Tugas akhir ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab dan lampiran, secara garis besar dalam masing-masing bab dibahas hal-hal sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I dijelaskan gambaran umum dari penulisan tugas akhir yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II diuraikan tentang teori-teori utama maupun penunjang yang terkait dengan permasalahan dalam tugas akhir, antara lain penelitian terdahulu, panel surya, sistem panel surya Type 2 Fuzzy Logic Control, Fungsi Keanggotaan, operasi pada fungsi keanggotaan type 2, struktur dasar pengendali type 2 fuzzy, Pengendali Type 2 Fuzzy Sliding Mode Control (T2FSMC), serta Algoritma Kunang - kunang.
Teori-teori tersebut digunakan sebagai acuan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab III dijelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir. Tahapan tersebut adalah studi literatur, mendesain kendali T2FSMC dengan optimasi fungsi keanggotaan menggunakan algoritma kunang - kunang, kemudian melakukan simulasi dengan menggunakan MATLAB, selanjutnya hasil simulasi akan dijadikan acuan untuk dilakukan pembandingan performasi sistem dengan sistem kendali T2FSMC sebelumnya. Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan.
4. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV membahas tentang hasil analisa dan pembahasan tentang perbandingan performansi sistem kontrol T2FSMC Firefly dengan T2FSMC Semula.
5. BAB V PENUTUP
Pada bab V berisi kesimpulan akhir yang diperoleh dari analisis dan pembahasan tugas akhir serta saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan tentang teori - teori utama maupun penunjang yang terkait dengan permasalahan dalam Tugas Akhir ini, antara lain panel surya, sistem panel surya, Type-2 Fuzzy Logic Control, Fungsi Keanggotaan, Operasi pada Fungsi Keanggotaan type 2, Struktur Dasar Pengendali type 2 fuzzy, Pengendali Type 2 Fuzzy Sliding Mode Control (T2FSMC), serta Algoritma Kunang - kunang. Teori-teori tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian - penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu sebagai berikut :
1. Dalam penelitian yang berjudul ”Desain Kontrol Posisi Pada Panel Surya Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Sliding Mode Control (FSMC)” telah dirancangnya suatu sistem kontrol posisi pada panel surya yaitu sistem kontrol (FSMC) kemudian dilakukan simulasi untuk melihat bagaimana performansi sistem dengan diberikan gangguan maupun tidak, dan hasil yang didapatkan yaitu performansi sistem pengendali FSMC pada panel surya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sistem pengendali SMC dan FLC, yaitu lebih robust terhadap berbagai gangguan baik eksternal maupun internal, lebih mudah dan sederhana dalam perancangannya, serta memiliki waktu respon yang lebih cepat[8].
7
2. Dalam Tugas Akhir yang berjudul Identifikasi Parameter Model Matematika Pada Penggerak Prototype Panel Surya meneliti penggerak sebuah prototype panel surya yaitu motor DC. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi nilai parameter pada model matematika motor DC. Identifikasi dilakukan pada parameter tahanan kumparan jangkar (Rα), induktansi kumparan jangkar (Lα) , konstanta emf balik (Kb), konstanta torsi (Km) , momen inersia rotor (J), dan koefisien gesekan viskos (B). Selanjutnya, simulasi dilakukan pada model matematika motor DC dengan parameter hasil identifikasi. Selanjutnya dilakukan simulasi. Hasil simulasi sistem berupa kecepatan sudut dibandingkan dengan kecepatan sudut hasil eksperimen secara langsung. Hasil perbandingan menunjukan bahwa pada simulasi ketiga memiliki nilai terbaik dengan tingkat kepercayaan pada absolute average relative deviation sebesar 97,317587123%[9].
3. Pada Tugas Akhir yang berjudul Perbandingan Pengendali T2FSMC dan Pengendali PID Pada Prototype Panel Surya dilakukan perbandingan sistem kendali T2FSMC dengan sistem kendali PID pada kolektor atau pengumpul cahaya pada panel surya, sehingga dapat selalu tegak lurus dengan sumber cahaya agar energi yang dihasilkan menjadi maksimal.
