PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT
SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI
(TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM 11111150
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : administrasi@iainsalatiga.ac.id
Drs. H. Ahmad Sulthoni, M.Pd. Dosen IAIN Salatiga
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi
: Saudara Muhammad Imam Hanif
Kepada
Yth. Rektor IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Muhammad Imam Hanif
Nim : 111 11 150
Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul : Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab
Sullam Taufiq)
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 9 Agustus 2015
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : administrasi@iainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM : 111 11 150
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil. __________________
Sekretaris Penguji : Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. __________________
Penguji I : Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________
Penguji II : Drs. A. Bahrudin, MA. __________________
Salatiga, 29 Agustus 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM : 111 11 150
Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Jurusan : Tarbiyah
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 9 Agustus 2015
Penulis
Muhammad Imam Hanif
MOTTO
BBM
PERSEMBAHAN
Dengan penuh ketulusan hati, saya persembahkan skripsi ini untuk:
1. Allah SWT, semoga menjadi amal jariyah di sisi-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW, semoga menjadi bukti kecil tanda kecintaanku
kepada Baginda Nabi SAW.
3. Keluarga yang aku cintai. Bapak K.H. Abdul Choliq (Alm) telah banyak
menunjukkan jalan rahasia ma‟rifat. Ibu Nyai Hj. Siddiqoh (Almh) yang telah
menunjukkan jalan perjuangan. Kakak tercinta Fauzi Al Hidayat yang selalu
menjaga penuh kasih sayang. Ibu Hj. Ninik Lestari yang berkenan
mendampingi.
4. Simbah K.H. Munawir Munajat Al Hafidz dan simbah K.H. Maslikhudin
Yazid, beliau-beliau mursyid Thoriqoh Qadariyyah wa Naqsyabandiyah yang
telah membimbing ruhaniyahku dalam pengajian lapanan Su‟biyah Jam‟iyyah
Ahlith Thoriqoh Al Mu‟tabaroh An Nahdliyyah Kota Salatiga. Beserta
seluruh jama‟ahnya.
5. Sahabat-sahabatku alumni SMA N 1 Salatiga yang menjadi motivatorku
untuk selalu maju saat kemalasan datang melanda.
6. Sahabat-sahabatku IAIN Salatiga dari berbagai angkatan.
7. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di kampus yaitu kelas PAI
D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN.
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Bismillahir rohmanir rohim.
Alhamdulillah, Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad.
Segala puji syukur harus penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
senantiasa membanjiri penulis dengan kasih sayang, melimpahkan rahmat,
memberikan petunjuk, dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Semoga penulis dan pembaca diridloi Allah mendapatkan syafa‟at beliau terutama
di hari kiamat nanti.
Penulisan skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Disamping tujuan mulia tersebut, penulisan ini dimaksudkan untuk amal
jariyah kepada pendidikan Islam di Indonesia dengan harapan dapat membantu
mencetak generasi bangsa yang selalu dekat dengan Sang Pencipta. Skripsi ini
dapat selesai berkat limpahan hidayah Allah melalui dukungan, bantuan dan
bimbingan hamba-hamba yang dekat dengan Allah oleh karena itu perkenankan
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah ikhlas memberikan bimbingan spritual sehingga
penulisan skripsi ini semakin memiliki ruh dalam setiap kata yang
dicantumkan.
5. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak, ibu dan kakakku tercinta. Tak lupa kepada saudara-saudara
yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai hal.
8. Semua pihak yang selalu mendo‟akan penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dengan segala kekurangan diri, penulis mendo‟akan beliau-beliau supaya Allah SWT senantiasa memberikan keridloan di dunia hingga akhirat
kelak.
Semoga tulisan sederhana ini diterima Allah sebagai amal jariyah.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga dapat memberi manfaat bagi penulis dan para
pembaca sekalian.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 9 Agustus 2015
Penulis
Muhammad Imam Hanif
ABSTRAK
Hanif, Muhammad Imam. 2015. Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab Sullam Taufiq). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.
Kata kunci: Pendidikan Akhlak Tasawuf dan Kitab Sullam Taufiq
Akhlak yang ditunjukkan oleh para pelajar semakin lama semakin merosot. Hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerhati pendidikan di Indonesia. Demi terwujudnya pelajar yang berakhlakul karimah maka diadakan penelitian terhadap kitab Sullam Taufiq karya Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi. Disusun tiga rumusan masalah untuk mengetahui lebih dalam lagi
tentang pendidikan akhlak tasawuf buah pikiran Syaikh Abdullah bin Husain, yaitu: (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak tasawuf menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi? (2) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak
tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia?
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yakni metode deduktif untuk menemukan ilmu baru dengan cara mengulas ilmu pengetahuan secara umum ke arah yang lebih spesifik lagi. Metode kedua menggunakan metode induktif. Metode yang menjelaskan berbagai permasalahan khusus dengan diakhiri dengan kesimpulan yang umum.
Berdasarkan hasil penelitan ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: (1) Konsep pendidikan akhlak tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. (2) Pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan oleh
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Dengan penerapan pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... Iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... V MOTTO ... Vi PERSEMBAHAN... Vii KATA PENGANTAR ... Viii ABSTRAK ... X DAFTAR ISI ... Xi DAFTAR BAGAN DAN TABEL... Xiv DAFTAR LAMPIRAN ... Xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 10
E. Penegasan Istilah ... 10
F. Metode Penelitian... 13
BAB II BIOGRAFI
A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 17 B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 19 C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq ... 20
D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 22
BAB III SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI
PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN
BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF
A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq... 23
B. Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 27 C. Penerapan Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 29
BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH
ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DALAM KITAB
SULLAM TAUFIQ
A. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
B. Relevansi Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 100
B. Saran... 102
C. Penutup... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
BAGAN 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu
tasawuf... 29
TABEL 4.1 Unsur-unsur dalam akhlak tasawuf... 60
DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 PEDOMAN TRANSLITERASI
LAMPIRAN 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 3 LEMBAR KONSULTASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang besar
dan dikaruniai dengan berbagai kenikmatan oleh Allah SWT. Kesadaran
tersebut telah mengantarkan para leluhur Bangsa untuk membangun
Indonesia dengan fondasi yang kokoh. Fondasi atau dasar Negara tersebut
tertuang dalam lima sila yang disebut Pancasila. Pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia bersifat final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara
Negara dan seluruh warga Negara Indonesia (MPR, 2013: 88).
Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan sila pertama dan utama yang menerangi keempat sila lainnya (MPR, 2013:91). Sila pertama tersebut
sebagai tanda yang jelas bahwa Indonesia merupakan Negara yang berasas
Ketuhanan. Indonesia dibangun dengan nilai-nilai Agama. Sila “Ketuhanan
Yang Maha Esa” mencakup suasana batiniah dari Negara Indonesia. Dengan
demikian, setiap warga Negara Indonesia harus menanamkan, menghayati,
dan melaksanakan Pancasila terutama sila pertama.
Nilai sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” ditanamkan dalam hati setiap
warga Negara Indonesia secara mendalam. Di dalam Islam nilai tersebut
terdapat dalam ketauhidan. Tertuang dengan jelas dalam kalimat syahadat
syahadat tauhid bukan hanya terucap di lisan namun juga tertanam dalam hati
setiap muslim.
Sebuah keyakinan mendasar yang harus tertanam dengan kuat dalam
hati setiap muslim. Allah SWT telah menerangkan dengan sangat jelas di
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.”
(QS. Ali-Imran [3]: 2).
Penanaman Tauhid sangat mempengaruhi keimanan seseorang. Menjadi tugas
setiap individu Umat Islam untuk menjaga dan meningkatkan kualitas iman.
Peningkatan kualitas iman sangat berpengaruh terhadap bertambahnya
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu dan iman memiliki hubungan yang
erat. Ilmu yang diamalkan akan semakin mendekatkan diri kepada Allah
Rasulullah SAW menuntun setiap umatnya untuk bersemangat
menuntun ilmu. Sebagai pembakar semangat jiwa, Rasulullah SAW
mewajibkan setiap muslimin dan muslimat untuk mencari ilmu. Pencarian
tersebut tidak hanya terbatas dalam satu kurun waktu, namun selama hidup di
dunia. Maka menjadi sebuah kewajaran bila ilmu sangat mempengaruhi
kualitas iman seseorang hingga Rasulullah SAW mewajibkannya. Sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang telah
dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tersebut.
Penguasaan ilmu menjadi sasaran utama bagi Bangsa Indonesia.
Sasaran utama sebagai pembangkit SDM (Sumber Daya Manusia) demi
mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan; sosial, politik,
ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Para pejabat Negara Indonesia memahami
bahwa ujung tombak untuk mencapai kemajuan adalah dengan ilmu melalui
dunia pendidikan. Dunia pendidikan sebagai wadah yang strategis untuk
mewujudkan SDM yang berkualitas. Negara menempuh berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya adalah pendidikan
berkarakter. Sebagai wujud pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan berkarakter telah menjadi kajian utama diberbagai forum
pendidikan Indonesia. Mencapai kualitas SDM meliputi kualitas badaniah
dan kualitas rohaniah. Kemajuan dalam ranah akal dan spiritual. Pendidikan
nilai-nilai luhur spiritual. Mengingat bahwa ideologi Bangsa adalah
Pancasila. Pendidikan karakter ditempuh dalam rangka mewujudkan
Indonesia yang maju serta bermoral tinggi.
Pendidikan karakter berpengaruh secara langsung bagi Pendidikan
Agama Islam (PAI). PAI menjadi jalan strategis untuk menanamkan karakter
kepada setiap individu warga Indonesia. Pelajaran akhlak menjadi bahan
pembelajaran yang diutamakan. Akhlak ditanamkan agar setiap warga
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Mewujudkan SDM Indonesia yang
berakhlak karimah bukanlah hal yang mudah. Terdapat delapan belas (18)
nilai karakter yang ingin ditanamkan dari pendidikan karakter, yakni religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggungjawab.
Pendidikan karakter diharapkan dapat menjawab tantangan zaman.
Indonesia sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih
telah kehilangan berbagai nilai-nilai luhur Bangsa. Pendidikan karakter
diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai luhur tersebut. Namun terdapat
satu fokus yang kemudian hilang dari pendidikan. Fokus tersebut adalah ruh
pendidikan. Dengan berbagai tuntutan pencapaian dalam pendidikan karakter
menyebabkan pendidikan Indonesia secara tidak sadar pelan tapi pasti
menjadi tujuan pencapaian pendidikan karakter merupakan akhlak karimah.
Namun akhlak yang tampak seakan hanya wujud dari formalitas pelaksanaan
pendidikan brebasis karakter.
Islam menjunjung tinggi akhlak. Bukan hanya sekedar akhlak secara
perbuatan (lahiriah) namun akhlak yang bertauhid. Akhlak yang bertauhid
merupakan suatu hal yang lebih menukik daripada akhlak. Semua ini tertuang
dalam ilmu Tasawuf. Sebagaimana telah diutarakan oleh K.H. Said Aqil Siroj
(2012: 65), “Bertasawuf merupakan upaya penyempurnaan wujud keruhanian
manusia. Dalam bahasa Agama disebut itmamul akhlaq (penyempurnaan
akhlak).”
Indonesia telah mengalami degradasi moral yang sangat
mengkhawatirkan. Korupsi, perzinahan, perjudian, pembunuhan, dan tindak
kriminal lainnya telah meraja lela diberbagai pelosok Indonesia. Kenyataan
yang terjadi tersebut, menyadarkan untuk kembali menanamkan moralitas
kepada setiap warga Indonesia. Penanaman mulai dini diharapkan dapat
efektif memperbaiki moral anak Bangsa. Peran pendidikan menjadi sangat
penting. Pendidikan menjadi fokus utama bagi kesuksesan penanam moralitas
Bangsa. Tasawuf memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung
kesuksesan tersebut. Hati yang bersih akan mewujudkan manusia berperilaku
mulia, begitu pula sebaliknya. Tasawuf ialah ilmu qulub, ilmu mengolah hati
(Siroj, 2012: 69). Dengan demikian, tasawuf sangat tepat untuk mewujudkan
Dalam perkembangannya ilmu tasawuf dispesifikkan dalam
akhlak-tasawuf. Akhlak-tasawuf dimaksudkan agar ilmu tasawuf dikerucutkan pada
persoalan akhlak secara lebih mendalam. Akhlak yang timbul dari pancaran
hati yang bersih. Akhlak bukan hanya sebagai penghias perilaku lahiriah,
namun akhlak yang benar-benar timbul sebagai pancaran hati yang bersih
(akhlak-tasawuf). Akhlak-tasawuf sangat diperlukan oleh Indonesia, terutama
bagi dunia pendidikan.
