• Tidak ada hasil yang ditemukan

21

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini disusun sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memberikan gambaran yang bersifat umum yang disajikan secara sistematis yang mana bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang menguraikan tentang pengertian pertambangan mineral dan batubara, tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana, dan izin usaha pertambangan. Kemudian pada bagian akhir dari bab ini berisikan metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Menguraikan tentang bagaimana penambangan tanpa izin sebagai tindak pidana menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang di dalam sub-babnya diuraikan tentang pengertian pertambangan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana dibidang pertambangan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, izin pertambangan mineral dan batubara yang menguraikan lagi tentang prosedur izin pertambangan mineral dan batubara dan jenis izin usaha pertambangan mineral dan batubara, dan sub-bab

terakhir dalam Bab II ini yang dibahas adalah pengaturan sanksi hukum terhadap pelaku yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin.

BAB III : Membahas tentang bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap pelaku penambang liar dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 226/ Pid. B/ 2014/ PN-Mdl

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

Sebagai bab terakhir ialah berupa kesimpulan dan saran.

23 BAB II

PENAMBANGAN TANPA IZIN SEBAGAI TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

A. Pengertian Pertambangan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Pengertian pertambangan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah:22

Usaha pertambangan sendiri adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

“Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”.

Selanjutnya, menurut UU No. 4 Tahun 2009, pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah. Sedangkan pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

23

Objek kajian hukum pertambangan tidak hanya mengatur hak penambang semata-mata, tetapi juga mengatur kewajiban penambang kepada negara, yaitu

22Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

23Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus,Jakarta, Sinar Grafika, 2014, hlm. 120.

mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang).

Kewenangan negara merupakan kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada negara untuk mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kewenangan negara ini dilakukan oleh pemerintah. Penguasaan bahan galian tidak hanya menjadi monopoli pemerintah semata-mata, tetapi juga diberikan hak kepada orang dan/atau badan hukum untuk mengusahakan bahan galian sehingga hubungan hukum antara negara dengan orang atau badan hukum harus diatur sedemikian rupa agar mereka dapat mengusahakan bahan galian secara optimal.

B. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Dibidang Pertambangan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Tindak pidana adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dalam keadaan tertentu oleh undang-undang yang dinyatakan terlarang, yang karenanya dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bagi pelakunya.24

Tindak pidana pertambangan adalah perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang dikenakan sanksi bagi pelaku perbuatan, guna perlindungan kegiatan dan usaha pertambangan mineral dan batubara.25

Dalam undang-undang pertambangan selain mengenal adanya tindak pidana Illegal Mining, juga terdapat bermacam-macam tindak pidana lainnya yang

24Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm.59.

25

25

ditujukan terhadap pelaku usaha pertambangan dan hanya satu macam tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat pemberi izin dibidang pertambangan.

Adapun macam-macam tindak pidana dibidang pertambangan tersebut, yaitu :26

1. Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin

Sebagaimana telah diketahui diatas bahwa negara mempunyai hak menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya termasuk tambang. Berdasarkan hal tersebut setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan aturan mainnya wajib meminta izin lebih dahulu dari negara/ pemerintah.

Apabila terjadi kegiatan penambangan pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 158 UU No.

4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”

2. Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Keterangan Palsu

Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.Perbuatan

26Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 248.

memberikan data atau laporan yang tidak benar sebenarnya sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Oleh karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana berdasarkan Pasal 159 UU Pertambangan yang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00.

3. Tindak Pidana Melakukan Eksplorasi Tanpa Hak

Pada dasarnya untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan wajib memiliki izin dan setiap izin yang dikeluarkan ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu untuk eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Yang dimaksud eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup (Pasal 1 angka 15).

Oleh karena melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan perbuatan pidana yang diancam hukuman berdasarkan Pasal 160 Ayat 1 UU No. 4 Tahun 2009 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00.

4. Tindak Pidana Sebagai Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan Operasi Produksi

27

Orang yang melakukan kegiatan usaha pertambangan pada prinsipnya melakukan penambangan dengan cara menggali tanah untuk mendapatkan hasil tambang kemudian dijual dan akan memperoleh keuntungan. Seperti diketahui di atas bahwa kegiatan usaha pertambanganterdiri atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

Oleh karena terdapat dua tahap dalam melakukan usaha pertambangan maka pelaksanaanya harus sesuai dengan prosedur, melakukan kegiatan eksplorasi baru eksploitasi. Sehubungan dengan itu khusus bagi pemegang IUP eksplorasi setelah melakukan kegiatan eksplorasi tidak boleh melakukan operasi produksi sebelum memperoleh IUP Produksi. Pelanggarannya diancam dengan Pasal 160 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009 yang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00.