Penelitian dilakukan dengan membuat simulasi pada kedua pengendali menggunakan Simulink Matlab untuk membandingkan sifat dari kecepatan sudut. Sehingga didapatkan hasil bahwa pengendali T2FSMC mampu bekerja lebih baik terhadap sistem panel surya, karena didapatkan sifat dari pengendali T2FSMC tidak menghasilkan overshoot sedangkan pengendali PID
9 menghasilkan overshoot. Hasil yang sudah disimulasikan dibandingkan dengan hasil eksperimen dan didapatkan bahwa pengendali T2FSMC mampu bekerja lebih baik juga dengan membandingkan kecepatan sudut, voltase, dan arus yang didapatkan. Akan tetapi pengendali T2FSMC membutuhkan waktu yang lama untuk hasil running pada simulasi, daripada pengendali PID[10].
4. Pada Tugas Akhir yang berjudul Perbandingan Kontrol PID dan T2FSMC pada Prototype Panel Surya dengan Mempertimbangkan Intensitas Cahaya dirancang dua sistem kendali pada panel surya untuk mengendalikan posisi sudut kolektor agar selalu tegak lurus mengikuti arah sinar matahari. Kedua sistem tersebut adalah T2FSMC dan PID, setelah dilakukan simulasi, kemudian peneliti memvalidasi data dengan melakukan pengambilan data menggunakan prototype panel surya kemudian dibandingkan dengan hasil yang telah didapat dari simulasi. Dikarenakan cuaca yang tidak menentu menyebabkan besarnya cahaya yang diterima panel surya juga tidak menentu, sehingga pada pengambilan data ditambahkan parameter intensitas cahaya sebagai parameter kesesuaian agar hasil data yang didapat dapat dipertanggungjawabkan. Dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kendali T2FSMC dapat diterapkan baik secara simulasi dan secara data real, dari hasil perbandingan simulasi menunjukkan bahwa nilai settling time T2FSMC adalah 6,78 detik dan overshoot yang sangat kecil dan dari pengukuran panel surya nilai tegangan yang dihasilkan sel surya maksimal sebesar 4 volt. Sedangkan PID memiliki selisih settling time 5,4 detik dan 0,4 volt dibandingkan dengan T2FSMC[11].
5. Dalam penelitian yang berjudul Design of T2FSMC Controller with Minimum Gain Scale Factor by Optimizing Membership Function Using FireFly Algorithm on Mobile Inverted Pendulum meneliti pengaruh Fungsi Keanggotaan terhadap efektivitas Gain Scale yang baik serta ketahanan pengendali yang dihasilkan. Hal ini dapat ditunjukkan melalui simulasi bahwa Fungsi Keanggotaan yang optimal dapat ditemukan dengan menggunakan Algoritma Kunang -kunang sehingga menghasilkan Gain Scale yang cukup kecil dan sangat baik dari sudut pandang implementasi perangkat keras dan menekan kebisingan, dengan tetap menjaga ketahanan terhadap ketidak pastian parameter. Hasil yang didapat adalah metode yang diusulkan unggul dalam hal ketahanan terhadap ketidak pastian parameter yang digunakan. Optimalisasi yang dilakukan, berhasil menemukan Gain Scale yang kecil, yang berarti kecilnya kebisingan dan mempercepat proses pada implementasi perangkat keras. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai overshoot dan ITAE[6].
6. Dalam penelitian yang berjudul ”Type 2 Fuzzy Sliding Mode Control (T2FSMC) Controller On Solar Panel Prototype Using The Most Representative Parameters”
telah didapatkan hasil bahwa menurut hasil simulasi, setpoint yang diperoleh dari percobaan prototype panel surya, cocok dengan kontroler T2FSMC. Kontroler tersebut dapat mencapai setpoint dan tetap stabil meskipun dalam sistem ditambahkan adanya gangguan.
Dari kecepatan anguler yang stabil, diperoleh posisi titik anguler yang optimal untuk menangkap energi surya. dengan menggunakan parameter yang paling representatif, kontroler T2FSMC cocok digunakan untuk prototype panel surya[12].
11 7. Pada tesis yang berjudul ”Pengembangan Tipe 2 Fuzzy Sliding Mode Control (T2FSMC) Pada Kontrol Posisi Panel Surya Dengan Optimasi Gain Scale Factor Menggunakan Firefly Algorithm” telah dilakukan penentuan nilai gain scale factor pada sistem kontrol T2FSMC menggunakan algoritma kunang - kunang dan mendapatkan hasil, dapat diterapkannya sistem kontrol T2FSMC Firefly dengan baik pada sistem motor penggerak panel surya secara simulasi. T2FSMC Firefly mampu memperbaiki performasi dari T2FSMC, dimana sistem kontrol posisi sudut panel surya dengan pengendali T2FSMC Firefly mampu mencapai kestabilan pada waktu ke - 4.53 detik dengan ITAE 9.63824211077099 × 10−5 dan pengendali T2FSMC mencapai kestabilan pada waktu ke - 6, 78 detik dengan ITAE 9.83330298068067 × 10−5. Ditinjau dari rise time, T2FSMC Firefly juga menunjukkan peningkatan performansi yaitu dari 2.533 detik ke 2.504 detik[13].