Pendidik dan peserta didik memiliki peran yang penting dalam
pendidikan. Peserta didik sebagai obyek dan pendidik sebagai subyek
pendidikan. Keduanya haruslah memiliki akhlak yang bersumber dari hati
nurani. Akhlak-tasawuf membantu pendidik dan peserta didik untuk
memunculkan akhlak yang bersumber dari hati. Pendidik menjadi pentransfer
ilmu yang ikhlas dari hati yang jernih. Peserta didik sebagai penerima ilmu
dengan hati yang jernih pula. Hati yang jernih menimbulkan akhlak yang
murni, di sinilah akhlak-tasawuf berperan.
Hati manusia memiliki dua pintu. Pintu yang pertama terbuka untuk
makhluk dan pintu yang kedua terbuka untuk Allah. Dalam hal ini, manusia
terbagi ke dalam empat kondisi, yaitu:
1. Manusia yang kedua pintu hatinya ditutup oleh Allah. Ia adalah orang gila.
2. Manusia yang pintu hatinya menuju Allah tertutup, namun pintu untuk
melupakan Tuhannya. Jika ia ingat Tuhannya, ia hanya ingat dengan
lidahnya saja.
3. Manusia yang pintu hatinya tertutup ke arah makhluk, namun terbuka
untuk Allah. Hatinya akan dipenuhi dengan cahaya-cahaya. Ia akan
menjadi hamba yang tertarik menuju Allah. Namun ia belum mencapai
sempurna.
4. Manusia yang pintu hatinya untuk Allah dan untuk makhluk terbuka lebar.
Inilah hati orang-orang arif. (Jum‟ah, 2013:105)
Akhlak-tasawuf mewujudkan manusia berkategori nomer empat. Membuka
pintu hati untuk Allah dan pintu hati untuk makhluk. Terpancar akhlak dari
hati yang jernih, bukan sekedar formalitas. Pendidik dan peserta didik
diharapkan menjadi manusia berkategori nomer empat, dan menuju Indonesia
yang bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.
Pendidikan menjadi ujung tombak kesuksesan pembentukan karakter
Bangsa. Akhlak-tasawuf mewujudkan akhlak yang murni sebagai cerminan
karakter Bangsa. Apabila setiap pendidik dan peserta didik mengamalkan
akhlak-tasawuf, pendidikan akan mewujudkan Indonesia yang berakhlak
mulia dan bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.
Indonesia akan dipenuhi berkah dari Allah SWT, karena Indonesia penuh
dengan orang-orang yang berakhlak murni sebagai ciri dari taqwa. Allah
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‟raaf [7]: 96).
Pembentukan karakter menjadi problematika bagi dunia pendidikan secara
lebih khusus dan bagi Indonesia secara luas. Akhlak-tasawuf membentuk
karakter yang tumbuh dan mengakar di pusat ruhani (hati) bukan hanya
sekedar formalitas.
Orang yang bahagia adalah yang hatinya bersinar dan larut dalam
ketaatan kepada Tuhannya (Al-Sakandari, 2013:71). Hati yang bersinar akan
memancarkan akhlak yang ikhlas. Imam Al-Hakim al-Tirmidzi (2011: 228)
telah mengatakan, “Ketika anda menjalani pekerjaan sehari-hari, bayangkanlah bahwa hati anda adalah bunga matahari yang memancarkan
cahaya kepada setiap orang dan kepada apapun yang anda temui.”
Salah satu karya yang sangat bermanfaat demi memperbaiki moralitas
Bangsa terutama dunia pendidikan Indonesia adalah kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq. Kitab ini merupakan karya dari Syaikh
Abdullah bin Husein Ba‟alawi. Kitab yang sangat familiar di kalangan
pesantren ini lebih akrab disebut kitab Sullam Taufiq. Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi menulis kitab ini dengan susunan yang indah dan
berurutan diawali dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan diakhiri dengan ilmu
akhlak-tasawuf.
Secara khusus pembahasan akan dikerucutkan pada akhlak-tasawuf.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi membahas akhlak-tasawuf dalam
sebelas (11) bab terakhir. Pembasahan dimulai dari bab “Kewajiban Hati” dan ditutup dengan bab “Cara Bertaubat”. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
secara detail memperhatikan penanaman akhlak-tasawuf bagi setiap orang.
Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan singkat sehingga
mudah untuk dipelajari para pelaku dunia pendidikan. Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi memfokuskan penanam akhlak-tasawuf pada hati, dimana hati sebagai pusat dari ruhani manusia. Hati sebagai pusat menjadi garapan
yang pertama kali. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, akhlak yang murni
bersumber dari hati yang bersih. Bukan hanya sekedar akhlak sebagai
formalitas, namun akhlak yang benar-benar berlandaskan ketauhidan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis akan menyusun sebuah
karya skripsi yang berjudul: PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF
MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA‟ALAWI (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ). Penulis akan mengulas tentang pendidikan
akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq hasil pemikiran dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Semoga
bermanfaat dan barokah bagi penulis, dunia pendidikan secara khusus dan
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi?
2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia? C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi.
2. Mengetahui implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia. D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai kontribusi bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mencapai
keseimbangan antara dunia dan akhirat.
2. Sebagai kontribusi agar menimbulkan kesadaran masyarakat betapa
pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Sebagai kontribusi bagi masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi dan
mengahayati akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis
1. Pendidikan akhlak-tasawuf
Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk
mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran
dan latihan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 365). Pendidikan
dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk
mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan
serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk
menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik
jasmaniah maupun rohaniah (Mansur, 2011:84). Pendidikan dipandang
sebagai suatu keseluruhan daya budaya yang dapat mempengaruhi
kehidupan perseorangan aupun kelompok dalam masyarakat (As Said,
2011: 11).
Akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang
mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Mansur,
2011:222). Akhlak menyangkut sikap dan tingkah laku seorang muslim
terhadap Tuhan, sesama manusia, dan alam (Ensiklopedi Nasional
Indonesia, 2004: 207). Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan
yang menjelaskan makna baik dan buruk, serta menjelaskan bagaimana
seharusnya berinteraksi antar sesama manusia dan menjelaskan tentang
tujuan yang akan didapatkan dalam segala aktivitas (Amin, 2012: 2)
Tasawuf adalah merupakan pengetahuan yang membahas keadaan
dengan sesuatu selain Allah dan meningkatkan jiwa ke alam kesucian
dengan beribadah kepada Allah semata (Ensiklopedi Nasional Indonesia,
2004: 122). Ada pula yang mendefinisikan tasawuf sebagai upaya agar
ruhani kita mendapatkan status di hadapan Allah (Siroj, 2012:48).
