i
KONSEP PENDIDIKAN TASAWUF
MENURUT HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
( STUDI ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MUHAMMAD SYA’RONI
NIM: 111 11 071
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
v
vi
Hati adalah nikamt Allah yang terbesar atas hamba-hamba-Nya.
Siapa yang menggunakannya untuk mentaati-Nya dan menghiasi
dengan hal-hal yang berkaitan dengan kecintaan pada-Nya, serta
memanfaatkan sesuai dengan fungsinya, maka ia telah mensyukuri
nikmat dan berbuat kebaikan
vii
PERSEMBAHAN
Skiripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak dan almarhumah ibu yang tak henti-hentinya memberikan kasih
sayang dan mendidik untuk selalu berbuat kebaikan
2. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabirruddin yang
mengajarkan hikmah kebijaksanaan dalam kehidupan
3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang memberikan ilmu yang tidak
terhingga luasnya.
4. Saudari Rahayu Istikomah yang memberikan motifasi untuk selalu belajar
5. Sahabat-sahabat PMII angkatan 2011 (GANAS) yang senantiasa
mendampingi belajar dan berorganisasi baik dalam keadaan suka maupun
duka.
6. Teman-teman di pondok Pesantren Bustanul Muta‟allimin( Pondok Lor )
yang menemani dalam mempelajari ilmu agama dan memberikan
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
meskipun dalam bentuk yang jauh dari segala kesempurnaan. Sholawat serta
salam, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
tentunya atas segala limpahan syafaatnya yang akan kita nanti-nantikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan semua pihak. Dan penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Sealaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. Selaku pembimbing dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Muna Erawati, M.Si. Selaku pembimbing akademik dan memberikan
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan yang telah membantu dalm
menyelesaikan study di IAIN Salatiga.
7. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabiruddin selagi pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta‟allimin (Pondok Lor) Reksosari kec. Suruh
Kab. Semarang yang telah memberikan pengajaran tentang kitab Nashoihud
Diniyyah terutama kepada penulis dan seluruh santri di pondok tersebut.
x ABSTRAK
Muhammad Sya‟roni. 2016. Konsep pendidikan tasawwuf menuruuf Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam Kitab Nashoihud Diniyyah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr.M. Ghufron, M.Ag.
Kata kunci: Konsep, pendidikan, tasawwuf.
Kitab Nashoihud Diniyyah merupakan salah satu karya yang terkenal dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad yang berisi tentang tasawwuf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep tasawwuf menurut Al-Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Kitab Nashoihud Diniyyah. Beberapa hal yang akan disampaikan dalm penelitian ini adalah: (1) Latar belakang Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, (2) Konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah, dan (3) Relevansi konsep tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari .
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber utama adalah kitab Nashoihud Diniyyah dan sumber pendukungya adalah terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah dan buku-buku yang bersangkutan dengan materi. Adapun teknis analisis data menggunakan metode content analysis.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa konsep tasawwuf yang ada dalam kitab Nashoihud Diniyyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad menunjukkan bahwa tasawwuf adalah penjelmaan dari ihsan. Dalam penafsirannya tasawwuf mempunyai tiga aspek yaitu:, tasawwuf akhlaki, tasawwuf amali, dan tasawwuf tauhid. Adapun tasawwuf tersebut sangat dibutuhkan sebagai pedoman masyarakat saat ini yang belum mencerminkan perilaku akhlak tasawwuf yang sesuai dengan tuntunan, menjadi pribadi yang berakhlakul karimah. Dalam mencapai akhlak yang mulia baik di sisi Allah, manusia harus berusaha melelui dua aspek yaitu: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh bathin (jiwa) yang berupa penyucian hati. Dan Aspek perbuatan yang dilakukan oleh dhohir (anggota tubuh) yang berupa budi pekerti yang sesuai
dengan tuntunan Al Qur‟an dan Hadits. Konsep pendidikan tasawwuf dalam
kitab Nashoihud Diniyyah bisa dibilang praktis dan berpegang teguh dengan Al
Qur‟an dan Hadits. Yang dari setiap uraiannya disertakan dasar-dasar
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... viii
ABSTRAK... x
DAFTAR ISI... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
E. Kerangka Teoritik... 7
F. Metode Penelitian... 11
G. Sistematika Pembahasan... 12
BAB II BIOGRAFI AL-HABIBABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMADALHADDAD... A. LatarBelakangHabib Abdullah Al-Haddad... 14
B. RiwayatHidupHabib Abdullah binAlwi Al Haddad... 16
C. MadzhabHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad……… 21
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad.. 22
xii
AlHaddad...
F. Karya-karyaHabib Abdullah bin Alwi bin Muhammad
Al-Haddad………..
24
G. SistematikaKitabNashoihudDiniyyah……… 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRANAL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN
MUHAMMADAL-HADDAD………...
39
A. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinallah... 40 B. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinannas... 44
BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI KONSEP TASAWUF KITAB
NASHOIHUD DINIYYAH...
48
A. PemikiranHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad...……… 48
B. RelevansiTasawufdalamkeidupan modern... 80 BAB V PENUTUP...
A. Kesimpulan... 84 B. Saran... 86
C. Kata Penutup………. 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah yang dibaluti dengan nilai-nilai tasawwuf yang sangat tinggi,
mampu menginspirasi untuk selalu tulus dan ikhlas dalam beribadah. Tidak
mengharapkan sesuatu apapun dari ibadah kita, termasuk balasan surga
ataupun ancaman neraka. Tetapi kita beribadah semata-mata, karena kecintaan
kita kepada Allah. Sebuah lagu tentang tasawwuf:
Apakah kita semua benar-benar tulus menyembah pada-Nya Atau mungkin kita hanya takut pada neraka dan inginkan surga
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya
Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau menyebut nama-Nya
Bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati Karena sungguh memang Dia, memang pantas disembah Memang pantas dipuja(Crisye)
Demikian bait-bait yang dibawakan oleh Crisye dan Ahmad Dhani
yang diilhami oleh syair-syair seorang sufi perempuan yang sangat masyhur,
Rabiah Adawiyah. Syair-syair Rabiah memang menggambarkan ketulusan
cinta dan kehambaan kepada Tuhan. Ia tidak ingin ada satupun yang
menjadikan kehambaan dan ketulusan cintanya, terbelokkan oleh adanya
tujuan lain, termasuk surga dan neraka.
