• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan dilaporkan dengan sistematika penulisan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini membahas mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian yaitu, teori, hasil penelitian terdahulu, serta perumusan hipotesis penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini membahas mengenai jenis penelitian, objek sekaligus subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan teknik analisis data.

Bab IV Gambaran Umum CV Moris Mandiri

Bab ini membahas dan menguraikan tentang obyek yang diteliti secara garis besar seperti sejara CV Moris Mandiri, visi dan misi serta struktur organisasi CV Moris Mandiri.

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini menguraikan deskripsi data, analisis data sekaligus interpretasi hasil penelitian.

Bab VI Penutup

Bab ini berisi kesimpulan hasil uji penelitian dan analisis yang dilakukan di bab sebelumnya serta keterbatasan penelitian. Penulisan juga memberikan saran untuk peneliti-peneliti selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI PENDUKUNG

1. Teori Perilaku Prososial

(Baron dan Byrne, 2005) menyatakan bahwa perilaku proposial adalah suatu tindakan yang menguntungkan dengan menolong orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin bisa menimbulkan resiko bagi orang yang menolong. Perilaku prososial memiliki kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan dalam menolong orang lain tanpa memikirkan motif untuk menolong (Sears, dkk, 2003). Perilaku prososial diartikan sebagai rasa kepedulian terhadap orang lain dengan melakukan tindakan saling menolong yang murni tanpa mengharapkan balasan.

(Dozier dan Miceli, 1985) berpendapat bahwa whistleblowing dapat dipandang sebagai perilaku prososial karena memiliki persamaan memberikan manfaat bagi orang lain disamping itu juga bermanfaat bagi whistleblower itu sendiri. Perilaku prososial dapat digunakan untuk menjelaskan pembuatan keputusan etis individu dalam melakukan niat melaporkan whistleblowing, sehingga seorang pelapor yang memiliki perilaku prososial dapat membantu pihak lain dalam mengungkapkan kecurangan yang ditemui guna membantu mengantisipasi lebih banyak kecurangan yang terjadi di dalam organisasi atau perusahaan.

2. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas

Religiusitas menurut (Worthington, 2003) dibagi menjadi dua jenis yaitu komitmen agama intrapersonal yang berasal dari keyakinan dan sikap individu, dan komitmen agama interpersonal yang berasal dari keterlibatan individu dengan komunitas atau organisasi keagamaan.

Religiusitas seseorang dapat diukur dari komitmen religius yang dimilikinya. (Keller, dkk, 2007) menyatakan bahwa religiusitas berperan sebagai dasar pembentukan standar etika. Religiusitas dapat mencerminkan beberapa individu mengimani Tuhan-Nya, maka religiusitas dapat dijadikan cerminan perilaku seseorang untuk menilai sejauh mana nalar atau hati nuraninya bekerja ketika dihadapkan dengan suatu keadaan dilema.

b. Indikator Religiusitas

Dalam penelitian ini religiusitas atau komitmen agama diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh (Worthington, 2003) dan menjadi satu alat ukur yang kemudian disesuaikan dengan topik penelitian yang diukur dengan menggunakan skala Likert dengan interval, sampai 5. Berikut adalah indikator religiusitas:

1. Sering membaca buku atau majalah tentang keagamaan.

2. Memberikan kontribusi finansial kepada organisasi keagamaan.

3. Keyakinan religius berada dibalik keseluruhan pendekatan hidup saya.

4. Berusaha menghabiskan waktu untuk memperdalam keimanan.

5. Agama adalah hal yang penting untuk menjawab tentang makna kehidupan.

6. Menikmati untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang lain dari afiliasi religius.

7. Keyakinan agama mempengaruhi semua hubungan saya dalam kehidupan.

8. Penting untuk menghabiskan waktu dalam mendalami dan merefleksikan kepercayaan.

9. Senang bekerja didalam kegiatan afiliasi religius.

10. Mengetahui informasi terkait kelompok religius di lingkungan yang dapat mempengaruhi keputusan.

3. Komitmen Profesional

a. Pengertian Komitmen Profesional

(Aranya, dkk 1982 dalam Elias, 2008) mengatakan komitmen profesi dapat didefinisikan sebagai kesukaan yang dibentuk oleh seseorang terhadap profesinya. Menurut (Morow dan Wirth,1989 dalam Chang dan Choi, 2007) komitmen profesional merupakan pelekatan psikologis dan identifikasi seseorang dengan profesinya. (Lee, 2000 dalam Elias, 2008)

