• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep pendidikan tasawwuf menuruuf Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam Kitab Nashoihud Diniyyah - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konsep pendidikan tasawwuf menuruuf Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam Kitab Nashoihud Diniyyah - Test Repository"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSEP PENDIDIKAN TASAWUF

MENURUT HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD

( STUDI ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

MUHAMMAD SYA’RONI

NIM: 111 11 071

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

(2)
(3)
(4)
(5)

v

(6)

vi

Hati adalah nikamt Allah yang terbesar atas hamba-hamba-Nya.

Siapa yang menggunakannya untuk mentaati-Nya dan menghiasi

dengan hal-hal yang berkaitan dengan kecintaan pada-Nya, serta

memanfaatkan sesuai dengan fungsinya, maka ia telah mensyukuri

nikmat dan berbuat kebaikan

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skiripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak dan almarhumah ibu yang tak henti-hentinya memberikan kasih

sayang dan mendidik untuk selalu berbuat kebaikan

2. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabirruddin yang

mengajarkan hikmah kebijaksanaan dalam kehidupan

3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang memberikan ilmu yang tidak

terhingga luasnya.

4. Saudari Rahayu Istikomah yang memberikan motifasi untuk selalu belajar

5. Sahabat-sahabat PMII angkatan 2011 (GANAS) yang senantiasa

mendampingi belajar dan berorganisasi baik dalam keadaan suka maupun

duka.

6. Teman-teman di pondok Pesantren Bustanul Muta‟allimin( Pondok Lor )

yang menemani dalam mempelajari ilmu agama dan memberikan

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita

semua. Sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

meskipun dalam bentuk yang jauh dari segala kesempurnaan. Sholawat serta

salam, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

tentunya atas segala limpahan syafaatnya yang akan kita nanti-nantikan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan

terselesaikan tanpa bantuan semua pihak. Dan penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Sealaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. Selaku pembimbing dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Muna Erawati, M.Si. Selaku pembimbing akademik dan memberikan

(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan yang telah membantu dalm

menyelesaikan study di IAIN Salatiga.

7. Bapak Muhammad Sholikhin dan Bapak Tsawabiruddin selagi pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta‟allimin (Pondok Lor) Reksosari kec. Suruh

Kab. Semarang yang telah memberikan pengajaran tentang kitab Nashoihud

Diniyyah terutama kepada penulis dan seluruh santri di pondok tersebut.

(10)

x ABSTRAK

Muhammad Sya‟roni. 2016. Konsep pendidikan tasawwuf menuruuf Habib

Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam Kitab Nashoihud Diniyyah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr.M. Ghufron, M.Ag.

Kata kunci: Konsep, pendidikan, tasawwuf.

Kitab Nashoihud Diniyyah merupakan salah satu karya yang terkenal dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad yang berisi tentang tasawwuf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep tasawwuf menurut Al-Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Kitab Nashoihud Diniyyah. Beberapa hal yang akan disampaikan dalm penelitian ini adalah: (1) Latar belakang Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, (2) Konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah, dan (3) Relevansi konsep tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari .

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber utama adalah kitab Nashoihud Diniyyah dan sumber pendukungya adalah terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah dan buku-buku yang bersangkutan dengan materi. Adapun teknis analisis data menggunakan metode content analysis.

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa konsep tasawwuf yang ada dalam kitab Nashoihud Diniyyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad menunjukkan bahwa tasawwuf adalah penjelmaan dari ihsan. Dalam penafsirannya tasawwuf mempunyai tiga aspek yaitu:, tasawwuf akhlaki, tasawwuf amali, dan tasawwuf tauhid. Adapun tasawwuf tersebut sangat dibutuhkan sebagai pedoman masyarakat saat ini yang belum mencerminkan perilaku akhlak tasawwuf yang sesuai dengan tuntunan, menjadi pribadi yang berakhlakul karimah. Dalam mencapai akhlak yang mulia baik di sisi Allah, manusia harus berusaha melelui dua aspek yaitu: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh bathin (jiwa) yang berupa penyucian hati. Dan Aspek perbuatan yang dilakukan oleh dhohir (anggota tubuh) yang berupa budi pekerti yang sesuai

dengan tuntunan Al Qur‟an dan Hadits. Konsep pendidikan tasawwuf dalam

kitab Nashoihud Diniyyah bisa dibilang praktis dan berpegang teguh dengan Al

Qur‟an dan Hadits. Yang dari setiap uraiannya disertakan dasar-dasar

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN BERLOGO... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK... x

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Kerangka Teoritik... 7

F. Metode Penelitian... 11

G. Sistematika Pembahasan... 12

BAB II BIOGRAFI AL-HABIBABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMADALHADDAD... A. LatarBelakangHabib Abdullah Al-Haddad... 14

B. RiwayatHidupHabib Abdullah binAlwi Al Haddad... 16

C. MadzhabHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad……… 21

D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad.. 22

(12)

xii

AlHaddad...

F. Karya-karyaHabib Abdullah bin Alwi bin Muhammad

Al-Haddad………..

24

G. SistematikaKitabNashoihudDiniyyah……… 27

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRANAL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN

MUHAMMADAL-HADDAD………...

39

A. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinallah... 40 B. KonsepTasawufBerkaitandenganHablumMinannas... 44

BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI KONSEP TASAWUF KITAB

NASHOIHUD DINIYYAH...

48

A. PemikiranHabib Abdullah bin Alwi Al Haddad...……… 48

B. RelevansiTasawufdalamkeidupan modern... 80 BAB V PENUTUP...

A. Kesimpulan... 84 B. Saran... 86

C. Kata Penutup………. 87

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah yang dibaluti dengan nilai-nilai tasawwuf yang sangat tinggi,

mampu menginspirasi untuk selalu tulus dan ikhlas dalam beribadah. Tidak

mengharapkan sesuatu apapun dari ibadah kita, termasuk balasan surga

ataupun ancaman neraka. Tetapi kita beribadah semata-mata, karena kecintaan

kita kepada Allah. Sebuah lagu tentang tasawwuf:

Apakah kita semua benar-benar tulus menyembah pada-Nya Atau mungkin kita hanya takut pada neraka dan inginkan surga

Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya

Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau menyebut nama-Nya

Bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati Karena sungguh memang Dia, memang pantas disembah Memang pantas dipuja(Crisye)

Demikian bait-bait yang dibawakan oleh Crisye dan Ahmad Dhani

yang diilhami oleh syair-syair seorang sufi perempuan yang sangat masyhur,

Rabiah Adawiyah. Syair-syair Rabiah memang menggambarkan ketulusan

cinta dan kehambaan kepada Tuhan. Ia tidak ingin ada satupun yang

menjadikan kehambaan dan ketulusan cintanya, terbelokkan oleh adanya

tujuan lain, termasuk surga dan neraka.