Kehambaan dan ketulusan cinta itulah kira-kira yang hilang dari
mutiara dunia ini. Kesadaran kehambaan sesungguhnya akan memberikan
2
yang harus tunduk kepada pemiliknya yang hakiki. Kesadaran kehambaan
akan melahirkan juga kecintaan kepada kekasihnya yang hakiki, yaitu Tuhan.
Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta pada Tuhan akan
mewujudkan cinta kepada sesama tanpa memandang “baju-baju” yang
menyekat satu orang dengan orang yang lainnya. Sayangnya fenomena saat ini
justru sedemikian cintanya kepada Tuhan, mereka sangat bersemangat dalam
membela Tuhan. Atas nama Tuhan, mereka menghakimi, bahkan
menghancurkan siapa saja yang dianggap menentang Tuhan.
Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta terhadap Tuhan juga
tergerus oleh mesin-mesin modernisasi yang semakin perkasa. Modernisasi
telah mendakhwahkan ajaran agama yang baru bernama
materialisme-hedonisme. Daya pikatnya sedemikian luar biasa, sehingga banyak manusia
yang berlomba-lomba menjadi pengikut yang paling fanatik. Agama baru itu,
materialisme dan hedonisme telah membugkus seluruh sisi kehidupan
manusia. Semua diukur berdasarkan kepuasan materialis. Manusia tidak
menjadikan dirinya sendiri yang sejati bersifat sepiritul sebagai ukurannya.
Dalam keadaan seperti ini, sepiritualitas tasawwuf menawarkan jalan
pembebasan dari keterbelengguan manusia dari dirinya sendiri. Itu sebabnya,
sekarang ini banyak orang yang menggeluti tasawwuf, karena tasawwuflah
yang berusaha secara pasti untuk memanusiakan manusia. Ia berusaha
mngembalikan manusia ke dalam dimensinya yang sepiritual(Syukur,
3
Tasawwuf merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam,
posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai referensi paling
penting tentang akhlak tasawwuf bagi kaum muslimin, individu,
keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak tasawwuf merupakan buah
Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat
hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak tasawwuf merupakan alat
kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak
tasawwuf, masyarakat tidak akan berbeda dari kumpulan binatang
(Munzier, 2008: 89).
Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan tasawwuf secara mendalam adalah Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang
pendidikan akhlak dan tasawwuf, baik akhlak dhahir (lahir) maupun
bathin(batin). Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad
tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang
demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang
diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali
sedikit saja( Munawir, 2007:7).
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik
akhlak dan tasawwuf, Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal
sebagai seorang yang produktif dalam karya tulis (Musthofa, 1994:
163). Karya-karyanya banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di
4
adalah kitab Nashoihud Diniyyah. Kitab ini tergolong praktis, di
dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan
pendidikan akhlak tasawwuf beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya),
yang bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan
nilai-nilai tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam kitab Nashoihud Diniyyah memberikan konsep tasawwuf
yang berbeda dengan konsep pendidikan modern saat ini. Kitab Nashoihud
Diniyyah memberikan pendidikan akhlak tasawwuf diawali mendekatkan
diri kepada Allah melalui bertaqwa kepada Allah melalui ajaran-ajaran
agama islam dari Al Qur‟an dan Hadits. Dalam pembahasan selanjutnya
kita dituntut untuk menjalankan suatu ibadah dengan didasari keikhlasan
hati untuk meraih ridhaNya. Dalam penutup kitab dijelaskan tentang
kaidah-kaidah bertasawwuf berdasarkan Ahlussunnah wal jama‟ah sesuai tuntunan Al Qur an dan Hadits.
Dalil-dalil di dalam Al Qur an, Hadits Nabi, serta perumpamaan
dan keutamaan bagi orang yang bertasawwuf juga diikutsertakan dalam
memberikan dasar dalam pendidikan akhlak tasawwuf. Konsep pendidikan
akhlak tasawwuf dalam kitab Nashoihud Diniyyah menggabungkan
tasawwuf dan akhlak. Sehingga akan terbentuknya antara kehidupan
bertasawwuf yang dibaluti dengan kebersihan hati.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin membahas konsep
Al-5
Haddad dalam kitab Nashoihud Diniyyah. Dalam kitab trersebut akan
membahas bagaimana Bagaimana latar belakang sosial dari Habib
Abdullah Al Haddad, konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam
kitab Nashoihud Diniyyah, dan relevansi konsep pendidikan tasawwuf
kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali
konsep tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah , yang
memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad tentang wasiat-wasiat keimanan dan
langkah-langkah seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia
akhirat.
Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul:
KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF MENURUT HABIB
ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD ( STUDI
ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH). Penulis akan berusaha
mengulas nilai-nilai pendidikan akhlak tasawwuf yang ada dalam
kitab Nashoihud Diniyyah. Diharapkan nantinya dapat dijadikan
referensi dalam pembimbingan akhlak para pelajar dan juga masyarakat
umum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
6
2. Apa konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab
Nashoihud Diniyyah?
3. Bagaimanakah relevansi konsep tasawwuf kitab Nashoihud
Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui latar belakang sosial dari Habib Abdullah Al Haddad.
2. Mengetahui konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam
kitab Nashoihud Diniyyah
3. Mengetahui relevansi nilai-nilai akhlak tasawwuf yang terdapat
dalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
a. Memperkaya khasanah keilmuan tentang kitab Nashoihud
Diniyyah melalui konsep tasawwuf yang terkandung di dalamnya.
b. Menambah pemahaman ajaran islam sebagai agama yang
Rahmatanlil „alamin melalui tasawwuf yang terkandung dalam
7 2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelatihan bagi
peneliti dalam menganalisa isi kandungan khususnya konsep
tasawwuf yang terkandung dalam kitab Nashoihud Diniyyah untuk
dijadikan sebagai salah satu karya ilmiah (Skripsi).
b. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam
pembuatan karya ilmiyah yang berkaitan dengan konsep tasawwuf
dan mempermudah masyarakat umum untuk mengetahui isi
kandungan kitab Nashoihud Diniyyah kususnya konsep tasawwuf
yang terkandung pada kitab tersebut.
E. Kajian Pustaka
Dari segi bahasa, para ahli memberikan berbagai pengertian
tentang tasawwuf, namun dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan,
bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian
diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah
akhlak yang mulia.
Sedangkan pengertian tasawwuf dari segi istilah atau menurut
8
digunakan oleh masing-masing pakar. Jika memandang mausia sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai
"upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran
agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt."
