• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

Bab II : Biografi, menguraikan tentang : Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karir beliau. Dalam bab ini juga memaparkan guru-guru beserta murid-murid, dan karya-karya beliau.

Bab III : Sistematika Kitab dan Deskripsi Pemikiran, meliputi : Sistematika Penulisan kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq.

Bab IV : Pembahasan meliputi uraian pemikiran dan implikasinya. Bab V : Penutup, berisi kesimpulan, saran, dan penutup.

BAB II BIOGRAFI A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Sayyid Abdullah bin Al-Husain bin Thohir Al-„Alawi Al-Hadhromi

atau lebih dikenal Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah seorang

ulama‟ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi‟i dan

sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman pada tahun 1191 H atau bertepatan pada tahun 1778 M tepatnya pada bulan Dzulhijjah (http://id.wikipedia.org). Beliau pernah mukim beberapa tahun di Mekah dan Madinah untuk belajar kepada beberapa ulama yang masyhur

(http://www.fikihkontemporer.com).

Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah selatan kota Tarim. Setelah kembali ke negaranya, beliau mengabdikan dirinya untuk memberikan ceramah, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan mengisi waktunya untuk beribadah (http://www.fikihkontemporer.com).

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menguasai beberapa cabang ilmu yakni

fiqih, ilmu hadits, lebih-lebih dalam bidang tasawuf

(http://pbkaligung.blogspot.com). Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul

akhir 1272 H/ 1855 M (http://id.wikipedia.org).

Di samping sebagai seorang intelektual yang pakar dan pandai dalam bidang keilmuan, ternyata beliau juga seorang organisatoris yang mampu

menggerakkan masa. Hal itu bisa di lihat saat beliau mampu menjadi salah satu pemimpin dari Tsaurah atau pemberontakan di Yaman dalam rangka melawan kekuasaan Yafi‟iyyin pada tahun 1265 H. Sehingga beliau dan beberapa pemimpin pemberontakan itu diasingkan dari Tarim, Sewun dan Taris. Beliau juga ikut andil dalam upaya mendirikan kekuasaan Al-Katsiri yang di pimpin oleh sultan Ghalib bin Muhsin di Tarim

(http://anjangsanasantri.blogspot.com).

Dalam sebuah buku, Habib Luthfi bin Yahya telah memberikan keterangan sebagai berikut: Al-Qutbil Ghauts Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir ini maqamnya, kedudukan ruhaninya kalau tidak karena haya‟, adab yang tinggi kepada kakek moyangnya Faqih Al-Muqadam, Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam. Maka Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata diantaranya, “Saya tidak rela kalau ada orang yang mempunyai maqam (kedudukan) melebihi

maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.” Itu merupakan adab para wali terhadap

sesamanya sebagai tarbiyyah (pendidikan) untuk murid-muridnya. Itu tawadhu‟nya Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir. Sehingga fatwa-fatwanya sangat masyhur dalam bidang fiqh, dalam ilmu hadits, dalam bidang tasawuf lebih-lebih (bin Yahya, 2012: 119).

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memiliki nasab hingga Nabi Muhammad SAW. Berikut nasab dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi:

Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin Maghfun bin Abdurrahman bin Ahmad bin 'Alawi bin Ahmad bin Abdurrahman bin 'Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.

(http://id.wikipedia.org).

B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Adapun beberapa guru yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya:

1. As-Sayyid Hamid bin Umar al-Munfir Ba'alawi.

2. Al-'Allamah as-Sayyid Umar bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Haddad.

3. Al-'Allamah as-Sayyid 'Alawi bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Haddad.

4. Al-'Allamah Abdurrahman bin 'Alawi bin Syaikh Maula al-Bathaiha. 5. Al-'Allamah as-Sayyid 'Aqil bin 'Umar bin 'Aqil bin Yahya.