Ketentuan tersebut digunakan pemerintah sebagai alat untuk mengontrol perusahaan pertambangan yang nakal, ketika melakukan kegiatan eksplorasi sesuai dengan izinnya langsung melakukan kegiatan operasi produksi padahal belum menjadi pemegang IUP Eksplorasi.

5. Tindak Pidana Pencucian Barang Tambang

Dalam kegiatan keuangan dan perbankan dikenal adanya pencucian uang atau money laundering, dimana uang yang berasal dari kejahatan “dicuci” melalui perusahaan jasa keuangan agar menjadi uang yang dianggap “bersih”. Di bidang pertambangan juga dapat terjadi pencucian hasil tambang, penambang-penambang gelap dapat berhubungan dengan para penambang yang memiliki izin untuk

mengadakan transaksi hasil tambangnya sehingga sampai kemasyarakat merupakan barang tambang yang sah. Tindak pidana pencucian barang tambang (mining loundering) dalam UU No.4 Tahun 2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00”.

Untuk dapat membongkar kejahatan tersebut tentu tidak mudah karena pada umumnya penambangan dilakukan di daerah pedalaman yang biasanya jauh dari keramaian dan sepi petugas, sehingga dibutuhkan adanya pengawasan intensif dengan kerja sama antara aparat Kementrian Pertambangan, Pemerintah Daerah setempat dan Kepolisian.

6. Tindak Pidana Menghalangi Kegiatan Usaha Pertambangan

Pengusaha pertambangan yang telah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang dapat segera melakukan kegiatannya sesuai lokasi yang diberikan.

Dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangan terkadang tidak dapat berjalan lancar karena adanya gangguan dari warga masyarakat setempat.Gangguan tersebut terjadi antara lain karena disebabkan jalan menjadi rusak akibat dilalui kendaraan-kendaraan berat, sungai dan sawah tertutup tanah galian, tanaman menjadi rusak, dan lain-lain.

Warga yang merasa dirugikan biasanya protes dengan menghalangi dengan berbagai cara agar penambangan tidak diteruskan. Terhadap perbuatan yang menggangu kegiatan usaha pertambangan tersebut merupakan tindak pidana yang diancam dengan Pasal 162 UU No. 32 Tahun 2009, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00.

29

Akibat adanya gangguan dari masyarakat akan merepotkan pengusaha pertambangan karena proyeknya tidak dapat jalan, sebaiknya hal tersebut telah tergambar dalam analisis risiko sehingga pengusaha dapat menghindari akan timbulnya risiko yang akan terjadi. Misalnya jika jalan yang dilewati menuju proyek sebelum rusak berat segera diperbaiki tentu masyarakat akan senang.

7. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Pemberi Izin

Ketentuan pidana yang telah dibicarakan di atas lebih banyak ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh penerima/pemegang izin tambang. Selain itu UU Pertambangan juga mengatur tentang tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat pemberi izin sebagaimana Pasal 165 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00”.

Perbuatan penyalahgunaan kewenangan sifatnya luas tetapi terhadap pejabat penerbit izin tersebut dibatasi sepanjang perbuatan penerbitan IUP, IPR, atau IUPK saja. Tujuan diaturnya tindak pidana ini agar pejabat tersebut dapat bekerja dengan baik dan melayani kepentingan masyarakat dengan semestinya.

8. Tindak Pidana yang Pelakunya Badan Hukum

Badan hukum adalah sekelompok orang yang terkait suatu organisasi yang dipandang sebagai manusia pada umumnya. Suatu organisasi disebut badan hukum apabila akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah. Untuk perusahaan

yang berbentuk perseroan terbatas, pengesahan akta pendiriannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan Ham dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia .

Dalam badan hukum kegiatannya dilakukan oleh pengurusnya. Oleh karena badan hukum dipandang sebagai manusia maka badan hukum dapat menjadi pelaku pidana dan yang bertanggung jawab adalah pengurusnya.

