• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika penulisan hasil penelitian ditulis sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Dasar Teori

Bab ini menguraikan dasar teori seperti teori atom, teori molekul, hukum lambert Berr, Emission Spectrometer, Colorimeter, pewarna merah, dan teknik pengenceran.

3. BAB III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, prosedur penelitian, dan analisa data.

4. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan.

10 BAB II DASAR TEORI A. Teori Atom

Nama atom berasal dari bahasa Yunani Atomos yang artinya tidak dapat dipotong atau dibagi lagi. Atom merupakan bagian terkecil dari suatu materi yang tidak dapat dibagi lagi. Teori tentang atom mulai berkembang pesat sejak abad ke-19. Model struktur atom pertama dikemukaan oleh J.J Thomson pada tahun 1897 dengan keberhasilannya mencirikan elektron dan mengukur nisbah muatan terhadap massa (e/m) elektron. Menurut J.J Thomson elektron bermuatan negatif dan berada dalam atom, namun secara keseluruhan atom bermuatan netral. J.J Thomson mengusulkan bahwa atom merupakan bola pejal yang terdiri dari elektron dan materi bermuatan positif tersebar secara merata. Model ini disebut model atom plum pudding [Krane, 1992].

Pada tahun 1911, Rutherford bersama kedua muridnya Hans Geiger dan

Ernest Marsden melakukan eksperimen tentang “Hamburan Sinar Alfa”.

Percobaan hamburan tersebut dilakukan dengan menembakan seberkas

pertikel menuju selembar emas tipis. Hasil eksperimen menunjukkan

adanya ketidaksesuaian dengan model atom J.J Thomson. Partikel ( bermuatan positif) tidak bergerak lurus menembus lempeng emas, namun terhambur dengan berbagai sudut. Rutherford mengoreksi model Thomson dengan mengungkapkan bahwa atom terdiri dari partikel bermuatan positif yang terkonsentrasi pada suatu daerah kecil yang disebut inti dan dikelilingi oleh elektron. Interaksi antara inti dengan elektron dikenal sebagai gaya

11

coulomb. Interaksi antara inti dan tiap elektron ditunjukan pada gambar 2.1 berikut [Krane, 1992].

Besarnya gaya coulomb antara partikel bermuatan positif dengan partikel bermuatan negatif mengikuti persamaan 2.1 berikut:

= �� 0

2

2 (2.1)

dengan, : Gaya Coulomb

: muatan listrik

�: jarak antara dua muatan yang saling berinteraksi � : permitivitas ruang hampa

�: konstanta phi

Elektron dapat bergerak mengelilingi inti karena mengalami gaya sentripetal. Besar gaya sentripetal mengikuti persamaan 2.2 berikut:

= 2 (2.2) −� +�

12 dengan, : Gaya sentripetal.

: massa elektron.

� : kecepatan elektron.

�: jarak antara elektron terhadap inti.

Berdasarkan persamaan 2.1 dan persamaan 2.2 diperoleh persamaan 2.3 sebagai berikut:

� = �� 0

2

(2.3)

Model atom Rutherford masih mempunyai kelemahan seperti:

1. Muatan yang dipercepat akan memancarkan radiasi elektromagnetik.

Pada gerak melingkar kecepatannya tidak tetap sehingga elektron akan mengalami percepatan. Elektron akan memancarkan tenaga dalam bentuk gelombang eletromagnetik. Elektron kehilangan tenaga dan jari-jari orbit akan mengecil hingga akhirnya akan bersatu kembali dengan inti. Pada kenyataannya atom tetap utuh, elektron dan inti terpisah.

2. Frekuensi radiasi sama dengan frekuensi orbitnya. Jika jari-jari orbit mengecil secara kontinyu maka frekuensi radiasi juga berubah secara kontinyu. Pada kenyataannya frekuensi radiasi atom diskrit tidak kontinyu.

Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan bahwa atom mirip sistem planet mini, dengan elektron-elektron beredar mengelilingi inti atom seperti

13

halnya planet-planet beredar mengelilingi matahari. Bohr memecahkan persoalan sebelumnya dengan mempostulatkan bahwa elektron hanya dapat bergerak dalam orbit yang diperkenankan. Orbit stabil ini disebut sebagai keadaan stasioner. Elektron bergerak pada orbit yang diperkenankan tanpa memancarkan radiasi elektromagnetik. Atom dapat meradiasi tenaga dalam bentuk gelombang elektromagnetik jika elektron berpindah dari keadaan stasioner ke keadaan stasioner lain yang lebih rendah.

Untuk atom Hidrogen dengan jari-jari orbit r dan massa elektron m, tenaga total sistem merupakan tenaga kinetik elektron ditambah tenaga potensial Coloumb [Halliday,1978]. Tenaga total sistem sebesar:

= + (2.4)

Dengan tenaga kinetik elektron mengikuti persamaan 2.5 berikut:

=8��2

0 (2.5)

Tenaga potensial sistem proton-elektron sebesar,

= − ��2

0 (2.6)

Sehingga tenaga total elektron menjadi:

= −8��2

0 (2.7)

Bohr menyatakan bahwa momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari ħ. Momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi

14

inti atom bernilai bilangan bulat dikalikan konstanta Planck dibagi dengan 2� yang ditunjukkan dengan persamaan 2.8.

�� = = ħ (2.8)

Berdasarkan persamaan 2.8 dan persamaan 2.5 diperoleh persamaan 2.9. Elektron hanya berada pada orbit yang diperkenankan, dimana jari-jari orbit menurut Bohr [Krane,1992]:

� = ��0ħ2

2 = (2.9)

dengan, � : jari-jari orbit elektron ħ : tetapan Planck tereduksi =

: merupakan bilangan bulat 1,2,3, ...

∶ ,

Berdasarkan persamaan 2.9 dan persamaan 2.7 diperoleh

= − 24

02ħ2 2 (2.10)

Bilangan bulat n merupakan bilangan kuantum utama. Persamaan 2.10 dapat disederhanakan mengikuti persamaan 2.11 berikut.

= − 2,6 eV (2.11)

Elektron dapat berpindah dari suatu orbit ke orbit yang lain. Bila elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga ) ke orbit akhir (tingkat

15

Perpindahan disebut proses deexitasi dengan memancarkan tenaga mengikuti persamaan 2.12 berikut:

∆ = − (2.12)

dengan, ∆ : selisih tenaga ( eV )

: tingkat tenaga awal ( eV )

: tingkat tenaga akhir ( eV )

Tenaga dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik mengikuti persamaan 2.13 :

ℎ� = − (2.13)

dengan, h : tetapan Planck sebesar 6,63 x 10-34 J.s

v : frekuensi gelombang elektromagnetik s-1 ( Hz ) Gambar 2.2 peristiwa deeksitasi.

Inti

n=1 n=2 Tenaga

16

Sebaliknya, elektron berpindah dari orbit awal ( tingkat tenaga ) ke

orbit akhir (tingkat tenaga ) dengan < seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.

Perpindahan disebut exitasi dengan menyerap tenaga mengikuti persamaan 2.14 berikut :

∆ = − (2.14)

Gambar 2.3 peristiwa eksitasi. Inti

n=1 n=2 Tenaga

17 B. Teori Molekul

Molekul dapat menyerap dan memancarkan tenaga seperti pada atom. Molekul memiliki tiga tingkat tenaga yaitu tenaga elektronik, tenaga rotasi, dan tenaga vibrasi mengikuti persamaan 2.15 berikut ini [Beiser,1982]:

= + �� + (2.15)

Molekul selalu berusaha mencapai keadaan ke tingkat tenaga yang stabil dengan menyerap dan melepaskan tenaga sebesar [Krane,1992]:

∆ = ℎ� = (2.16)

Dengan, ∆ : tenaga yang diserap ( eV )

c : kelajuan cahaya sebesar 3 x 108 m.s-1

� : panjang gelombang ( m )

Karena setiap molekul memiliki tingkat tenaga molekuler yang berbeda, maka spektrum yang dihasilkan berbeda dari masing-masing molekul. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam menentukan molekul yang terkandung dalam suatu sampel.