Tasawwuf ialah penjabaran ajaran Al-Qur‟an, Sunnah, berjuang
mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid‟ah, mengendalikan
syahwat, dan menghindari sikap meringankan ibadah ( Hoeve, 1993: 74).
Secara umum para ahli tasawwuf membagi tasawwuf menjadi 3 (Tiga)
macam yaitu: tasawwuf aqidah, tasawwuf amali dan tasawwuf
akhlaki. Ketiga jenis tasawwuf tersebut pada prinsipnya mempunyai
tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin “mendekatkan diri kepada Allah”
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasinya
dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga jenis tasawwuf tersebut
mempunyai perbedaan dalam penerapan “pendekatan” yang di gunakan
(Asmaran, 1994:46)
Pendekatan-pendekatan dari masing-masing jenis tasawwuf,
sekaligus merupakan spesifikasi dan ajaran inti masing-masing jenis
tasawwuf tersebut. Para tasawwuf yang bercorak akhlaki, pendekatan yang
di gunakan adalah pendekatan “moral” atau biasa di sebut pencerdasan
emosi. Untuk tasawwuf yang bercorak aqidah, maka pendekatan yang di
gunakan adalah pendekatan “rasio” memberdayakan akal pikiran yang
biasa disebut pencerdasan inteligen. Sedangkan tasawwuf yang bercorak
9
memperbanyak aktifitas yang bersifat rohani yang biasa disebut
pencerdasan spiritual.
Ketiga bentuk corak tasawwuf itu merupakan perwujudan untuk
meng-Esakan Tuhan secara mutlak, dan itu berarti kita harus menyadari
bahwa meng-Esakan dan memahami Tuhan tidak bisa dijangaku atau
didekati hanya dengan rasio atau akal semata, tetapi memahami Tuhan
harus dibantu dengan pendekatan moral atau emosi dan spiritual yang
keduanya itu bertempat dalam hati sebagai tempatnya iman bersemayam (
Siregar, 2002:52).
Berikut adalah ajaran inti tasawwuf yang dikemukakan menurut
pembagian tasawwuf itu sendiri, yakni:
1. Tasawwuf Akhlaki
Taswuf Akhlaki ialah ajaran tasawwuf yang berhubungan
dengan pendidikan mental dan pembinaan serta pengembangan
moral agar seseorang berbudi luhur atau berakhlak mulia. Bahwa
satu-satunya cara untuk bisa mengantarkan seseorang agar bisa
dekat dengan Allah SWT, hanyalah dengan jalan “mensucikan
jiwa”. Bahwa untuk mencapai kesucian jiwa tersebut diperlukan
“latihan mental” yaitu al-riyadhah yang ketat. Riyadhah tersebut
wujudnya adalah “mengontrol” sikap dan tingkah laku secara ketat
agar terbentuk pribadi yang berahklak mulia.
10
Tasawwuf amali yaitu ajaran tasawwuf yang mementingkan
pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriah maupun
batiniah. Tasawwuf amali dianggap oleh sebahagian sufi sebagai
bagian dan lanjutan dari taswuf akhlaki. Menurut sufi yang
menganutnya bahwa untuk dekat dengan Allah SWT. Maka
seseorang harus menggunakan pendekatan amaliah dalam bentuk
memperbanyak aktifitas, amalan lahir dan batin(Asmaran, 1994:53)
Oleh karena itu menurut sufi, ajaran agama juga
mengandung aspek lahiriah dan batiniah, maka cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin.
3. Tasawwuf Aqidah
Tasawwuf aqidah berbeda dengan tasawwuf akhlaki dan
amali. Sebab tasawwuf falsafi menggunakan term filsafat
dalam mengungkap ajarannya.
Terminologi tersebut berasal dari berbagai macam ajaran
filsafat yang mempengaruhi tokoh-tokoh sufi. Dengan adanya
term-term filsafat dalam tasawwuf ini menyebabkan bercampurnya
ajaran filsafat dan ajaran-ajaran dari luar Islam seperti Yunani,
India, Persia, Kristen dalam ajaran tasawwuf Islam. Tetapi perlu
diketahui bahwa orisinalitas tasawwuf tetap ada dan tidak hilang.
Sebab para sufi tersebut menjaga kemandirian ajarannya(Asmaran,
1994:192).
11
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Library
research. Yaitu pendekatan yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan
angka secara langsung. Dalam hal ini hendak diuraikan nilai-nilai
akhlak tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah
dan relevansinya dengan kehidupan kontemporer.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library
research(penelitian kepustakaan). Maka peneliti menggunakan
teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari
kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.
Yang terdiri dari dua sumber:
a. Sumber utama, adalah sumber yang langsung berkaitan
dengan permasalahan yang didapat yaitu: kitab Nashoihud
Diniyyah
b. Sumber Pendukung, adalah data yang diperoleh dari
sumber pendukung untuk memperjelas data utama. Yaitu
terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah serta buku-buku lain
12
3. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan
Metode Content Analysis. Yaitu menganalisis isi. Menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen” (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung
dalam ulasan-ulasan kitab Nashoihud Diniyyah dan konsep
tasawwuf.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah
sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, keragka teoritik, dan sistematika Penulisan sebagai
13
Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Al-Habib Abdullah bin
Alwi bin Muhammad Al-Haddad, menguraikan tentang: Latar belakang
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, riwayat
hidup Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang
meliputi kelahiran dan nasab, tempat tinggal, ahli keluarganya, dan
peristiwa wafatnya. Dilanjutkan dengan madzhab Al-Habib Abdullah bin
Alwi bin Muhammad Al-Haddad, guru-gurunya, murid-muridnya,
karya-karyanya, serta sistematika penulisan kitab Nashoihud Diniyah.
Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad.
Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan pemikiran, relevansi
pemikiran, dan analisis.
Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan, saran, implikasi
14
BAB II
BIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL HADDAD
A. Latar Belakang Habib Abdullah Al-Haddad
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tinggal
di sebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan
yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana(Al-Hawi) pada tahun
1099H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari
Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad
mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri
sendiri untuknya dan ahli keluarganya serta para pengikutnya,dan tidak
tertakluk kepada pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia
merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik
dari pada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan
kejahatan dari tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan
yang selamat lagi dihormati.
Al-Habib Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di Al-
Hawi pada tahun1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun
1099H. Ia membangun masjidnya berhampiran dengan rumahnya, dan
mengajar disana selepas shalat ashar setiap hari, serta hadlrah (rebana)
pada setiap malam Jum‟at selepas salat isya‟. Maka dengan berbagai
orang-15
orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum fakir miskin ,dan
merupakan zona selamat, aman, dan tenteram (AlBadawi, 1994: 161).
Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini
memiliki berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan
bahwa alasan yang mendorongnya untuk menulis kitab ini adalah untuk
melaksanakan perintah agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan
berusaha meraih janji yang mulia yaitu untuk memperoleh janji yang
benar (alWa‟ddual Shaadiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang
menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu, disamping juga
untuk mengingatkan dan menasehati seluruh umat muslim (Al Haddad,
2010: 3).
Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat
yang hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak
kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan,
dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang
menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang diluar
tuntunan syari‟at islam. Akibat kurangnya tuntunan dari pemimpinnya
(Abu Bakar, 1996:132).
B. Riwayat Hidup Al-Habib Abdullah AlHaddad
1. Kelahiran dan Nasab
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
16
pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/30 Juli tahun 1634
M.Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad adalah keturunan dari
Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang
yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad Al-Arifin
(ma‟rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang
shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).
Adapun nasab beliau sampai pada Rasullullah SAW. Apabila
ditulis secara keseluruhan maka nasab beliau yaitu Abdullah bin Alwi bin
Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin
Ahmad Al-Faqih bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin isa bin
Muhammad bin Ali bin Jaafar Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainul Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan juga putra
Fathimah Putri dari Rasulullah Muhammad (Abu Bakar, 1996:366).
2. Tempat Tinggal
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah
kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi)
pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri
17
Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk
mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya
serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada
pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu.
Tarim merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan
segala yang baik daripada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari
segala fitnah dan kejahatan dari tempat tersebut”. Dengan demikian Al
-Hawi menjadi kawasan yang selamat lagi dihormati . (Al-Badawi,
1994: 139).
3. Ahli keluarga Imam Al Haddad
Ayah beliau bernama Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad,
seorang yang saleh yang tergolong dalam golongan Al‟Arifin. Imam
Al-Haddad sendiri pernah berkata: “sesungguhnya ayahku ini suci dan
mensucikan”. Sakit menimpa ayahanda Imam Al-Haddad sehingga beliau
wafat pada malam senin awal bulan rajab setelah mengucap kalimah
tauhid.
Setelah 5 hari ayahanda Imam Al-Haddad meninggal dunia, ibu
beliau Syarifah Salma sakit selama lebih kurang 20 hari, lalu kemudian
meninggal dunia setelah mengucap syahadat pada hari rabu 24 Rajab
1072 H. Olehnya, berkata Imam Al-Haddad : “Aku memuji dan
bersyukur kepada Allah karena mereka berdua (yakni kedua ibu bapanya)
18
Imam Al-Haddad mempunyai 3 orang saudara, mereka adalah:
Omar, Ali, dan Hamid. Beliau kerap menulis surat kepada mereka yang
dipenuhi dengan nasihat-nasihat dan pengajaran-pengajaran. Akan tetapi,
surat-menyurat beliau kepada Hamid (saudaranya) lebih kerap, hal ini
mungkin disebabkan oleh karena jauhnya jarak antara mereka berdua,
oleh kerana beliau (Habib Hamid) tinggal di India dan meninggal dunia di
sana pada 1107H. Dari isi kandungan surat-surat itu tampak satu pertalian
hubungan persaudaraan yang menggambarkan akan kesungguhan kasih
sayang dan kecintaan di antara mereka.
Imam Al-Haddad mempunyai 6 orang anak lelaki, mereka adalah:
Hasan, Alwi, Muhammad, Salim, Husain, dan Zain.
Beliau seorang ayah yang penyayang terhadap anak-anaknya, beliau
memberikan gelaran-gelaran terhadap mereka. Seperti gelaran Ameer
(pemimpin) untuk Husain, Sholeh (orang yang banyak amal ibadahnya)
untuk Alwi, Hakim (sifat bijaksana) untuk Hasan, dan Sheikh (guru besar)
untuk Zain. Berkata imam Al-Haddad tentang anaknya
Muhammad:“sesungguhnya anakku Muhammad telah mendapat derajat
wilayah yang sempurna” .Sehingga dengan demikian beliau dipilih untuk
menggantikan ayahandanya di dalam penghubung antara kabilah-kabilah
untuk mendamaikan antara puak-puak yang berselisih
Adapun Hasan dan Alwi dikenali dengan keilmuannya, dan
mereka menggantikan kedudukan ayahanda mereka dalam tugasan
mengajar ilmu-ilmu, dan memberi makan fakir miskin, menerima
Al-19
Haddad pernah berdoa untuk anaknya Hasan: “Hasan (artinya yang baik.)
semoga Allah membaikkan di belakangmu”. Dengan doa itu beliau
mempunyai dzuriat yang baik dan banyak dari kalangan ulama. Beliau
(Hasan) meninggal dunia di Tarim pada tahun 1188H, adapaun Alwi
meninggal dunia di Mekkah setelah menunaikan ibadah haji, dan
dimakamkan berhampiran dengan kubur Siti Khadijah R.A pada tahun
1153 H.
Zain telah berhijrah ke Iraq setelah ayahandanya meninggal dunia,
beliau sangat dihormati di negeri itu disebabkan oleh kerana pengaruh
ayahandanya yang begitu luas sehingga ke negeri Iraq. Beliau meninggal
dunia di negeri Oman bertepatan dengan perkampungan Sheer, pada tahun
1157H.
Adapun Salim, beliau menetap di negeri Misyqash dan
mempunyai dzuriat di sana, lalu kemudian kembali ke kampung
halamannya Tarim dan meninggal dunia di sana pada tahun 1165 H.
(AlBadawi, 1994: 187).
4. Peristiwa Wafatnya
Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk
menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam
kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut
salat ashar berjama‟ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia
memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian
20
harinya, ia salat isya berjama‟ah dan tarawih. Keesokan harinya ia
tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin
parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7
Dzul-qo‟dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap Yang
Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam usia 89
tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia.
Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan (AlBadawi,
1994: 171-172).
C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sejarah Islam, ia
dikenal sebagai penganut aqidah Sunni Asy‟ariyah, dan pengikut
madzhab Syafi‟i. Al-Habib Abdullah sangat memahami kitab-kitab
madzhab Imam Syafi‟i. Sehingga yang dahulu menjadi gurunya beliau,
kemudian menjadi muridnya. Salah satunya yaitu Sheikh Bajubair,
dimana Al-Habib Abdullah Al-Haddad dulunya telah berguru kepada
Sheikh Bajubair dalam ilmu Fiqh, dan ia telah belajar kitab Al
Minhaj (kitab Fiqh madzhab Imam Syafi‟i) dari Sheikh Bajubair.