Kehambaan dan ketulusan cinta itulah kira-kira yang hilang dari

mutiara dunia ini. Kesadaran kehambaan sesungguhnya akan memberikan

(14)

2

yang harus tunduk kepada pemiliknya yang hakiki. Kesadaran kehambaan

akan melahirkan juga kecintaan kepada kekasihnya yang hakiki, yaitu Tuhan.

Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta pada Tuhan akan

mewujudkan cinta kepada sesama tanpa memandang “baju-baju” yang

menyekat satu orang dengan orang yang lainnya. Sayangnya fenomena saat ini

justru sedemikian cintanya kepada Tuhan, mereka sangat bersemangat dalam

membela Tuhan. Atas nama Tuhan, mereka menghakimi, bahkan

menghancurkan siapa saja yang dianggap menentang Tuhan.

Kesadaran kehambaan dan ketulusan cinta terhadap Tuhan juga

tergerus oleh mesin-mesin modernisasi yang semakin perkasa. Modernisasi

telah mendakhwahkan ajaran agama yang baru bernama

materialisme-hedonisme. Daya pikatnya sedemikian luar biasa, sehingga banyak manusia

yang berlomba-lomba menjadi pengikut yang paling fanatik. Agama baru itu,

materialisme dan hedonisme telah membugkus seluruh sisi kehidupan

manusia. Semua diukur berdasarkan kepuasan materialis. Manusia tidak

menjadikan dirinya sendiri yang sejati bersifat sepiritul sebagai ukurannya.

Dalam keadaan seperti ini, sepiritualitas tasawwuf menawarkan jalan

pembebasan dari keterbelengguan manusia dari dirinya sendiri. Itu sebabnya,

sekarang ini banyak orang yang menggeluti tasawwuf, karena tasawwuflah

yang berusaha secara pasti untuk memanusiakan manusia. Ia berusaha

mngembalikan manusia ke dalam dimensinya yang sepiritual(Syukur,

(15)

3

Tasawwuf merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam,

posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai referensi paling

penting tentang akhlak tasawwuf bagi kaum muslimin, individu,

keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak tasawwuf merupakan buah

Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat

hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak tasawwuf merupakan alat

kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak

tasawwuf, masyarakat tidak akan berbeda dari kumpulan binatang

(Munzier, 2008: 89).

Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan tasawwuf secara mendalam adalah Al-Habib Abdullah bin Alwi bin

Muhammad Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang

pendidikan akhlak dan tasawwuf, baik akhlak dhahir (lahir) maupun

bathin(batin). Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad

tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang

demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang

diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali

sedikit saja( Munawir, 2007:7).

Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik

akhlak dan tasawwuf, Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal

sebagai seorang yang produktif dalam karya tulis (Musthofa, 1994:

163). Karya-karyanya banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di

(16)

4

adalah kitab Nashoihud Diniyyah. Kitab ini tergolong praktis, di

dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan

pendidikan akhlak tasawwuf beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya),

yang bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan

nilai-nilai tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam kitab Nashoihud Diniyyah memberikan konsep tasawwuf

yang berbeda dengan konsep pendidikan modern saat ini. Kitab Nashoihud

Diniyyah memberikan pendidikan akhlak tasawwuf diawali mendekatkan

diri kepada Allah melalui bertaqwa kepada Allah melalui ajaran-ajaran

agama islam dari Al Qur‟an dan Hadits. Dalam pembahasan selanjutnya

kita dituntut untuk menjalankan suatu ibadah dengan didasari keikhlasan

hati untuk meraih ridhaNya. Dalam penutup kitab dijelaskan tentang

kaidah-kaidah bertasawwuf berdasarkan Ahlussunnah wal jama‟ah sesuai tuntunan Al Qur an dan Hadits.

Dalil-dalil di dalam Al Qur an, Hadits Nabi, serta perumpamaan

dan keutamaan bagi orang yang bertasawwuf juga diikutsertakan dalam

memberikan dasar dalam pendidikan akhlak tasawwuf. Konsep pendidikan

akhlak tasawwuf dalam kitab Nashoihud Diniyyah menggabungkan

tasawwuf dan akhlak. Sehingga akan terbentuknya antara kehidupan

bertasawwuf yang dibaluti dengan kebersihan hati.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin membahas konsep

(17)

Al-5

Haddad dalam kitab Nashoihud Diniyyah. Dalam kitab trersebut akan

membahas bagaimana Bagaimana latar belakang sosial dari Habib

Abdullah Al Haddad, konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam

kitab Nashoihud Diniyyah, dan relevansi konsep pendidikan tasawwuf

kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali

konsep tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah , yang

memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin

Muhammad Al-Haddad tentang wasiat-wasiat keimanan dan

langkah-langkah seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia

akhirat.

Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul:

KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF MENURUT HABIB

ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD ( STUDI

ANALISIS KITAB NASHOIHUD DINIYYAH). Penulis akan berusaha

mengulas nilai-nilai pendidikan akhlak tasawwuf yang ada dalam

kitab Nashoihud Diniyyah. Diharapkan nantinya dapat dijadikan

referensi dalam pembimbingan akhlak para pelajar dan juga masyarakat

umum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(18)

6

2. Apa konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam kitab

Nashoihud Diniyyah?

3. Bagaimanakah relevansi konsep tasawwuf kitab Nashoihud

Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui latar belakang sosial dari Habib Abdullah Al Haddad.

2. Mengetahui konsep pendidikan tasawwuf yang terdapat dalam

kitab Nashoihud Diniyyah

3. Mengetahui relevansi nilai-nilai akhlak tasawwuf yang terdapat

dalam kitab Nashoihud Diniyyah dalam kehidupan sehari-hari.

D. Kegunaan Penelitian

1. Teoritis

a. Memperkaya khasanah keilmuan tentang kitab Nashoihud

Diniyyah melalui konsep tasawwuf yang terkandung di dalamnya.

b. Menambah pemahaman ajaran islam sebagai agama yang

Rahmatanlil „alamin melalui tasawwuf yang terkandung dalam

(19)

7 2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan salah satu bentuk pelatihan bagi

peneliti dalam menganalisa isi kandungan khususnya konsep

tasawwuf yang terkandung dalam kitab Nashoihud Diniyyah untuk

dijadikan sebagai salah satu karya ilmiah (Skripsi).

b. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

pembuatan karya ilmiyah yang berkaitan dengan konsep tasawwuf

dan mempermudah masyarakat umum untuk mengetahui isi

kandungan kitab Nashoihud Diniyyah kususnya konsep tasawwuf

yang terkandung pada kitab tersebut.

E. Kajian Pustaka

Dari segi bahasa, para ahli memberikan berbagai pengertian

tentang tasawwuf, namun dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan,

bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian

diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu

bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah

akhlak yang mulia.

Sedangkan pengertian tasawwuf dari segi istilah atau menurut

(20)

8

digunakan oleh masing-masing pakar. Jika memandang mausia sebagai

makhluk yang harus berjuang, maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai

"upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran

agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt."

