i
STUDI ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB
RISALATUL
MU’AWANAH
KARYA AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMAD AL-HADDAD
(1634 - 1720 H / 1044 - 1132 H)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
ARIF HIDAYATULOH
NIM: 111 08 128
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi
Apabila keyakinan seseorang telah menjadi kuat bagaikan gunung yang menjulang tinggi, maka segala keragu-raguan tidak akan mampu menggoyahkannya, tidak diombang-ambingkan oleh segala prasangka,
dan hal-hal yang ghoib terlihat nyata baginya, serta syaitan pun tidak mampu mendekatinya, bahkan mereka lari terbirit-birit dan menjauh
dari bayangannya, serta menerimanya dengan pasrah.
)
دادلحا ىولع نب للهادبع للهاب فراعلا
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti
memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga
skripsi ini bisa penulis selesaikan.
Semua umat manusia, yang selalu senang belajar dan berlatih
untuk memahami makna hidup serta mencari ridlo dari Sang
Penciptanya.
Semua instansi yang membutuhkan pengajaran tentang akhlak
para penghuni surga.
Semua santri Al-Manar, yang sedang mempelajari dan
viii
KATA PENGANTAR
حمّرلا للها مسب
مميّرلا ن
َرّصبو ،َينِقتملِل ِةداعّسلا َجهنم َلّهسو ،َينِبلاطلل َقيراطلا َحضوأ يِذّلا ِلله ُدملحا
َراونأو ِنايملإا َرارسأ مهَحنمو ،ِن يِّدلا في ِماكيلأاو ِمكلحا ِرئاسب َينِقدصلدا َرئاصب
لآ ْنأ ُدهشأو ،ِينقملاو ِناسيلإا
ّلإ هلإ
،ُينبلدا قلحا َُللدا ُهل ََيرش ل َديو ُللها
ِهِب ُللها ِدِرُي ْن َم ُلئاقلا ،ُينملا ُدعولا ُقداّصلا هُلوسرو ُدبع اًدممح انَدّمس ّنأ ُدهشأو
ِّقَفُ ي اًرْ مَخ
َلَإ ٍناسيإب ملذ ،َينِعباّتلاو هِباحصأو هِلآ ىَلعو ِهملع ُللها ىّلص ،ِن ْيِّدلا ِفي ُهْه
.ِن يّدلا ِموي
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak, Ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo‟akan dan
membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama
ix
3. Bapak Dr. Muh Saerozi, M.Ag. Selaku pembimbing yang telah
x ABSTRAK
Arif Hidayatuloh. 2015. Studi Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab
Risalatul Mu’awanah Karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muh Saerozi, M.Ag.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak.
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad adalah seorang tokoh tasawuf yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah Risalatul Mu’awanah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak menurut Al-Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Risalatul
Mu’awanah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah, (2) Bagaimana pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah, dan (3) Bagaimana relevansi model pendidikan akhlak kitab Risalatul Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab Risalatul Mu’awanah, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.
Adapun teknis analisis data menggunakan metode deskriptif analitis,
content analysis dan reflektif thinking. Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sangat relevan dengan pendidikan sekarang, dan sangat dibutuhkan untuk merubah para pelajar yang saat ini masih berakhlak madhmumah (jelek), menjadi pribadi yang berakhlakul karimah (baik). Model pendidikan akhlak dalam kitab Risalatul
Mu’awanah bisa dibilang sangat praktis dan tetap berpegang teguh dengan
xi DAFTAR ISI
1. JUDUL ... i
2. LOGO IAIN ... ii
3. NOTA PEMBIMBING ... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
6. MOTTO... vi
7. PERSEMBAHAN... vii
8. KATA PENGANTAR... viii
9. ABSTRAK ... x
10.DAFTAR ISI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelilitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Metode Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 9
xii
A. Riwayat Hidup Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad ... 11
B. Pemerintahan Masa Kehidupan Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad ... 18
C. Madzhab Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad …………...………..…...……. 19
D. Guru-guru Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad ……...……... 20
E. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad ... 24
F. Bidang Ilmu kitab Risalatul Mu’awanah ...…... 30
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD A. Pemikiran Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad Tentang Nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab Risalatul Mu’awanah ... 34
1. Akhlak kepada Allah SWT... 35
2. Akhlak terhadap diri sendiri ... 37
3. Akhlak terhadap lingkungan ... 41
B. Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan ... 45
xiii
BAB IV. ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK KITAB RISALATUL MU’AWANAH DALAM
PENDIDIKAN AKHLAK SEKARANG
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Risalatul Mu’awanah .. 54
B. Metode yang Digunakan dalam Pendidikan Akhlak ... 57
C. Relevansi Pendidikan Akhlak Kitab Risalatul Mu’awanah dalam Konteks Kehidupan Pelajar Sekarang ... 61
1. Akhlak kepada Allah SWT... 61
2. Akhlak terhadap diri sendiri ... 66
3. Akhlak terhadap lingkungan ... 79
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 91
C. Implikasi Penelitian ... 92
D. Kata Penutup ... 93
11.DAFTAR ISI
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini lingkungan pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan,
karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh
remaja. Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
kehidupan, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang.
(Al-Jaza‟iri, tt: 223). Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk
di bangku sekolah. Baik buruknya lingkungan sedikit banyak akan diikuti
oleh mereka. Padahal semua orang telah menyaksikan bagaimana perilaku
orang-orang yang berada di sekelilingnya sangat memprihatinkan.
Kemerosotan akhlak pada anak-anak saat ini dapat dilihat dengan
banyaknya tawuran, mabuk, membolos, berani dan durhaka kepada orang
tua, bahkan sampai membunuh. (Jawa Pos, 2014: 1). Hal ini menjadi
keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk membentengi
anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk, maka bisa dipastikan
mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, dan bukan tidak
mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan perbuatan
yang buruk.
Sesungguhnya manusia mereka yang masih janin, bayi,
kanak-kanak, remaja dan lain-lain. Itu nantinya sudah tentu mereka akan menjadi
dewasa, menjadi manusia besar yang akan merupakan generasi baru untuk
2
secara pasti akan meninggalkan hidup mereka di alam fana ini,
melanjudkan perjuangan dan pengkhidmatan pendahulunya terhadap
bangsa, negara, juga agama. (Al-Ghalayaini, 2000: 313).
Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya
dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya
mereka tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk
seperti saat ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi
pilar-pilar penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang
baik, menjadi penerus bangsa negara, dan juga agama.
Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan
Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan al-qur‟an sebagai referensi paling
penting tentang akhlak bagi kaum muslimin: individu, keluarga,
masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat
bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan kehidupan
menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial bagi
individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, masyarakat manusia tidak akan
berbeda dari kumpulan binatang. (Munzier, 2008: 89).
Dengan bekal pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui
batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan
sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat
memperoleh irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia
dan di akhirat. Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan
3
sejahtera dan mendapat ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh
sesama makhluk. (FIP-UPI, 2007: 18).
Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan
akhlak secara mendalam adalah Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang
pendidikan akhlak, baik akhlak dhahir (lahir) maupun bathin (batin).
Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad tidak
tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang demikian
itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang diperintahkan
oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja.
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. Al-Muzammil: 1-2). (http//www.al-quran-digital.com).
Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan malam
dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT :
Al-Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan
segala sunnah Nabi SAW, dan tiada satu sunnah yang kami tinggalkan”.
4
pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya hingga bahunya, karena
rambut Rasulullah SAW adalah demikian.
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullah-bin-alwi-al.html).
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik akhlak,
Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai seorang yang
produktif dalam karya tulis. (Musthofa, 1994: 163). Karya-karyanya
banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di Indonesia, yang banyak
dikaji oleh majlis-majlis pengkajian ilmu adalah kitab Risalatul
Mu’awanah. Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya terdapat berbagai
ulasan-ulasan yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak
beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya), yang bisa dijadikan acuan untuk
mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam
kehidupan sehari-hari para siswa (pelajar).
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali
nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah,
yang memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Al-Habib Abdullah bin Alwi
bin Muhammad Al-Haddad tentang tata cara dan langkah-langkah
seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia akhirat.
Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul: STUDI
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
RISALATUL MU’AWANAH KARYA AL-HABIB ABDULLAH BIN
ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD. Penulis akan berusaha
5
Mu’awanah. Diharapkan nantinya dapat dijadikan referensi dalam
pembimbingan akhlak para pelajar dan juga masyarakat umum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah?
2. Bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab
Risalatul Mu’awanah?
3. Bagaimanakah relevansi model Pendidikan Akhlak kitab Risalatul
Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah.
2. Mengetahui bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat
dalam kitab Risalatul Mu’awanah.
3. Mengetahui relevansi model Pendidikan Akhlak kitab Risalatul
Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitianini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis
6
2. Kegunaan Praktis
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam. Diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis
kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefrensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan
perbuatan-perbuatannya. (Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, bagi
peranannya di masa yang akan datang. (Hamalik, 2010: 14).
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah
atau jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan
kepadanya, baik maupun jelek kepadanya. (Al-Jaza‟iri, tt: 223).
Dengan demikian Nilai Pendidikan Akhlak adalah adalah
sesuatu yang dianggap baik untuk diusahakan dalam membimbing dan
7
yang terpuji, serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Risalatul Mu’awanah
Ini adalah kitab yang ditulis oleh Al-Habib Abdullah bin Alwi
bin Muhammad Al-Haddad pada abad ke-12 Hijriyah. Ketika ia masih
berumur 26 tahun. Arti kitab ini mempunyai pengertian ringkasan
pertolongan bagi orang-orang mukmin yang cinta bersikap menuju
jalan akhirat. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan
berbagai mau’idloh (nasehat) tentang tata cara dan langkah-langkah
yang harus ditempuh oleh setiap orang mukmin yang mengharapkan
kebahagian di dunia dan akhirat. Kitab ini terdiri 38 bab pembahasan,
dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta’rif al-muallif),
kemudian khutbah kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga sampai
38. Pada bagian akhir ditulis beberapa wasiat al-rohaniah (wasiat
yang bersifat kerohaniahan) dari Allah SWT. Yang diturunkan melalui
beberapa hadis qudsi dengan periwayatan yang shahih, yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW,dan fahrasat (daftar isi).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif
Literer. Yaitu pendekatan yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan
8
pendidikan akhlak dalam Kitab Risalatul Mu’awanah dan
relevansinya dengan kehidupan kontemporer.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research
(penelitian kepustakaan). Maka peneliti menggunakan teknik yang
diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan
buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari
tiga sumber:
a. Sumber Primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
permasalahan yang didapat yaitu: kitab Risalatul Mu’awanah.
b. Sumber Skunder, adalah data yang diperoleh dari sumber
pendukung untuk memperjelas data primer. Yaitu terjemahan
kitab Risalatul Mu’awanah.
c. Sumber Tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis
ambil dari kitab-kitab, buku-buku, dan media elektronik seperti
internet, yang mendunkung objek penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan dua
metode yaitu:
a. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
9
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini
penulis akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang
terkandung dalam ulasan-ulsan kitab Risalatul Mu’awanah dan
kaiatanya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
b. Metode Reflektif Thinking
Metode Reflektif thinking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang
abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi
emperi pertama dengan emperi-emperi yang lain yang termuat
dalam abstrak baru yang dibangunnya. (Muhadjir, 1991: 66-67).
Metode ini digunakan untuk melihat relevansi antara kitab
Risalatul Mu’awanah dan nilai-nilai pendidikan akhlak
kontemporer.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah
sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
10
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai
gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi
bin Muhammad Al-Haddad, menguraikan tentang: Biografi Al-Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang meliputi riwayat
kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam
bab ini juga membahas perkembangan intelektual dan karya-karyanya.
Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad.
Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran,
relevansi pemikiran, dan implikasi.
Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan, saran, implikasi
11 BAB II
BIOGRAFI HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD
A. Riwayat Hidup Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
1. Kelahiran, Keturunan dan Tempat Tinggal
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
dilahirkan pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/ 30 Juli
tahun 1634 M. di Subair (sebuah perkampungan di pinggiran kota
Tarim, Hadlramaut, Yaman). Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah
Keturunan dari Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal
sebagai seorang yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad
Al-Arifin (ma‟rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin
Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang
shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).
Nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad bersambung kepada
kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna
Al-Husein RA, putra dari Amirul Mukminin Sayyiduna Ali bin Abi
Thalib RA, dan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA, putri dari
Rasulullah SAW.