Sheikh Bajubair merantau ke negeri India, setelah beberapa lama
berada di sana, lalu kemudian ia kembali ke Hadlramaut. Setelah di
Hadlramaut ia belajar kitab Ihya „Ulumuddin Karya Imam Al-Ghozali
kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Hal ini menunjukkan akan
keluasan ilmu Al-Habib Abdullah yang diberikan oleh Allah SWT
21
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tumbuh
besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari
ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya
Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa
kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur‟an, dan
bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului rekan
rekannya. Al-Habib Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu.
Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan
berkeliling ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum
shalihin(orang-orang yang saleh) untuk menuntut ilmu dan mengambil berkah
dari mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah bilangan guru-guru Al-Habib
Abdullah melebihi 140 guru, ia telah mengambil ilmu dan berkah dari para
guru-gurunya itu. Di antara guru-guru dari Al Habib Abdullah Al-Haddad adalah
sebagai berikut:
1. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di
Mekkah (1002–1071 H).
2. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin
Muhammad bin Syaikh Al-„Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob
Husein bin Syaikh Quthb Robbani Abu Bakar bin Abdullah
Al-Idrus (1035-1112 H),
3. Al-Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula Aidid Ba'Alawy
22
4. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos bin Aqil
bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin
Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),
5. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar binAhmad
bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di Mekkah (1002–
1071 H).
Dari guru-gurunya itulah Al-Habib Abdullah Al-Haddad menerima
banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut
dengan kajiannya yang mendalam diberbagai ilmu keislaman menjadikannya
benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai seluk beluk syari`at dan
hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam bidang tasawwuf,
sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan
harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia
(http://darulmurtadza.com/imamabdullah-bin-alwi-al-haddad/diunduh pada 10
mei pukul 00.30).
E. Murid-murid Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad
Murid-murid utama Imam Al Haddad adalah terdiri dari ahli keluarganya
sendiri, terutama anak-anak beliau. Adapun dari selain ahli keluarga beliau
mereka adalah: Habib Ahmad bin Zain Al Habshi, Habib Muhammad bin Zain
bin Semait, Habib Omar bin Zain bin Semait, Habib Omar bin Abdurrahman Al
Baar, Habib Abdurrahman bin Andullah Ba Al-Faqih, Habib Muhammad bin
Omar bin Taha Al-Seggaf, dll(
23
F. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, AlHabib
Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang
produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya terakhirnya
ditulis pada waktu usianya 86 tahun. Keindahan susunan bahasa serta
mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya, menunjukkan akan
keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja yang
membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama‟pun menjadikannya
sebagai pegangan dalam berdakwah. (Albadawi, 1994: 163).
Keistimewaan dari karya-karya Al-Habib Abdullah adalah mudah
difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing.
Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan
kedalam beberapa bahasa.
Adapun karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini mendapat
pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan suatu ringkasan
daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ). Kata-kata di
dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana dan
disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).
2. Risalah al-Mu‟aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li ar Raghibin minal Mu‟minin fi Suluki Thoriqil Akhirah. Kitab ini selesai
24
Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin Hasyim Al-Habsyi.
(Al-Badawi, 1994: 165-166).
3. Risalah Al-Mudzaakarah Ma‟a Al-Ikhwan Al-Muhibbin Min Ahl AlKhair Wa Ad-Din. Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan
akhirat, zuhud dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati.
Kitab ini selesai ditulis oleh Al-Habib Abdullah pada hari ahad sebelum
waktu dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994:
163).
4. Risalah Aadab Suluk al-Murid. Tentang kewajiban bagi seorang murid
(orang yang mencari Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal
lahir dan batin. Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8
Ramadhan, tahun 1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
5. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail.Kitab ini selesai ditulis pada hari
Jum‟at, 15 Muharram 1072 H, Ketika itu Al-Habib Abdullah berumur 28
tahun. Kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas berbagai
persoalan yang diajukan kepadanya oleh Syaikh Abdurrahman Ba
„Abbad Asy-Syibaami. Kitab itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau „an
pada tahun 1072 H. Kitab ini mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban
dan ulasan yang mendalam darinya. Selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15
Muharram 1072 H. (Al-Badawi, 1994: 165).
6. Al-Fushul al-„Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah.Terdiri dari 40 fasal. Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar tahun 1130 H, ketika
Al-Habib Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2 tahun sebelum kewafatannya.
25
7. Sabil al-Iddikar wa al-I‟tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi lahu min al-‟A‟maar.Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam Al-Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada
ketika ia berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab
ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya‟ban 1110 H. Kitab ini
membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).
8. Ad-Da‟wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-„Ammah. Kitab ini diselesaikan oleh Al-Habib Abdullah pada saat usianya 70 tahun.
Selesai ditulis pada jum‟at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114 H.
(Al-Badawi, 1994: 166).
9. An-Nafais al-„Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah. Kitab ini selesai
ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo‟dah tahun 1125 H. Usia Al
-Habib Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini membahas
masalah yang berkaitan dengan sufi.
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan
spiritualitas yang tinggi pada kesufian Al-Habib Abdullah. Dapat dilihat dari
karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf
bagi Al-Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan
membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT (http://www.
Darulmurtadza .com/riwayat-hidup-imam-abdullahbin-alwi-al.html diunduh pada
10 mei 00.30).
G. Sistematika Kitab Nashoihud Diniyyah
Pada tahun 1089 H/ 1678 M, Al-Habib Abdullah Al-Haddad
26
judul An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini diselesaikan
dalam jangka waktu yang agak lama. Separuh babnya
ditulis sebelum kepergiannya ke Madinah dan dibacakan ketika
berada di Makkah dan Madinah. Kemudian kitab An-Nashoihuddiniyah wa
al-Washoya al-Imaniyah tersebut disempurnakan oleh -Habib Abdullah
Al-Haddad sekembalinya ia ke Tarim tepatnya pada tahun 1089 H/ 1689 M.
Kitab ini mendapat pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan
suatu ringkasan daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ).
Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana
dan disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).
