• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I: Mengenai pendahuluan yang merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

42 Ibid., halaman 24-25

Universitas Sumatera Utara

penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, sistematika penulisan.

BAB II: Mengenai pengaturan tentang hak paten di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Berisikan tentang Konvensi Internasional tentang HKI yang dirativikasi Indonesia, Sejarah dan ruang lingkup hak paten, fungsi hak paten serta membahas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

BAB III: Mengenai UMKM sebagai subjek pemberian hak paten.

Berisikan mengenai gambaran umum UMKM di Indonesia, pengaturan UMKM di Indonesia, upaya dalam Pengembangan UMKM, permasalahan yang dihadapi UMKM, gambaran umum invensi serta kaitannya dengan UMKM, invensi sebagai subjek pemberian hak paten, dan dasar hukum atas perlindungan hukum terhadap invensi UMKM.

BAB IV: Mengenai perlindungan hukum hak paten terhadap invensi UMKM di Indonesia, berisikan bagaimana prosedur kepemilikan hak paten yang dapat dilakukan oleh UMKM, perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah terhadap invensi umkm berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, perkembangan dan penerapan pendaftaran hak paten terhadap invensi UMKM di sumatera utara.

BAB V: Mengenai kesimpulan dan saran merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara

27 BAB II

PENGATURAN TENTANG HAK PATEN DI INDONESIA

A. Konvensi Internasional tentang Paten yang Diratifikasi Indonesia

Kedudukan paten dalam kerangka hukum internasional dapat dilihat dalam sejarah perkembangan HKI secara umum. Perkembangan pengaturan hukum tentang HKI dimulai pada tahun 1883 dengan dibentuknya suatu badan yang bernama “the World Intellectual Property Organization (WIPO)”,43 organisasi ini memberikan perlindungan atas adanya penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat itu. Misalnya ketika Johannes Brahms mampu menggabungkan simponi yang ketiganya, Robert Louis Stevenson menulis perbendaharaan pulau, dan John and Emily Roebling yang melengkapi konstruksi atas jembatan di Brooklyn New York. Penemuan-penemuan tersebut dirasakan perlunya adanya jaminan proteksi secara hukum.44

Pemberlakuan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan HKI dimulai dengan telah dicapainya kesepakatan General Agreement on Tariff and Trade (GATT),45 kemudian setelah Konferensi Marakesh pada bulan April 1994 disepakati pula kerangka GATT akan diganti dengan sistem perdagangan

43 H.S. Kartadjoemena, GATT, WTO dan hasil Uruguay Round, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1997)

44 Yoyon M Darusman, kedudukan serta perlindungan hukum bagi pemegang hak paten dalam kerangka Hukum nasional indonesia dan hukum internasional, Yustisia Edisi 94 Januari – April 2016, halaman 114.

45 Negosisasi pada putaran Uruguay (GATT) akhirnya memutuskan Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia di Geneva pada tanggal 25 Desember 1993.

Universitas Sumatera Utara

dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO)46. Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi pendirian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 1994 Nomor: 57 tanggal 2 Nopember 1994.47

Dalam struktur lembaga WTO terdapat Dewan Umum (General Council) yang berada di bawah Dirjen WTO. Dewan Umum ini selanjutnya membawahi tiga dewan yang salah satu diantaranya adalah Dewan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights).48 TRIPs ini dapat dikatakan sebagai isu baru dalam kancah perekonomian internasional, di mana bahwa dimasukannya TRIPs dalam kerangka WTO menjadi mekanisme yang sangat efektif untuk mencegah alih teknologi, yang memainkan peranan kunci dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.49

Pent ingnya perlindungan internasional atas Kekayaan Intelektual menjadi bukti ketika dalam suatu pameran diluar negeri beberapa pemikir yang telah menemukan invensi dan inovasi baru yang menolak untuk hadir pada “the International Exhibition of Invention in Vienna” pada tahun 1873. Hal mana

46 World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Terbentuk sejak tahun 1995, WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. (http://www.kemlu.go.id/id).