Berdasarkan dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan akhlak-tasawuf adalah upaya yang dilakukan secara sadar
melalui pengajaran dan latihan untuk mendatangkan perubahan perilaku
dan sikap sebagai upaya mendorong potensi-potensi diri secara optimal
agar ruhani mendapatkan status kesucian di hadapan Allah semata.
2. Sullam Taufiq
Kitab Sullam Taufiq merupakan karya dari Syaikh Abdullah bin
Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba‟alawi. Kitab ini judul aslinya ialah Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, namun lebih
familiar disebut Sullam Taufiq. Berdasarkan judul yang asli, kitab ini membahas tentang tangga pertolongan menuju mencintai Allah secara
nyata. Terdiri dari tiga puluh tujuh (37) bab (fashlun) yang diawali dengan
mukadimah dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Tiga puluh tujuh bab tersebut dibagi dalam tiga tema besar. Tiga bab awal bertemakan
tauhid, bab keempat hingga kedua puluh enam bertemakan fiqh, diakhiri
dengan tema akhlak-tasawuf dalam sebelas bab terakhir. Pada bagian akhir
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan obyek kitab klasik. Penelitian
didukung dengan literatur dari beberapa kitab klasik serta berbagai sumber
tertulis lainnya yang relevan.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
referensi yang menjadi data primer adalah kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiqkarya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
Literatur yang lain sebagai sumber data sekunder adalah buku-buku
tentang pendidikan, akhlak-tasawuf serta informasi dari media internet
yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari, menghimpun, dan memahami kitab yang
menjadi sumber data primer yakni kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, kitab-kitab, buku-buku pendidikan, akhlak-tasawuf, serta
informasi dari media internet yang relevan lainnya.
Selanjutnya dilakukan penelaahan terhadap berbagai kitab dan
diperoleh kemudian dihubungkan dengan masalah yang diteliti, sehingga
diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain
untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Yaitu cara berpikir untuk mencari dan menguasai ilmu
pengetahuan yang berawal dari alasan umum menuju ke arah yang
lebih spesifik (Sukardi, 2009:12). Metode deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus
(http://ainasitianingsih.blogspot.com). Merupakan proses berpikir
(penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada,
menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk kesimpulan
(http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode ini bertujuan untuk
mengetahui perpindahan pola pemikiran yang bersifat umum kepada
pemikiran yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk
menganalisis data tentang Pendidikan Agama Islam di Indonesia
b. Metode Induktif
Yaitu proses berpikir yang diawali dari fakta-fakta pendukung
yang spesifik menuju arah yang lebih umum guna mencapai suatu
kesimpulan (Sukardi, 2009:12). Metode induktif adalah metode yang
diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus
(mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri
dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum
(http://ainasitiningsih.blogspot.com). Metode ini merupakan proses
berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual yang
menurunkan suatu kesimpulan dari khusus menjadi umum.
(http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode bertujuan untuk
mengetahui fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus
kemudian disimpulkan menjadi umum. Metode ini digunakan untuk
menganalisis data tentang konsep pendidikan akhlak-tasawuf
menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang terdapat dalam kitab Sullam Taufiq.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab II : Biografi, menguraikan tentang : Biografi Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karir beliau. Dalam bab ini juga
memaparkan guru-guru beserta murid-murid, dan karya-karya
beliau.
Bab III : Sistematika Kitab dan Deskripsi Pemikiran, meliputi :
Sistematika Penulisan kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq.
Bab IV : Pembahasan meliputi uraian pemikiran dan implikasinya.
BAB II
BIOGRAFI
A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Sayyid Abdullah bin Al-Husain bin Thohir Al-„Alawi Al-Hadhromi
atau lebih dikenal Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah seorang
ulama‟ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi‟i dan
sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman
pada tahun 1191 H atau bertepatan pada tahun 1778 M tepatnya pada bulan
Dzulhijjah (http://id.wikipedia.org). Beliau pernah mukim beberapa tahun di
Mekah dan Madinah untuk belajar kepada beberapa ulama yang masyhur
(http://www.fikihkontemporer.com).
Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke
negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah
selatan kota Tarim. Setelah kembali ke negaranya, beliau mengabdikan
dirinya untuk memberikan ceramah, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan
mengisi waktunya untuk beribadah (http://www.fikihkontemporer.com).
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menguasai beberapa cabang ilmu yakni
fiqih, ilmu hadits, lebih-lebih dalam bidang tasawuf
(http://pbkaligung.blogspot.com). Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul
akhir 1272 H/ 1855 M (http://id.wikipedia.org).
Di samping sebagai seorang intelektual yang pakar dan pandai dalam
menggerakkan masa. Hal itu bisa di lihat saat beliau mampu menjadi salah
satu pemimpin dari Tsaurah atau pemberontakan di Yaman dalam rangka melawan kekuasaan Yafi‟iyyin pada tahun 1265 H. Sehingga beliau dan beberapa pemimpin pemberontakan itu diasingkan dari Tarim, Sewun dan
Taris. Beliau juga ikut andil dalam upaya mendirikan kekuasaan Al-Katsiri
yang di pimpin oleh sultan Ghalib bin Muhsin di Tarim
(http://anjangsanasantri.blogspot.com).
Dalam sebuah buku, Habib Luthfi bin Yahya telah memberikan
keterangan sebagai berikut: Al-Qutbil Ghauts Al-Habib Abdullah bin Husain
bin Thahir ini maqamnya, kedudukan ruhaninya kalau tidak karena haya‟,
adab yang tinggi kepada kakek moyangnya Faqih Al-Muqadam, Al-Habib
Abdullah bin Husain bin Thahir melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.
Maka Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata diantaranya, “Saya
tidak rela kalau ada orang yang mempunyai maqam (kedudukan) melebihi
maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.” Itu merupakan adab para wali terhadap
sesamanya sebagai tarbiyyah (pendidikan) untuk murid-muridnya. Itu
tawadhu‟nya Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir. Sehingga
fatwa-fatwanya sangat masyhur dalam bidang fiqh, dalam ilmu hadits, dalam bidang
tasawuf lebih-lebih (bin Yahya, 2012: 119).
Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin
Maghfun bin Abdurrahman bin Ahmad bin 'Alawi bin Ahmad bin
Abdurrahman bin 'Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa
ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far
ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali
bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.
(http://id.wikipedia.org).
B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Adapun beberapa guru yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya:
1. As-Sayyid Hamid bin Umar al-Munfir Ba'alawi.
2. Al-'Allamah as-Sayyid Umar bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin
Abdullah al-Haddad.
3. Al-'Allamah as-Sayyid 'Alawi bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin
Abdullah al-Haddad.
4. Al-'Allamah Abdurrahman bin 'Alawi bin Syaikh Maula al-Bathaiha.
5. Al-'Allamah as-Sayyid 'Aqil bin 'Umar bin 'Aqil bin Yahya.
(http://id.wikipedia.org)
Sedangkan para murid yang belajar dari Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi adalah sebagai berikut:
2. Al-'Allamah Sayyid Abdurrahman bin 'Ali bin 'Umar as-Saqqaf.
3. Al-'Allamah Muhammad bin Husain al-Habsyi, Mufti Mekkah.
4. Al-Imam 'Ali bin Muhammad al-Habsyi.
Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab
maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang
masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut,
Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar
1327 H dan menyempurnakannya pada 10 Rabiul Awwal 1327 H (
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com).
5. Al-'Allamah Sayyid Muhsin bin 'Alawi bin Saqqaf as-Saqqaf.
6. Al-'Allamah Syaikh Abdullah bin Ahmad. (http://id.wikipedia.org)
7. Al-Habib Idrus bin Umar bin Idrus al-Habsyi
(http://www.fikihkontemporer.com).
8. Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Tholib bin Abdullah bin Tholib
al-Atthas (http://pbkaligung.blogspot.com).
C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq
Umat Islam adalah umat yang kelak akan menjadi saksi di hari kiamat.
Umat Islam adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab penuh atas
kedamaian, ketentraman, serta memikul beban berat untuk mengajak manusia
kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan (Jum‟ah, 2014: 48).
Tanggung jawab yang besar ini mendorong agar Pendidikan Agama Islam
Aqidah, ilmu syariat dan akhlak menjadi begitu penting. Membentuk
kebribadian yang berkarakter baik terlihat dari tampilan fisik maupun dari
batin seseorang.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kemudian menulis sebauh kitab
kecil yang berisi tentang hal-hal pokok dari Agama Islam. Beliau dalam
mukadimah telah menuliskan, “Selanjutnya, ini adalah sebuah karya kecil
yang telah diberi kemudahan oleh Allah SWT. untuk menghimpunnya
mengenai hal-hal yang wajib dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan, baik untuk kalangan awam maupun kalangan khusus. Wajib adalah sesuatu yang
Allah menjadikan pelakunya dengan pahala dan mengancam orang yang
tidak mengajarkannya dengan siksaan.” (Sunarto, 2012: 8). Besar harapan
beliau kitab ini dapat menjadi pegangan setiap muslim untuk dipelajari,
diajarkan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mampu
untuk memahami dan melakukan hal-hal yang wajib, dengan senang hati akan
melakukan hal-hal yang bersifat sunnah, akhirnya mampu benar-benar
menggapai cinta Allah dan mendapatkan pertolongan-Nya.
Sesuai dengan maksud Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
menyusun kitab yang berisi hal-hal pokok dari Islam, maka beliau menyusun
kitab Sullam Taufiq dengan tiga cabang ilmu Islam yang wajib diketahui oleh setiap orang Islam. Tiga cabang ilmu tersebut terdiri dari ilmu tauhid, fiqh,
tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husian Ba‟alawi menyadari bahwa ketiga
ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf ditulis dalam satu kitab yang ringkas yakni
Sullam Taufiq. Dalam hadits yang menceritakan tentang kedatangan Malaikat
Jibril saat para sahabat sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW.
mencakup seluruh aspek amal zhahir dan yang batin („Ied, tt: 35). Poin paling
penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam,
iman, dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta‟ala („Ied, tt:
40). Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu aqidah menjaga iman, maka ilmu
tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan. Maka, muncullah sebuah ilmu yang
dinamakan tasawuf (Jum‟ah, 2013: 1).
D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Adapun beberapa buku karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
diantaranya:
1. Al-Majmu
2. Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq
3. Miftahu al-I'rab fi an-Nahwi (http://id.wikipedia.org)
BAB III
SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH
ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN
AKHLAK-TASAWUF
A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq
Sistematika penulisan kitab Sullam Taufiq terdiri dari tiga puluh tujuh
bab yang didahului dengan sebuah mukadimah. Tiga puluh tujuh bab tersebut
terbagi menjadi tiga tema besar yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam tema
tasawuf, penulis lebih mengerucut pembahasan pada konsep akhlak-tasawuf.