(http://id.wikipedia.org)

Sedangkan para murid yang belajar dari Syaikh Abdullah bin Husain

Ba‟alawi adalah sebagai berikut:

2. Al-'Allamah Sayyid Abdurrahman bin 'Ali bin 'Umar as-Saqqaf. 3. Al-'Allamah Muhammad bin Husain al-Habsyi, Mufti Mekkah. 4. Al-Imam 'Ali bin Muhammad al-Habsyi.

Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut, Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar 1327 H dan menyempurnakannya pada 10 Rabiul Awwal 1327 H (

http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com).

5. Al-'Allamah Sayyid Muhsin bin 'Alawi bin Saqqaf as-Saqqaf. 6. Al-'Allamah Syaikh Abdullah bin Ahmad. (http://id.wikipedia.org) 7. Al-Habib Idrus bin Umar bin Idrus al-Habsyi

(http://www.fikihkontemporer.com).

8. Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Tholib bin Abdullah bin Tholib al-Atthas (http://pbkaligung.blogspot.com).

C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq

Umat Islam adalah umat yang kelak akan menjadi saksi di hari kiamat. Umat Islam adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab penuh atas kedamaian, ketentraman, serta memikul beban berat untuk mengajak manusia

kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan (Jum‟ah, 2014: 48).

Tanggung jawab yang besar ini mendorong agar Pendidikan Agama Islam memberikan kontribusi yang sangat besar. Melalui pendidikan penanaman

Aqidah, ilmu syariat dan akhlak menjadi begitu penting. Membentuk kebribadian yang berkarakter baik terlihat dari tampilan fisik maupun dari batin seseorang.

Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kemudian menulis sebauh kitab

kecil yang berisi tentang hal-hal pokok dari Agama Islam. Beliau dalam mukadimah telah menuliskan, “Selanjutnya, ini adalah sebuah karya kecil yang telah diberi kemudahan oleh Allah SWT. untuk menghimpunnya mengenai hal-hal yang wajib dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan, baik untuk kalangan awam maupun kalangan khusus. Wajib adalah sesuatu yang Allah menjadikan pelakunya dengan pahala dan mengancam orang yang

tidak mengajarkannya dengan siksaan.” (Sunarto, 2012: 8). Besar harapan

beliau kitab ini dapat menjadi pegangan setiap muslim untuk dipelajari, diajarkan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mampu untuk memahami dan melakukan hal-hal yang wajib, dengan senang hati akan melakukan hal-hal yang bersifat sunnah, akhirnya mampu benar-benar menggapai cinta Allah dan mendapatkan pertolongan-Nya.

Sesuai dengan maksud Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

menyusun kitab yang berisi hal-hal pokok dari Islam, maka beliau menyusun kitab Sullam Taufiq dengan tiga cabang ilmu Islam yang wajib diketahui oleh setiap orang Islam. Tiga cabang ilmu tersebut terdiri dari ilmu tauhid, fiqh,

tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husian Ba‟alawi menyadari bahwa ketiga

ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf ditulis dalam satu kitab yang ringkas yakni

Sullam Taufiq. Dalam hadits yang menceritakan tentang kedatangan Malaikat

Jibril saat para sahabat sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW.

mencakup seluruh aspek amal zhahir dan yang batin („Ied, tt: 35). Poin paling

penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam,

iman, dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta‟ala („Ied, tt:

40). Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu aqidah menjaga iman, maka ilmu

tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan. Maka, muncullah sebuah ilmu yang

dinamakan tasawuf (Jum‟ah, 2013: 1).