Urutan nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad sampai Nabi
12
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyidatuna Khatijah Al-Kubro RA
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal „Abidin
Ja‟far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Ba‟lawi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi‟ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Abdurrahman Alwi Al-Faqih Al-Muqaddam
Ahmad Al-Faqih Abdullah
Ahmad Muhammad
Abu Bakar Ahmad Al-Haddad
Muhammad Alwi
Abdullah Ahmad
Sayyid Alwi Muhammad Al-Haddad
Syarifah Salma binti Idrus
13
Demikianlah runtunan nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad
yang sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW melalui jalur
Sayyiduna Al-Husain RA.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah
kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi)
pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri
(Sejarawan dari Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib
Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk
mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya
serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada pentadbiran
(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia merupakan tempat yang
strategi untuk mendapatkan segala yang baik daripada Tarim, dan
kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan kejahatan dari tempat
itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan yang selamat lagi
dihormati.
Habib Abdullah Haddad membangun rumahnya di
Al-Hawi pada tahun 1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada
tahun 1099 H. Ia membangun masjidnya berhampiran dengan
rumahnya, dan mengajar di sana selepas salat asar setiap hari, dan
pagi hari kamis dan senin, serta hadlrah (rebana) pada setiap malam
14
menjadi tumpuan kepada para ulama‟, dan orang-orang shaleh, serta
tempat perlindungan bagi kaum fakir miskin, dan merupakan zona
selamat, aman, dan tenteram.
2. Ketekunan Ibadahnya
Pada tahun 1079 H, Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad telah berangkat untuk menunaikan ibadah
haji. Setelah sampai di Makkah, ramai penduduk Makkah yang
menyambut kedatangannya, dan di sana ia tinggal di rumah Sheikh
Husain Ba Fadal. Al-Habib Abdullah Al-Haddad menceritakan
keberadaannya dirumah Sheikh Husain Ba Fadlal, Al-Habib Abdullah
berkata: “Sesungguhnya Sheikh Husain berkata: Aku mempunyai dua
lautan di mana aku mengambil dari keduanya, yang pertama: adalah
lautan dzahir, yaitu Sheikh Ahmad Al-Qusyasyi, yang kedua: lautan
batin, yaitu Sayyid Muhammad bin Alwi As-Seggaf, dan Allah SWT
telah mengumpulkan kedua lautan itu padamu untukku”.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada tahun itu, wuquf di Arafah jatuh pada hari jum‟at, ramai
penduduk Makkah pada ketika itu yang datang kepadanya. Ketika
Al-Habib Abdullah Al-Haddad sedang duduk di sebelah Hijir Isma‟il, ia
didatangi oleh Syarif Barakaat bin Muhammad, lalu meminta do‟a
kepadanya agar permintaanya di kabulkan oleh Allah SWT (tanpa
memberitahu apakah hajatnya itu), maka Habib Abdullah
-15
Habib Abdullah Al-Haddad bertanya: Siapakah dia itu? ia diberitahu
kalau dia adalah salah seorang yang besar di Makkah. Lalu Al-Habib
Abdullah berkata: “Dia meminta untuk menjadi raja di Makkah, dan
Allah SWT telah mengabulkan permintaanya”. Syarif Barakaat di
lantik menjadi pemimpin di Hijaz pada tahun 1082 H.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada hari Jum‟at 1 Muharram 1080 H, bertepatan dengan
masuknya waktu salat fajar, Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah di
pelawa untuk menjadi imam pada salat subuh di Masjidil Haram di
Makkah. Ia membaca surah As-Sajdah dan surah Al-Insan.
Al-Habib Abdullah Al-Haddad melangsungkan perjalanannya
menuju kota Madinah Al-Munawwarah. Telah diceritakan bahwa, ia
tidak tidur dalam perjalanannya menuju kota Madinah kecuali sedikit
sekali, di sebabkan kerinduan yang mendalam di dalam hatinya. Dia
mengungkapkan akan kerinduannya itu dalam syairnya:
ِّبُْلحا صِلاَخ ْن ِم َحاَوْرلأا َطلاَخ الد * ىَرَكلا انل ّذلي َل ْنأ َانَل ّذلَي
Artinya:”Sungguh kami merasakan kenikmatan dimana kami tidak meraza nikmat dengan tidur, Ketika kemurnian cinta telah menyatu
dengan ruh”.
Ketika Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghampiri kota
Madinah, ia dapat mencium bau wangi serta merasakan adanya cahaya
yang bersinar. Ia mengungkapkan dalam syairnya:
يرزي ىذش انمشم * ا هعو برو ًةب مط ان غلب املف
ِبنعلا فرعب
16
رفاس ِةداعّسلاب انملع ٍحابص * ن م باط ةنيدلدا انمفاو انلصو رجفلا عم
Artinya:”Ketika kami sampai di Thaibah (Madinah), kami mencium bau sangat wangi, mengalahkan wangian-wangian anbar. Cahaya menyinari segala penjuru, cahaya itu bersinar melalui kubur sebaik-baik manusia. Bersamaan dengan waktu fajar, kami sampai ke
Madinah, sungguh indah pagi itu bagi kami dengan kebahagiaan”.
Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad
tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang
demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang
di perintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam
kecuali sedikit saja. Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. Al -Muzammil: 1-2). (http//www.al-quran-digital.com).
Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan
malam dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT:
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu sahur mereka meminta ampun (kepada Allah).” (Q.S. Adz-Dzariyat: 17). (http//www.al-quran-digital.com).
Al-Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah
melaksanakan segala sunah Nabi SAW, dan tiada satu sunah yang
kami tinggalkan”. Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, beliau
pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya sehingga bahunya,
17
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullah-bin-alwi-al.html)
3. Peristiwa Wafatnya
Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk
menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya
dalam kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak
ikut salat asar berjama‟ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia
memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian
seperti biasa dan ikut mendengarkan dari dalam rumah. Malam
harinya, ia salat isa‟ berjama‟ah dan tarawih. Keesokan harinya ia
tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin
parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7
Dzul-qo‟dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap
Yang Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam
usia 89 tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum
di dunia. Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan.
(Al-Badawi, 1994: 171-172).
Putranya yang bernama Hasan yang merawatnya ketika sakit.