47 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights “Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten”. (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2005) halaman 3.

48 Indonesia, Undang-Undang Pengesahan Agreeement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, LN Nomor 57 Tahun 1994, TLN Nomor 3564.

49 Achmad Zein Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung: P.T.

Alumni, 2005) halaman 21.

Universitas Sumatera Utara

29

disebabkan suatu kekhawatiran bahwa ide-ide mereka akan dicuri dan disebarluaskan secara komersil ke negara-negara lain. Merupakan sesuatu hal yang wajar jika para penemu tidak bersedia memamerkan penemuannya sebelum adanya suatu jaminan atas keamanannya. Karena bagaimanapun harus diakui bahwa setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang datang dari seseorang atau sekelompok orang merupakan bentuk dari kemampuan intelektual manusia yang tidak semua orang bisa memiliki atau mempunyainya. Apalagi karya intelektual itu nantinya berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek kehidupan.

Dari itu, perlu adanya jaminan keamanan dan perlindungan. Jaminan keamanan inilah yang diharapkan agar terdapat perlindungan secara menyeluruh.50

Berkenaan dengan kepentingan tersebut, maka pada tahun 1883 ditetapkan sebagai lahirnya “the Paris Convention for Protection of Industrial Property”, keputusan internasional yang pertama dibuat untuk membantu orang pada suatu negara dapat diberikan perlindungan pada negara-negara lain dalam bentuk

“Hak Kekayaan Industri (industrial property rights)”, seperti:51 a. Invention (patents),

b. Trademarks, c. Industrial designs.

Pada tahun 1884 “the Paris Convention” telah memiliki 14 negara-negara anggota, yang dibentuk dalam suatu “Biro Internasional” untuk melakukan tugas-tugas administrasi, seperti melakukan pertemuan-pertemuan organisasi

50 Yoyon M Darusman, Op, Cit., halaman 115

51 Endang Purwaningsih, Paten Sebagai Kontruksi Hukum Perlindungan Terhadap Invensi dibidang Teknologi dan Industri, Jurnal Hukum Pro Justitia, April 2006, Vol. 24 Nomor 2, halaman 131

Universitas Sumatera Utara

dengan negara-negara anggota dalam rangka melakukan koordinasi tentang pentingnya perlindungan atas kekayaan industry, dan dalam perkembangan selanjutnya keanggotaan dalam “the Paris Convention” terus bertambah sesuai dengan meningkatnya kebutuhan akan perlindungan kekayaan industri di negara masing-masing.52

Pada tahun 1886, dengan berkembangnya industri yang sangat cepat lahirlah ketentuan tentang hak cipta (copyrights) termasuk ke dalam arena internasional dengan “Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works”.53 Isi dari konvensi ini telah membantu kepentingan nasional dari negara-negara anggota yang memberikan perlindungan internasional atas hak-hak mereka dalam mengontrol, dan untuk menerima pembayaran, pada saat menggunakan kreativitas kerja mereka. Isi dari hak cipta seperti;

Pertama, novel-novel, cerita-cerita pendek, syair-syair, sajak-sajak; Kedua, lagu-lagu, opera, music, sonata, dan; Ketiga, gambar-gambar, lukisan-lukisan, seni pahat, pekerjaan arsitektur.54

Hal yang sama seperti “the Paris Convention”, “the Berne Convention”

dilengkapi dengan “Biro Internasional” untuk melakukan tugas-tugas administrasinya. Tahun 1893 telah dilakukan penyatuan dua biro-biro kecil untuk membentuk suatu organisasi internasional yang disebut “the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property (yang disebut dalam nama Prancis sama dengan BIRPI). Yang bertempat di Berne, Switzerland, dengan

52 Achmad Zein Umar Purba, Op, Cit., halaman 56.

53 Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works, biasanya dikenal sebagai Konvensi Berne, merupakan hak cipta perjanjian yang mengatur secara internasional, pertama kali diterima di Berne, Swiss, pada tahun 1886.