Dalam buku terjemah Sullam Taufiq oleh Achmad Sunarto (Al-Jawi,
2012:5-6) tiga puluh tujuh bab tersebut sebagai berikut:
1.Sifat Allah, dan Rasul
2.Hal-hal yang menyebabkan murtad
3.Hukum-hukum orang yang murtad
4.Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman
5.Waktu-waktu shalat
6.Kewajiban wali anak kecil dan penguasa
7.Fardhu-fardhu wudhu
8.Yang membatalkan wudhu
9.Yang mewajibkan bersuci
10.Hal-hal yang mewajibkan mandi
12.Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats
13.Bersuci dari najis
14.Syarat-syarat shalat
15.Hal-hal yang membatalkan shalat
16.Syarat-syarat shalat diterima (sah)
17.Rukun-rukun shalat
18. Shalat jama‟ah dan Jum‟at
19.Syarat-syarat mengikuti imam
20.Mengurus jenazah
21.Zakat
22.Puasa dan permasalahannya
23.Haji dan umrah
24. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)
25.Riba dan jual beli yang diharamkan
26.Kewajiban menafkahi
27.Kewajiban hati
28.Sebagian dari maksiat hati
29.Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr
30.Diantara maksiat-maksiat mata
31.Diantara maksiat-maksiat lisan
32.Sebagian maksiat-maksiat telinga
34.Diantara maksiat-maksiat kemaluan
35.Diantara maksiat-maksiat kaki
36.Diantara maksiat-maksiat badan
37.Cara bertaubat
Tiga puluh tujuh bab tersebut apabila dicermati dapat dibagi dalam
ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Berikut pembagian ketiga puluh tujuh bab
tersebut dalam tiga tema besar (tauhid, fiqh, dan tasawuf):
1. Tauhid
a. Sifat Allah, dan Rasul
b. Hal-hal yang menyebabkan murtad
c. Hukum-hukum orang yang murtad
2. Fiqh
a. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman
b. Waktu-waktu shalat
c. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa
d. Fardhu-fardhu wudhu
e. Yang membatalkan wudhu
f. Yang mewajibkan bersuci
g. Hal-hal yang mewajibkan mandi
h. Syarat-syarat bersuci
i. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats
k. Syarat-syarat shalat
l. Hal-hal yang membatalkan shalat
m. Syarat-syarat shalat diterima (sah)
n. Rukun-rukun shalat
o. Shalat jama‟ah dan Jum‟at
p. Syarat-syarat mengikuti imam
q. Mengurus jenazah
r. Zakat
s. Puasa dan permasalahannya
t. Haji dan umrah
u. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)
v. Riba dan jual beli yang diharamkan
w. Kewajiban menafkahi
3. Tasawuf
a. Kewajiban hati
b. Sebagian dari maksiat hati
c. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr
d. Diantara maksiat-maksiat mata
e. Diantara maksiat-maksiat lisan
f. Sebagian maksiat-maksiat telinga
g. Sebagian maksiat-maksiat tangan
i. Diantara maksiat-maksiat kaki
j. Diantara maksiat-maksiat badan
k. Cara bertaubat
B. Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin
Husain Ba’alawi
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan
dimengerti oleh banyak orang. Konsep yaitu definisi secara singkat dari
sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu
diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ada hubungan
secara empiris (Arifin, 2012:96). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut
terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh,
dan ilmu tasawuf yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Maksud
dari konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut adalah adanya hubungan
antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga
sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan
akhlak-tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja.
Hal ini termasuk dalam kekhasan Thariqah Alawiyah yang diikuti oleh
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dalam pengamalan wirid dan dzikir
bagi para pengikutnya tidak ada keharusan bagi para murid untuk terlebih
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dengan kitab Sullam Taufiq ingin menanamkan nilai tasawuf kepada setiap orang dengan cara yang
mudah. Melalui tiga disiplin ilmu Islam yang harus dipelajari oleh setiap
orang Islam. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak. Ilmu tauhid sebagai fondasi bagi
setiap orang Islam. Ilmu fiqh yang merupakan ilmu yang harus dipelajari
setiap orang Islam agar dapat melaksanakan nilai-nilai ilmu tauhid dalam
bentuk perbuatan, yaitu ibadah. Sedangkan ilmu akhlak sebagai buah dari
ibadah diisi oleh Syeikh Abdullah bin Husain dengan akhlak-tasawuf.
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyadari bahwa pendidikan
akhlak-tasawuf harus dimulai dengan penanaman ilmu syariat yang mapan
terlebih dahulu. K.H. Muslih (1994:20) dalam kitab Al-Futuhatir
Rabbaniyyah fil Qadiriyyah wan Naqsabandiyah menukil perkataan ulama
ahli tahqiq, berikut:
“Sopo wonge kang nggulawentah ilmu fiqih utawa ilmu syariat
nanging ora kersa ngagem ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah mangka temen dadi fasik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah ing kono ora kersa ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka temen dadi kafir zindik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah sarta barengi ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka dadi ahlil haq utawa ahli haqiqah sopo iku wong.”
Dalam Bahasa Indonesia artinya, “ Barang siapa yang menggeluti ilmu fiqih
atau ilmu syariat tetapi tidak mau menggunakan ilmu tasawuf atau ilmu
thariqah maka orang tersebut akan menjadi fasik. Dan barang siapa yang
Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah disertai
ilmu fiqih atau syariat maka orang tersebut akan menjadi ahlil haq atau ahli
hakikat.” Dengan demikian tepat Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
mengajarkan akhlak-tasawuf diawali dengan ilmu tauhid dan ilmu fiqh.
Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq
dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara berurutan
dengan pembahasan yang terpisah. Terpisah dalam arti Syaikh Abdullah bin
Husain menjelaskan setiap pembahasan sesuai disiplin ilmu tanpa mencampur
adukkannya (dalam pembahasan), namun tetap memiliki hubungan antar
disiplin ilmu. Pemikiran konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi dapat lebih dipahami melalui bagan berikut:
Bagan 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf
C. Penerapan Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin
Husain Ba’alawi
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuturkan pendidikan akhlak-Ilmu
Fiqh
Ilmu Tasawuf Ilmu
langsung menyebutkan berbagai contoh perilaku akhlak-tasawuf. Pendidikan
akhlak-tasawuf dalam Sullam Taufiq dibagi menjadi sebelas bab oleh Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dari ketiga belas bab Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan 193 (seratus sembilan puluh tiga) contoh tasawuf yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
1. Kewajiban hati
a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.
b. Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang datang dari utusan
Allah.
Iman seseorang sering diartikan sebagai kepercayaan atau
keyakinan yang mantap akan adanya Allah SWT, para malaikat,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan takdir yang baik
ataupun takdir buruk (Abdusshomad, 2008:31). Iman menurut Abu
Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang
telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib
(An-naisaburi, 2007:43).
c. Membenarkan ajaran Nabi.
Kebenaran adalah ucapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.
Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan
(An-naisaburi, 2007: 302). Dengan demikian membenarkan adalah
Membenarkan dapat juga diartikan menyesuaikan antara rahasia dan
ucapan.
d. Meyakininya (ajaran Nabi).
Manurut Abu Utsman Al-Hiri, yang dimaksud yakin adalah
sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin
Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas kebenaran.
Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran
(An-naisaburi, 2007:252).
e. Ikhlas.
f. Menyesali atas kemaksiatan.
g. Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal).
h. Merasa selalu dalam pengawasan Allah.
i. Ridlo atas takdir Allah
j. Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Allah.
k. Mengagungkan syiar-syiar Allah.
l. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah.
m. Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang diwajibkan Allah.
n. Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di haramkan Allah.
o. Bersabar atas cobaan-cobaan Allah.
p. Yakin dengan rezeki.
q. Berburuk sangka terhadap nafsu.
s. Membenci syaitan.
t. Membenci perkara duniawi.
u. Membenci para pelaku kemaksiatan.
v. Mencintai Allah.
Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat
adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat.
Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan
nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan
keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-keinginan-Nya dengan kedekatan dan
kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-Naisaburi,
2007:475).
w. Mencintai Kalamullah.
x. Mencintai Rasul-Nya.
y. Mencintai para sahabat Nabi SAW.
z. Mencintai keluarga Nabi.
aa. Mencintai para sahabat Anshor.
bb.Mencintai para sholihin.
2. Sebagian dari maksiat hati
a. Riya‟ dengan amal.
b. Meragukan wujudnya Allah.
c. Merasa aman dari azabnya Allah.
e. Sombong atas hamba-hamba Allah.
f. Dendam.
g. Hasut.
h. Mengungkit-ungkit sedekah.
i. Terus-menerus melakukan dosa.
j. Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.
k. Membohongkan takdir Allah.
l. Bergembira dengan kemaksiatan yang dilakukannya atau dilakukan
orang lain.
m. Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir.
n. Melakukan tipu daya
o. Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau kaum sholihin.
p. Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah.
q. Rakus
r. Menghina sesuatu yang diagungkan Allah.
s. Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, yakni ketaatan,
kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka.
3. Sebagian dari maksiat perut
a. Memakan riba.
b. Memakan pungutan liar.
e. Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah yang diharamkan
syara‟.
f. Meminum arak.
g. Memakan sesuatu yang memabukkan.
h. Memakan segala sesuatu yang najis.
i. Memakan sesuatu yang menjijikkan.
j. Memakan harta anak yatim.
k. Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan yang disyaratkan
oleh orang yang wakaf.
l. Memakan harta yang diberikan pemiliknya karena merasa malu.
4. Di antara maksiat-maksiat mata
a. Memandang kepada wanita-wanita lain.
b. Melihat aurat.
c. Diharamkan bagi wanita membuka bagian tubuhnya.
d. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka bagian tubuh antara
pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut,
meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan
orang yang halal.
e. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka qubul dan duburnya
manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan
f. Diharamkan memandang orang Islam dengan pandangan
meremehkan.
g. Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain dengan tanpa seizin
pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa
seizin pemiliknya.
h. Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia tidak mengingkari.
5. Di antara maksiat-maksiat lisan
a. Ghibah (Menggunjing).
b. Menghasut
c. Mengadu tanpa perantara ucapan
d. Dusta, yaitu berbicara dengan menyalahi kenyataan.
e. Mengadu domba.
f. Sumpah palsu.
g. Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan). h. Mencela para sahabat Nabi SAW.
i. Saksi palsu.
j. Tidak memenuhi janji, ketika seseorang berjanji kepada orang lain,
ia berniat menyembunyikan untuk tidak memenuhinya.
k. Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang sudah mampu.
l. Mencela, mencacat dan melaknat.
m. Menghina orang Islam.
o. Tuduhan bohong.
p. Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya yang sudah
disetubuhi ketika sedang haid atau nifas).
q. Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti ibunya atau saudara
perempuan suaminya).
r. Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun tidak sampai merubah arti.
s. Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan.
t. Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan meninggalkan
wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain.
u. Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah atau orang yang
memerdekakannya.
v. Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya yang muslim.
w. Berfatwa tanpa ilmu.
x. Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit yang berlebihan pada
seorang mayit.
y. Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman atau memutuskan
dari kewajiban.
z. Setiap pembicaraan yang mencela agama atau salah seorang dari
para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al-Qur‟an atau sesuatu dari
beberapa syiar Allah.
bb.Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan dan mencegah
kemungkaran tanpa adanya udzur.
cc. Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada yang belajar.
dd.Tertawa karena keluar kentut atau terhadap seorang muslim karena
meremehkannya.
ee. Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al-Qur‟an.
ff. Tidak menjawab salam yang wajib.
gg.Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat bagi orang yang
sedang ihram haji atau umrah, orang yang berpuasa fardhu, atau
bagi orang yang haram melakukan ciuman tersebut.
6. Sebagian maksiat-maksiat telinga
a. Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang dirahasiakan dari
pendengarannya.
b. Mendengarkan seruling dan suara-suara yang diharamkan.
c. Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan semua perkataan yang
haram. Lain halnya jika mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu
membencinya dan wajib mengingkari apabila mampu.
7. Sebagian maksiat-maksiat tangan
a. Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran panjang.
b. Mencuri.
c. Merampok.
e. Mengambil pungutan liar dana mengambil dengan cara haram.
f. Membunuh.
g. Memukul tanpa hak.
h. Mengambil atau menerima suap.
i. Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut mengganggu dan
hanya dengan cara itu (membakar) untuk menolaknya.
j. Menyiksa hewan.
k. Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat pemukul untuk berjudi),
dan setiap sesuatu yang mengandung perjudian.
l. Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, seperti thanbur,
rebab, seruling, dan senar yang digunakan sebagai alat musik.
m. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya dengan sengaja tanpa
penghalang atau dengan adanya penghalang namun dengan syahwat
walaupun sejenis atau ada hubungan mahram.
n. Menggambar hewan.
o. Mencegah (tidak menunaikan) zakat.
p. Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah.
q. Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang lain untuk menutupi
kebutuhannya atau tidak menyelamatkan orang yang tenggelam,
padahal tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal tersebut.
r. Menulis sesuatu yang haram diucapkan.
8. Di antara maksiat-maksiat kemaluan
a. Zina dan liwath (homoseks).
b. Menyetubuhi hewan meskipun miliknya.
c. Onani dengan tidak menggunakan tangan istrinya.
d. Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau setelah berhenti haid dan
nifas tetapi sebelum mandi (bersuci).
e. Membuka aurat di hadapan orang yang haram melihatnya atau
tatkala sendirian tanpa adanya tujuan.
f. Menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air kecil atau
buang air besar tanpa adanya penghalang (tutup).
g. Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang air kecil di dalam
masjid walaupun pada wadah dan haram buang air kecil pada
tempat yang diagungkan.
h. Meninggalkan khitan sampai pada masa baligh.
9. Di antara maksiat-maksiat kaki
a. Berjalan pada kemaksiatan.
b. Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri (dari suaminya) dan
orang yang mempunyai kewajiban hak berupa qishash, utang,
nafkah, berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh anak-anak
kecil.
c. Congkak ketika berjalan.
e. Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika syarat-syarat batas
tempat shalat telah terpenuhi.
f. Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah mushhaf
(Al-Qur‟an), ketika tidak berada pada tempat yang tinggi.
g. Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan atau meninggalkan
suatu kewajiban.
