabkan sesuatu menjadi tahu”, arti tersebut disesuaikan dengan profesi dan disiplin ilmu yang ia miliki.30 Pembimbing yang dimaksud ialah orang yang dianggap cakap dan mampu untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam penyelenggaraan bimbingan perkawinan. Pembimbing adalah orang yang mempunyai keahlian di bidang tersebut. Dengan kata lain yang bersangkutan harus memiliki keahlian sebagai berikut:

1) Memahami ketentuan dan peraturan agama islam mengenai pernikahan dan kehidupan dalam rumah tangga.

2) Menguasai ilmu bimbingan islam.

3) Memahami landasan filosofis bimbingan

4) Memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan yang relevan Selain kemampuan tersebut diatas, pembimbing juga harus mempunyai kemampuan lain yang disebut sebagai kemampuan kemasyarakatan (mampu berkomunikasi, bergaul, bersilaturahmi dan sebagainya), dan kemampuan pribadi (memiliki akhlak mulia).

Pembimbing dalam menjalankan tugasnya tidaklah gampang, pembimbing dituntut untuk memiliki syarat- syarat mental pribadi tertentu. Persayaratan mental

30W.J.S Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984 ), cet ke-7, hal. 427

pribadi itu ialah:

a) Memiliki kepribadian yang menarik serta berdedikasi tinggi dalam tugasnya

b) Memiliki rasa kepercayaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan

c) Memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi baik dengan anak bimbing maupun dengan yang lainnya.

d) Memiliki keuletan dalam lingkungan tugasnya termasuk pada lingkungan sekitarnya

e) Bersikap terbuka maksudnya tidak memiliki sifat yang menyembunyikan sesuatu niat yang tidak baik

f) Memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap orang lain dan suka bekerjasama dengan orang lain.

g) Memiliki perasaan sensitive terhadap kepentingan anak bimbing h) Memiliki kecekatan berfikir, cerdas sehingga mampu memahami yang

dikehendaki bimbingannya.

i) Memiliki kedewasaan dalam segala perbuatan lahiriyah dan batiniyah j) Memiliki sikap suka belajar dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan tugasnya

k) Harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta aktif menjalankan agamanya.

Dengan begitu jelas bahwa pribadi konselor atau pembimbing yang memiliki persayaratan tersebut di atas harus dijaga dan di kembangkan, karena pembimbing yang memiliki persyaratan tersebut diharapkan mampu membimbing

34

konseli untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Syarat seorang pembimbing agama sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist dikelompokkan sebagai berikut:

Kemampuan professional

Yang termasuk kedalam kemapuan ini yaitu:

- Menguasai bidang permasalahan yang dihadapi. Bidang disini yaitu bidang perkawinan dan keluarga, bidang pendidikan, bidang sosial dan sebagainya.

- Menguasai metode dan teknik bimbingan atau penyuluhan.

- Menguasai hukum islam yang sesuai dengan bidang bimbingan perkawinan yang sedang di hadapi.

- Mengetahui landasan-landasan keilmuan bimbingan yang relevan.

- Mampu menghimpun dan memanfaatkan data hasil penelitian yang berkaitan dengan bimbingan

o Kemampuan kemasyarakatan

Pembimbing islam mesti memiliki kemampuan melakukan

bimbingan kemanusiaan atau hubungan sosial. Hubungan sosial tersebut meliputi dengan:

- Calon pengantin

- Klien, orang yang di bimbing - Teman sejawat

- Orang lain yang tersebut diatas

o Sifat kepribadian yang baik

- Mencintai dan membenarkan kebenaran (siddiq) - Bisa di percaya (amanah)

- Mau menyampaikan apa yang layak disampaikan (tabligh) - Inteligen, cerdas dan berpengetahuan (fatonah)

- Sabar, dalam artian ulet, ramah, tidak putus asa, tabah. Dsb - Mampu mengendalikan diri

- Bertaqwa kepada Allah b. Terbimbing

Terbimbing adalah orang atau individu yang akan mendapatkan bimbingan atau menjadi objek dalam kegiatan bimbingan tersebut. Sedangkan Yang menajdi objek dalam bimbingan pelaksanaan bimbingan perkawinan ini ialah calon

pasangan suami istri yang sudah mendaftarkan pernikahannya di KUA Kecamatan Padang Sago. Dan permasalahan yang terkait yakni:

1. Pemilihan jodoh atau pasangan hidup

Dalam agama silam sudah dijelaskan cara memilih wanita yang baik dan sholehah dengan memperhatikan hadist Rasulullah Saw:

عن ابي هريرة ر.ض عن النبي ص.م. تنكح المراة لاربع,

لماله, ولهسابها, ولجمالها, ولدينها. فاظفر بذاق

الدين تربت يداك (رواه الجماعة الا الترمذي)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Saw. beliau bersabda:

“wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dank arena agamanya. Pilihlah yang beragama, mudah-mudahan kamu beruntung (berhasil baik).” (HR. Jamaah kecuali Tirmidzi)

36

Kandungan dari hadist ini ialah:

a) Memilih calon istsri yang mempunyai harta. Agama islam tidak melarang seseorang memilih istri yang punya harta. Dengan demikian diharapkan si istri (nanti) tidak begitu banyak tuntutan kepada

suaminya. Pada saat ini, orang mencari jodoh dari wanita yang sudah mempunyai pekerjaan (berpenghasilan). Tapi harus diingat, bahwa suami tidak boleh mengelak dari tanggung jawab menafkahi istri ( keluarga), walaupun si istri adalah orang kaya. Nafkah tetap menjadi tanggung jawab suami. Sekiranya istrinya merelakan dan

memaafkannya, umpamanya, suaminya diberhentikan dari pekerjaan, usahanya rugi dan sebab lainnya. Seorang suami akan hilang

martabatnya, sekiranya dia menikahi wanita kaya (janda kaya), karena ingin menikmati kekayaannya itu. Dan hal ini menyangkut dengan harga diri

b) Memilih calon istri dari keturunan orang baik. Sebab pada umumnya, orang orang yang baik akan menurunkan anak cucu yang baik pula.

Orang yang mempunyai keturunan yang baik tidak mesti dari kalangan atas, status sosialnya tinggi (kasta dan kedudukan), tetapi dapat juga dari kalangan biasa.

c) Memilih calon istri yang cantik, karena setiap manusia ada

mempunyai kecenderungan kearah itu. Tentu saja ukuran cantik atau tidak sangat bergantung kepada yang melihat.

d) Memilih calon istri yang taat beragama. Hal ini dipandang amat penting, karena sangat berpengaruh dalah kehidupan rumah tangga, agar hidup harmonis, bahagia dan terutama sekali untuk kepentingan pendidikan anak-anak.31

Memilih calon suami, juga berlaku ketentuan tersebut, wanita pun mempunyai hak untuk menentukan pilihannya, walaupun dalam hadist itu ditujukan untuk laki-laki.

- Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama yang bagus dan berakhlak mulia

- Berbudi pekerti luhur

- Berasal dari keluarga yang baik, karena akan mewarisi akhlak yang baik dari keluarganya dan lingkungannya

- Hendaknya perempuan yang dinikahinya itu cukup cantik32 2. Peminang (pelamar)

Peminangan adalah usaha seorang pria untuk meminta kepada seorang wanita atau walinya untuk bersedia dijadikan sebagai istri, dengan cara tertentu yang berlaku di kalangan masyarakat bersangkutan33

3. Mahar (maskawin)

Mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau benda dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika melangsungkan akad nikah. Mahar merupakan salah satu unsure terpenting dalam pernikahan.

31Ali Hasan, Pedoman Berumah tangga dalam Islam, (Jakarta; Siraja, 2006) hal 27

32Muqorrobin, Fiqh Awam Lengkap, (Demak: CV Media Ilmu, 1997) hal 161

33 Abdul Aziz, Rumah Tangga Bahagia Sejahtera, (Semarang: CV Wicaksana, 1990) hal.

42

38

4. Rukun dan syarat nikah

Rukun adalah unsur pokok dalam setiap perbuatan hukum, sedangkan syarat adalah unsur pelengkapnya. Kedua unsur ini dalam perkawinan sangat penting sekali karena bila tidak, tidak sah menurut hukum. Dan rukun pernikahan yaitu : calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi dan ( sighat) atau ijab qabul.

Sedangkan syarat nikah untuk calon suami, yaitu: islam, lelaki yang tertentu atau jelas. Bukan lelaki yang mahram dengan calon istri, mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut, bukan dalam ihram haji atau umroh, dengan kerelaan sendiri bukan paksaan, tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam satu masa, mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah untuk dijadikan istri.

Syarat untuk calon istri yakni islam, perempuan tertentu atau jelas, bukan perempuan mahram dengan calon suami, bukan dalam ihram haji atau umroh, tidak dalam masa iddah dan bukan istri orang.

Syarat untuk calon istri yakni islam, perempuan tertentu atau jelas, bukan perempuan mahram dengan calon suami, bukan dalam ihram haji atau umroh, tidak dalam masa iddah dan bukan istri orang.

Dokumen terkait