54 Endang Purwaningsih, Op, Cit., halaman 20.

Universitas Sumatera Utara

31

memiliki 7 (tujuh) orang staf. Organisasi kecil ini adalah merupakan cikal bakal dari pada berdirinya “the world intellectual property organization (WIPO)”.

“Paris Convention” yang di dalamnya mengatur tentang proses serta perlindungan atas HKI khususnya di bidang industri (intellectual property rights of industrial) yang terdiri dari beberapa hak atas kekayaan intelektual termasuk di dalamnya adalah hak paten. 55

Lahirnya persetujuan TRIPs dalam Putaran Uruguay (GATT) pada dasarnya merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi intenasional yang dirasakan semakin meluas yang tidak lagi mengenal batas-batas negara.

Negara yang pertama sekali mengemukakan lahirnya TRIPs adalah Amerika, sebagai antisipasi yang menilai bahwa WIPO yang bernaung di bawah PBB, tidak mampu melindungi HKI mereka di pasar intenasional yang mengakibatkan neraca perdagangan mereka menjadi negatif. Argumentasi mereka mengenai kelemahan-kelemahan WIPO adalah:56

a. WIPO merupakan suatu organisasi dimana anggotanya terbatas (tidak banyak), sehingga ketentuan-ketentuannya tidak dapat diberlakukan tehadap non anggota.

b. WIPO tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan menghukum setiap pelanggaran HAKI. Disamping itu WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan struktur perdagangan internasional dan

55 Monika Suhayati., “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Ekonomi Pemilik Hak Terkait Dalam Undang- Undang Nomor : 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.” Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum (Membangun Hukum Untuk Keadilan dan Kesejahteraan) Volume 5 Nomor: 2 Nopember 2014

56http://www.wipo.int/export/sites/www/sme/en/documents/guides/translation/creative_ex pression_indo/ diakses Selasa, 14 Februari 2017 pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

perubahan tingkat invasi teknologi.

Sejak tahun 1982, Amerika berusaha memasukkan permasalahan HKI ke forum perdagangan GATT. Pemasukan HKI ini pada mulanya ditentang oleh negara-negara berkembang dengan alasan bahwa pembicaraan HKI dan GATT tidaklah tepat (kompeten). GATT merupakan forum perdagangan multirateral, sedangkan HKI tidak ada kaitannya dengan perdagangan. Namun akhirnya mereka bisa menerimanya setelah beberapa negara berargumentasi bahwa kemajuan perdagangan (internasional) suatu negara bergantung pada kemajuan/keunggulan teknologinya termasuk perlindungan HKInya.57

Dengan masuknya HKI, GATT yang semula hanya mengatur 12 permasalahan, kini telah ada 15 permasalahan, 3 diantaranya merupakan kelompok New Issues, yaitu:58

a. TRIPs (masalah HKI) b. TRIMs (masalah investasi)

c. Trade is Service (masalah perdagangan yang berkaitan dengan sektor jasa).

TRIPs bertujuan melindungi dan menegakkan hukum HKI guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional, dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap HKI, serta

57 Ibid

58 Prasetyo Hadi Purwandoko, Implementasi Agreementon Trade Related Aspects Ofintellectual Propertyrights Oleh Pemerintah Indonesia, Yustisia EdisiNomor68 Januarl- Maret2005, halaman 1288

Universitas Sumatera Utara

33

untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak milik intelektual tidak kemudian menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah.59 TRIPs berisi:60

Bagian I: Ketentuan Umum dan Prinsip Dasar

Bagian II: Standar Ketersediaan, Lingkup dan Penggunaan hak Milik Intelektual, yaitu:

a. Hak Cipta dan Hak-hak yang Terkait b. Merek Dagang

c. Indikasi Geografis d. Disain Industri e. Paten

f. Desain Tata Letak (Topografi) Sirkuit Terpadu g. Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan

h. Perlindungan Praktek Anti Persaingan Dalam Lisensi Dikontrak.