Kitab Nashoihud Diniyyah adalah sebuah kitab yang berisi
Nashihat-nashihat keagamaan yang isinya sangat luar biasa bagi kita umat islam untuk
menjaga keimanan kita dan juga menjadi penyemangat kita dalam berbuat
kebaikan. Kitab Nashoihud Diniyyahberjudul lengkap "Nashoihud Diniyyah Wal
Washoya Al Imaniyyah" atau jika diterjemahkan kurang lebih "Nasehat-nasehat
keagamaan dan wasiat-wasiat keimanan"(Mahzumi, 2012:10)
Isi dari Kitab Nashoihud Diniyyah di antaranya adalah:
1. Bab Taqwa
2. Bab Shalat
3. Bab Zakat
4. Bab Puasa
5. Bab Haji
6. Membaca Al Qur‟an
27
8. Bab Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar
9. Bab Jihad
10.Bab Kehakiman
11.Bab Nikah
12.Bab Haram, Syubhat, dan Halal
13.Bab Perkara-Perkara Yang Menyelamatkan
28
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF
DALAM KITAB NASHOIDUD DINIYYAH
Pemikiran Al-Habib Abdullah tentang tasawwuf di dalam kitab
Nashoihud Diniyyah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak
konsep tasawwuf yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada setiap umat,
agar mereka mengetahui dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Konsep tasawwuf yang ada pada kitab Nashoihud Diniyyah dapat penulis
kelompokkan menjadi dua skala besar yaitu:
Pertama: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan hubungan kepada
Allah yang meliputi beberapa hal diantarnya: Bertaqwa kepada Allah SWT,
berpegang teguh pada tali agama, zuhud, ketulusan hati, cinta karena Allah, dan
Ridha dengan ketentuan Allah.
Kedua: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan sesama manusia yaitu
berbuat untuk kepentingan orang banyak . Dalam bab ini Habib Abdullah bin
Alwi Al Haddad menguraikan dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban
sesama manusia diantaranya: berbakti kepada orang tua, Silaturahmi terhadap
keluarga, berbuat baik kepada teman dan amar ma‟ruf nahi mungkar.
Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep tasawwuf menurut Habib
Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad, maka penulis akan
29
A. Konsep Tasawwuf Berkaitan dengan Hablum Minallah
Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad tasawwuf yang berkaitan
dengan hhubungan kepada Allah merupakan cara kita untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT melalui akhlak yang baik sebagai upaya menuju jalan
keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. SWT. Diantara konsep tasawwuf
terhadap Allah antara lain yaitu:
1. Bertaqwa kepada Allah SWT
Setiap umat manusia merupakan ciptaan dari Allah SWT, maka dari itu kita diperintahkan untuk selalu bertaqwa kepada Allah. Sebagai
bentuk penghambaan kita kepada Allah. Dengan bertqwa kita melaksanakan
apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala larangannya.
Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad bertaqwa merupakan sarana
untuk selalu bisa mendekatkan diri kepada Allah serta mendatangkan
ketenangan jiwa.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ ٚ
30
2. Berpegang teguh pada tali agama
Tali agama Allah adalah ajaran-ajaran dari Allah yang disimbolkan
dengan syari‟at. Setiap muslim wajib memegang teguh syariat. Karena syariat merupakan hal pertama yang harus dilakukan seseorang untuk dapat
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
بًؼْ١ِّ خَ اللهَ ًِج سِثاُّْٛصزْػا ٚ
Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah untuk berpegang teguh kepada agama Allah dan beristiqomah atasnya. Dan melarang bercerai-berai, dalam urusan agama, karena kebersamaan (jamaah) adalah rahmat dan perpecahan adalah siksaan. Sedangkan pertolongan Allah menyertai jamaah(Al Haddad,tt:5).
3. Ridha terhadap Allah SWT
Ridha atau rela dengan keputusan dari Allah SWT merupakan hal
yang harus dilakukan oleh seluruh manuasia. Dengan ridha terhadap
keputusan Allah menghantarkan kita kepada rasa syukur yang begitu dalam
kepada Allah dan mudah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dari Allah
SWT. Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ ٚ
31
4. Cinta karena Allah SWT
Hendaknya setiap muslim untuk selalu cinta kepada Allah. Cinta
kepada Allah SWT merupakan maqom yang mulia dan tinggi dari tingkatan
tasawwuf. Termasuk halnya cinta dan benci karena Allah SWT
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ ٚ
diikuti dengan kecondongan dan kebergantungan serta penuhanan yang dirasakan hamba dalam hatinya kepada dzat yang Maha Suci dan Maha Tinggi serta penyucian dan pembersihan, dan puncak pengagungan serta rasa takut kepada Allah(Al Haddad,َtt:91).5. Ketulusanhati
Hati merupakan ukuran dari seluruh amal yang kita perbuat. Apakah
itu amal baik ataupun amal buruk, maka hati adalah yang menjadi sumber
apakah akan mewujudkannya dalam bentuk perbuatan atau tidak. Maka dari
itu, hati harus dibersihkan dari segala hal-hal yang dapat merusak amal,
misalnya: riya‟, hasad benci dan harus diisi dengan ketulusan dan kecintaan semata-mata karena Allah SWT.
32
Hati adalah pemimpin dari anggota tubuh dan diatasnya berputar segala kebaikan dan kerusakannya. Adapun anggota tubuh itu adalah tujuh anggota yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki(Al Haddad,tt:77).
6. Zuhud
Zuhud adalah salah satu sarana untuk selalu dapat memfokuskan
hati kepada Allah SWT. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia
seluruhnya dan hanya mementingkan akhirat saja. Tetapi zuhud itu hanya di
dalam hati seseorang tidak merasa kehilangan harta dunia atau yang bersifat
material ketika ia kehilangan yang ia senangi. Apabila ia punya harta yang
banyak ia merasa tidak punya apa-apa, karena semua itu hanyalah titipan
dari Allah SWT. Selanjutnya apabila ia kehilangan sesuatu ia tidak terlalu
merasa kehlingan.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ و
33
B. Konsep TasawwufBerkaitan dengan Hablum Minannas
Tasawwuf yang berkaitan dengan orang banyak merupakan akhlak yang terpuji. Dalam bab ini Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad menguraikan
dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban sesama manusia. Diantara
kewjiban dan hak-hak yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap
sesama muslim diantaranya yaitu:
1. Kewajiban berbakti kepada orang tua
Setiap manusia pasti dilahirkan dari orang tua. Mereka diasuh dan
diberi pendidikan, supaya tumbuh dewasa dan menjadi manusia yang
sempurna. Maka dari itu kita semua wajib berbakti kepada kedua orang tua.