Habib Hasan menceritakan bahwa: Sesungguhnya Al-Habib Abdullah
Al-Haddad dalam sakitnya banyak mengulangi hadis yang terakhir
dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu:
،ِناَسِّللا ىَلَع ِناَتَفمِفَخ ِناَتَمِلَك
اَُهُ ،ِن َْحمَّرلا َلَِإ ِناَتَبمِبَي ،ِناَزمِمْلا ِفي ِناَتَلمِقَث
18
Artinya: Dua kalimat ringan dilisan, berat di timbangan, di senangi oleh Yang maha Pengasih yaitu:
ِممِظَعْلا ِهَّللا َناَحْبُس ,ِ ِدْمَِبَِو ِهَّللا َناَحْبُس
.
Al-Habib Abdullah Al-Haddad meninggal dunia pada 1/3
malam yang pertama, tak seorang pun yang mengetahui berita
kewafatannya kecuali di waktu pagi. Keadaan menjadi sangat
memilukan ramai pengikutnya. Berduyun-duyun manusia datang
untuk menghadiri pemakamannya.
Al-Habib Hasan (putranya) dan Al-Habib Umar bin Hamid
adalah orang yang menangani pemandiannya. Shalat jenazah
diimamkan oleh Al-Habib Alwi (putranya), dan di hadiri oleh lebih
kurang dua puluh ribu (20.000) orang. Al-Habib Abdullah Al-Haddad
di makamkan bersamaan dengan terbenamnya matahari, oleh karena
terlalu ramai manusia yang mengahdiri jenazahnya. (Al-Badawi,
1994: 173).
B. Pemerintahan Masa Kehidupan Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad (1044-1132 H/ 1634-1720 M)
Al-Habib Abdullah Al-Haddad lahir pada masa Dinasti Turki
Usmani, yang dipimpin oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Yaman
yang pada waktu itu di bawah kekuasaan Turki Usmani. Al-Habib
Abdullah Al-Haddad melewati tujuh periode kepemimpinan kerajaan,
mereka adalah:
1. Sultan Murad IV (1623-1640 M).
2. Sultan Ibrahim (1640-1648 M).
19
4. Sultan Sulaiman II (1678-1691 M).
5. Sultan Ahmad II (1691-1695 M).
6. Sultan Musthofa II (1695-1703 M).
7. Sultan Ahmad III (1703-1730 M).
Pergantian pemimpin yang cepat dalam beberapa periode ini,
menunjukkan bahwa pada masa itu Islam sedang dalam periode
kemunduran, keperkasaan pasukan Islam waktu itu sedang mengalami
masa stagnan. Pada masanya, Inggris sudah terbiasa berdagang di Yaman,
sedang Portugis telah menguasai pulau Socotra, 350 km lepas pantai.
Ekspansi Islam pun sudah berhenti. Selain itu, kawasan Hadramaut
mengalami periode kehancuran. Ketika Al-Habib Abdullah Al-Haddad
berusia 25 tahun, Hadramaut ditaklukkan oleh kelompok Qasimi Zaydiyah
dari Yaman Utara. Kaum Hadrami mendapatkan kembali kemerdekaannya
pada tahun 1715 Hijriyyah, saat Al-Habib Abdullah berusia 81 tahun.
(http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki -usmani.html).
C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sejarah Islam, ia dikenal
sebagai salah satu mursyid tarekat (toriqoh ba‟lawi), ia adalah penganut
aqidah Sunni Asy‟ariyah, dan pengikut madzhab Syafi‟i. Al-Habib
Abdullah sangat memahami kitab-kitab madzhab Imam Syafi‟i. Sampai
-sampai yang dahulu adalah gurunya, kemudian menjadi muridnya. Salah
satunya yaitu Sheikh Bajubair, dimana Al-Habib Abdullah Al-Haddad
20
telah belajar kitab Al Minhaj (kitab Fiqh madzhab Imam Syafi‟i) dari
Sheikh Bajubair.
Sheikh Bajubair merantau ke negeri India, setelah beberapa lama
berada di sana, lalu kemudian ia kembali ke Hadlramaut. Setelah di
Hadlramaut ia belajar kitab Ihya ‘Ulumuddin Karya Imam Al-Ghozali
kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Hal ini menunjukkan akan
keluasan ilmu Al-Habib Abdullah yang di berikan oleh Allah SWT
kepadanya.
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tumbuh
besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari
ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya
Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa
kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur‟an, dan
bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului
rekan-rekannya.
Al-Habib Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu.
Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan
berkeliling ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum sholihin
(orang-orang yang saleh) untuk menuntut ilmu dan mengambil berkah dari
mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah bilangan guru-guru Al-Habib
21
guru-gurunya itu. Di antara guru-guru dari Al Habib Abdullah Al-Haddad
adalah sebagai berikut:
1. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos bin
„Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin
Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),
2. Al-„Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula „Aidid
Ba'Alawy (wafat: 1068 H),
3. Al-„Allamah Al-Habib Sahl bin Ahmad BaHasan Al-Hudaily
Ba'Alawy,
4. Al-„Allamah Al-Habib „Aqil bin Abdurrahman bin Muhammad bin
Ali bin „Aqil bin Syaikh Ahmad bin Abu Bakar bin Syaikh bin
Abdurrahman Asseqaf,
5. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di
Mekkah (1002–1071 H).
6. Syaikh Al-Habib Abu Bakar bin Imam Abdurrahman bin Ali bin Abu
Bakar bin Syaikh Abdurrahman Asseqaf,
7. Sayyid Syaikhon bin Imam Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim,
8. Al-Habib Syihabuddin Ahmad bin Syaikh Nashir bin Ahmad bin
Syaikh Abu Bakar bin Salim,
9. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman
22
Aqthob Husein bin Syaikh Al-Quthb Al-Robbani Abu Bakar bin
Abdullah Al-Idrus (1035-1112 H),
10. Syaikh Al-Faqih Al-Sufi Abdullah bin Ahmad Ba Alawy Al- Asqo,
11. Sayyidi Syaikh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Qusyasyi (wafat
1071 H).
12. Al-„Arifbillah Syaikh Muhammad bin „Alawi as-Saqqaf al-Makki
Dari guru-gurunya itulah Al-Habib Abdullah Al-Haddad menerima
banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut
dengan kajiannya yang mendalam di berbagai ilmu keislaman
menjadikannya benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai
seluk-beluk syari`at dan hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam
bidang tasawwuf, sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai
diri, keluarga dan harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia.