menekankan bahwa pentingnya komitmen profesional didalam karir individu karena komitmen profesional merupakan bagian utama dalam hidup mereka dan memiliki implikasi penting pada level individual maupun organisasi, juga semakin tinggi komitmen profesional seseorang maka semakin kecil kemungkinan mereka meninggalkan profesi yang digelutinya. Komitmen profesional memiliki peran penting dalan karir seseorang. Komitmen profesional dikaitkan dengan meningkatnya kinerja, turunnya niat untuk pindah kerja, serta kepuasan kerja yang lebih besar (Mexiner dan Bline, 1989 dalam Elias 2008). (Aranya, dkk,1981) komitmen profesional yang lebih tinggi harus direfleksikan dalam kepekaan yang lebih kuat terhadap masalah-masalah mengenai etika profesi, sehingga berkaitan dengan penelitian ini karyawan yang memiliki kepekaan yang kuat terhadap masalah yang melanggar etika profesi maka karyawan akan melaporkan kepada pihak berwenang di tempat kerja.

(Wulandari, 2017) komitmen profesional dapat dijadikan motivasi dalam bekerja. Adanya motivasi dalam bekerja dapat membuat karyawan lebih semangat lagi dalam bekerja dengan mencapai tujuan tertentu.

Tercapainya tujuan yang dikehendaki oleh karyawan akan membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Komitmen profesional dengan motivasi yang tinggi akan mengarahkan karyawan bekerja sesuai dengan kode etik secara profesional.

b. Indikator Komitmen Profesional

(Edi, 2008) mengemukakan bahwa komitmen profesional memiliki dua indikator yang terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Tingkat komitmen dan kebanggan terhadap profesi.

Adanya komitmen yang tinggi terhadap profesi berarti individu meyakini bahwa profesi yang dilakukan memiliki dan dapat memberikan hal yang baik bagi orang lain. Timbulnya kepercayaan tersebut membuat individu bangga terhadap profesinya serta meyakini bahwa profesinya yang terbaik.

2. Persepsi individu terhadap profesinya.

Persepsi individu terhadap profesinya berarti individu melihat situasi dalam pekerjaannya sudah sesuai dengan peraturan yang ada didalam profesi yang dijalaninya.

4. Niat Whistleblowing

a. Pengertian whistleblowing

Menurut (Brenan dan Kelly,2007) mendefinisikan whistleblowing sebagai pengungkapan yang dilakukan oleh karyawan atau mantan karyawan organisasi atas suatu praktek ilegal, tidak bermoral, atau tanpa legitimasi hukum dibawah kendali pimpinan mereka kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan perbaikan.

(Miceli dan Near, 1985) mengatakan bahwa whistleblowing adalah suatu tindakan pelaporan yang dilakukan oleh anggota organisasi mengenai tindakan ilegal dan tidak bermoral yang terjadi di organisasi kepada

pihak internal maupun eksternal sehingga mempengaruhi praktek kesalahan tersebut.

Whistleblowing adalah suatu pengungkapan yang dilakukan oleh anggota organisasi atau karyawan terhadap tindakan praktek ilegal yang dilakukan oleh sesama anggota dimana tindakan tersebut dapat mempengaruhi organisasi. seseorang yang melakukan whistleblowing merupakan whistleblower.

Menurut (Whereson, 2015) pengertian umum whistleblower adalah seseorang yang melaporkan suatu perbuatan hukum, terutama korupsi yang terjadi di organisasi atau institusi tempat dia bekerja, sementara itu menurut (Abdul, dkk, 2011) whistleblower harus memenuhi dua kriteria mendasar yaitu, (1) whistleblower menyampaikan atau mengungkapkan laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada publik seperti media massa dan (2) whistleblower merupakan orang dalam yang mengungkapkan dugaan pelanggaran dan kejahatan terjadi di tempat ia bekerja. (Miceli dan Near, 1985) mengatakan bahwa yang dapat menjadi whistleblower harus memiliki empat kareteristik, (1) karyawan atau mantan karyawan organisasi yang organisasinya mengalami kecurangan, (2) tidak memiliki otorisasi untuk mengubah atau menghentikan kecurangan yang berada dibawah kendalinya, (3) diizinkan atau tidak diizinkan membuat laporan, dan (4) tidak menduduki posisi yang tugasnya mensyaratkan untuk melakukan pelaporan kecurangan korporat.