Apakah ia masih hidup atau sudah mati, kita tetap harus berbakti kepada
keduanya. Salah satu untuk mendapatkan ridho dari Allah adalah berbkhti
kepada kedua orang tua.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ َٚ ٠
34
2. Silaturahmi terhadap keluarga
Berkunjung kepada keluarga dekat maupun keluarga yang jauh itu
perlu diterapkan kepada setiap orang. Mengunjungi keluarga merupakan
akhlak yang terpuji. Dengan bersilaturahmi dapat mempererat persaudaraan,
Selain itu dengan bersilaturahmi menambah keberkahan dalam hidup setiap
manusia.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ َٚ ٠
Hendaklah manusia menjaga hubungan dengan kerabatnya, meskipun ia tidak menghubunginya dan tetap berbuat baik kepada mereka, meskipun mereka tidak berbuat baik kepadanya. Hendaknya ia juga harus sabar dalam menghadapi gangguan mereka jika mereka mengganggunya dan tidak membalas mereka dengan perbuatan buruk jika mereka berbuat buruk kepadanya. Akan tetapai ia beri maaf dan tetap menghubungi mereka serta berbuat baik kepada mereka. Setiap kali mereka mengganggunya dan berbuat buruk kepada dirinya, maka lebih ditekan kan untuk menghubungi dan memberi sedekah kepada mereka lebih utama (Al Haddad,tt:63).
3. Berbuat baik terhadap teman, sahabat dan kerabat
Berbuat baik kepada teman dan sahabat harus dilakukan oleh setiap
muslim. Dalam hal ini setiap muslim satu dengan muslim yang lain adalah
saudara, maka dari itu anjuran untuk selalu berbuat baik dalam setiap hal
harus dilakukan. Termasuk bertutur kata yang halus dan sopan serta
35
dilakukan oleh sesama manusia, karena dengan tolong menolong sesama
manusia akan mendapatkan pertolongan dari Allah sesuai janji Allah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
َ و
menghubunginya. Kerabat yang lemah dan miskin serta membutuhkan lebih patut untuk diperlakukan dengan kebajikan dan dihubungi daripada kerabat yang kaya. Hal itu disebabkan karena kerabat yang miskin mempunyai dua hak, yaitu: hak sebagai kerabat dan hak sebagi orang miskin Allah telah menggabunngkan antar perintah untuk berbuat baik kepada kerabat dan orang miskin (Al Haddad,tt:64).َ
َ
4. Amar ma’ruf nahi mungkar
Menasehati dalam hal kebaikan dan melarang berbuat mungkar,
merupakan salah satu dari perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap
muslim. Dengan saling menasehati dalam hal kebaikan dan melarang
berbuat mungkar, kita akan selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi kita.
Dengan Amar ma‟ruf nahi mungkar kita akan terbebas dari jeratan
kewajiban akan hak sesama muslim dalam hal da‟wah.
Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:
36
37
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI
BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP TASAWWUF DALAM KITAB NASHOIDUD DINIYYAH
A. Pemikiran Al Haddad
1. Pemaknaan Tasawwuf
Tasawwuf adalah bagian dari syari‟at Islam, yaitu perwujudan dari
ihsan, salah satu dari tiga kerangka islam yang lain, yakni iman dan Islam.
Ihsan meliputi seluruh tingkah laku muslim, baik tindakan lahir maupun
bathin, dalam ibadah maupun mu‟amalah, sebab ihsan adalah jiwa dari iman dan Islam.
Iman menjadi pondasi dalam jiwa seseorang dari hasil perpaduan
antara ilmu dan keyakinan, penjelmaannya berupa tindakan badaniah
disebut Islam. Perpaduan antara iman dan Islam pada diri seseorang
menjelma dalam pribadi yang disebut dengan akhlakul karimah atau disebut
dengan ihsan(Syukur,2004:5).
Pada dasarnya, inti ajaran tasawwuf menurut Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sendiri adalah implementasi dari
tiga prinsip dasar ajaran Islam, yaitu: iman, Islam, dan ihsan. Hal ini bisa
dibuktikan melalui arus pemikiran dalam karya-karyanya yang mencakup
tiga prinsip dasar tersebut(Mahzumi,2012:14)
Kategorisasi demikian didasarkan secara berurutan pada Hadits
Nabi SAW yang dikenal dengan Hadits Jibril. Sebutan ini agaknya lebih
38
terhadap tiga prinsip dasar, yakni iman, Islam, dan ihsan antara Jibril
dengan Nabi SAW, di depan para sahabat dalam suatu majlis.
َِاللهَ ِيُْٛع سَ ذِْٕػَ طٍُُْٛخَ ُْٓس َٔب ّ ْٕ١ ثَ:َ يب لًَبضْ٠ إَُْٔٗ ػَُاللهَ ِٟض سَ ش ُّػَ ْٓ ػ
َِئَ ٍَْٛ ٠َ دا رَ ٍَُّ ع َِْٚٗ١ ٍ ػَُاللهٍََّٝ ص
َِةب ١ ثٌاَِضب ١ ثَُذْ٠ِذ شَ ًُخ سَب ْٕ١ ٍ ػَ غ ٍ طَ ْر
ََّٝز زَ، ذ ز أَبََُُِِّٕٗفِشْؼ ٠َ ل َٚ،ِش فَّغٌاَ ُش ث أَِْٗ١ ٍ ػَٜ شُ٠َ لَ،ِشْؼَّشٌاَِدا ٛ عَُذْ٠ِذ ش
َ غ ض ٚ َِْٚٗ١ ز جْوُسَٝ ٌِئَِْٗ١ ز جْوُسَ ذ ْٕع أ فٍَُعَٚٗ١ٍػَاللهٍَٝصَ ِٟجٌَّٕاَٝ ٌِئَ ظ ٍ خ
َ و
َِاللهَ ُيُْٛع سَ يب م فَ،َِ لْعِلإْاَ ِٓ ػَِْٟٔشِجْخ أَذَّّ سَُِب ٠َ: يب ل َِْٚٗ٠ زِخ فَٝ ٍ ػَِْٗ١َّف
َاًذَّّ سَُِ َّْ أ َُٚاللهََّلِئَ ٗ ٌِئَ لَ ْْ أَ ذ ْٙش رَ ْْ أَ َُ لِعِلإْاَ:ٍَُعَٚٗ١ٍػَاللهٍَٝص