Tasawwuf ialah penjabaran ajaran Al-Qur‟an, Sunnah, berjuang

mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid‟ah, mengendalikan

syahwat, dan menghindari sikap meringankan ibadah ( Hoeve, 1993: 74).

Secara umum para ahli tasawwuf membagi tasawwuf menjadi 3 (Tiga)

macam yaitu: tasawwuf aqidah, tasawwuf amali dan tasawwuf

akhlaki. Ketiga jenis tasawwuf tersebut pada prinsipnya mempunyai

tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin “mendekatkan diri kepada Allah”

dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasinya

dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga jenis tasawwuf tersebut

mempunyai perbedaan dalam penerapan “pendekatan” yang di gunakan

(Asmaran, 1994:46)

Pendekatan-pendekatan dari masing-masing jenis tasawwuf,

sekaligus merupakan spesifikasi dan ajaran inti masing-masing jenis

tasawwuf tersebut. Para tasawwuf yang bercorak akhlaki, pendekatan yang

di gunakan adalah pendekatan “moral” atau biasa di sebut pencerdasan

emosi. Untuk tasawwuf yang bercorak aqidah, maka pendekatan yang di

gunakan adalah pendekatan “rasio” memberdayakan akal pikiran yang

biasa disebut pencerdasan inteligen. Sedangkan tasawwuf yang bercorak

(21)

9

memperbanyak aktifitas yang bersifat rohani yang biasa disebut

pencerdasan spiritual.

Ketiga bentuk corak tasawwuf itu merupakan perwujudan untuk

meng-Esakan Tuhan secara mutlak, dan itu berarti kita harus menyadari

bahwa meng-Esakan dan memahami Tuhan tidak bisa dijangaku atau

didekati hanya dengan rasio atau akal semata, tetapi memahami Tuhan

harus dibantu dengan pendekatan moral atau emosi dan spiritual yang

keduanya itu bertempat dalam hati sebagai tempatnya iman bersemayam (

Siregar, 2002:52).

Berikut adalah ajaran inti tasawwuf yang dikemukakan menurut

pembagian tasawwuf itu sendiri, yakni:

1. Tasawwuf Akhlaki

Taswuf Akhlaki ialah ajaran tasawwuf yang berhubungan

dengan pendidikan mental dan pembinaan serta pengembangan

moral agar seseorang berbudi luhur atau berakhlak mulia. Bahwa

satu-satunya cara untuk bisa mengantarkan seseorang agar bisa

dekat dengan Allah SWT, hanyalah dengan jalan “mensucikan

jiwa”. Bahwa untuk mencapai kesucian jiwa tersebut diperlukan

“latihan mental” yaitu al-riyadhah yang ketat. Riyadhah tersebut

wujudnya adalah “mengontrol” sikap dan tingkah laku secara ketat

agar terbentuk pribadi yang berahklak mulia.

(22)

10

Tasawwuf amali yaitu ajaran tasawwuf yang mementingkan

pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriah maupun

batiniah. Tasawwuf amali dianggap oleh sebahagian sufi sebagai

bagian dan lanjutan dari taswuf akhlaki. Menurut sufi yang

menganutnya bahwa untuk dekat dengan Allah SWT. Maka

seseorang harus menggunakan pendekatan amaliah dalam bentuk

memperbanyak aktifitas, amalan lahir dan batin(Asmaran, 1994:53)

Oleh karena itu menurut sufi, ajaran agama juga

mengandung aspek lahiriah dan batiniah, maka cara memahami dan

mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin.

3. Tasawwuf Aqidah

Tasawwuf aqidah berbeda dengan tasawwuf akhlaki dan

amali. Sebab tasawwuf falsafi menggunakan term filsafat

dalam mengungkap ajarannya.

Terminologi tersebut berasal dari berbagai macam ajaran

filsafat yang mempengaruhi tokoh-tokoh sufi. Dengan adanya

term-term filsafat dalam tasawwuf ini menyebabkan bercampurnya

ajaran filsafat dan ajaran-ajaran dari luar Islam seperti Yunani,

India, Persia, Kristen dalam ajaran tasawwuf Islam. Tetapi perlu

diketahui bahwa orisinalitas tasawwuf tetap ada dan tidak hilang.

Sebab para sufi tersebut menjaga kemandirian ajarannya(Asmaran,

1994:192).

(23)

11

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Library

research. Yaitu pendekatan yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan

angka secara langsung. Dalam hal ini hendak diuraikan nilai-nilai

akhlak tasawwuf yang terdapat dalam kitab Nashoihud Diniyyah

dan relevansinya dengan kehidupan kontemporer.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library

research(penelitian kepustakaan). Maka peneliti menggunakan

teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari

kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.

Yang terdiri dari dua sumber:

a. Sumber utama, adalah sumber yang langsung berkaitan

dengan permasalahan yang didapat yaitu: kitab Nashoihud

Diniyyah

b. Sumber Pendukung, adalah data yang diperoleh dari

sumber pendukung untuk memperjelas data utama. Yaitu

terjemahan kitab Nashoihud Diniyyah serta buku-buku lain

(24)

12

3. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan

Metode Content Analysis. Yaitu menganalisis isi. Menurut Weber

sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:

Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:

“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur

untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau

dokumen” (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis

akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung

dalam ulasan-ulasan kitab Nashoihud Diniyyah dan konsep

tasawwuf.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah

sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini

menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini

bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud

penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai

berikut:

Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, keragka teoritik, dan sistematika Penulisan sebagai

(25)

13

Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Al-Habib Abdullah bin

Alwi bin Muhammad Al-Haddad, menguraikan tentang: Latar belakang

Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, riwayat

hidup Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang

meliputi kelahiran dan nasab, tempat tinggal, ahli keluarganya, dan

peristiwa wafatnya. Dilanjutkan dengan madzhab Al-Habib Abdullah bin

Alwi bin Muhammad Al-Haddad, guru-gurunya, murid-muridnya,

karya-karyanya, serta sistematika penulisan kitab Nashoihud Diniyah.

Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin

Muhammad Al-Haddad.

Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan pemikiran, relevansi

pemikiran, dan analisis.

Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan, saran, implikasi

(26)

14

BAB II

BIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL HADDAD

A. Latar Belakang Habib Abdullah Al-Haddad

Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tinggal

di sebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan

yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana(Al-Hawi) pada tahun

1099H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari

Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad

mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri

sendiri untuknya dan ahli keluarganya serta para pengikutnya,dan tidak

tertakluk kepada pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia

merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik

dari pada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan

kejahatan dari tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan

yang selamat lagi dihormati.

Al-Habib Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di Al-

Hawi pada tahun1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun

1099H. Ia membangun masjidnya berhampiran dengan rumahnya, dan

mengajar disana selepas shalat ashar setiap hari, serta hadlrah (rebana)

pada setiap malam Jum‟at selepas salat isya‟. Maka dengan berbagai

(27)

orang-15

orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum fakir miskin ,dan

merupakan zona selamat, aman, dan tenteram (AlBadawi, 1994: 161).

Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini

memiliki berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan

bahwa alasan yang mendorongnya untuk menulis kitab ini adalah untuk

melaksanakan perintah agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan

berusaha meraih janji yang mulia yaitu untuk memperoleh janji yang

benar (alWa‟ddual Shaadiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang

menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu, disamping juga

untuk mengingatkan dan menasehati seluruh umat muslim (Al Haddad,

2010: 3).

Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat

yang hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak

kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan,

dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang

menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang diluar

tuntunan syari‟at islam. Akibat kurangnya tuntunan dari pemimpinnya

(Abu Bakar, 1996:132).

B. Riwayat Hidup Al-Habib Abdullah AlHaddad

1. Kelahiran dan Nasab

Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

(28)

16

pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/30 Juli tahun 1634

M.Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad adalah keturunan dari

Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang

yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad Al-Arifin

(ma‟rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang

shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).

Adapun nasab beliau sampai pada Rasullullah SAW. Apabila

ditulis secara keseluruhan maka nasab beliau yaitu Abdullah bin Alwi bin

Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin

Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin

Ahmad Al-Faqih bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin

Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin isa bin

Muhammad bin Ali bin Jaafar Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin

Ali Zainul Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan juga putra

Fathimah Putri dari Rasulullah Muhammad (Abu Bakar, 1996:366).

2. Tempat Tinggal

Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah

kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi)

pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri

(29)

17

Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk

mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya

serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada

pentadbiran(pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu.

Tarim merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan

segala yang baik daripada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari

segala fitnah dan kejahatan dari tempat tersebut”. Dengan demikian Al

-Hawi menjadi kawasan yang selamat lagi dihormati . (Al-Badawi,

1994: 139).

3. Ahli keluarga Imam Al Haddad

Ayah beliau bernama Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad,

seorang yang saleh yang tergolong dalam golongan Al‟Arifin. Imam

Al-Haddad sendiri pernah berkata: “sesungguhnya ayahku ini suci dan

mensucikan”. Sakit menimpa ayahanda Imam Al-Haddad sehingga beliau

wafat pada malam senin awal bulan rajab setelah mengucap kalimah

tauhid.

Setelah 5 hari ayahanda Imam Al-Haddad meninggal dunia, ibu

beliau Syarifah Salma sakit selama lebih kurang 20 hari, lalu kemudian

meninggal dunia setelah mengucap syahadat pada hari rabu 24 Rajab

1072 H. Olehnya, berkata Imam Al-Haddad : “Aku memuji dan

bersyukur kepada Allah karena mereka berdua (yakni kedua ibu bapanya)

(30)

18

Imam Al-Haddad mempunyai 3 orang saudara, mereka adalah:

Omar, Ali, dan Hamid. Beliau kerap menulis surat kepada mereka yang

dipenuhi dengan nasihat-nasihat dan pengajaran-pengajaran. Akan tetapi,

surat-menyurat beliau kepada Hamid (saudaranya) lebih kerap, hal ini

mungkin disebabkan oleh karena jauhnya jarak antara mereka berdua,

oleh kerana beliau (Habib Hamid) tinggal di India dan meninggal dunia di

sana pada 1107H. Dari isi kandungan surat-surat itu tampak satu pertalian

hubungan persaudaraan yang menggambarkan akan kesungguhan kasih

sayang dan kecintaan di antara mereka.

Imam Al-Haddad mempunyai 6 orang anak lelaki, mereka adalah:

Hasan, Alwi, Muhammad, Salim, Husain, dan Zain.

Beliau seorang ayah yang penyayang terhadap anak-anaknya, beliau

memberikan gelaran-gelaran terhadap mereka. Seperti gelaran Ameer

(pemimpin) untuk Husain, Sholeh (orang yang banyak amal ibadahnya)

untuk Alwi, Hakim (sifat bijaksana) untuk Hasan, dan Sheikh (guru besar)

untuk Zain. Berkata imam Al-Haddad tentang anaknya

Muhammad:“sesungguhnya anakku Muhammad telah mendapat derajat

wilayah yang sempurna” .Sehingga dengan demikian beliau dipilih untuk

menggantikan ayahandanya di dalam penghubung antara kabilah-kabilah

untuk mendamaikan antara puak-puak yang berselisih

Adapun Hasan dan Alwi dikenali dengan keilmuannya, dan

mereka menggantikan kedudukan ayahanda mereka dalam tugasan

mengajar ilmu-ilmu, dan memberi makan fakir miskin, menerima

(31)

Al-19

Haddad pernah berdoa untuk anaknya Hasan: “Hasan (artinya yang baik.)

semoga Allah membaikkan di belakangmu”. Dengan doa itu beliau

mempunyai dzuriat yang baik dan banyak dari kalangan ulama. Beliau

(Hasan) meninggal dunia di Tarim pada tahun 1188H, adapaun Alwi

meninggal dunia di Mekkah setelah menunaikan ibadah haji, dan

dimakamkan berhampiran dengan kubur Siti Khadijah R.A pada tahun

1153 H.

Zain telah berhijrah ke Iraq setelah ayahandanya meninggal dunia,

beliau sangat dihormati di negeri itu disebabkan oleh kerana pengaruh

ayahandanya yang begitu luas sehingga ke negeri Iraq. Beliau meninggal

dunia di negeri Oman bertepatan dengan perkampungan Sheer, pada tahun

1157H.

Adapun Salim, beliau menetap di negeri Misyqash dan

mempunyai dzuriat di sana, lalu kemudian kembali ke kampung

halamannya Tarim dan meninggal dunia di sana pada tahun 1165 H.

(AlBadawi, 1994: 187).

4. Peristiwa Wafatnya

Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk

menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam

kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut

salat ashar berjama‟ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia

memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian

(32)

20

harinya, ia salat isya berjama‟ah dan tarawih. Keesokan harinya ia

tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin

parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7

Dzul-qo‟dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap Yang

Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam usia 89

tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia.

Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan (AlBadawi,

1994: 171-172).

C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sejarah Islam, ia

dikenal sebagai penganut aqidah Sunni Asy‟ariyah, dan pengikut

madzhab Syafi‟i. Al-Habib Abdullah sangat memahami kitab-kitab

madzhab Imam Syafi‟i. Sehingga yang dahulu menjadi gurunya beliau,

kemudian menjadi muridnya. Salah satunya yaitu Sheikh Bajubair,

dimana Al-Habib Abdullah Al-Haddad dulunya telah berguru kepada

Sheikh Bajubair dalam ilmu Fiqh, dan ia telah belajar kitab Al

Minhaj (kitab Fiqh madzhab Imam Syafi‟i) dari Sheikh Bajubair.