Tindakan dalam melakukan whistleblowing memiliki berbagai bentuk.

(Elias, 2008) bentuk dalam whistleblowing terbagi menjadi dua, yaitu internal whistleblowing dan eksternal whistleblowing. Internal whistleblowing terjadi ketika karyawan telah mengetahui kecurangan yang terjadi didalam perusahaan dimana kecurangan tersebut dibuat oleh sesama karyawan dan karyawan yang mengetahui kecurangan tersebut melaporkan tindakan kecurangan kepada atasannya. Semantara eksternal whistleblowing terjadi ketika karyawan yang mengetahui kecurangan yang terjadi di perusahaan memberitahukan kecurangan tersebut kepada masyarakat karena kecurangan tersebut merugikan masyarakat.

(Malik, 2010) dalam penelitiannya menggunakan dua bentuk dari whistleblowing yaitu whistleblowing perception dan whistleblowing intention. Perception whistleblowing dilakukan dengan melakukan penilaian kepada responden atas persepsinya terhadap keseriusan tindakan, tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran dan dampak negatif yang akan diterima sebagai akibat pelaporan tersebut. Hal ini dilihat dengan tingkat tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran dinilai dari pertimbangan apakah pelaporan tindakan yang diragukan tersebut merupakan suatu tugas karyawan sebagai bagian dari perusahaan atau justru kewajiban pribadi. Whistleblowing intention merupakan salah satu bentuk dari keseriusan dari situasi, tanggung jawab dalam melaporkan pelanggaran dan dampak negatif yang akan diterima sebagai akibat pelaporan tersebut.

b. Niat Whistleblowing

(Ajzen, 1991) mengartikan intensi sebagai disposisi tingkah laku yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan diwujudkan dalam bentuk tindakan. Sejalan dengan definisi tersebut, (Feldman, 1995) menyatakan intensi adalah rencana atau resolusi individu untuk melaksanakan tingkah laku yang sesuai dengan sikap mereka. Intensi akan terwujud dalam perilaku yang sebenarnya, jika individu mempunyai kesempatan yang baik dan waktu yang tepat untuk merealisasikannya.

Selain itu, intensi tersebut akan dapat memprediksi tingkah laku jika diukur dengan tepat. Niat erat hubungannya dengan motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan.

Dalam theory of planned behavior menyebutkan bahwa niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu (1) norma subjektif merupakan norma yang timbul karena mendapatkan pengaruh dari norma yang ada disekitar individu, (2) sikap terhadap perilaku merupakan sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu, dan (3) persepsi kontrol perilaku merupakan suatu sikap individu yang merasa bahwa persepsi yang dilakukannya dapat mengontrol dirinya sendiri.

Niat melakukan whistleblowing adalah suatu keinginan didalam diri karyawan untuk mengungkapkan tindakan kecurangan yang dilakukan seseorang berdasarkan tingkah laku yang dianggap salah dengan harapan dapat membentuk kepribadian karyawan. Niat karyawan dalam melakukan tindakan whistleblowing dapat dipengaruhi oleh respon atasan.

(Miceli dan Near, 1982) respon atasan untuk menanggapi atau mengabaikan aduan pelanggaran akan sangat berpengaruh pada niat dan kecenderungan karyawan lain untuk melakukan whistleblowing.