Hingga diakhiri memperoleh tingkat Al-Qutub Al-Ghauts (Wali tertinggi
yang bisa menjadi wasilah pertolongan).
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Sanad keilmuan Al-Habib Abdullah Al-Haddad dengan
guru-gurunya di atas, bersambung sampai Rasulullah SAW, dan Rasul sendiri
menerimanya dari Allah SWT. Di sini penulis akan menerakan salah satu
mata rantai keilmuan Al-Habib Abdullah yang hingga sampai kepada
Allah SWT. Penulis akan menerakan urutan keilmuannya, yang melalui
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos. Mata rantai
23
Allah ‘Azza wa Jalla
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal „Abidin
Ja‟far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi‟ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Muhammad al Faqih al Muqaddam Ali
Alwi al Ghoyur Ali
Syeikh Abdurrahman As-Seggaf Muhammad Maulah Dawilah
Abdullah Abdurrahman
Salim Ubaidullah
Aqil Abdurrahman
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar Al-„Athos
24
Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah seorang da‟i yang
menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan sangat mengesankan dan
sebagai seorang penulis yang produktif, yang karya-karyanya tetap
dipelajari orang sampai saat ini. Banyak dari para penuntut ilmu yang
datang untuk berguru kepadanya. Keaktifannya dalam berdakwah
menjadikannya digelari Quthbid Dakwah wal Irsyad ( Wali Tertinggi yang
memimpin dakwah).
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang Al-Habib Abdullah
Al-Haddad miliki pada saat usia yang sangat dini, ia dinobatkan oleh Allah
SWT dan guru-gurunya sebagai da‟i, yang menjadikan namanya harum di
seluruh penjuru wilayah Hadlramaut dan mengundang datangnya para
murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang
hanya dari Hadlramaut tetapi juga datang dari luar Hadlramaut. Mereka
datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan
serta tabarrukan (mencari berkah), memohon do‟a darinya.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
E. Karya-karya Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah,
Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis
yang produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya
terakhirnya ditulis pada ketika usianya 86 tahun. Keindahan susunan
25
menunjukkan akan keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya
kaum awam saja yang membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian
ulama‟ pun menjadikannya sebagai pegangan dalam berdakwah. (Al
-Badawi, 1994: 163).
Keistimewaan dari karya-karya Al-Habib Abdullah adalah mudah
difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing.
Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah
diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.
Adapun karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Risalah Al-Mudzaakarah Ma’a Al-Ikhwan Muhibbin Min Ahl
Al-Khair Wa Ad-Din (ٍِّىاو زٍخىا وهأ ٍٍِِّثحَىاو ُاىخلإا عٍ جزماذَىا حىاسر)
Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan akhirat, zuhud
dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati. Kitab ini
selesai ditulis oleh Al-Habib Abdullah pada hari ahad sebelum waktu
dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994:
163).
2. Risalah al-Mu’aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li
ar-Raghibin minal Mu’minin fi Suluki Thoriqil Akhirah ( حّواعَىا حىاسر
جرساؤَىاو جزهاظَىاو يس ىف ٍٍِْؤَىا ٍِ ٍِثغازيى جرسؤَىاو
جزخلأا كٌزط ل )
Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1069 H, sewaktu Al-Habib
Abdullah berusia 26 tahun. Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad
26
3. Risalah Aadab Suluk al-Murid (ذٌزَىا كىيس بادآ حىاسر)
Tentang kewajiban bagi seorang murid (orang yang mencari
Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal lahir dan batin.
Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8 Ramadhan, tahun
1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
4. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail (وئاسَىا حتىجأت وئاسىا فاحّذا)
Kitab ini selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15 Muharram 1072
H, Ketika itu Al-Habib Abdullah berumur 28 tahun. Kitab ini adalah
merupakan kumpulan jawaban atas berbagai persoalan yang diajukan
kepadanya oleh Syaikh „Abdurrahman Ba‟Abbad Asy-Syibaami.
Kitab itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau‟an pada tahun 1072 H.
Kitab ini mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban dan ulasan yang
mendalam darinya. Selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15 Muharram
1072 H. (Al-Badawi, 1994: 165).
5. An-Nashoih ad-Diniyah wa al-Washoya al-Imaniyah ( حٌٍّْذىا حئاصْىا
حٍّّاٌَلإا اٌاصىىاو)
Kitab ini Al-Habib Abdullah tulis pada usia 45 tahun. Selesai
ditulis pada hari Ahad, 22 Sya‟ban tahun 1089 H. Kitab ini mendapat
pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan suatu ringkasan
daripada kitab Ihya‟. Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya
jelas, pembahasannya sederhana dan disertai dengan dalil yang kukuh.
Sesuai dibaca oleh orang awam dan juga khawas (khusus).
27
6. Sabil al-Iddikar wa al-I’tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa
Yanqadhi lahu min al-’A’maar ( ٍِ ُاسّلإات ّزٌَ اَت راثرعلااو رامّدلاا وٍثس
راَعلأا)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam Al-Haddad
pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada ketika ia
berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab ini
diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya‟ban 1110 H. Kitab ini
membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994:
166).
7. Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-‘Ammah ( حٍارىا جىعذىا
زمذرىاو حٍاعىا ج )
Kitab ini diselesaikan oleh Al-Habib Abdullah pada saat
usianya 70 tahun. Selesai ditulis pada jum‟at pagi 27 atau 28
Muharram tahun 1114 H. (Al-Badawi, 1994: 166).
8. An-Nafais al-‘Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah ( ًف حٌّىيعىا سئافّْىا
وئاسَىا حٍّفىّصىا )
Kitab ini selesai ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo‟dah
tahun 1125 H. Usia Al-Habib Abdullah pada waktu itu adalah 81
tahun. Kitab ini membahaskan masalah yang berkaitan dengan sufi.
9. Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah ( حٍَّيعىا هىصفىا
28
Terdiri dari 40 fasal. Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar
tahun 1130 H, ketika Al-Habib Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2
tahun sebelum kewafatannya. (Al-Badawi, 1994: 167).
Selain itu, terdapat pula ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran yang
sempat dicatat oleh murid-muridnya dan para pecintanya, diantaranya
adalah :
1. Kitab al-Hikam (ٌنحىا بارم)
2. Al-Mukhatabat wa Washoya (اٌاصووخاثذانَىا)
3. Wasilah al-‘Ibaad ila Zaad al-Ma’aad (داعَىا داس ىىإ داثعىا حيٍسو)
Kitab ini dikumpulkan oleh As-Sayyid Alwi bin Muhammad
bin Thohir Al-Haddad.
