• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Sistematika Penulisan Hukum

Guna menerangkan secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang supaya memudahkan pemahaman mengani seluruh isi penulisan hukum ini.

Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis memberikan landasan teori atau penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori atau konseptual dan kerangka pemikiran.

1. Kerangka teori, berisi uraian sistematis tentang berbagai keterangan yang dikumpulkan dari pustaka yang ada hubungannya dan menunjang penelitian. Kerangka teori dalam penelitian ini menjelaskan tinjauan mengenai kartu kredit, dan tinjauan mengenai jaminan.

2. Kerangka pemikiran, menggambarkan logika hukum untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV : PENUTUP

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses penelitian, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum tentang Bank Syariah a. Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah terdiri atas dua kata, yaitu Bank dan Syariah. Kata Bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata Syariah dalam versi bank syariah di indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan /atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.

Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam (Zainudin Ali, 2008:1)

Sedangkan pengertian yang lain tentang Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.(Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)

b. Produk produk Bank Syariah

Pertumbuhan produk perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di negara Republik Indonesia, yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia, jauh tertinggal bila dibandingkan Amerika yang penduduk muslimnya sangat kecil. Produk syariah baru dikenal di Indonesia diawal 1990-an, yaitu ketika bank muamalat Indonesia berdiri. Berdasarkan Undang undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 19-21 tentang Perbankan Syariah, maka dapat dijabarkan beberapa produk dari Bank Syariah, yaitu :

1) Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

2) Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

3) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

4) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

5) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

7) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8) Kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;

9) Surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah 10)Letter of Credit

c. Dasar hukum Bank Syariah

Bank syariah secara yuridis normatif dan secara yuridis empiris diakui keberadaannyadi negara republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, di antaranya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Selain itu, pengakauan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang. commit to user

Dengan kata lain, dasar hukum dari perbankan syariah adalah : 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.

2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

6) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah.

7) Surat keputusan direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah direksi Bank Indonesia.

8) Fatwa DSN-MUI tentang hukum perbankan.

2. Tinjauan umum tentang perjanjian

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atas suatu peristiwa. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang commit to user

Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;

a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. cakap untuk membuat suatu perjanian c. mengenai hal atau obyek tertentu d. suatu sebab (causa) yang halal

syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata, meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit. “Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.” Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.” Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak. Menurut hukum perjanjian, kredit harus tertulis dan memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-undang Perbankan. Dalam pasal itu disebutkan : commit to user

“penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain”. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan sudah tidak disarankan untuk digunakan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah di kemudian hari meskipun secara teori diperbolehkan. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara Bank dengan Debitor sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.

Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan

Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut.

b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil

Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditor atau lebih dari satu bank).

3. Tinjauan Umum tentang lembaga pembiayaan a. Pengertian pembiayaan

Pembiayaan yang berasal dari kata dasar biaya. “Biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan sesuatu. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah perbuatan (hal dsb) membiayai atau membiayakan” (KBBI,1985 :135-136).

b. Pengertian Perusahaan pembiayaan

Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakan lagi adanya kebutuhan dana yang dperlukan baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.

Untuk membutuhkan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain didalam mengembangkan usahanya.

Awal mulainya lembaga pembiayaan disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tangal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan.

Menurut pasal 1 Keppres di atas dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

c. Asas-asas mengenai Perusahaan pembiayaan

Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan. Terdapat tiga asas umum mengenai pembiayaan (http:// studihukum.wordpress.com):

1) Asas yang pertama adalah asas kebebasan berkontrak, dimana lembaga pembiayaan bebas dalam melakukan perjanjian pembiayaan dengan pihak mana saja asalkan

ada kesepakatan di antara para pihak dan memenuhi persyaratan yang ada.

2) Asas yang kedua adalah asas kehati-hatian, dalam asas ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan, pihak lembaga pembiayaan tidak lupa juga memperhatikan aspek kehati-hatian, hal ini utuk meminimalisir adanya kerugian atau kendala-kendala yang timbul dari pembiayaan tersebut, hal ini untuk melindungi pihak lembaga pembiayaan maupun pihak nasabah (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998).

3) Asas yang ketiga adalah asas demokrasi ekonomi, dengan mengacu kepada penjelasan Pasal 33 UUD 1945 diketahui bahwa ayat 1, 2 dan 3 Pasal 33 UUD 1945 ini pada dasarnya merupakan landasan dari Demokrasi Ekonomi atau lebih populer dengan istilah Sistem Ekonomi Kerakyatan, adalah suatu sistem perekonomian yang mengutamakan peningkatan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses penyelenggaraan perekonomian. Dengan demikian maka dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan ini setiap anggota masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki hak untuk berpartisipasi secara langsung dalam penyelenggaraan perekenomian dan sekaligus turut serta mengawasi penyelenggaraannya. d. Prinsip prinsip pembiayaan yang baik