2.2 Panel Surya
Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi listrik. Panel surya sering kali disebut sel photovoltaic, photovoltaic dapat diartikan sebagai
”cahaya - listrik”. Sel surya atau sel PV bergantung pada efek photovoltaic untuk menyerap energi Matahari dan menyebabkan arus mengalir antara dua lapisan bermuatan yang berlawanan[14].
Gambar 2.1: Prototype Panel Surya
Gambar 2.1 merupakan prototype panel surya yang digunakan pada penelitian terdahulu[5]. Adapun komponen penyusun panel surya adalah :
1. Substrat
Merupakan material yang menopang seluruh komponen panel surya. Substrat berfungsi sebagai kontak terminal positif panel surya dan juga sebagai tempat masuknya cahaya.
2. Material Semikonduktor
Merupakan bagian inti dari panel surya yang mempunyai lapisan tipis. Fungsi dari material semikonduktor ini adalah untuk menyerap cahaya sinar matahari. Bagian semikonduktor terdiri dari junction atau gabungan dari dua material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang membentuk p-n junction. Material semikonduktor juga berfungsi sebagai kontak terminal negatif.
13 3. Lapisan Antireflektif
Material antirefleksi adalah lapisan tipis material dengan besar indeks reaktif optik antara semi konduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan kearah semikonduktor, sehingga meminimumkan cahaya yang dpantulkan kembali. Berfungsi untuk mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh semikonduktor.
4. Enkapsulasi
Enkapsulasi merupakan bagian yang berfungsi untuk melindungi modul surya dari hujan atau kotoran.
2.3 Sistem Panel Surya
Model sistem kontrol posisi pada sistem panel surya secara sederhana seperti terlihat pada Gambar 2.2[8].
Gambar 2.2: Diagram Sistematik Panel Surya
Prinsip kerja dari sistem ini adalah, bagian pengatur posisi dari piringan pengumpul sinar matahari agar selalu mengikuti posisi matahari, sehingga permukaan piring pengumpul sinar
matahari selalu dalam kondisi tegak lurus dengan arah sinar matahari karena mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan panel secara tegak lurus akan mendapat energi maksimum 1000 W/m2 atau 1kW/m2[11].
Sistem ini merupakan sistem dengan satu masukan dan atau keluaran dengan objek yang dikendalikan adalah motor servo DC[11]. Diagram blok masukan dan keluaran panel surya dapat digambarkan sebagai berikut[8].
Gambar 2.3: Diagram Blok masukan dan keluaran Panel Surya
Masukan sistem adalah laju sinar matahari (θi) yang diterima oleh sensor sel photovoltaic silikon persegi yang diletakkan sedemikian rupa sehingga pada saat sensor diarahkan ke matahari, sinar cahaya dari celah melingkari kedua sel tersebut [8]. Sedangkan keluaran sistem adalah posisi sudut dari motor (θ0) yang digunakan untuk menggerakkan kolektor sehingga berputar mengikuti arah posisi matahari.
Matahari adalah objek dari panel surya, jadi panel surya harus dapat mengikuti arah gerak dari matahari agar efisiensi dari panel surya menjadi maksimal. Dan untuk dapat memposisikan panel surya agar selalu tegak lurus dengan matahari, dibutuhkan panel surya yang dapat dikendalikan. Pemodelan dilakukan dengan menurunkan persamaan matematis dari bagian bagian penyusun yang
15 merupakan penggerak dari panel surya.