4. Ad-Durr al-Mundzum li Dzaawil ‘Uqul wa al-Fuhuum ( يوذى ًىظَْىا رّذىا
ًىهفىاو هىقعىا)
Kitab ini dikumpulkan oleh muridnya Alwi bin Ahmad bin
Hasan bin Abdillah Al-Haddad.
5. Tastbit al- Fuad bi adz-Dzikri Majaalisi al-Quthbi Abdillah
Al-Haddad (داّذحىا الله ذثع ةطقىا سىاجٍ زمذت داؤفىا دٍثثذ)
Dikumpul oleh muridnya Syaikh Ahmad bin Abdul Karim
al-Hasawi asy-Syajjar tahun 1981 M. (Al-Badawi, 1994: 169).
6. Ghoyah al-Qosod wa al-Murod (دازَىاو ذصقىا حٌاغ)
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan
spiritualitas yang tinggi pada kesufian Al-Habib Abdullah. Dapat dilihat
29
Tasawwuf bagi Al-Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan
dzikir, suatu jalan membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada
Allah SWT.
Selain karya tulis, Al-Habib Abdullah juga meninggalkan banyak
do‟a-do‟a serta dzkir-dzikir susunannya. Di antara do‟a dan dzikir-dzikir
yang disusun, Ratib Al-Haddad inilah yang paling masyhur di kalangan
ummat Islam, khususnya di Indonesia. Ratib ini disusun oleh Al-Habib
Abdullah pada salah satu malam di bulan Ramadhan tahun 1071 H, untuk
memenuhi permintaan salah seorang muridnya yang bernama `Amir dari
keluarga Bani Sa`ad yang tinggal di kota Syibam (salah satu kota di
propinsi Hadlramaut). Tujuan `Amir meminta Al-Habib Abdullah untuk
menyusun ratib ini adalah, agar diadakan suatu wirid dan dzikir di
kampungnya, supaya mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan
diri dari ajaran sesat yang ketika itu sedang melanda Hadlramaut. Mulanya
ratib ini hanya dibaca di kampung `Amir sendiri, yaitu kota Syibam.
Setelah mendapat izin dan ijazah dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad, ratib
ini pun kemudian mulai dibaca di masjid-masjid di kota Tarim.
Pada kebiasaannya, ratib ini dibaca secara berjama‟ah setelah salat
Isya`, dan pada bulan Ramadhan, ratib ini dibaca sebelum salat Isya`
untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan salat tarawih, dan ini adalah
waktu yang telah ditartibkan Al-Habib Abdullah untuk kawasan-kawasan
30
yang mengamalkan ratib ini pun selamat dan tidak terpengaruh dari ajaran
sesat tersebut.
Setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad berangkat menunaikan
ibadah haji, Ratib Al-Haddad pun mulai dibaca, diamalkan di Makkah dan
Madinah. al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi berkata, “Barangsiapa yang
membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan keikhlasan,
niscaya dia akan mendapatkan sesuatu yang diluar dugaannya”.
(http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html)
Ketahuilah bahwa setiap ayat, do‟a, dan nama Allah SWT yang
disebutkan dalam ratib ini dipetik dari Al-Qur`an dan Hadis Nabi SAW.
Bilangan bacaan di setiap do‟a dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah
bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan petunjuk Al-Habib
Abdullah Al-Haddad sendiri. Ia menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan
dibaca berulang kali, agar memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek
ini jika selalu dibaca secara istiqamah, maka lebih utama dari pada dzikir
yang panjang namun tidak dibaca secara istiqamah.
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullah-bin-alwi-al.html).
F. Bidang Ilmu yang Ada dalam Kitab Risalatul Mu’awanah
Kitab ini berisi tentang kewajiban bagi seorang muslim, untuk
memenuhi semua kewajiban, kesunahaan, melakukan amalan-amalan yang
memiliki keutamaan, berakhlak, menjaga diri dari hal-hal yang bisa
merusak ibadah dan keharmonisan dalam bermasyarakat. Serta berisi
31
Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini, lebih
menekankan pada ke-Tasawuf-an. Segala amal perbuatan yang dilakukan
ditujukan untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kepadaNya. Agar
semakin dekat kepada Allah SWT. Lebih utamanya, beliau membahas
tentang peribadatan yang ditujukan untuk menggapai esensi ma’rifatullah.
Pokok isi kitab Risalatul Mu‟awanah terdiri dari 38 pembahasan
diantaranya yaitu:
1. Yakin.
2. Niat.
3. Muroqobah (mawas diri).
4. Memanfaatkan Waktu.
5. Membaca Al Qur‟an.
6. Menelaah Ilmu.
7. Dzikir Kepada Allah SWT.
8. Memelihara Dzikir dan Do‟a-do‟a.
9. Bersegera.
10. Perpegang Teguh Pada Al Qur‟an Dan Sunnah.
11. Akidah.
12. Menunaikan Fardlu.
13. Mencari Ilmu.
14. Wajib Menjaga Kebersihan.
15. Menjaga Kesucian.
32
17. I‟tikaf.
18. Adzan dan Iqomah.
19. Menunaikan Salat.
20. Menjadi Makmum.
21. Mengeluarkan Zakat.
22. Memperbanyak Amal Baik Di Bulan Ramadhan.
23. Haji Dan Adabnya.
24. Salat Istikharoh, Nadzar, Sumpah Dan Saksi.
25. Wira‟i.
26. Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.
27. Adil.
28. Berbakti Kepada Orang Tua Dan Mengikat Persaudaraan.
29. Suka Dan Benci Karena Allah SWT.
30. Nasihat.
31. Menjaga Pergaulan.
32. Taubat.
33. Sabar.
34. Bersyukur.
35. Zuhud.
36. Tawakkal.
37. Cinta Kepada Allah SWT.
33
Ke-38 bab di atas adalah pokok isi yang ada di dalam kitab
Risalatul Mu’awanah Karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Dilihat dari
isin-isinya di atas dapat disimpulkan bahwa bidang ilmu yang ada dalam
kitab Risalatul Mu’awanah adalah bidang ilmu tasawwuf. Karena dari
ke-38 bab di atas semuanya berhubungan dengan amaliah yang bersifat lahir
34 BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB RISALATUL MU’AWANAH
A. Pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Risalatul
Mu’awanah
Salah satu karya monumental Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang
berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab
Risalatul Mu’awanah. Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak
Al-Habib Abdullah dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak
praktis yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan Hadis.