Bagian III: Penegakan Hak Milik Intelektual, yaitu:

a. Kewajiban Umum

b. Prosedur dan Penyelesaian Perdata serta Administrasif c. Tindakan Sementara

d. Persyaratan khusus yang Berkaitan Dengan Tindakan yang Sifatnya Tumpang Tindih

e. Prosedure Pidana

Bagian IV: Pemerolehan dan Pemeliharaan Hak Milik Intelektual dan Prosedur Antar Para Pihak.

Bagian V: Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Bagian VI: Pengaturan Peralihan

Bagian VII: Pengaturan Kelembagaan : Ketentuan Penutup.

Hak paten juga merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dengan hak cipta dan hak-hak yang lain. Hak paten juga bagian dari HKI yang sangat perlu perlindungan, khususnya di Indonesia yang kaya akan seni budayanya. Contoh

59 Ibid.

60 Ibid., Halaman 1289

Universitas Sumatera Utara

dari hak paten yang sering kita jumpai di Indonesia misalnya seorang perajin ukir kayu tradisonal Bali harus membayar royalti kapada orang Amerika yang mematenkannya. Padahal, jenis ukiran itu merupakan warisan budaya masyarakat lokal. Kalau dilihat sebenarnya hak paten itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja, negara-negara lain juga sering mengalami hal serupa dimana secara tidak sah warisan budaya kelompok masyarakat tertentu diakui miliknya.61

Peranan pemerintah sendiri sebenarnya juga sangat penting dalam menangani sertifikasi paten pada temuan-temuan teknologi yang sebenarnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Disamping hak cipta, hak paten yang tidak kalah pentingnya adalah perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan.

Sebenarnya masalah perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan merupakan dampak dari kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang sebelumnya pernah menendatangani keputusan WTO. Indonesia masuk dalam jebakan dengan menandatangani keputusan WTO itu, dimana WTO itu digagas oleh negara-negara yang memang maju dalam bidang ekonominya. Sedangkan pemerintah sendiri juga berada di posisi yang sulit karena demi tidak terungkapnya keburukan perburuhan di Indonesia, penahanan pemimpin serikat buruh, juga penganiayaan serikat buruh yang menyebabkan pemerintah saat itu mau bertanda tangan, dimana akibatnya adalah negara-negara yang tergabung dalam WTO itu harus sepakat dengan ”pasar bebas” untuk produk informasi dan teknologi.62

61 Siti Munawaroh, Peranan Trips (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights) terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di Bidang Teknologi Informasi di Indonesia, Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XI, Nomor 1, Januari 2006: 23-29.

62 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

35

B. Hak Paten

1. Sejarah dan Perkembangan Hak Paten

Lahirnya perundangan mengenai paten tidak lepas dari kepentingan perdagangan (ekonomi). Peraturan paten Venesia tahun 1474 memuat aturan yang mewajibkan penemu untuk mendaftarkan penemuannya dan orang lain dilarang meniru atau memproduksi selama 10 tahun tanpa izin. Undang-Undang Monopoli tahun 1624 di Inggris memuat prinsip hasil penemuan, si penemu sebagai dasar pemberian paten dan jangka waktu perlindungan penemuan 14 tahun.63

Dilihat dari sejarahnya, paten bukanlah hal baru untuk orang Indonesia.