Sheikh Bajubair merantau ke negeri India, setelah beberapa lama

berada di sana, lalu kemudian ia kembali ke Hadlramaut. Setelah di

Hadlramaut ia belajar kitab Ihya „Ulumuddin Karya Imam Al-Ghozali

kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Hal ini menunjukkan akan

keluasan ilmu Al-Habib Abdullah yang diberikan oleh Allah SWT

(33)

21

D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tumbuh

besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari

ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya

Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa

kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur‟an, dan

bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului rekan

rekannya. Al-Habib Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu.

Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan

berkeliling ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum

shalihin(orang-orang yang saleh) untuk menuntut ilmu dan mengambil berkah

dari mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah bilangan guru-guru Al-Habib

Abdullah melebihi 140 guru, ia telah mengambil ilmu dan berkah dari para

guru-gurunya itu. Di antara guru-guru dari Al Habib Abdullah Al-Haddad adalah

sebagai berikut:

1. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin

Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di

Mekkah (1002–1071 H).

2. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin

Muhammad bin Syaikh Al-„Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob

Husein bin Syaikh Quthb Robbani Abu Bakar bin Abdullah

Al-Idrus (1035-1112 H),

3. Al-Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula Aidid Ba'Alawy

(34)

22

4. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos bin Aqil

bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin

Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),

5. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar binAhmad

bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di Mekkah (1002–

1071 H).

Dari guru-gurunya itulah Al-Habib Abdullah Al-Haddad menerima

banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut

dengan kajiannya yang mendalam diberbagai ilmu keislaman menjadikannya

benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai seluk beluk syari`at dan

hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam bidang tasawwuf,

sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan

harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia

(http://darulmurtadza.com/imamabdullah-bin-alwi-al-haddad/diunduh pada 10

mei pukul 00.30).

E. Murid-murid Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad

Murid-murid utama Imam Al Haddad adalah terdiri dari ahli keluarganya

sendiri, terutama anak-anak beliau. Adapun dari selain ahli keluarga beliau

mereka adalah: Habib Ahmad bin Zain Al Habshi, Habib Muhammad bin Zain

bin Semait, Habib Omar bin Zain bin Semait, Habib Omar bin Abdurrahman Al

Baar, Habib Abdurrahman bin Andullah Ba Al-Faqih, Habib Muhammad bin

Omar bin Taha Al-Seggaf, dll(

(35)

23

F. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad

Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, AlHabib

Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang

produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya terakhirnya

ditulis pada waktu usianya 86 tahun. Keindahan susunan bahasa serta

mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya, menunjukkan akan

keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja yang

membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama‟pun menjadikannya

sebagai pegangan dalam berdakwah. (Albadawi, 1994: 163).

Keistimewaan dari karya-karya Al-Habib Abdullah adalah mudah

difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing.

Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan

kedalam beberapa bahasa.

Adapun karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini mendapat

pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan suatu ringkasan

daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ). Kata-kata di

dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana dan

disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).

2. Risalah al-Mu‟aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li ar Raghibin minal Mu‟minin fi Suluki Thoriqil Akhirah. Kitab ini selesai

(36)

24

Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin Hasyim Al-Habsyi.

(Al-Badawi, 1994: 165-166).

3. Risalah Al-Mudzaakarah Ma‟a Al-Ikhwan Al-Muhibbin Min Ahl AlKhair Wa Ad-Din. Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan

akhirat, zuhud dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati.

Kitab ini selesai ditulis oleh Al-Habib Abdullah pada hari ahad sebelum

waktu dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994:

163).

4. Risalah Aadab Suluk al-Murid. Tentang kewajiban bagi seorang murid

(orang yang mencari Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal

lahir dan batin. Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8

Ramadhan, tahun 1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).

5. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail.Kitab ini selesai ditulis pada hari

Jum‟at, 15 Muharram 1072 H, Ketika itu Al-Habib Abdullah berumur 28

tahun. Kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas berbagai

persoalan yang diajukan kepadanya oleh Syaikh Abdurrahman Ba

„Abbad Asy-Syibaami. Kitab itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau „an

pada tahun 1072 H. Kitab ini mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban

dan ulasan yang mendalam darinya. Selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15

Muharram 1072 H. (Al-Badawi, 1994: 165).

6. Al-Fushul al-„Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah.Terdiri dari 40 fasal. Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar tahun 1130 H, ketika

Al-Habib Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2 tahun sebelum kewafatannya.

(37)

25

7. Sabil al-Iddikar wa al-I‟tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi lahu min al-‟A‟maar.Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam Al-Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada

ketika ia berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab

ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya‟ban 1110 H. Kitab ini

membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).

8. Ad-Da‟wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-„Ammah. Kitab ini diselesaikan oleh Al-Habib Abdullah pada saat usianya 70 tahun.

Selesai ditulis pada jum‟at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114 H.

(Al-Badawi, 1994: 166).

9. An-Nafais al-„Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah. Kitab ini selesai

ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo‟dah tahun 1125 H. Usia Al

-Habib Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini membahas

masalah yang berkaitan dengan sufi.

Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan

spiritualitas yang tinggi pada kesufian Al-Habib Abdullah. Dapat dilihat dari

karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf

bagi Al-Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan

membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT (http://www.

Darulmurtadza .com/riwayat-hidup-imam-abdullahbin-alwi-al.html diunduh pada

10 mei 00.30).

G. Sistematika Kitab Nashoihud Diniyyah

Pada tahun 1089 H/ 1678 M, Al-Habib Abdullah Al-Haddad

(38)

26

judul An-Nashoihuddiniyah wa al-Washoya al-Imaniyah. Kitab ini diselesaikan

dalam jangka waktu yang agak lama. Separuh babnya

ditulis sebelum kepergiannya ke Madinah dan dibacakan ketika

berada di Makkah dan Madinah. Kemudian kitab An-Nashoihuddiniyah wa

al-Washoya al-Imaniyah tersebut disempurnakan oleh -Habib Abdullah

Al-Haddad sekembalinya ia ke Tarim tepatnya pada tahun 1089 H/ 1689 M.

Kitab ini mendapat pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan

suatu ringkasan daripada kitab Ihya „Ulumudin ( karangan Imam Al Ghozali ).

Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana

dan disertai dengan dalil yang kukuh (Albadawi, 1994: 165).