Gambar 2.4: Model Motor DC Dari Gambar 2.4 diperoleh[11] :
ea(t) = Raia(t) + Ladia(t)
dt + eb(t) (2.1) eb(t) = Kbωm(t) (2.2)
Tm(t) = Kmiα(t) (2.3)
Tm(t) = Jdωm(t)
dt + Bωm(t) (2.4) dengan :
ea(t) : Besarnya tegangan yang diberikan pada motor (volt) eb(t) : emf balik (volt)
ia(t) : Arus jangkar (Ampere)
Ra(t) : Tahanan kumparan jangkar (Ohm) La(t) : Induksi kumparan jangkar (Henry) Kb : Konstanta emf balik (Volt-sec/rad) Km : Konstanta torsi (N-m/Ampere) J : Momen inersia motor (Kg − m2) B : Koefisien gesekan viskos (N-m/rad/sec) Tm(t) : Torsi motor (N-m)
ωm(t) : Kecepatan sudut motor (rad/sec)
Salah satu bagian dari sistem kontrol posisi adalah penguat servo (amplifier servo). Secara sederhana, keluaran amplifier servo dapat dinyatakan :
ea(t) = −K[e0(t) + et(t)] = −Kes(t) (2.5) dengan :
ea : Tegangan keluaran servo amplifier (Volt) K : Besarnya nilai penguatan
e0 : Tegangan masukan dari takometer (Volt)
et : Tegangan masukan dari penguat amplifier, op-amp (Volt) es : Jumlahan tegangan masukan pada servo amplifier (Volt) Untuk mendeteksi kecepatan sudut dari motor, digunakan takometer. Keluaran takometer dalam bentuk tegangan (et) diumpan balik melalui konstanta takometer Kt. Secara matematis, hubungan ini dapat ditulis :
et(t) = Ktωm(t) (2.6) dengan :
et : Tegangan keluaran takometer(Volt) Kt : Konstanta takometer
ωm : Kecepatan sudut motor (rad/sec)
Roda gigi berfungsi sebagai pengurang kecepatan sudut dari motor. Secara mekanik, sumbu dari motor dihubungkan dengan roda gigi, sehingga posisi sudut roda gigi keluaran dihubungkan ke posisi motor melalui perbandingan roda gigi 1/n, sehingga :
ω0 = 1
nωm (2.7)
dengan :
ω0 : Posisi sudut keluaran roda gigi ωm : Posisi sudut motor
17 Adapun nilai parameter - parameter yang digunakan pada Tugas Akhir ini, disajikan pada Tabel 2.1 berikut[9].
Tabel 2.1: Parameter motor DC
Parameter Motor DC
Nilai Tahanan Kumparan Jangkar (Ra) 18,2214 Ohm Induktansi Kumparan Jangkar (La) 0.00866 Henry Konstanta emf balik (Kb) 0.030941093 V olt
sec /rad Konstanta Torsi (Km) 0.030941093 N
m/Ampere
Momen Inersia (J) 0.000090 kg
m2 Koefisien Gesekan Viskos (B) 0.000025
2.4 Type 2 Fuzzy Logic Control
Prinsip Type 2 Fuzzy Logic merupakan penerapan teori himpunan fuzzy pada bidang pngendalian sistem. Type 2 Fuzzy merupakan pengembangan dari Type 1 Fuzzy.
Type 1 Fuzzy Logic seringkali menjadi basis pengetahuan yang digunakan untuk membangun rules tidak menentu[6].
Adapun mengapa ketidakpastian rules dapat terjadi, yaitu : a. Perbedaan dalam menentukan himpunan consequence
setiap kaidah.
b. Perbedaan kata-kata antecedent dan consequent dari rules bisa mempunyai kaidah yang berbeda pada orang yang berbeda.
c. Adanya gangguan (noise) yang menyisipi data.
Sistem logika Type 1 fuzzy yang memiliki fungsi keanggotaan yang tegas, tidak mampu untuk mengatasi ketidakpastian ini.
Sedangkan sistem logika fuzzy bertipe 2 interval yang memiliki fungsi keanggotaan interval, memiliki kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian tersebut[8]. Pengertian dari interval Type 2 fuzzy logic system dikenalkan oleh Zadeh pada tahun 1970an sebagai perluasan dari konsep himpunan fuzzy biasa atau dapat disebut himpunan Type 1 fuzzy. Konsep utama fuzzy bertipe-2 adalah, setiap kata dapat diartikan berbeda oleh orang yang berbeda. Type 2 fuzzy logic meliputi, Fungsi Keanggotaan, fuzzy inference system, dan defuzzifikasi [15].
2.4.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan Type 2 Fuzzy Logic meliputi The footprint of uncertainty (FOU), upper membership function (UMF) dan lower membership function (LMF).