Penelitian lain juga menyatakan bahwa organisasi cenderung melakukan pembalasan kepada whistleblower. Pembalasan tersebut terkadang dilakukan oleh para manager level bahwa tanpa sepengetahuan dewan eksekutif (Parmerlee dkk, dalam Elias, 2008), dengan begitu membuktikan bahwa niat melakukan whistleblowing memiliki resiko negatif bagi pelapor.

c. Faktor-faktor Niat Whistleblowing

(Bouville, 2008) mendefinisikan whistleblowing sebagai tindakan, dari seorang pegawai atau mantan pegawai, untuk mengungkap apa yang ia percaya sebagai perilaku ilegal atau tidak etis kepada manajemen yang lebih tinggi/manajemen puncak atau kepada otoritas/pihak berwenang di luar organisasi maupun kepada publik. Banyak penelitian yang telah dilakukan guna mencari faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan whistleblowing dengan menggunakan niat whistleblowing sebagai proxynya. Niat whistleblowing berbeda dengan tindakan whistleblowing yang dilakukan whistleblower karena niat muncul sebelum tindakan whistleblowing, sehingga diperlukannya niat untuk menjadi whistleblower agar tindakan whistleblowing bisa terwujud.

Banyaknya penelitian terdahulu telah menguji faktor-faktor terhadap niat whistleblowing seperti komitmen profesional yang dilakukan oleh (Elias,

2008), komitmen organisasi yang dilakukan (Intan, dkk, 2015), dan kepuasan kerja yang dilakukan oleh (Novita, 2015).

Faktor-faktor tersebut sudah diuji dengan responden yang memiliki berbagai bidang, yaitu mahasiswa, pegawai Dinas Kesehatan, dan pegawai Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Penelitian ini akan mencoba kembali menggunakan faktor-faktor tersebut dengan menggunakan responden semua karyawan CV Moris Mandiri Tangerang.

d. Indikator Niat Whistleblowing

Niat digunakan untuk melihat seberapa tinggi keinginan individu untuk melakukan sesuatu. Adanya niat yang besar didalam diri individu maka terbentuknya suatu rencana individu untuk mewujudkan tindakan tersebut. Suatu tindakan dapat terwujud dengan baik dilihat dari usaha yang telah dilakukan oleh individu. (Sulistomo, 2012) menyebutkan beberapa indikator mengenai keinginan seseorang dalam melakukan whistleblowing, antara lain:

1. Niat/minat dalam melakukan tindakan whistleblowing.

2. Rencana untuk melakukan tindakan whistleblowing.

3. Usaha pegawai untuk melakukan tindakan whistleblowing.

B. HASIL PENELITIAN TERDAHULU Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti (tahun) Judul Perbedaan Hasil Penelitian

1. Fitri Yani Jalil

 Sosialisasi antisipatif tidak berpengaruh terhadap tindakan whistleblowing, serta tidak ada perbedaan yang signifikan untuk tingkat sosialisasi antisipatif setiap mahasiswa.

 Mahasiswa dengan tingkat komitmen profesional yang tinggi akan merasa lebih perlu untuk melakukan whistleblowing dibandingkan dengan mahasiswa dengan tingkat komitmen profesional. control sebagai variabel moderasi.

Pertimbangan etis dan locus of control sebagai variabel moderasi.

 Terdapat pengaruh komitmen profesional terhadap intensi melakukan

whistleblowing.

 Terdapat pengaruh positif antara pertimbanganetis terhadap intensi melakukan whistleblowing.

 Variabel Locus of control tidak memoderasi hubungan antarakomitmen profesional dengan intensi melakukan whistleblowing.

Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

 Tingkat religiusitas dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap niat individu melaporkan wrongdoing dalam kondisi nonanonymous, partisipan dari universitas religious affiliation lebih besar kecenderungan melaporkan dibanding universitas non-afiliasi.

 Hasil menunjukkan bahwa hanya universitas yang non-affiliasi dengan agama yang bisa membuktikan hipotesis ini.

4. Yeni Novi Arlyta (2020)

Pengaruh komitmen profesional dan tingkat keseriusan pelanggaran

 Komitmen profesional berpengaruh positif terhadap intensi melakukan tindakan whistle blowing.

 Tingkat keseriusan pelanggaran tidak berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan tindakan whistle blowing.

Penelitian terdahulu (Lanjutan) organisasi dan kepuasan kerja terhadap niat whistleblowing.

Komitmen organisasi dan kepuasan kerja.

 Hasil penelitian ini komitmen profesional berpengaruh negatif terhadap niat

whistleblowing, meskipun mayoritas karyawan memiliki kecenderungan komitmen profesional yang tinggi.

 Hasil penelitian ini mengidentifikasi adanya pengaruh positif komitmen

organisasi karyawan karyawan rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap niat whistleblowing, sehingga semakin tinggi komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan maka akan semakin tinggi pula niat karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing dalam melindungi organisasinya.