Kitab Nashoihud Diniyyah adalah sebuah kitab yang berisi

Nashihat-nashihat keagamaan yang isinya sangat luar biasa bagi kita umat islam untuk

menjaga keimanan kita dan juga menjadi penyemangat kita dalam berbuat

kebaikan. Kitab Nashoihud Diniyyahberjudul lengkap "Nashoihud Diniyyah Wal

Washoya Al Imaniyyah" atau jika diterjemahkan kurang lebih "Nasehat-nasehat

keagamaan dan wasiat-wasiat keimanan"(Mahzumi, 2012:10)

Isi dari Kitab Nashoihud Diniyyah di antaranya adalah:

1. Bab Taqwa

2. Bab Shalat

3. Bab Zakat

4. Bab Puasa

5. Bab Haji

6. Membaca Al Qur‟an

(39)

27

8. Bab Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar

9. Bab Jihad

10.Bab Kehakiman

11.Bab Nikah

12.Bab Haram, Syubhat, dan Halal

13.Bab Perkara-Perkara Yang Menyelamatkan

(40)

28

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP PENDIDIKAN TASAWWUF

DALAM KITAB NASHOIDUD DINIYYAH

Pemikiran Al-Habib Abdullah tentang tasawwuf di dalam kitab

Nashoihud Diniyyah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak

konsep tasawwuf yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada setiap umat,

agar mereka mengetahui dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Konsep tasawwuf yang ada pada kitab Nashoihud Diniyyah dapat penulis

kelompokkan menjadi dua skala besar yaitu:

Pertama: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan hubungan kepada

Allah yang meliputi beberapa hal diantarnya: Bertaqwa kepada Allah SWT,

berpegang teguh pada tali agama, zuhud, ketulusan hati, cinta karena Allah, dan

Ridha dengan ketentuan Allah.

Kedua: Konsep tasawwuf yang kaitannya dengan sesama manusia yaitu

berbuat untuk kepentingan orang banyak . Dalam bab ini Habib Abdullah bin

Alwi Al Haddad menguraikan dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban

sesama manusia diantaranya: berbakti kepada orang tua, Silaturahmi terhadap

keluarga, berbuat baik kepada teman dan amar ma‟ruf nahi mungkar.

Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep tasawwuf menurut Habib

Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad, maka penulis akan

(41)

29

A. Konsep Tasawwuf Berkaitan dengan Hablum Minallah

Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad tasawwuf yang berkaitan

dengan hhubungan kepada Allah merupakan cara kita untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT melalui akhlak yang baik sebagai upaya menuju jalan

keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. SWT. Diantara konsep tasawwuf

terhadap Allah antara lain yaitu:

1. Bertaqwa kepada Allah SWT

Setiap umat manusia merupakan ciptaan dari Allah SWT, maka dari itu kita diperintahkan untuk selalu bertaqwa kepada Allah. Sebagai

bentuk penghambaan kita kepada Allah. Dengan bertqwa kita melaksanakan

apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala larangannya.

Menurut Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad bertaqwa merupakan sarana

untuk selalu bisa mendekatkan diri kepada Allah serta mendatangkan

ketenangan jiwa.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ ٚ

(42)

30

2. Berpegang teguh pada tali agama

Tali agama Allah adalah ajaran-ajaran dari Allah yang disimbolkan

dengan syari‟at. Setiap muslim wajib memegang teguh syariat. Karena syariat merupakan hal pertama yang harus dilakukan seseorang untuk dapat

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

بًؼْ١ِّ خَ اللهَ ًِج سِثاُّْٛصزْػا ٚ

Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah untuk berpegang teguh kepada agama Allah dan beristiqomah atasnya. Dan melarang bercerai-berai, dalam urusan agama, karena kebersamaan (jamaah) adalah rahmat dan perpecahan adalah siksaan. Sedangkan pertolongan Allah menyertai jamaah(Al Haddad,tt:5).

3. Ridha terhadap Allah SWT

Ridha atau rela dengan keputusan dari Allah SWT merupakan hal

yang harus dilakukan oleh seluruh manuasia. Dengan ridha terhadap

keputusan Allah menghantarkan kita kepada rasa syukur yang begitu dalam

kepada Allah dan mudah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dari Allah

SWT. Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ ٚ

(43)

31

4. Cinta karena Allah SWT

Hendaknya setiap muslim untuk selalu cinta kepada Allah. Cinta

kepada Allah SWT merupakan maqom yang mulia dan tinggi dari tingkatan

tasawwuf. Termasuk halnya cinta dan benci karena Allah SWT

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ ٚ

diikuti dengan kecondongan dan kebergantungan serta penuhanan yang dirasakan hamba dalam hatinya kepada dzat yang Maha Suci dan Maha Tinggi serta penyucian dan pembersihan, dan puncak pengagungan serta rasa takut kepada Allah(Al Haddad,َtt:91).

5. Ketulusanhati

Hati merupakan ukuran dari seluruh amal yang kita perbuat. Apakah

itu amal baik ataupun amal buruk, maka hati adalah yang menjadi sumber

apakah akan mewujudkannya dalam bentuk perbuatan atau tidak. Maka dari

itu, hati harus dibersihkan dari segala hal-hal yang dapat merusak amal,

misalnya: riya‟, hasad benci dan harus diisi dengan ketulusan dan kecintaan semata-mata karena Allah SWT.

(44)

32

Hati adalah pemimpin dari anggota tubuh dan diatasnya berputar segala kebaikan dan kerusakannya. Adapun anggota tubuh itu adalah tujuh anggota yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki(Al Haddad,tt:77).

6. Zuhud

Zuhud adalah salah satu sarana untuk selalu dapat memfokuskan

hati kepada Allah SWT. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia

seluruhnya dan hanya mementingkan akhirat saja. Tetapi zuhud itu hanya di

dalam hati seseorang tidak merasa kehilangan harta dunia atau yang bersifat

material ketika ia kehilangan yang ia senangi. Apabila ia punya harta yang

banyak ia merasa tidak punya apa-apa, karena semua itu hanyalah titipan

dari Allah SWT. Selanjutnya apabila ia kehilangan sesuatu ia tidak terlalu

merasa kehlingan.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ و

(45)

33

B. Konsep TasawwufBerkaitan dengan Hablum Minannas

Tasawwuf yang berkaitan dengan orang banyak merupakan akhlak yang terpuji. Dalam bab ini Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad menguraikan

dalam bentuk memenuhi hak-hak da kewajiban sesama manusia. Diantara

kewjiban dan hak-hak yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap

sesama muslim diantaranya yaitu:

1. Kewajiban berbakti kepada orang tua

Setiap manusia pasti dilahirkan dari orang tua. Mereka diasuh dan

diberi pendidikan, supaya tumbuh dewasa dan menjadi manusia yang

sempurna. Maka dari itu kita semua wajib berbakti kepada kedua orang tua.

Apakah ia masih hidup atau sudah mati, kita tetap harus berbakti kepada

keduanya. Salah satu untuk mendapatkan ridho dari Allah adalah berbkhti

kepada kedua orang tua.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ َٚ ٠

(46)

34

2. Silaturahmi terhadap keluarga

Berkunjung kepada keluarga dekat maupun keluarga yang jauh itu

perlu diterapkan kepada setiap orang. Mengunjungi keluarga merupakan

akhlak yang terpuji. Dengan bersilaturahmi dapat mempererat persaudaraan,

Selain itu dengan bersilaturahmi menambah keberkahan dalam hidup setiap

manusia.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ َٚ ٠

Hendaklah manusia menjaga hubungan dengan kerabatnya, meskipun ia tidak menghubunginya dan tetap berbuat baik kepada mereka, meskipun mereka tidak berbuat baik kepadanya. Hendaknya ia juga harus sabar dalam menghadapi gangguan mereka jika mereka mengganggunya dan tidak membalas mereka dengan perbuatan buruk jika mereka berbuat buruk kepadanya. Akan tetapai ia beri maaf dan tetap menghubungi mereka serta berbuat baik kepada mereka. Setiap kali mereka mengganggunya dan berbuat buruk kepada dirinya, maka lebih ditekan kan untuk menghubungi dan memberi sedekah kepada mereka lebih utama (Al Haddad,tt:63).