Kecenderungan pemikiran yang menonjol dari Al-Habib Abdullah
dalam kitab Risalatul Mu’awanah adalah mengetengahkan nilai-nilai etis
yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam
gagasan-gagasannya, misalnya keutamaan menguatkan keyakinan.
Menurut Al-Habib Abdullah, menguatkan keyakinan hukumnya adalah
wajib, karena akhlak yang mulia dapat terwujud jika seseorang itu
keyakinannya kuat. Pendapatnya ini juga senada dengan pendapat seorang
tokoh akhlak yang dibicarakan di dalam Al-Qur‟an, yaitu Luqman AS.
35
ِينقملاب ّلإ ُلمعلا ُعاطتسي ل
هُلمع ُرصقي لو ،هِنمقي ِردقب ّلإ ُدبعلا ُلمعي لو ،
هُنمقي َصقني ّتّي
.
Artinya: ”Suatu amal tidak mampu diwujudkan, kecuali dengan yaqin.
Tidaklah seorang hamba mampu mengerjakan apapun, kecuali sesuai dengan kadar yakinnya dan tidaklah amalnya terkurangi hingga
keyakinannya berkurang”. (Al-Haddad, 2010: 18).
Pemikiran Al-Habib Abdullah tentang akhlak di dalam kitab
Risalatul Mu’awanah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat
banyak sekali nilai-nilai pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan
diterapkan kepada para pelajar, agar mereka mengetahui dan bisa
mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Pendidikan akhlak yang ada pada kitab Risalatul Mu’awanah dapat
penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama: Akhlak kepada
Allah SWT. Kedua: Akhlak terhadap diri sendiri. Ketiga: Akhlak terhadap
lingkungan.
1. Akhlak kepada Allah SWT
Allah adalah kholiq (Pencipta) dan manusia adalah makhluq
(makhluk). Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung
kepadaNya. Sebagaimana firmanNya:
 
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu”. (Q.S. Al-Ikhlas: 2). (http//www.al-quran-digital.com).
Sebagai yang Maha Agung dan yang Maha Tinggi Dialah yang
36
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para
pelajar tentang akhlak kepada Allah SWT, sikap yang harus
ditanamkan antara lain:
a. Cinta kepada Allah SWT
Penanaman rasa cinta kepada Allah SWT adalah prinsip
yang harus ditanamkan kepada para pelajar. Mereka harus
dibiasakan untuk mencintai Allah SWT dengan diwujudkan
dalam bentuk sikap selalu mengikuti perintah-perintahNya, dan
menjauhi larangan-laranganNya.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ْلب ،ُ اَوس اَّمم ََملإ َّبيأ ُهَناحبس َيرصي ّتّي ِللها ِفِ ِّبلحاب ََملعو
ُ اّيإ ّلإ ٌبوبمح ََل َيرصي ل َّتّي
Artinya: “Dan wajib bagimu cinta kepada Allah, sehingga Allah SWT menjadi lebih kamu cintai daripada yang lain. Bahkan kamu
tidak mencintai sesuatu apapun, kecuali cinta kepadaNya”. (Al -Haddad, 2010: 146).
b. Rela dengan keputusan Allah SWT
Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap
37
keputusan Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan
ma‟rifat kepadaNya.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ن م ِءاضقلاب اَضّرلاف ِ،للها ِءاضقب اَضّرلاب ََملعو
ِةّبلمحا ِتارثم ِفرشأ
اًّرم وأ ناك اًولي هِبوبمح ِلعفل ىَضري ْنأ ِّبلمحا ِنأش ْن ِمو ،ِةفرعلداو
Artinya: “Dan wajib bagimu rela dengan ketetapan Allah, karena
rela dengan keputusan Allah merupakan buah rasa cinta dan
ma‟rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta itu sendiri
adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai (Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148).
c. Berharap dan takut kepada Allah SWT
Para pelajar harus diajari untuk selalu berharap dan takut
kepada Allah SWT. Karena kedua sikap itu adalah merupakan
buah yakin yang paling mulia.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِينقملا ِترثم ِفارشأ ْن ِم امّنّإف ، ِفولخاو ِءاجّرلا َن ِم ِراثكلإاب ََملعو
Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut
(kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah buah yakin
yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129).
2. Akhlak terhadap diri sendiri
Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, ia
diberi akal dan juga nafsu. Apabila dia mampu menggunakan akalnya
dengan baik, maka derajadnya bisa melebihi makhluk Allah yang
tidak pernah membangkang atau bermaksiat padaNya yaitu malikat.
Sebaliknya, apabila akalnya kalah dengan nafsunya, maka derajadnya
38
dibekali dengan pendidikan yang berhubungan dengan dirinya,
meliputi hal-hal yang harus dimiliki dan yang harus dilakukan untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para
pelajar tentang akhlak kepada diri sendiri, sikap yang harus
ditanamkan antara lain:
a. Selalu memperkuat keyakinan
Dengan bekal keyakinan yang kuat, maka seseorang akan
merasa tenang, dan selalu bercita-cita untuk taat kepadaNya, serta
memaksimalkan segala kemampuannya untuk mendapatkan
ridlaNya.
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
َن ّكتم اذإ َينقملا َّنإف ،هِنمستحو َِنمقي ِةّيوقتب ُبمبلحا ُخلأا اَهّ يأ ََملعو
ٌةداهش هّنأك ُبمغلا َراص ِهملع لَوتساو ِبلقلا َن ِم
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk
menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena, jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16).
b. Selalu bersikap mawas diri
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar, karena
dengan selalu mawas diri, maka seseorang akan bisa taat kepada
Allah SWT. sebab ia selalu merasa diawasi olehNya, dan sikap
39
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ََملعو
Artinya: “Dan wajib bagimu, wahai saudaraku, yaitu mawas diri kepada Allah SWT, baik dalam setiap gerak atau diammu, dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu. Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan seluruh keberadaanmu senantiasa
merasakan kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22).
c. Selalu bersikap wira‟i.