 Hasil penelitian ini mengidentifikasi pengaruh negatif kepuasan kerja karyawan karyawan rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap niat whistleblowing.

 Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi komitmen profesional yang dimiliki karyawan akan meningkatkan niat whistleblowing.

Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

Sikap yang dimilki oleh seseorang khususnya seorang auditor tidak

memengaruhi niatnya untuk melakukan whistleblowing eksternal dan internal.

 Persepsi kontrol perilaku yang dimiliki seseorang khususnya seorang auditor tidak memengaruhi niatnya untuk melakukan whistleblowing eksternal dan internal.

 Religiusitas yang dimiliki setiap orang khususnya seorang auditor tidak

memengaruhi niatnya untuk melakukan whistleblowing eksternal dan internal.

 Persepsi dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi atau tempat kerja, tidak dapat memoderasi pengaruh sikap dan persepsi kontrol perilaku

terhadap niat whistleblowing eksternal dan internal.

 Persepsi dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi atau tempat kerja, dapat memoderasi pengaruh religiusitas terhadap niat whistleblowing eksternal dan internal.

C. Perumusan Hipotesis Penelitian

1. Religiusitas berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing.

(Keller, 2007) menyatakan bahwa religiusitas berperan sebagai dasar pembentukan standar etika atau untuk cerminan menilai perilaku etis seseorang karena religiusitas seseorang mencerminkan seberapa individu mengimani Tuhan-Nya atau Allah dan juga di mayoritas agama yang ada mengajarkan untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan tercela. Menurut (Alleyne, dkk, 2010) religiusitas mempengaruhi niat seseorang dalam membuat suatu keputusan etis. Apabila seseorang memiliki komitmen religiusitas atau religiusitas yang tinggi, maka ia akan memiliki niat lebih besar dalam melakukan tindakan jujur termasuk melakukan whistleblowing.

Penelitian yang dilakukan oleh (Barnett, dkk, 1996) yang menyatakan bahwa religiusitas seseorang berpengaruh terhadap keputusan untuk melaporkan tindakan salah (wrongdoing), sehingga religiusitas dapat digunakan untuk mengukur apakah ada kemungkinan seseorang melaporkan pelanggaran apabila tingkat religiusitasnya baik ataukah kebalikannya tidak ada kemungkinan seseorang melaporkan pelanggaran sekalipun mempunyai keimanan akan Tuhannya sangat baik.

Dari uraian tersebut, maka mengajukan hipotesis:

H1:Religiusitas berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing.

2. Komitmen Profesional berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing.

(Wulandari, 2017) Komitmen profesional merupakan suatu tindakan individu yang menunjukan loyalitas pada profesinya seperti mengikuti aturan dan nilai-nilai yang berlaku didalam profesinya. (Shaub, dkk ,1993 Dimas, 2015) mengatakan pentingnya belajar komitmen profesional karena karier merupakan bagian yang penting dari hidup seseorang dan komitmen profesional merupakan implikasi penting dalam tingkatan individu. Komitmen profesional pada dasarnya merupakan persepsi yang berintikan loyalitas, tekad, dan harapan seseorang yang ditunutun oleh sistem, nilai atau norma yang akan mengarahkan orang tersebut untuk bertindak sesuai dengan prosedur-prosedur tertentu dalam upaya menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Larkin, 1990). Dari uraian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis:

H2: Komitmen profesional berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing.

3. Model Penelitian

Model di dalam penelitian ini menjelaskan secara teoritis hubungan antar variabel dependen (Y) yaitu niat melaporkan whistleblowing dan variabel dependen (X) dalam penelitian ini adalah pengaruh Religuisitas dan komitmen profesional. Model penelitian ini apabila disajikan dalam gambar, sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian

Niat melakukan whistleblowing (Y)

Religiusitas (XI)

Komitmen profesional (X2)