3. Berbuat baik terhadap teman, sahabat dan kerabat

Berbuat baik kepada teman dan sahabat harus dilakukan oleh setiap

muslim. Dalam hal ini setiap muslim satu dengan muslim yang lain adalah

saudara, maka dari itu anjuran untuk selalu berbuat baik dalam setiap hal

harus dilakukan. Termasuk bertutur kata yang halus dan sopan serta

(47)

35

dilakukan oleh sesama manusia, karena dengan tolong menolong sesama

manusia akan mendapatkan pertolongan dari Allah sesuai janji Allah.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

َ و

menghubunginya. Kerabat yang lemah dan miskin serta membutuhkan lebih patut untuk diperlakukan dengan kebajikan dan dihubungi daripada kerabat yang kaya. Hal itu disebabkan karena kerabat yang miskin mempunyai dua hak, yaitu: hak sebagai kerabat dan hak sebagi orang miskin Allah telah menggabunngkan antar perintah untuk berbuat baik kepada kerabat dan orang miskin (Al Haddad,tt:64).

َ

َ

4. Amar ma’ruf nahi mungkar

Menasehati dalam hal kebaikan dan melarang berbuat mungkar,

merupakan salah satu dari perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap

muslim. Dengan saling menasehati dalam hal kebaikan dan melarang

berbuat mungkar, kita akan selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi kita.

Dengan Amar ma‟ruf nahi mungkar kita akan terbebas dari jeratan

kewajiban akan hak sesama muslim dalam hal da‟wah.

Dalam kitab Nashoihud Diniyyah beliau berkata:

(48)

36

(49)

37

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI

BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG KONSEP TASAWWUF DALAM KITAB NASHOIDUD DINIYYAH

A. Pemikiran Al Haddad

1. Pemaknaan Tasawwuf

Tasawwuf adalah bagian dari syari‟at Islam, yaitu perwujudan dari

ihsan, salah satu dari tiga kerangka islam yang lain, yakni iman dan Islam.

Ihsan meliputi seluruh tingkah laku muslim, baik tindakan lahir maupun

bathin, dalam ibadah maupun mu‟amalah, sebab ihsan adalah jiwa dari iman dan Islam.

Iman menjadi pondasi dalam jiwa seseorang dari hasil perpaduan

antara ilmu dan keyakinan, penjelmaannya berupa tindakan badaniah

disebut Islam. Perpaduan antara iman dan Islam pada diri seseorang

menjelma dalam pribadi yang disebut dengan akhlakul karimah atau disebut

dengan ihsan(Syukur,2004:5).

Pada dasarnya, inti ajaran tasawwuf menurut Habib Abdullah

bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sendiri adalah implementasi dari

tiga prinsip dasar ajaran Islam, yaitu: iman, Islam, dan ihsan. Hal ini bisa

dibuktikan melalui arus pemikiran dalam karya-karyanya yang mencakup

tiga prinsip dasar tersebut(Mahzumi,2012:14)

Kategorisasi demikian didasarkan secara berurutan pada Hadits

Nabi SAW yang dikenal dengan Hadits Jibril. Sebutan ini agaknya lebih

(50)

38

terhadap tiga prinsip dasar, yakni iman, Islam, dan ihsan antara Jibril

dengan Nabi SAW, di depan para sahabat dalam suatu majlis.

َِاللهَ ِيُْٛع سَ ذِْٕػَ طٍُُْٛخَ ُْٓس َٔب ّ ْٕ١ ثَ:َ يب لًَبضْ٠ إَُْٔٗ ػَُاللهَ ِٟض سَ ش ُّػَ ْٓ ػ

َِئَ ٍَْٛ ٠َ دا رَ ٍَُّ ع َِْٚٗ١ ٍ ػَُاللهٍََّٝ ص

َِةب ١ ثٌاَِضب ١ ثَُذْ٠ِذ شَ ًُخ سَب ْٕ١ ٍ ػَ غ ٍ طَ ْر

ََّٝز زَ، ذ ز أَبََُُِِّٕٗفِشْؼ ٠َ ل َٚ،ِش فَّغٌاَ ُش ث أَِْٗ١ ٍ ػَٜ شُ٠َ لَ،ِشْؼَّشٌاَِدا ٛ عَُذْ٠ِذ ش

َ غ ض ٚ َِْٚٗ١ ز جْوُسَٝ ٌِئَِْٗ١ ز جْوُسَ ذ ْٕع أ فٍَُعَٚٗ١ٍػَاللهٍَٝصَ ِٟجٌَّٕاَٝ ٌِئَ ظ ٍ خ

َ و

َِاللهَ ُيُْٛع سَ يب م فَ،َِ لْعِلإْاَ ِٓ ػَِْٟٔشِجْخ أَذَّّ سَُِب ٠َ: يب ل َِْٚٗ٠ زِخ فَٝ ٍ ػَِْٗ١َّف

َاًذَّّ سَُِ َّْ أ َُٚاللهََّلِئَ ٗ ٌِئَ لَ ْْ أَ ذ ْٙش رَ ْْ أَ َُ لِعِلإْاَ:ٍَُعَٚٗ١ٍػَاللهٍَٝص

َ ح بوَّضٌاَ ِٟرْإُر َٚ ح لَّصٌاَ ُْ١ِمُر َِٚاللهَ ُيُْٛع س

َ

َ ْب ض ِ سَ َُْٛص ر ٚ

ََ

َ

َ ذْ١ جٌْاَ َّحُس ر ٚ

َ: يب لَ،ُُٗل ذ صُ٠ ٌَُُٚٗ أْغ ٠َُٗ ٌَب ْٕجِد ؼ فَ، ذْل ذ صَ:َ يب لًَلْ١ِج عَِْٗ١ ٌِئَ ذْؼ ط زْعاَ ِِْئ

َْٛ ١ٌْا ٍَُِِٚٗعُس َِِٚٗجُزُو َِِٚٗز ىِئ ل ِ َِٚللهبِثَ ِِْٓإُرَ ْْ أَ:َ يب لَِْب ّْ٠ِلإْآَِ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف

ََِ

َِٓ ػَ ِْٟٔشِجْخ أ فَ يب لَ ، ذْل ذ صَ يب لَ .ِٖ ش ش َٚ ِِٖشْ١ خَ ِس ذ مٌْبِثَ ِِْٓإُر َٚ ِشِخ٢ا