D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi

Adapun beberapa buku karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

diantaranya:

1. Al-Majmu

2. Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq

3. Miftahu al-I'rab fi an-Nahwi (http://id.wikipedia.org)

BAB III

SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN

AKHLAK-TASAWUF A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq

Sistematika penulisan kitab Sullam Taufiq terdiri dari tiga puluh tujuh bab yang didahului dengan sebuah mukadimah. Tiga puluh tujuh bab tersebut terbagi menjadi tiga tema besar yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam tema tasawuf, penulis lebih mengerucut pembahasan pada konsep akhlak-tasawuf. Dalam buku terjemah Sullam Taufiq oleh Achmad Sunarto (Al-Jawi, 2012:5-6) tiga puluh tujuh bab tersebut sebagai berikut:

1.Sifat Allah, dan Rasul

2.Hal-hal yang menyebabkan murtad 3.Hukum-hukum orang yang murtad

4.Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman 5.Waktu-waktu shalat

6.Kewajiban wali anak kecil dan penguasa 7.Fardhu-fardhu wudhu

8.Yang membatalkan wudhu 9.Yang mewajibkan bersuci

10.Hal-hal yang mewajibkan mandi 11.Syarat-syarat bersuci

12.Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats 13.Bersuci dari najis

14.Syarat-syarat shalat

15.Hal-hal yang membatalkan shalat 16.Syarat-syarat shalat diterima (sah) 17.Rukun-rukun shalat

18. Shalat jama‟ah dan Jum‟at

19.Syarat-syarat mengikuti imam 20.Mengurus jenazah

21.Zakat

22.Puasa dan permasalahannya 23.Haji dan umrah

24. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)

25.Riba dan jual beli yang diharamkan 26.Kewajiban menafkahi

27.Kewajiban hati

28.Sebagian dari maksiat hati

29.Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr 30.Diantara maksiat-maksiat mata

31.Diantara maksiat-maksiat lisan 32.Sebagian maksiat-maksiat telinga 33.Sebagian maksiat-maksiat tangan

34.Diantara maksiat-maksiat kemaluan 35.Diantara maksiat-maksiat kaki 36.Diantara maksiat-maksiat badan 37.Cara bertaubat

Tiga puluh tujuh bab tersebut apabila dicermati dapat dibagi dalam ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Berikut pembagian ketiga puluh tujuh bab tersebut dalam tiga tema besar (tauhid, fiqh, dan tasawuf):

1. Tauhid

a. Sifat Allah, dan Rasul

b. Hal-hal yang menyebabkan murtad c. Hukum-hukum orang yang murtad 2. Fiqh

a. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman b. Waktu-waktu shalat

c. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa d. Fardhu-fardhu wudhu

e. Yang membatalkan wudhu f. Yang mewajibkan bersuci g. Hal-hal yang mewajibkan mandi h. Syarat-syarat bersuci

i. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats j. Bersuci dari najis

k. Syarat-syarat shalat

l. Hal-hal yang membatalkan shalat m. Syarat-syarat shalat diterima (sah) n. Rukun-rukun shalat

o. Shalat jama‟ah dan Jum‟at

p. Syarat-syarat mengikuti imam q. Mengurus jenazah

r. Zakat

s. Puasa dan permasalahannya t. Haji dan umrah

u. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)

v. Riba dan jual beli yang diharamkan w. Kewajiban menafkahi

3. Tasawuf

a. Kewajiban hati

b. Sebagian dari maksiat hati

c. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr d. Diantara maksiat-maksiat mata

e. Diantara maksiat-maksiat lisan f. Sebagian maksiat-maksiat telinga g. Sebagian maksiat-maksiat tangan h. Diantara maksiat-maksiat kemaluan

i. Diantara maksiat-maksiat kaki j. Diantara maksiat-maksiat badan k. Cara bertaubat

B. Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin

Husain Ba’alawi

Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan

dimengerti oleh banyak orang. Konsep yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ada hubungan secara empiris (Arifin, 2012:96). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Maksud dari konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan akhlak-tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja. Hal ini termasuk dalam kekhasan Thariqah Alawiyah yang diikuti oleh

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dalam pengamalan wirid dan dzikir

bagi para pengikutnya tidak ada keharusan bagi para murid untuk terlebih

dahulu diba‟iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin mengamalkan thoriqot ini (Masyhuri, 2014: 55).