The footprint of uncertainty (FOU) memberikan derajat kebebasan tambahan yang memungkinkan untuk secara langsung memodelkan dan menangani ketidakpastian[11].
Type 2 fuzzy dapat juga mengurangi jumlah rules fuzzy jika dibandingkan dengan type 1 fuzzy[11]. Secara umum himpunan type 2 fuzzy dapat didefinikan sebagai berikut[15].
A = {(x, u), µ˜ A˜(x, u)|∀x ∈ X, ∀u∈ Jx⊆ [0, 1]} (2.8) Dengan Jx ⊆ [0, 1] representasi dari fungsi keanggotaan utama (primary membership) dari x dan µA˜(x, u) merupakan Type 1 Fuzzy yang dikenal dengan fungsi keanggotaan sekunder (secondary membership). Footprint of uncertainty (FOU) adalah daerah terbatas yang memuat derajat ketidakpastian keanggotaan utama atau yang disebut fungsi keanggotaan utama (primary membership), dimana FOU gabungan dari semua fungsi keanggotaan utama[16].
FOU dibatasi oleh fungsi keanggotaan sekunder (secondary membership) yang terdiri dari upper membership function (UMF) dan lower membership function (LMF) yang merupakan fungsi keanggotaan dari Type 1 Fuzzy [16].
19 Membership function type 2 fuzzy logic dapat dilihat pada Gambar 2.5[12].
Gambar 2.5: Fungsi Keanggotaan
Gambar 2.6: Operasi pada Fungsi Keanggotaan Type 2
2.4.2 Operasi Pada Fungsi Keanggotaan Type 2 Operasi Type 2 Fuzzy Logic (T2FL) hampir sama dengan Type 1 Fuzzy set. Pada operasi Type 2 Fuzzy Logic dilakukan oleh dua Type 1 Fuzzy Logic sebagai batas dari fungsi keanggotaan FUO yaitu UMF dan LMF[12]. Operasi Type 2 Fuzzy secara umum terdiri gabungan (union), irisan (intersection), dan complement. Operasi gabungan (union) dan irisan (intersection) Type 2 Fuzzy dilakukan dengan operator biner minimum (min) dan maksimum (max)[12].
Operasi pada Membership function type 2 dapat dilihat pada Gambar 2.6[12].
2.4.3 Struktur Dasar Pengendali Type 2 Fuzzy Struktur dasar pengendali Type 2 Fuzzy hampir sama dengan struktur dasar Type 1 Fuzzy. Perberdaan struktur terletak pada proses defuzzifier. Struktur utama dari Type 2 Fuzzy Logic Controller (T2FLC) mempunyai kesamaan dengan Type 1 Fuzzy Logic Control (T1FLC). Fuzzifier, rule-base, inference dan proses output adalah struktur utama dari (IT2FLC). Perbedaan type 1 dan tipe 2 Fuzzy Logic Control hanya terletak pada proses output. Defuzzifier dan type reducer di IT2FLC merupakan bagian utama dari proses output. Type reducer dan defuzzifier di T2FLC menghasilkan himpunan output fuzzy tipe 1 atau sebuah bilangan crisp dari defuzzifier [15]. Struktur Type 2 Fuzzy dapat dilihat pada Gambar 2.7[12]. Komponen utama dari Type 2 Fuzzy Logic Controller (T2FLC) dapat diuraikan sebagai berikut[15].
1. Fuzzifier : Proses dimana mengubah masukan (nilai real) sehingga dapat digunakan pada aturan di rulebase dari nilai crisp menjadi nilai fuzzy.
2. Rulebase atau Kaidah: Berisi kumpulan aturan fuzzy dalam mengendalikan sistem.
21 3. Inference: Mengevaluasi aturan kendali yang relevan dan mengambil keputusan masukan yang akan digunakan untuk plan.
4. Defuzzifier/type reducer : Fungsi dari defuzzifier mengubah keluaran fuzzy ke nilai crisp/nilai sebenarnya, dimana fungsi dari tipe reduksi mentranformasi type 2 fuzzy ke type 1 fuzzy.
Gambar 2.7: Struktur dasar pengandali Type 2 Fuzzy Logic
2.5 Sliding Mode Control
Sliding Mode Control merupakan suatu metode pengendalian yang bekerja secara robust, baik untuk sistem linier maupun non-linier, yang memiliki ketidakpastian model ataupun ketidakpastian parameter, untuk menjaga agar sistem terkendali atau stabil, SMC memakai metode kestabilan yang mirip Lyapunov[5].