َ: يب لَ.َ نا ش ٠ََُِّٗٔا فَُٖا ش رَ ُْٓى رَُْ ٌَ ِْْا فَُٖا ش رَ هَّٔ أ وَ اللهَ ذُجْؼ رَ ْْ أَ: يب لَ،ِْب غْزِلإْا

َ ٌّْاَب َِ: يب لَ،ِخ ػبَّغٌاَ ِٓ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف

َ يب لَ .ًِِئبَّغٌاَ َِِٓ ُ ٍْػ أِثَب ْٕٙ ػَ ُيُْٚإْغ

َ حا شُؼٌْاَ حب فُسٌْاَٜ ش رَ ْْ أ َٚب ٙ زَّث سَُخ ِ لأْاَ ذٍِ رَ ْْ أَ يب لَ،ب ِٙرا سب ِ أَ ْٓ ػَِْٟٔشِجْخ أ ف

بًّ١ٍِ َِ ُذْثِج ٍ فَ ك ٍ طْٔاََُُّثَ،ِْب ١ُْٕجٌْاَِٟفَ ٌُْْٛ ٚب ط ز ٠َِءبَّشٌاَ ءب ػِسَ خ ٌب ؼٌْا

َ:َ يب لََُُّثَ،

ًَُْ٠ِشْجِخََُِّٗٔا فَ يب لَ.َ ُ ٍْػ أٌَُُُْٗٛع س َُٚاللهَ:َ ُذٍُْلَ؟َ ًِِئبَّغٌاَ ِٓ َِِٞسْذ ر أَ ش ُّػَب ٠

.َُُْى ْٕ٠ِدَُُْىُّ ٍ ؼُ٠َُُْوب ـر أ

)

ٍُغَِٖاٚس

(HR Muslim no. 2996, 60)

(

(51)

39

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam suatu hari tiba -tiba datanglah seorang laksi-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“( HR Muslim no. 2996, 60)

Sebelumnya, upaya konvergensi tiga prinsip dasar ajaran

Islam sebagai inti ajaran tasawwuf sudah dilakukan oleh banyak

ulama‟. Misalnya Al Ghozali dan Al Qusyairi yang menegaskan

bahwa pokok tasawwuf adalah integrasi antara syari‟at( Islam),

aqidah( iman), dan hakikat (ihsan) dengan Al Qur an dan Sunnah

sebagai poros utama pemikiran tasawwufnya. Dalam menjelaskan

(52)

40

Muhammad Al-Haddad menyatakan bahwa syari‟at adalah Islam, yaitu bersikap tunduk kepada Allah. Hakikat adalah iman dan yakin, yaitu

ikhlas kepada Allah. Sedangkan makrifat adalah ihsan, yaitu fana

dengan dan dalam keabadian sifat-sifat Allah(Mahzumi,2012:14).

2. Prinsip-prinsip Utama Tasawwuf Al –Haddad

Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

merupakan tokoh sufi yang dikenal baik di kalangan „Alawiyyin maupun masyarakat umum di berbagai negara lebih-lebih di

wilayah Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

Pada saat sekarang juga mulai dikenal di kalangan akademisi dan

islamisis Barat. Tidak sedikit sarjana-sarjana Barat yang memilih

„Alawiyyin secara umum dan Habib Abdullah bin Alwi bin

Muhammad Al-Haddad khususnya sebagai tema penelitian. Selain itu,

Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad juga

memiliki pengaruh besar dalam menciptakan ruang sosial baru di

kalangan masyarakat dengan ajaran-ajarannya melalui kitab-kitab,

syair dan wirid yang ditulis dan disusun.

Kitab, kasidah, wirid dan ratib yang ditulis Habib Abdullah

bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sukses mendapatkan posisinya

di dalam ruang publik, dimana orang-orang „Alawiyyin Hadrami melakukan migrasi, wilayah diaspora seperti Afrika, India dan

sepanjang Samudera Hindia. Dedikasi intelektualnya

mengukuhkannya sebagai pelopor, penggerak, dan reformis

(53)

41

satu tokoh vital di jajaran tarekat „Alawiyyah. Kerja intelektualitasnya

dalam bidang tasawwuf mampu mewujudkan suatu konvergensi antara

tasawwuf „amali dan falsafi, dengan membagi akses tarekat ke dalam dua segmen, yaitu tariqah khawas dan tariqah „ammah. Ini yang menjadi alasan untuk menyebutnya sebagai reformis.

Konteks sosio-politik di mana terjadi chaos yang

melatarbelakangi kehidupannya menuntutnya berpikir untuk

menemukan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi

umat. Menurutnya, kondisi sulit yang terjadi di Hadramaut

membutuhkan penyelesaian, baik individu maupun kolektif. Secara

individual, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

menekankan akan pentingnya tarekat „Alawiyyah sebagai gerakan moral-ideologis yang siap memberikan pelayanan bagi masyarakat

dalam beraktifitas sehari-hari. Sedangkan dalam bentuk kolektif, ia

mengajak para pemuka agama untuk menggerakkan upaya penyadaran

beragama melalui gerakan moral, dan menjadi aktivis sosial, bukan

malah sebaliknya, asyik dengan individualitas keagamaannya.

Selama masa itu, menurut pengamatan Habib Abdullah

bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad , institusi tarekat hanya

dimonopoli oleh kaum borjuis dan dinikmati oleh kalangan tertentu,

tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas. Oleh

sebab itu, Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad

mencoba untuk merekonstruksi ulang metode tarekat dari

bentuknya yang awalnya cenderung borjuis-elitis ke dalam

Referensi

Dokumen terkait

Konsep pendidikan akidah menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang berdasarkan Alquran dan Hadis disimpulkan sebagai berikut; Tujuan pendidikan akidah adalah

Penulis memilih konsep yang ditawarkan Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin karena beliau merujuk kepada Alquran dan Hadis dengan pemahaman pendahulu umat yaitu

Perspektif ilmu pendidikan Islam terhadap pemikiran Habib Abdullah Alawi Al-Hadad tentang pendidikan akhlak dalam kitab Adabu Sulukil Murid di bidang tujuan pendidikan.

sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dari pandangan filsafat, dengan judul Konsep Pendidik Profetik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Studi Analisis Kitab Insan Kamil

Al-Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus adalah seorang yang sangat.. luar biasa dalam berdakwah, untuk mengajak seluruh umat muslim

Habib Ali al-Habsyi juga menyebutkan nur Muhammad sudah dijaga sedemikian rupa oleh Allah. Nur yang sudah dititipkan pada sulbi-sulbi yang suci dan terjaga dari hal-hal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pemikiran Muhammad bin Shalih al-Utsaimin tentang pendidikan Islam dan relevansinya dengan konsep pendidikan modern..

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat hidup dan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Di lingkunganlah tempat mereka melakukan segala