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dengan kitab Sullam Taufiq ingin menanamkan nilai tasawuf kepada setiap orang dengan cara yang mudah. Melalui tiga disiplin ilmu Islam yang harus dipelajari oleh setiap orang Islam. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak. Ilmu tauhid sebagai fondasi bagi setiap orang Islam. Ilmu fiqh yang merupakan ilmu yang harus dipelajari setiap orang Islam agar dapat melaksanakan nilai-nilai ilmu tauhid dalam bentuk perbuatan, yaitu ibadah. Sedangkan ilmu akhlak sebagai buah dari ibadah diisi oleh Syeikh Abdullah bin Husain dengan akhlak-tasawuf.

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyadari bahwa pendidikan

akhlak-tasawuf harus dimulai dengan penanaman ilmu syariat yang mapan terlebih dahulu. K.H. Muslih (1994:20) dalam kitab Al-Futuhatir

Rabbaniyyah fil Qadiriyyah wan Naqsabandiyah menukil perkataan ulama

ahli tahqiq, berikut:

“Sopo wonge kang nggulawentah ilmu fiqih utawa ilmu syariat

nanging ora kersa ngagem ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah mangka temen dadi fasik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah ing kono ora kersa ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka temen dadi kafir zindik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah sarta barengi ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka dadi ahlil haq utawa ahli haqiqah sopo iku wong.”

Dalam Bahasa Indonesia artinya, “ Barang siapa yang menggeluti ilmu fiqih

atau ilmu syariat tetapi tidak mau menggunakan ilmu tasawuf atau ilmu thariqah maka orang tersebut akan menjadi fasik. Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah tetapi tidak mau menggunakan

Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah disertai ilmu fiqih atau syariat maka orang tersebut akan menjadi ahlil haq atau ahli

hakikat.” Dengan demikian tepat Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi

mengajarkan akhlak-tasawuf diawali dengan ilmu tauhid dan ilmu fiqh. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq

dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara berurutan

dengan pembahasan yang terpisah. Terpisah dalam arti Syaikh Abdullah bin Husain menjelaskan setiap pembahasan sesuai disiplin ilmu tanpa mencampur adukkannya (dalam pembahasan), namun tetap memiliki hubungan antar disiplin ilmu. Pemikiran konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah

bin Husain Ba‟alawi dapat lebih dipahami melalui bagan berikut:

Bagan 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf

C. Penerapan Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin

Husain Ba’alawi

Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuturkan pendidikan akhlak-Ilmu Fiqh Ilmu Tasawuf Ilmu Tauhid

langsung menyebutkan berbagai contoh perilaku akhlak-tasawuf. Pendidikan akhlak-tasawuf dalam Sullam Taufiq dibagi menjadi sebelas bab oleh Syeikh

Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dari ketiga belas bab Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan 193 (seratus sembilan puluh tiga) contoh tasawuf yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.

1. Kewajiban hati

a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.

b. Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang datang dari utusan Allah.

Iman seseorang sering diartikan sebagai kepercayaan atau keyakinan yang mantap akan adanya Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan takdir yang baik ataupun takdir buruk (Abdusshomad, 2008:31). Iman menurut Abu Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib (An-naisaburi, 2007:43).

c. Membenarkan ajaran Nabi.

Kebenaran adalah ucapan yang benar ditempat-tempat yang rusak. Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan (An-naisaburi, 2007: 302). Dengan demikian membenarkan adalah mengucapkan uacapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.

Membenarkan dapat juga diartikan menyesuaikan antara rahasia dan ucapan.

d. Meyakininya (ajaran Nabi).