َ ح بوَّضٌاَ ِٟرْإُر َٚ ح لَّصٌاَ ُْ١ِمُر َِٚاللهَ ُيُْٛع س
َ
َ ْب ض ِ سَ َُْٛص ر ٚ
ََ
َ
َ ذْ١ جٌْاَ َّحُس ر ٚ
َ: يب لَ،ُُٗل ذ صُ٠ ٌَُُٚٗ أْغ ٠َُٗ ٌَب ْٕجِد ؼ فَ، ذْل ذ صَ:َ يب لًَلْ١ِج عَِْٗ١ ٌِئَ ذْؼ ط زْعاَ ِِْئ
َْٛ ١ٌْا ٍَُِِٚٗعُس َِِٚٗجُزُو َِِٚٗز ىِئ ل ِ َِٚللهبِثَ ِِْٓإُرَ ْْ أَ:َ يب لَِْب ّْ٠ِلإْآَِ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف
ََِ
َِٓ ػَ ِْٟٔشِجْخ أ فَ يب لَ ، ذْل ذ صَ يب لَ .ِٖ ش ش َٚ ِِٖشْ١ خَ ِس ذ مٌْبِثَ ِِْٓإُر َٚ ِشِخ٢ا
َ: يب لَ.َ نا ش ٠ََُِّٗٔا فَُٖا ش رَ ُْٓى رَُْ ٌَ ِْْا فَُٖا ش رَ هَّٔ أ وَ اللهَ ذُجْؼ رَ ْْ أَ: يب لَ،ِْب غْزِلإْا
َ ٌّْاَب َِ: يب لَ،ِخ ػبَّغٌاَ ِٓ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف
َ يب لَ .ًِِئبَّغٌاَ َِِٓ ُ ٍْػ أِثَب ْٕٙ ػَ ُيُْٚإْغ
َ حا شُؼٌْاَ حب فُسٌْاَٜ ش رَ ْْ أ َٚب ٙ زَّث سَُخ ِ لأْاَ ذٍِ رَ ْْ أَ يب لَ،ب ِٙرا سب ِ أَ ْٓ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف
بًّ١ٍِ َِ ُذْثِج ٍ فَ ك ٍ طْٔاََُُّثَ،ِْب ١ُْٕجٌْاَِٟفَ ٌُْْٛ ٚب ط ز ٠َِءبَّشٌاَ ءب ػِسَ خ ٌب ؼٌْا
َ:َ يب لََُُّثَ،
ًَُْ٠ِشْجِخََُِّٗٔا فَ يب لَ.َ ُ ٍْػ أٌَُُُْٗٛع س َُٚاللهَ:َ ُذٍُْلَ؟َ ًِِئبَّغٌاَ ِٓ َِِٞسْذ ر أَ ش ُّػَب ٠
.َُُْى ْٕ٠ِدَُُْىُّ ٍ ؼُ٠َُُْوب ـر أ
)
ٍُغَِٖاٚس
(HR Muslim no. 2996, 60)
(
39
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam suatu hari tiba -tiba datanglah seorang laksi-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“( HR Muslim no. 2996, 60)
Sebelumnya, upaya konvergensi tiga prinsip dasar ajaran
Islam sebagai inti ajaran tasawwuf sudah dilakukan oleh banyak
ulama‟. Misalnya Al Ghozali dan Al Qusyairi yang menegaskan
bahwa pokok tasawwuf adalah integrasi antara syari‟at( Islam),
aqidah( iman), dan hakikat (ihsan) dengan Al Qur an dan Sunnah
sebagai poros utama pemikiran tasawwufnya. Dalam menjelaskan
40
Muhammad Al-Haddad menyatakan bahwa syari‟at adalah Islam, yaitu bersikap tunduk kepada Allah. Hakikat adalah iman dan yakin, yaitu
ikhlas kepada Allah. Sedangkan makrifat adalah ihsan, yaitu fana‟
dengan dan dalam keabadian sifat-sifat Allah(Mahzumi,2012:14).
2. Prinsip-prinsip Utama Tasawwuf Al –Haddad
Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
merupakan tokoh sufi yang dikenal baik di kalangan „Alawiyyin maupun masyarakat umum di berbagai negara lebih-lebih di
wilayah Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Pada saat sekarang juga mulai dikenal di kalangan akademisi dan
islamisis Barat. Tidak sedikit sarjana-sarjana Barat yang memilih
„Alawiyyin secara umum dan Habib Abdullah bin Alwi bin
Muhammad Al-Haddad khususnya sebagai tema penelitian. Selain itu,
Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad juga
memiliki pengaruh besar dalam menciptakan ruang sosial baru di
kalangan masyarakat dengan ajaran-ajarannya melalui kitab-kitab,
syair dan wirid yang ditulis dan disusun.
Kitab, kasidah, wirid dan ratib yang ditulis Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sukses mendapatkan posisinya
di dalam ruang publik, dimana orang-orang „Alawiyyin Hadrami melakukan migrasi, wilayah diaspora seperti Afrika, India dan
sepanjang Samudera Hindia. Dedikasi intelektualnya
mengukuhkannya sebagai pelopor, penggerak, dan reformis
41
satu tokoh vital di jajaran tarekat „Alawiyyah. Kerja intelektualitasnya
dalam bidang tasawwuf mampu mewujudkan suatu konvergensi antara
tasawwuf „amali dan falsafi, dengan membagi akses tarekat ke dalam dua segmen, yaitu tariqah khawas dan tariqah „ammah. Ini yang menjadi alasan untuk menyebutnya sebagai reformis.
Konteks sosio-politik di mana terjadi chaos yang
melatarbelakangi kehidupannya menuntutnya berpikir untuk
menemukan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi
umat. Menurutnya, kondisi sulit yang terjadi di Hadramaut
membutuhkan penyelesaian, baik individu maupun kolektif. Secara
individual, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
menekankan akan pentingnya tarekat „Alawiyyah sebagai gerakan moral-ideologis yang siap memberikan pelayanan bagi masyarakat
dalam beraktifitas sehari-hari. Sedangkan dalam bentuk kolektif, ia
mengajak para pemuka agama untuk menggerakkan upaya penyadaran
beragama melalui gerakan moral, dan menjadi aktivis sosial, bukan
malah sebaliknya, asyik dengan individualitas keagamaannya.
Selama masa itu, menurut pengamatan Habib Abdullah
bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad , institusi tarekat hanya
dimonopoli oleh kaum borjuis dan dinikmati oleh kalangan tertentu,
tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas. Oleh
sebab itu, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad
mencoba untuk merekonstruksi ulang metode tarekat dari
bentuknya yang awalnya cenderung borjuis-elitis ke dalam