2.5.1 Fungsi Switching
Pandang suatu sistem dinamis :
x(n)(t) = f (x, t) + b(x, t) · u + d(t) (2.9)
dimana u kontrol input, x merupakan vektor keadaan, f (x, t) dan b(x, t) berupa fungsi terbatas, d(t) adalah gangguan eksternal. Jika xd adalah x yang diinginkan, maka tracking error -nya dapat dinyatakan dengan:
e(t) = x(t) − xd(t) (2.10) Permukaan S(x, t) di dalam ruang keadaan yang disebut juga fungsi switching yang memenuhi persamaan[5]:
S(x, t) = (d
dt + λ)(n−)(x(t) − xd(t))
= (d
dt + λ)(n−1)+ e(t) (2.11) dengan λ suatu konstanta positif. Fungsi switching ini digunakan untuk menentukan besarnya nilai u agar memenuhi kondisi sliding.
2.5.2 Kondisi Sliding
Fungsi Switching disebut dengan permukaan sliding (sliding surface) jika memenuhi :
S(x, t) = 0 (2.12)
dengan λ suatu konstanta positif yang dipilih agar Persamaan (2.12) menjadi persamaan yang stabil. Garis ini merupakan komponen penting dari SMC sebagai tempat trayektori keadaan meluncur dari kondisi awal (initial condition) menuju keadaan yang diinginkan (reference point ). Untuk sistem berorde dua (n = 2), permukaan sliding dapat ditulis sebagai berikut:
0 = ( ˙e + λe(t)) (2.13) Persamaan (2.13) menunjukkan suatu garis lurus pada bidang e ˙e. Permukaan sliding ini membagi bidang menjadi dua
23 bagian, yaitu S > 0 dan S < 0. Agar trayektori keadaan dapat meluncur, maka sistem harus berada dalam kondisi sliding.
Dengan demikian, besar nilai kontrol input bergantung pada nilai S = 0.
Perancangan control law pada SMC dilakukan sedemikian hingga e(t) bergerak menuju permukaan sliding dan meluncur pada permukaan tersebut untuk semua t ≥ 0. Untuk memperoleh control law digunakan suatu fungsi yang mirip fungsi Lyapunov, yaitu :
V (t) = 1
2S2 (2.14)
dengan V (0) = 0 dan V > 0 untuk S = 0. Kondisi yang memenuhi kestabilan sistem merupakan turunan dari Persamaan (2.14), yaitu:
V = 1 2
d
dt(S2) < −η|S| (2.15) dengan η suatu konstanta positif. Pertidaksamaan (2.15) dapat ditulis dalam beberapa bentuk seperti pertidaksamaan berikut:
S · sgn(S) ≤ −η˙ (2.16)
Control law pada kondisi sliding didefinisikan sebagai berikut
u = ˆu − Ksgn(S) (2.17)
dimana ˆu merupakan estimasi kontrol input dan sgn(S) = S
|S|
[5].
2.6 Pengendali Type 2 Fuzzy Sliding Mode Control (T2FSMC)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pengendali T2FSMC merupakan pengembangan dari pengendali
FSMC. Yang mana FSMC adalah gabungan dari SMC dan FLC. Skema pengendalian T2FSMC hampir sama dengan skema pengendalian T1FSMC dimana masukan di IT2FLC adalah dua variabel yang ditentukan sebelumnya melalui pengendali SMC. Berikut merupakan skema dasar pengendali T2FSMC[12].
Gambar 2.8: Skema dasar pengendali T2FSMC Cara kerja dari T2FSMC yaitu dengan menginputkan vektor keadaan (x(t)) dan vektor keadaan yang diinginkan (Xd(t)) ke pengendali SMC. Kemudian hasil tersebut dimasukkan kedalam aturan Type 2 Fuzzy sehingga didapatkan sebuah kontrol (Ur(t)). Kendali yang dihasilkan akan digunakan pada prototype dan akan menghasilkan error setelah diberi gangguan d(t). Error akan diolah kembali pada T2FSMC dan berulang terus hingga mendapatkan hasil yang optimal atau error mengecil[12].
Pengendali T2FSMC bertujuan memperbaiki performansi dari sistem SMC. T2FSMC memiliki keuntungan yaitu mengurangi jumlah rules secara dramatis dikarenakan T2FSMC memendapatkan warisan sifat dari SMC dan FLC.