Dalam tindak pidana di bidang pertambangan badan hukum dapat sebagai pelaku pidananya sebagaimana diatur pada Pasal 163 Ayat 1 UU No. 4 Tahun 2009.27

Sehubungan dengan itu dalam UU No. 4 Tahun 2009 pelaku usaha di bidang pertambangan dalam Pasal 38

Meskipun demikian dalam undang- undang tersebut tidak memberikan pengertian tentang badan hukum. Istilah badan hukum disinggung dalam pengertian badan usaha (Pasal 1 angka 23). Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

28 dan Pasal 6529

27Pasal 163 Ayat (1), berbunyi: “dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan”.

28Pasal 38, berbunyi: “IUP diberikan kepada: a. badan usaha; b. koperasi; c.

perseorangan”.

29Pasal 65 ayat (1), berbunyi: “badan usaha, koperasi, dan perseorangan dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57 dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial”.

Pasal 65 ayat (2), berbunyi: “ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif,

terdiri atas badan usaha, koperasi, dan perseorangan. Kemudian dalam PP No. 23 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, badan usaha

31

dapat berupa badan usaha, swasta, BUMN, atau BUMD, sedangkan perorangan dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.30

30Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Kegiatan Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Memperhatikan ketentuan badan hukum dalam UU No. 4 Tahun 2009 tersebut hanya tertuju kepada badan usaha saja yaitu badan usaha swasta berupa perseroan terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), BUMN, dan BUMD. Oleh karena UU No. 4 Tahun 2009 sebagai lex spesialis maka perusahaan pertambangan yang berbentuk koperasi yang didirikan berdasarkan UU No.25 Tahun 1992 dan akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Transmigrasi dan Koperasi, tampaknya tidak termasuk dalam pengertian badan hukum dalam UU No. 4 Tahun 2009. Jika koperasi melakukan tindak pidana di bidang pertambangan yang dapat dituntut hanyalah orang perorangan yang ada dalam koperasi sedangkan koperasi sebagai badan hukum tidak dapat dituntut dan dihukumpidana.

Kekurangan yang ada dalam UU No. 4 Tahun 2009 adalah tidak mengatur tentang korporasi yang dapat sebagai pelaku pidana seperti dalam undang-undang yang lain yaitu UU Penerbangan, UU Perikanan dan UU Narkotika. Oleh karena korporasi pengertiannya mencakup sekumpulan orang baik yang berbadan hukum atau yang tidak berbadan hukum maka apabila hal itu diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 semua perusahaan yang didirikan minimal dua orang dapat menjadi pelaku tindak pidana dibidang perbankan apabila melanggar undang-undang yang bersangkutan.

Jika tindak pidana di bidang pertambangan dilakukan oleh suatu badan hukum, maka yang dapat dituntut ke pengadilan adalah badan hukumnya, namun hukuman yang dijatuhkan hakim selain pidana penjara, juga pidana denda terhadap pengurusnya. Di samping itu terhadap badan hukum tersebut dijatuhi hukuman berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. Kemudian hakim juga dapat menjatuhkan hukuman tambahan terhadap badan hukum berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.

9. Pidana Tambahan

Dalam hukumpidana dikenal adanya hukuman pokok dan hukuman tambahan. Pelaku tindak pidana dibidang pertambangan di atas yang dijatuhi pidana penjara dan denda merupakan hukuman pokok.

Selain jenis hukuman tersebut terhadap pelakunya dapat dijatuhi pidana tambahan berupa :31

1. Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana

2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

3. Kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana kemudian hakim juga dapat menjatuhkan hukuman tambahan terhadap badan hukum berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.

C. Izin Pertambangan Mineral dan Batubara 1. Jenis Izin Pertambangan Mineral dan Batubara

33

Izin melakukan pertambangan tidak hanya berlaku dengan undang-undang pertambangan saja tetapi juga dengan undang-undang lingkungan hidup. Dahulu, izin yang diperlukan semata-mata hanya berhubungan dengan bidang usahanya, perusahaan berstatus sebagai perusahaan yang resmi dan legal. Namun seiring berjalannya waktu sesuai perkembangan keadaan karena hampir semua usaha berhubungan dengan lingkungan hidup, maka sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) perusahaan wajib memiliki izin lingkungan.