Manurut Abu Utsman Al-Hiri, yang dimaksud yakin adalah sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas kebenaran. Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran (An-naisaburi, 2007:252).

e. Ikhlas.

f. Menyesali atas kemaksiatan.

g. Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal). h. Merasa selalu dalam pengawasan Allah. i. Ridlo atas takdir Allah

j. Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Allah. k. Mengagungkan syiar-syiar Allah.

l. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah.

m. Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang diwajibkan Allah. n. Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di haramkan Allah. o. Bersabar atas cobaan-cobaan Allah.

p. Yakin dengan rezeki.

q. Berburuk sangka terhadap nafsu. r. Tidak ridlo terhadap nafsu.

s. Membenci syaitan.

t. Membenci perkara duniawi.

u. Membenci para pelaku kemaksiatan. v. Mencintai Allah.

Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat. Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-keinginan-Nya dengan kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-Naisaburi, 2007:475).

w. Mencintai Kalamullah. x. Mencintai Rasul-Nya.

y. Mencintai para sahabat Nabi SAW. z. Mencintai keluarga Nabi.

aa. Mencintai para sahabat Anshor. bb.Mencintai para sholihin.

2. Sebagian dari maksiat hati a. Riya‟ dengan amal.

b. Meragukan wujudnya Allah. c. Merasa aman dari azabnya Allah. d. Merasa putus asa dari rahmat Allah.

e. Sombong atas hamba-hamba Allah. f. Dendam.

g. Hasut.

h. Mengungkit-ungkit sedekah. i. Terus-menerus melakukan dosa.

j. Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-hamba-Nya. k. Membohongkan takdir Allah.

l. Bergembira dengan kemaksiatan yang dilakukannya atau dilakukan orang lain.

m. Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir. n. Melakukan tipu daya

o. Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau kaum sholihin. p. Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah.

q. Rakus

r. Menghina sesuatu yang diagungkan Allah.

s. Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, yakni ketaatan, kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka.

3. Sebagian dari maksiat perut a. Memakan riba.

b. Memakan pungutan liar. c. Memakan harta ghosob. d. Memakan harta curian.

e. Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah yang diharamkan

syara‟.

f. Meminum arak.

g. Memakan sesuatu yang memabukkan. h. Memakan segala sesuatu yang najis. i. Memakan sesuatu yang menjijikkan. j. Memakan harta anak yatim.

k. Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan yang disyaratkan oleh orang yang wakaf.

l. Memakan harta yang diberikan pemiliknya karena merasa malu. 4. Di antara maksiat-maksiat mata

a. Memandang kepada wanita-wanita lain. b. Melihat aurat.

c. Diharamkan bagi wanita membuka bagian tubuhnya.

d. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka bagian tubuh antara pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut, meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan orang yang halal.

e. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka qubul dan duburnya manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan orang yang halal baginya.

f. Diharamkan memandang orang Islam dengan pandangan meremehkan.

g. Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain dengan tanpa seizin pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa seizin pemiliknya.

h. Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia tidak mengingkari. 5. Di antara maksiat-maksiat lisan

a. Ghibah (Menggunjing).

b. Menghasut

c. Mengadu tanpa perantara ucapan

d. Dusta, yaitu berbicara dengan menyalahi kenyataan. e. Mengadu domba.

f. Sumpah palsu.

g. Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan). h. Mencela para sahabat Nabi SAW. i. Saksi palsu.

j. Tidak memenuhi janji, ketika seseorang berjanji kepada orang lain, ia berniat menyembunyikan untuk tidak memenuhinya.

k. Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang sudah mampu. l. Mencela, mencacat dan melaknat.

m. Menghina orang Islam.

o. Tuduhan bohong.

p. Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya yang sudah disetubuhi ketika sedang haid atau nifas).

q. Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti ibunya atau saudara

perempuan suaminya).

r. Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun tidak sampai merubah arti.

s. Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan.

t. Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan meninggalkan wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain. u. Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah atau orang yang

memerdekakannya.

v. Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya yang muslim. w. Berfatwa tanpa ilmu.

x. Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit yang berlebihan pada seorang mayit.

y. Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman atau memutuskan dari kewajiban.

z. Setiap pembicaraan yang mencela agama atau salah seorang dari para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al-Qur‟an atau sesuatu dari

Dokumen terkait