Pengendali tersebut juga mewarisi sifat dari FLC untuk
25 menangani ketidakpastian dan gangguan.
Skema pengendali T2FSMC dan skema pengendali FFSMC berbeda pada fuzzy yang digunakan. T2FSMC menggunakan type 2 fuzzy logic sehingga fungsi keanggotaan menggunakan type 2 fuzzy. Perancangan T2FSMC menggunakan permukaan sliding sama seperti SMC. Untuk menentukan nilai u yang akan diinputkan pada plant maka diperlukan fungsi switching. Nilai input u didapatkan dari aturan fuzzy seperti berikut.
R1 : jika Sp = ˜Si dan d = ˜Di maka u = ˜Ui, i = 1,,M R1 adalah ruang dari rules fuzzy ke-i, ˜Si∈ F S dan ˜Di ∈ F D merupakan nilai fuzzy dari keanggotaan fuzzy s dan d pada daerah fuzzy ke-i pada ruang keadaan fuzzy. ˜Ui merupakan hasil masukan yang berkorespondensi pada daerah fuzzy ke-i pada ruang fuzzy. Untuk Sp dan d dapat dilihat pada Gambar 2.9 [12].
Gambar 2.9: Interpretasi grafis Sp dan d
Sp merupakan jarak antara permukaan sliding dengan vektor keadaan, d merupakan jarak antara vektor keadaan dan vektor normal terhadap permukaan sliding. Sehingga
didapat sebuah persamaan[13]: Pada T2FSMC pengendali diperlukan aturan fuzzy yaitu akan menggunakan aturan fuzzy FSMC. Dapat dilihat aturan fuzzy pada pengendali FMSC sebagai berikut[13].
Tabel 2.2: Aturan Umum Fuzzy untuk Pengendali FSMC Sp
Dimana NB = negative big, NM = negative medium, NS = negative small, NZ = negative zero, PB = positive big, PM
= positive medium, PS = positive small, PZ = positive zero.
Aturan tersebut digunakan untuk menentukan range fungsi keanggotaan Sp dan d.
2.7 Algoritma Kunang-kunang
Algoritma kunang - kunang (Firefly Algorithm) adalah sebuah algoritma metaheuristik terinspirasi oleh alam, yaitu optimasi yang didasarkan pada perilaku sosial kunang-kunang yang berkedip yang terdapat pada daerah tropis[7,17].
Algoritma ini dikembangkan oleh Dr.Xin-She Yang di Cambridge University pada tahun 2007, dan didasarkan pada perilaku kawanan (swarm) seperti ikan, serangga,
27 atau burung di alam. Secara khusus, meskipun algoritma kunang-kunang memiliki banyak kesamaan dengan algoritma lain yang didasarkan pada kecerdasan berkelompok (swarm intelligence) seperti Particle Swarm Optimization, Artificial Bee Colony Optimization dan Bacterial Foraging Algorithms, memang jauh lebih sederhana baik dalam konsep dan implementasi[7,17]. Selanjutnya, menurut bibliografi terakhir, algoritma ini sangat efisien serta dapat mengungguli algoritma konvensional lain, seperti Genetic Algorithm untuk memecahkan banyak masalah optimasi, sebuah fakta yang telah dibenarkan dalam penelitian terbaru, dimana statistik kinerja algoritma kunang-kunang diukur terhadap algoritma optimasi terkenal yang lain menggunakan berbagai fungsi uji stokastik standar[16]. Keuntungan utamanya adalah fakta
27 atau burung di alam. Secara khusus, meskipun algoritma kunang-kunang memiliki banyak kesamaan dengan algoritma lain yang didasarkan pada kecerdasan berkelompok (swarm intelligence) seperti Particle Swarm Optimization, Artificial Bee Colony Optimization dan Bacterial Foraging Algorithms, memang jauh lebih sederhana baik dalam konsep dan implementasi[7,17]. Selanjutnya, menurut bibliografi terakhir, algoritma ini sangat efisien serta dapat mengungguli algoritma konvensional lain, seperti Genetic Algorithm untuk memecahkan banyak masalah optimasi, sebuah fakta yang telah dibenarkan dalam penelitian terbaru, dimana statistik kinerja algoritma kunang-kunang diukur terhadap algoritma optimasi terkenal yang lain menggunakan berbagai fungsi uji stokastik standar[16]. Keuntungan utamanya adalah fakta