H1

H2

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei, dimana penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data dari sejumlah sampel pada populasi dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini, survei dilakukan dengan mengumpulkan data dengan memberikan pertayaan secara tertulis guna mendapatkan data individu maupun group (Jogiyanto, 2010). (Sekaran dan Bougie, 2017) mengatakan bahwa kegiatan dalam sistem survei yaitu pengumpulan data, menyiapkan instrumen yang reliabel dan valid, mengelola survei, menganalisis data survei, dan melaporkan temuan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di CV Moris Mandiri Tangerang berserta 2 cabang yang ada di Bogor dan Nusa Tenggara Timur. Waktu penelitian ini dilakukan pada September 2020 sampai dengan Oktober 2020 di CV Moris Mandiri berlokasi di Tangerang.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah semua karyawan yang bekerja di CV Moris Mandiri baik kantor cabang maupun kantor pusat. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa karyawan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebetuhan sendiri maupun masyarakat, baik didalam maupun diluar hubungan kerja. Menurut Undang-Undang nomor 14 Tahun 1969 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dalam pasal 1 dikatakan bahwa karyawan adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya kepada pengusaha yang mengerjakan dimana hasil karyanya itu sesuai dengan profesi atau pekerjaan atas dasar keahlian sebagai mata pencarian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data didalam penelitian ini merupakan data primer, yang secara langsung diperoleh oleh pengumpul data (Sugiyono, 2015). Data primer didalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari tempat penelitian CV Moris Mandiri Tangerang. Data yang diperoleh oleh peneliti merupakan hasil dari penyebaran kuesioner kepada sejumlah responden. Teknik pengumpulan data yang dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara memberikan sejumlah pertayaan tertulis kepada responden. Kuesioner didalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Identitas, yang berisi identitas responden secara umum seperti nama, jenis kelamin, usia, agama, jenis pekerjaan, lama bekerja dan pendidikan terakhir.

2. Daftar pertayaan tertulis berisi masalah-masalah yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti sesuai dengan variabel penelitian yang di gunakan yaitu variabel terikat (Y) yakni Niat Melaporkan Whistleblowing dan variabel bebas (X1) yaitu Pengaruh Religuisitas dan (X2) Pengaruh Komitmen Profesional. Pertayaan yang ada didalam

penelitian ini adalah pertayaan positif dengan skala yang pakai untuk mengkuantitafkan data kualitaif adalah Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur respons subjek ke dalam 5 poin skala yang memiliki interval yang sama (Jogiyanto, 2013).

Tabel 3.1 Skor Skala Likert

Jawaban Skor Pertayaan

Sangat setuju 5

Setuju 4

Netral 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

E. Teknik Pengambilan Sampel

(Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Menurut (Sugiyono, 2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, sampel dilakukan karena peneliti memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian baik dari segi waktu, biaya, tenaga dan populasi yang sangat banyak. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 69 orang.

Menurut (Sugiyono, 2009) total sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah CV Moris Mandiri Tangerang dan sampelnya adalah semua karyawan yang bekerja CV Moris Mandiri Tangerang.

F. Variabel Penelitian

Berdasarkan judul yang diambil oleh peneliti dalam penelitian, maka peneliti menentukan variabel-variabelnya sebagai berikut:

1. Variabel terikat (Dependent Variable)

Narbuko dan Achmadi (2013) menyatakan bahwa variabel yang memiliki kondisi atau karakteristik yang berubah ketika peneliti mengubah atau mengganti variabel bebas, sedangkan menurut fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain, sehingga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel yang terpengaruhi dalam penelitian ini adalah niat melaporkan pelanggaran (whistleblowing) (Y).

(Wulandari, 2017) niat melakukan whistleblowing merupakan suatu keinginan yang dimiliki oleh karyawan dengan melakukan tindakan kebenaran dalam mengungkapkan kecurangan yang ada disekitar karyawan.

2. Variabel Bebas (Independent Variable)

(Narbuko dan Achmadi, 2013) berpendapat bahwa variabel bebas adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasikan, karena fungsi variabel ini sering disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi mempengaruhi variabel lain, jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain.Variabel bebas yang terdapat dalam penelitian ini, adalah:

a. Religiusitas

Religiusitas seseorang dapat diukur melalui komitmen religi atau agama yang dimilikinya. Menurut (Worthington, 2003) religiusitas

Religiusitas seseorang dapat diukur melalui komitmen religi atau agama yang dimilikinya. Menurut (Worthington, 2003) religiusitas

Dokumen terkait