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar. Karena
dengan selalu bersikap wira‟i, maka berarti mereka tetap dalam
naungan para ulama‟. Mereka akan selalu berhati-hati dalam
setiap langkahnya. Karena wira‟i adalah merupakan sebagian inti
dari agama.
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
يذّلاو ِن يّدلا ُكلام َعرولا ّنإف ، ِتاهبّشلاو ِتامّرلمحا ن ع ِعرولاب ََملعو
َينلماعلا ِءاملعلا دنع ُرادلدا ِهملع
.
Artinya: “Dan wajib bagimu wira‟i (menjauhi) dari hal-hal yang haram dan syubhat. Karena wira‟i merupakan inti agama, dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah orang yang di
antara bimbingan ulama‟”. (Al-Haddad, 2010: 90).
d. Selalu bertobat atas segala dosa.
Para pelajar harus diajari untuk selalu bertobat dari segala
dosa baik besar maupun kecil. Dengan selalu bertobat dari segala
40
menjadi orang yang baik. Karena inti dari taubat adalah
memperbaiki diri.
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ّتلاب ََملعو
وأ اًرهاظ ،اًيربك وأ اًيرغص َناك ٌءاوس ، ٍبنذ ِّلك ْن ِم ِةبو
ِعمجم ُساسأ يهو ،ِللها ِقيرط فِ ُدبعلا اهُعضي ٍمَدَق ُلّوأ َةبوّتلا ّنإف ،اًنطاب
.َينباّوّ تلا بيح ُللهاو ، ِتاماقلدا
Artinya: “Dan wajib bagimu bertaubat dari semua dosa, yaitu
bertaubat baik dari dosa kecil maupun besar, baik dhohir ataupun bathin, karena taubat merupakan langkah pertama seorang hamba yang hendak menapakkan kakinya di jalan Allah. Taubat pun merupakan pondasi dari seluruh maqom (tingkatan) karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat”. (Al-Haddad, 2010: 127).
e. Selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah
Para pelajar harus ditekankan untuk selalu bersabar dalam
menghadapi segala masalah. Karena dengan itu mereka akan
mendapatkan ilmu yang banyak, dan pengetahuan yang memadai.
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
،ِراّدلا ِ ذه فِ ْتمدام ُهنم ََل َّدبلو ،ِرملأا ُكلام هّنإف ،ِبّصلاب ََملعو
ِةممظعلا ِلئاضفلاو ِةيمركلا ِقلاخلأا ن م وهو
.
Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu
merupakan pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun termasuk dari
akhlakul karimah serta terdapat beberapa keutamaan”. (Al -Haddad, 2010: 133).
f. Selalu bertawakkal kepada Allah SWT
Sikap selalu bertawakal kepada Allah SWT adalah obat
dari segala masalah. Karena ia sadar bahwa semua itu adalah
41
untuknya. Sikap seperti ini adalah menunjukkan eksistensi dari
seorang hamba kepada Tuhannya.
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
هَناعأو ُ اَفك ِللها ىلع َلّكوت ْن َم ّنإف ،لَاعت ِللها ىلع ِلّكوّتلاب ََملعو
َلوأو ّلوتو
.
Artinya: “Dan wajib bagimu (berserah diri) kepada Allah SWT,
karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong , dilindungi serta
diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad, 2010: 143).
3. Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat
hidup dan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Di
lingkunganlah tempat mereka melakukan segala aktifitasnya, di dalam
lingkungan ini ada berbagai macam kalangan. Di sini penulis akan
membahas tentang kalangan keluarga, kalangan sekolah dan kalangan
masyarakat. Adapun dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak
pada para pelajar tentang akhlak terhadap lingkungannya, sikap yang
harus ditanamkan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Akhlak di lingkungan keluarga
Sikap utama yang harus dikembangkan pada anak atau
para pelajar dalam lingkungan keluarga, yang utama yaitu:
1) Berbakti kepada kedua orangtua
Berbakti kepada ibu dan bapak yang telah bersusah
payah merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang,
42
sampai seorang anak durhaka kepada keduanya, karena itu
termasuk dosa yang sangat besar.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
،مهِقوقعو َكاّيإو ؛ ِتابجاولا ِبجوأ ْن ِم ُهّنإف ،ِن يدلاولا ِّبب ََملعو
ِرئابكلا ِبكأ ْن م ُهّنإف
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang
tua, karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103).
Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya dan berlaku lemah lembut kepada
keduanya, serta menaati keduanya, selain dalam kemaksiatan
kepadaNya, dan menjalin hubungan dengan keduanya,
bahkan sekalipun keduanya kafir. (Al-Ghomidi, 2011: 138).
2) Menyayangi saudara
Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan
anggota keluarga. Para pelajar harus diajari untuk selalu
berbicara baik dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang
akan menjadikan suasana rumah menjadi damai dan tentram.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ََملعو
ّلإ ُقطنت ل نأ
ُمريح ِهب ُقطّنلا ليح ل ٍملاك َّلكو ،ٍيربخ
،ُهْبِّ تَرو َََملاك ْلّترف َتْمّلكت اذإو ،ِهملإ ُعامتسلإا ََملع
Artinya: “Dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan
43
serta mendengarkan perkataan yang haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih dahulu dan susunlah dengan kalimat yang
benar”. (Al-Haddad, 2010: 63).
b. Akhlak di lingkungan sekolah
Untuk terciptanya suasana yang khidmat di lingkungan
sekolah, para pelajar harus di tanamkan sikap-sikap seperti:
1) Adil pada dirinya dan dan pada orang lain
Bersikap adil pada diri sendiri dan pada orang lain ini,
harus ditanamkan pada para pelajar. Supaya mereka tidak
mudah berbuat curang, dan semena-mena pada temannya
yang lain.
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِدّقفتلاو ِظفلحا ِلمكو ِةماعلاو ِةّصالخا َِتمعر فِ ِلدعلاب ََملعو
ِهِتّمعر ن ع ٌلؤسم ٍعار لكو ،اَهنع َُلئاس َللها َّنإف ،اَلذ
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalam pengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang umum, di samping tetap dengan sempurna menjaga dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. sebab setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010: 101).
2) Amar ma‟ruf nahi munkar
Penanaman Amar ma‟ruf nahi munkar ini harus ada
pada para pelajar. Supaya mereka dapat mengingatkan antara