Sampai tahun 1945 tidak kurang dari 18.000 paten telah diberikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Kolonial Belanda, Octroiiwet 1910. Setelah Indonesia merdeka Undang-Undang octroi ini dinyatakan tidak berlaku karena dirasakan tidak sesuai dengan ketentuan bahwa permohonan octroi di wilayah Indonesia diajukan melalui Kantor Pembantu di Jakarta yang selanjutnya diteruskan ke Octrooiraad di negara Belanda.64

Setelah kemerdekaan, pemberian paten tidaklah sebanyak seperti tahun tahun sebelumnya. Baru pada tahun 1970-an dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi, tumbuh kesadaran baru di kalangan pemerintah untuk memperbaharui dan melengkapi keseluruhan peraturan di bidang HKI termasuk paten. Alasan diadakannya pembaharuan adalah karena semakin meningkatnya investasi yang dilakukan oleh negara-negara maju di Indonesia. Tidak dapat disangkal lagi, ada hubungan yang sangat erat antara tersedianya perangkat

63 Endang Purwaningsih. Op, Cit., halaman 12.

64 Djumhana, Muhamad dan Djubaedillah. Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. (Bandung: Citra Adiya Bhakti 2003). halaman 109

Universitas Sumatera Utara

peraturan di bidang HKI dengan masuknya investor asing ke sebuah negara. Jika perlindungan HKI sangat baik yang ditandai dengan tersedianya perangkat peraturan yang lengkap di bidang HKI serta penegakan hukum yang memuaskan, para investor pun akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.65

Setelah ada kevakuman hukum di bidang paten selama 36 tahun, maka baru pada tahun 1989 lahir ketentuan yang cukup lengkap mengenai pengaturan paten, yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten.66 Undang-undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989.67 Dengan mengingat perkembangan terbaru di bidang ekonomi dari telah diratifikasikanya perjanjian-perjanjian internasional dibidang teknologi industri dan perdagangan, maka kemudian pada tahun 2001, diperbaharui peraturan paten tersebut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Secara umum Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 Tentang Paten antara lain mengatur tentang hak (Paten), cara memperoleh dan mempertahankan hak, dan pembatasan-pembatasan untuk mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban pemilik atau pemegang paten. Walaupun Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2001, namun dalam waktu tujuh tahun, keberadaan UUP tersebut dirasakan sudah tidak mampu lagi mengatasi berbagai permasalahan tentang perlindungan atas invensi

65 Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia. (Yogyakarta: Fakultas Hukum Gadjah Mada, 1995), halaman 15-16

66 Indonesia, Undang-Undang Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989, LN Nomor 39 Tahun 1989, TLN Nomor 3398.

67 Indonesia, Undang-Undang Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, LN Nomor 30 Tahun 1997, TLN Nomor 3680.

Universitas Sumatera Utara

37

yang timbul dan berkembang di masyarakat, serta mengayomi berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan terkait dengan kebutuhan akan perlindungan atas paten dan kebebasan menggunakan teknologi yang seharusnya menjadi milik umum.68

Hal ini diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan pengaruh perkembangan teknologi (IPTEK) yang sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi seperti informasi, telekomunikasi, serta bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia atau lainnya. Disamping itu kesadaran masyarakat juga semakin tinggi untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana. Sesuai dengan tujuan pemberian paten yaitu untuk memberikan penghargaan atas suatu hasil karya berupa invensi baru yang dengan adanya penghargaan dimaksud akan mendorong invensi teknologi baru, maka sudah sepatutnya undang-undang memberikan perlindungan atas Invensi dimaksud bagi para inventornya.69

Kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten dapat ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari aspek substansi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Proses pelaksanaan Persetujuan TRIPs di Indonesia masih terhambat beberapa kendala yang merupakan kelemahan, antara lain yaitu:70

68 Tim Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Paten, Laporan Akhir Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tahun 2008, BPHN-Kemenkumham, hlm. 3, yang telah dilakukan perbaikan/penyempurnaan terakhir bulan Maret 2015.