Gambar 2.4 Sketsa tingkat tenaga molekul : tingkat tenaga elektronik, tingkat tenaga vibrasi, dan tingkat tenaga rotasi

Tingkat tenaga rotasi Tingkat tenaga vibrasi

Tingkat tenaga elektronik keadaan eksitasi

Tingkat tenaga rotasi Tingkat tenaga vibrasi

18 C. Hukum Beer-Lambert

Seberkas cahaya dengan Intensitas awal memiliki panjang

gelombang �. Berkas cahaya ditembakkan menuju sampel. Sebagian cahaya

akan diteruskan atau ditransmisikan , sebagian dipantulkan r , dan

sebagian lagi diserap . [Skoog et al,1965].

Transmitans � didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas cahaya yang keluar dari larutan dengan intensitas cahaya datang. Besarnya transmitans adalah [Skoog et al,1965] :

� =

0 (2.17)

Berdasarkan nilai � dapat diperoleh besaran baru yang disebut absorbansi �, sebesar [Skoog et al,1965]:

� = � 0

= − log � (2.18)

Hukum Beer dan Lambert menyatakan bahwa absorbansi dari sebuah sampel berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang menyerap. Hubungan antara sebagian cahaya yang melewati sampel (Transmitans) dengan konsentrasi sampel ternyata tidak linear. Proses berkurangnya intensitas cahaya ketika melewati sampel ditunjukkan oleh gambar 2.5 [Skoog et al,1965].

19

Cahaya dengan intensitas melewati sebuah lapisan tipis sampel dengan ketebalan x. Pengurangan intensitas I sebanding dengan intensitas awal , konsentrasi senyawa penyerap , dan ketebalan x .

= − . . . x (2.19)

dengan, : perubahan intensitas cahaya akibat serapan sampel setebal x

: konstanta pembanding, tanda minus ( – ) menunjukkan pengurangan intensitas seiring bertambahnya ketebalan x.

: Intensitas cahaya yang masuk

: konsentrasi larutan

x : elemen panjang sampel yang dilalui cahaya.

Berdasarkan gambar 2.5 di atas terlihat bahwa berkurangnya intensitas cahaya akibat proses serapan setiap lapisan tipis sampel sepanjang x mulai dari x = sampai x = b. Sehingga total serapan cahaya (pengurangan intensitas cahaya) merupakan jumlah dari serapan masing-masing lapisan tipis sampel. Intensitas cahaya pada saat x = dan intensitas cahaya pada saat x = b. Sehingga persamaan 2.19 dapat diintegrasikan menjadi [Skoog et al,1965]:

Gambar 2.5 Proses serapan yang terjadi ketika cahaya datang menuju suatu sampel. Cahaya masuk x = 0 x = b I Cahaya keluar dx b penyerap I - dI

20 = . . x − ∫0 = ∫ x − ln 0= ln0 =

Berdasarkan hubungan ln � = ln log � maka persamaan tersebut menjadi:

ln log0 = log0 = ln = � −log � = (2.20)

Dari persamaan 2.18 dan persamaan 2.20 diperoleh hubungan sebagai berikut [Skoog et al,1965]:

� = � (2.21)

Dengan, � : Absorbansi larutan

: kosentrasi larutan

: tebal larutan

� : merupakan absortivitas molar. D. Emission Spectrometer

Detektor Emission Spectrometer adalah detektor yang dirancang untuk mengukur intensitas dari berabagai sumber cahaya. Detektor bekerja pada panjang gelombang mulai dari 320 nm sampai dengan 900 nm dengan

interval 1 nm [www.vernier.com]. Detektor Emission Spectrometer

21

mengetahui senyawa yang terkandung dalam sampel yang akan diteliti. Analisa kualitatif dilakukan berdasarkan pola serapan sampel. Analisa kualitatif dilakukan dengan menyusun detektor Emission Spectrometer mengikuti gambar 2.6 berikut:

Analisa kualitatif menggunakan Detektor Emission Spectrometer

Setiap molekul memerlukan tenaga untuk melakukan transisi dari tingkat awal ( ) ke tingkat tenaga akhir ( ) yang lebih tinggi. Tenaga ini

disebut tenaga exitasi. Tenaga exitasi sama dengan tenaga untuk melakukan deexitasi. Tenaga deexitasi merupakan tenaga untuk melakukan transisi dari tingkat awal ( ) ke tingkat tenaga akhir ( ) yang lebih rendah.

Sinar datang dari sumber radiasi memiliki berbagai panjang gelombang. Hal ini menunjukkan tenaga yang dibawa oleh sinar datang juga bervariasi. Jika tenaga yang dibawa oleh sinar datang sama dengan tenaga yang diperlukan oleh molekul untuk melakukan exitasi maka akan terjadi proses serah terima tenaga. Tenaga yang dibawa oleh sinar datang akan diserahkan kepada molekul untuk melakukan exitasi. Misalnya untuk transisi, molekul memerlukan cahaya dengan panjang gelombang �, maka

cahaya dari sumber dengan panjang gelombang � inilah yang akan diserap

Sumber Radiasi

Kuvet Dektektor Perekam dan penampil data Gambar 2.6. Bagan analisa kualitatif menggunakan detektor Emission

22

oleh molekul. Hal ini merupakan peristiwa serapan tenaga. Karena dalam larutan terdapat banyak molekul dengan jenis yang sama, maka serapan ditunjukkan dengan berkurangnya intensitas pada panjang gelombang tertentu. Berkurangnya intensitas pada panjang gelombang cahaya akan menghasilkan pola tertentu. Pola inilah yang disebut sebagai pola serapan. Pola serapan tergantung molekul penyerapnya. Pola serapan menjadi dasar untuk mengidentifikasi molekul yang terkandung dalam sampel. Setelah sampel dipastikan mengandung molekul yang diinginkan, proses analisa dilanjutkan dengan analisa kuantitatif yaitu menentukan konsentrasi molekul yang terkandung dalam sampel.

E. Colorimeter

Detektor Colorimeter adalah detektor yang digunakan untuk menentukan konsentrasi dengan analisis intensitas cahaya yang diteruskan oleh larutan. Detektor memiliki kemampuan untuk mengukur absorbansi sampel dengan range 0,05 sampai 1,0. Detektor dilengkapi sumber cahaya dengan empat panjang gelombang. Panjang gelombang cahaya yang digunakan adalah 430 nm, 470 nm, 565 nm, dan 635 nm. Detektor dilengkapi dengan fitur seperti identifikasi sensor otomatis dan kalibrasi hanya dengan satu langkah menjadikan sensor dapat secara langsung digunakan [www.vernier.com]. Sampel yang sudah diidentifikasi dan diyakini mengandung senyawa yang diinginkan maka analisa dilakukan secara kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan menggunakan detektor Colorimeter.

23

Detektor Colorimeter bekerja berdasarkan Hukum Beer-Lambert yang dijelaskan pada dasar teori. Sinar datang dengan panjang gelombang � memiliki intensitas , setelah melewati molekul penyerap maka intensitasnya menjadi . Intensitas cahaya berkurang menunjukkan adanya cahaya yang diserap oleh molekul penyerap. Serapan dapat ditunjukkan dengan absorbansi yang dihasilkan oleh sampel mengikuti persamaan 2.21. Dengan mengetahui absorbansi akibat proses serapan oleh molekul penyerap, maka konsentrasi molekul penyerap dapat diketahui.

Dokumen terkait