Sesuai dengan makna Pasal 1 angka 35, bahwa:32

Pada UU-PPLH, izin lingkungan bukan birokrasi perizinan, tetapi merupakan instrument pengendalian dan pengawasan resiko lingkungan dari berbagai kegiatan. Izin lingkungan justru menghindarkan pengusaha dari ekonomi biaya tinggi karena cukup mengurus satu izin satu kali saja. Perusahaan tidak bisa

“main-main” dengan UU ini, karena pelanggaran izin lingkungan mengakibatkan sanksi administratif dan pidana. Sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis, paksaan, hingga pembekuan, dan pencabutan izin lingkungan. Tanpa izin lingkungan tentu perusahaan tidak bisa menjalankan usahanya. Sedangkan sanksi pidana berupa penjara belasan tahun dan denda hingga puluhan miliar rupiah.

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

33

32Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

33Menteri Negara Lingkungan Hidup, www.MenLH.go.id, diakses pada tanggal 10 Oktober 2017.

Setiap aktifitas yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup wajib memiliki izin lingkungan. Izin kelayakan lingkungan dan izin lokasi merupakan izin-izin yang harus dipenuhi sebelum izin usaha dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Izin kelayakan lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan hidup dan izin lokasi yang dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Nasional merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha atau kegiatan pengelolaan sumber daya alam.34

Salah satu aktifitas yang berhubungan erat dengan lingkungan adalah bidang pertambangan. Seperti diketahui, aktifitas pertambangan pasti menimbulkan perubahan fungsi lingkungan hidup. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan perizinan usaha pertambangan, terdapat kewajiban untuk menjaga fungsi lingkungan hidup oleh pemegang izin usaha pertambangan.35

Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dibidang pertambangan diwajibkan untuk melakukan hal-hal berikut ini. Pertama, memperhatikan tata ruang dan mematuhi KLHS. Kedua, memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Ketiga, melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang. Di samping kewajiban itu,

34

35

perusahaan pertambangan juga dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan.

Dengan izin lingkungan yang dimiliki digunakan sebagai dasar bagi perusahaan untuk pengurusan/penerbitan izin usaha perusahaan agar dapat menjalankan usahanya. Ketentuan izin lingkungan diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 yang menyebutkan, bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

Oleh karena izin lingkungan wajib dimiliki oleh setiap perusahaan, maka izin tersebut sifatnya umum dan mutlak.

Kewajiban tersebut dilatarbelakangi karena negara atau pemerintah berkeinginan agar setiap perusahaan untuk bersungguh-sungguh memperhatikan lingkungan hidup supaya dapat dicegah atau diminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tidak dapat hanya dibebankan kepada pemerintah tetapi juga merupakan tanggungjawab masyarakat termasuk perusahaan.36

Pengaturan yang mewajibkan pengusaha wajib memiliki izin lingkungan karena pemerintah bermaksud serius untuk mengawasi lingkungan hidup dan ingin mewujudkan keadaan lingkungan hidup yang lebih baik dan lebih sehat ke masa depan. Izin lingkungan sebagai syarat utama yang wajib dimiliki perusahaan sebelum perusahaan memperoleh izin-izin lainnya yang diperlukan. Kedudukan izin lingkungan merupakan dasar untuk memperoleh izin usaha perusahaan.

Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan, bahwa izin

36Gatot Supramono, Op.Cit.,hlm. 19.

lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan.37

Selain itu, dalam mewujudkan tujuan dari pengelolaan mineral dan batubara, dapat dilakukan melalui instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah izin lingkungan. Pasal 1 angka 35 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menetapkan, bahwa izin lingkungan adalah izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.38 Ketentuan lebih lanjut, ditetapkan dalam Pasal 36 UU No.32 Tahun 2009.39

Untuk memperoleh izin tersebut, usaha dibidang pertambangan diwajibkan memiliki izin lingkungan yang merupakan persyaratan memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, dalam hal ini diwajibkan memiliki amdal atau UKL-UPL, yaitu:40

1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;

2. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap

37Ibid.,hlm.20.

38Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup, Medan, Medan Area University Press, 2014, hlm.189-190.

39

37

lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;

3. Usaha dan/atau kegiatan adalah segala bentuk aktifitas yang dapat

3. Usaha dan/atau kegiatan adalah segala bentuk aktifitas yang dapat

Dokumen terkait