69 Ibid.

70 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Paten, halaman 71-75

Universitas Sumatera Utara

a. Ketentuan mengenai lingkup perlindungan paten sehubungan dengan penggunaan baru dari Paten yang sudah ada, baik mencakup proses maupun produk, khususnya paten di bidang farmasi. Diharapkan dapat diakomodir ketentuan tentang “second medical use” yang akan membatasi semakin lamanya waktu monopoli terhadap suatu komposisi obat, padahal paten tersebut sudah merupakan public domain. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, kesempatan masyarakat menggunakan suatu Invensi tanpa membayar royalti dan lepas dari tuntutan hukum apabila paten yang melindungi invensi tersebut telah batal.

Harus dipertimbangkan adanya kesempatan masyarakat menggunakan suatu Invensi tanpa membayar royalti dan lepas dari tuntutan hukum diperluas dari yang diatur dalam Undang-Undnag Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

b. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 belum mengatur secara jelas pemberian lisensi-wajib atas permintaan negara berkembang (developing country) atau negara belum berkembang (least developed country) yang membutuhkan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi, dan produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk diekspor ke negara tersebut. Sebaliknya diperlukan pemberian lisensi-wajib untuk mengimpor pengadaan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia namun belum mungkin diproduksi di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi.

Universitas Sumatera Utara

39

c. Ketentuan mengenai Pasal 135 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tidak menjelaskan secara spesifik tentang prosedur dan persyaratan administrasi dan teknis dari impor paralel.

d. Ketentuan Pasal 135 huruf (a) mengatur impor paralel dikecualikan dari ketentuan pidana dan tidak mencakup pengecualian terhadap ketentuan perdata.

e. Belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Lisensi wajib, sehingga penggunaan mekanisme lisensi wajib belum dimungkinkan. Prosedur dan mekanisme pengeksporan obat-obatan ke negara-negara yang belum memiliki kemampuan untuk memproduksi obat.

f. Perlu ada kejelasan pengaturan mengenai hak atas paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.

g. Ketentuan mengenai kewajiban pengungkapan dalam permohonan Paten tentang sumber teknologi apabila teknologi tersebut berasal dari sumber daya genetik dari masyarakat lokal. Paten yang berasal dari sumber daya genetik harus memberi manfaat bagi masyarakat di lingkungan di mana sumber daya genetik tersebut berasal.

h. Penambahan substansi untuk komisi banding Paten, yaitu juga menyangkut masalah administratif sangat diperlukan. Kewenangan Komisi Banding tidak hanya terkait dengan masalah substansi akan tetapi juga masalah perubahan klaim pada saat Paten telah di granted. Selama ini putusan pengadilan belum mencerminkan rasa keadilan dan kebenaran yang dirasakan oleh pemohon/penggugat. Disamping biaya beracara di

Universitas Sumatera Utara

pengadilan niaga dirasa cukup mahal dan hasil yang belum dirasakan memuaskan, mengingat terbatasnya hakim yang menguasasi bidang paten, putusannya diharapkan dapat lebih mencerminkan rasa kebenaran dan keadilan.

i. Pelaksanaan paten oleh Pemerintah lebih sempit maknanya karena hanya dikaitkan dengan masalah kesehatan. Diharapkan segala hal yang terkait pertahanan keamanan negara juga dapat digolongkan sebagai urgensi dari pelaksanaan paten oleh Pemerintah. Pengaturan pelaksanaan paten oleh Pemerintah perlu lebih disempurnakan dengan dasar pertimbangan: (a) berkaitan dengan pertahanan keamanan negara; atau (b) kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat

j. Perlu ada kejelasan pengaturan mengenai ketentuan bahwa paten dapat dialihkan dengan cara wakaf.

k. Perlu ada kejelasan pengaturan mengenai insentif biaya tahunan Paten bagi litbang Pemerintah, Lembaga Pendidikan, dan UMKM. Serta pengaturan mengenai new invention dan inventive step terkait publikasi di

k. Perlu ada kejelasan pengaturan mengenai insentif biaya tahunan Paten bagi litbang Pemerintah, Lembaga Pendidikan, dan UMKM. Serta pengaturan mengenai new invention dan inventive step terkait publikasi di

Dokumen terkait