10. Di antara maksiat-maksiat badan
a. Mendurhakai kedua orang tua.
b. Melarikan diri dari peperangan.
c. Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan)
d. Menyakiti tetangga.
e. Mewarnai rambut dengan warna hitam.
f. Laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.
g. Merendahkan pakaian bagian bawah sampai menyentuh tanah
karena sombong. Memakai pacar pada kedua tangan dan kaki oleh
laki-laki tanpa adanya keperluan.
h. Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa udzur, dan memutus
mengerjakan kesunnahan ibadah haji dan umrah.
i. Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan menghina dan meneliti
beberapa kejelekan (cacat) manusia.
k. Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang muslim lebih dari
tiga hari kecuali karena ada udzur syar‟i.
l. Menemani duduk bersama orang yang melakukan bid‟ah atau orang
fasik, karena menyenangkan mereka.
m. Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang timbangan berat
sutranya lebih banyak daripada yang lainnya bagi seorang laki-laki
yang sudah baligh, kecuali cincin dari perak.
n. Menyepi dengan wanita lain (yang bukan mahramnya), dan seorang
wanita yang bepergian tanpa disertai mahramnya.
o. Mempekerjakan seorang yang merdeka secara paksa.
p. Menghina para ulama, imam (kepala pemerintahan) yang adil dan
orang muslim yang lanjut usia.
q. Memusuhi kekasih Allah (wali Allah).
r. Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan melariskan barang
palsu.
s. Memakai dan membawa wadah dari emas dan perak.
t. Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan fardhu, namun
meninggalkan rukunnya atau syaratnya atau dengan perkara yang
membatalkan fardhu.
u. Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat tersebut wajib bagi
v. Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah pada shalat-shalat fardhu.
w. Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu dari waktunya
dengan tanpa adanya udzur.
x. Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang berat, yang bisa
mempercepat keluar nyawanya, dan membuat hewan sebagai
sasaran.
y. Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang beriddah tanpa adanya
udzur, dan tidak adanya ihdad (menunjukkan duka dengan tidak bersolek) atas kematian suaminya.
z. Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun dengan sesuatu
yang suci.
aa. Menganggap mudah pada pelaksanaan haji setelah mampu sampai
datang kematiannya.
bb.Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan melunasinya
secara zhahir, sedangkan orang yang memberikan hutang tidak
mengetahui hal tersebut.
cc. Tidak memberi kesempatan kepada orang yang belum mampu
membayar hutang.
dd.Menyerahkan harta untuk kemaksiatan.
ee. Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu syariat.
gg.Mengubah batas-batas tanah.
hh.Mempergunakan jalan raya untuk keperluan yang tidak
diperbolehkan oleh syara‟.
ii. Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan izin yang
diberikan atau melebihi waktu yang diizinkan atau dipinjamkan lagi
kepada orang lain.
jj. Menghalangi dari mempergunakan fasilitas umum.
kk.Menggunakan barang temuan sebelum diumumkan sesuai dengan
syarat-syarat.
ll. Duduk dengan menyaksikan kemungkaran ketika seseorang tidak
ada udzur.
mm.Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu masuk tanpa adanya
izin atau orang-orang memasukkannya karena sungkan.
nn.Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya.
oo.Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri.
pp.Wanita yang keluar dengan memakai wangi-wangian atau berhias,
walaupun menutupi aurat dan dengan seizin suaminya, jika wanita
tersebut melewati orang-orang laki-laki lain (bukan mahramnya).
qq.Mengerjakan sihir.
ss. Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau menerima jabatan
sebagai hakim atau jabatan-jabatan lainnya, padahal mengetahui
tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut.
tt. Melindungi orang zalim dan menghalangi orang yang hendak
mengambil haknya dari orang zalim tersebut.
uu.Membuat takut pada orang-orang muslim.
vv.Merampok.
ww.Tidak menepati nadzar.
xx.Berpuasa tanpa berbuka (wishol).
yy.Mengambil tempat duduk orang lain, atau berdesakan dengan orang
lain yang menyekitkan atau mengambil giliran orang lain (tidak
disiplin antri).
11. Cara bertaubat
a. Menyesali perbuatannya.
b. Melepaskan diri.
c. Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti itu.
d. Memohon ampunan (istighfar).
e. Jika melakukan dosa berupa meninggalkan kewajiban, maka harus
mengqadhanya. Jika bertanggung jawab pada seseorang, maka
BAB IV
ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN
HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF
DALAM KITAB SULLAM TAUFIQ
C. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Tentang
Pendidikan Akhlak-tasawuf
Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan
akhlak-tasawuf menjadi sangat penting bagi kehidupan setiap orang Islam
untuk mencapai kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat kelak. Bila mampu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membuahkan kehidupan yang
teratur dan indah. Baik diterapkan oleh generasi saat ini pengerak Bangsa,
lebih-lebih diterapkan oleh generasi-generasi muda penerus Bangsa. Dalam
buku Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, Prof. Dr. K.H. Said Aqil
Sirodj (Masyhuri, 2014:xiv) telah memberikan kata pengantar sebagai
berikut. Para sufi sesungguhnya adalah tokoh-tokoh pembangun peradaban
(tsaqafah wa tamaddun) yang sangat impresif dan konkrit. Tasawuf yang
diembannya telah menjadi „tsaurah ar-ruhiyah‟, yakni revolusi spiritual yang
hasilnya bisa dinikmati secara nyata oleh generasi berikutnya.
Dengan lebih gamblang Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj (2012:vii)
dalam buku beliau yang berjudul Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf
menjadi bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika.”. Dengan demikian, tasawuf dapat menjadi kunci pembuka pintu
kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.
Dunia pendidikan sebuah ladang subur untuk membentuk generasi
penerus bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola
keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika. Tasawuf menjadi salah satu yang dipelajari dalam dunia pendidikan Islam. Pendidikan
tasawuf difokuskan pada akhlak-tasawuf. Tepat apabila pemikiran Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak-tasawuf ini diangkat kepermukaan dan menjadi kontribusi penting demi terwujudnya
generasi penerus bangsa.
Pada zaman sekarang, tantangan pendidikan Islam sangat dipengaruhi
oleh globalisasi. Saat ini globalisasi dunia ditandai oleh lima kecenderungan
(Nata, 2013:14) berikut:
Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya
persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan termasuk yang
diperdagangkan, maka dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada logika
bisnis.
Kedua, kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tuntunan dan harapan dari masyarakat. Kecenderungan ini