Lembaga keuangan melakukan fungsi menyalurkan kredit/pembiayaan melalui berbagai unit usahanya. Pembiayaan tersebut merupakan sumber profit dalam rangka menjaga kesinambungan usaha permodalan dan memberikan konstribusi bagi negara melalui pembayaran pajak. Dari kedua manfaat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memenuhi target pembiayaannya, lembaga pembiayaan dituntut untuk selalu memenuhi prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat. Dalam dunia

perbankan berlaku prinsip umun yang dikenal dengan 5-C yang meliputi: character, capacity, capital, condition, dan collateral. Bagi suatu lembaga pembiayaan, prinsip tersebut dapat diterapkan dengan penyesuaian pada situasi dan kondisi. Sesuai dengan pengertian kredit (berasal dari kata credo) yaitu kepercayaan (trust), maka debitur yang dibiayai adalah mereka yang diyakini akan sanggup untuk mengembalikan kredit/pembiayaan itu berikut dengan margin/bunganya. Menurut Roger H. Hale dalam bukunya Credit Analyze a Complete Guide, terdapat beberapa langkah pemberian kredit yang sehat, yang merupakan pengembangan dari prinsip 5-C. Mengacu pada pendapat Hale tersebut, beberapa langkah berikut perlu dijadikan pedoman dalam penyaluran kredit/pembiayaan, antara lain:

1) Dokumen kredit/pembiayaan harus diterima oleh kreditur secara lengkap, karena ketidaklengkapan dokumen dapat menjadi masalah di kemudian hari.

2) Kumpulkan fakta secara lengkap berdasarkan data yang akurat. Pastikan bahwa seluruh aspek yuridis telah terpenuhi.

3) Pihak kreditur harus benar-benar memahami bisnis calon debitur, termasuk trend dan prospeknya.

4) Pofesional dalam menilai agunan. Perlu diingat bahwa sumber utama pengembalian kredit harus berasal dari cashflow perusahaan debitur bukan dari penjualan agunan yang merupakan second way out dalam pengembalian kredit.

5) Risiko kredit/pembiayaan harus dianalisa secara cermat oleh pihak independen.

6) Keputusan menyangkut persetujuan kredit/pembiayaan harus bebas dari intervensi atau tekanan pihak manapun.

7) Pelunasan harus menjadi dasar dan tujuan dari kredit/pembiayaan, sehingga besarnya pinjaman selalu mempertimbangkan kemampuan pihak debitur dalam pengembaliannya.

8) Jika kredit disalurkan melalui lembaga perantara (bank pelaksanaan), maka pastikan bahwa lembaga perantara tersebut dalam kondisi sehat.

9) Penanganan adminsitrasi dan dokumentasi kredit harus dilakukan secara tertib semenjak pengajuan kredit, proses persetujuan, pelimpahan, pembayaran angsuran, dan pelunasannya.

10) Monitoring terhadap mutu kredit/pembiayaan harus dilakukan secara berkala dan dilakukan oleh seluruh unsur terkait.

11) Penggunaan kredit/pembiayaan harus dapat ditelusuri dan dipertanggungjawabkan.

12) Kreditur harus melakukan pembinaan dan pendampingan kepada debitur agar usahanya semakin maju dan dapat melunasi pinjaman tepat pada waktunya.

Dari prinsip-prinsip tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian kredit/pembiayaan tidak dapat dilakukan secara gegabah. Kehati-hatian sejak awal merupakan pencegahan yang paling efektif dalam rangka memperoleh portfolio kredit yang sehat.

e. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan antara lain :

1) Sewa Guna Usaha.

Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama

jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali.

Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.

2) Anjak Piutang

Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang (With Recourse).

Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh resiko tidak tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang (With recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana penjual piutang menanggung resiko tidak

tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan.

3) Usaha Kartu Kredit

Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang dan/atau jasa.

Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.

4) Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain : a) Pembiayaan kendaraan bermotor;

b) Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c) Pembiayaan barang-barang elektronik; d) Pembiayaan perumahan.

f. Dasar Hukum Perusahaan Pembiayaan

1) Peraturan presiden no.61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan

Dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan commit to user

usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsug dari masyarakat (Pasal 1). Dan yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan utuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan (Pasal 1).

2) Keputusan menteri keuangan nomor :1251/KMK.013/1988 tentang ketetuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan

Pasal 2

Dalam Pasal 2 dijelaskan, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha :

a) Sewa guna usaha b) Modal ventura

c) Perdagangan surat berharga d) Anjak piutang

e) Usaha kartu kredit f) Pembiayaan konsumen. Pasal 9

Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh :

a) Bank

b) Lembaga keuangan bukan bank c) Perusahaan pembiayaan.

4. Tinjauan umum tentang hasannah card (kartu kredit) a. Pengertian kartu kredit

Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan dentitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan unutk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari barang atau jasa yang dibeli di tempat tempat tertentu,

seperti toko, hotel, restaurant, penjualan tiket pengangkutan, dll (munir fuady,1999:174).

Selanjutnya membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya biaya lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan, uang pangkal, dan sebagainya.

Credit cards are plastic cards bearing an account number assigned to a cardholder with a credit limit than can be used to purchase goods, services, and interest is charged on the outstanding balance.(international research journal of finance and economics, issue 11 2007)

Adapun pendapat lain yang mengatakan, “kartu kredit adalah alat pembayaran melalui jasa bank/perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa, atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/perusahaan pembiayaan” (munir fuady,2000:263).

b. Sejarah singkat Hasanah Card

Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar saat ini telah mencapai lebih dari 13 juta kartu yang diterbitkan oleh 22 bank dan lembaga pembiayaan. Berbagai macam penawaran yang menarik, dari sisi joint promo maupun fitur. Bahkan saat ini jenis kartu kredit yang beredar telah ada yang menggunakan sistem Syariah. Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) pada bulan Februari 2009 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI

Dokumen terkait