PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID
ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB
RISALAH AL-MU'AWANAH
(1634 - 1720 M / 1044 - 1132 H)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DLIYA UDIN WIFQI
NIM: 111 10 115
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
ii
PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID
ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB
RISALAH AL-MU'AWANAH
(1634 - 1720 M / 1044 - 1132 H)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DLIYA UDIN WIFQI
NIM: 111 10 115
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi MOTTO
Pendidikan adalah atap yang menaungimu dari badai kebodohan,
dinding yang melindungimu dari kehancuran, dan tanah tempat
berpijak yang menjadikanmu tetap berdiri selamanya.
Belajarlah dimanapun kamu berada, karena pengetahuan
sesungguhnya ada disetiap hembusan nafas dan langkahmu
Pendidikan yang baik akan membentuk akhlak yang baik pula
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak, ibu dan keluarga tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
2. Semua umat manusia, yang selalu senang belajar dan berlatih untuk memahami makna hidup serta mencari ridlo dari Sang Penciptanya.
3.
Semua teman-teman yang sedang mempelajari dan memperdalam ilmuviii
KATA PENGANTAR
ميحّرلا نحمّرلا للها مسب
َرّصبو ،َينِقتملِل ِةداعّسلا َجهنم َلّهسو ،َينِبلاطلل َقيرطلا َحضوأ يِذّلا ِلله ُدملحا
َراونأو ِنايملإا َرارسأ مهَحنمو ،ِنيِّدلا في ِماكحلأاو ِمكلحا ِرئاسب َينِقدصلما َرئاصب
لآ ْنأ ُدهشأو ،ِينقيلاو ِناسحلإا
،ُينبلما ُّقلحا ُكللما ُهل َكيرش لّ هَدحو ُللها ّلّإ هلإ
ِهِب ُللها ِدِرُي ْنَم ُلئاقلا ،ُينملّا ُدعولا ُقداّصلا هُلوسرو هُدبع اًدممح انَدّيس ّنأ ُدهشأو
ٍناسحإب مله ،َينِعباّتلاو هِباحصأو هِلآ ىَلعو ِهيلع ُللها ىّلص ،ِنْيِّدلا ِفي ُهْهِّقَفُ ي اًرْ يَخ
َلَإ
.ِنيّدلا ِموي
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
‘Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
x ABSTRAK
Dliya Udin Wifqi. 2016. Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Gufron, M.Ag.
Kata kunci: Pendidikan, Akhlak.
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah seorang tokoh tasawuf yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah Risalah Al-Mu’awanah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak menurut Sayyid Abdullah Bin Alwi Al-Haddad dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah (2) Bagaimana pendidikan akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kitab Risalah
Al-Mu’awanah (3) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak kitab Risalah Al-Muawanah menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh bersumber dari literature. Sumber data primer adalah kitab Risalah Al-Mu’awanah, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.Adapun teknis analisis data menggunakan metode Deduktif, metode Induktif, dan content analysis.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad sangat relevan dengan pendidikan sekarang, dan sangat dibutuhkan untuk merubah para pelajar yang saat ini masih berakhlak madhmumah (jelek), menjadi pribadi yang berakhlakul karimah (baik). Model pendidikan akhlak dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah bisa dibilang sangat praktis dan tetap berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Hadis. Adapun pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah
xi DAFTAR ISI
1. JUDUL ... i
2. LOGO IAIN ... ii
3. NOTA PEMBIMBING ... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
6. MOTTO... vi
7. PERSEMBAHAN... vii
8. KATA PENGANTAR... viii
9. ABSTRAK ... x
10.DAFTAR ISI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelilitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Kerangka Teoritik .………...…………...……. 11
G. Metode Penelitian ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 15 BAB II. BIOGRAFI SAYYID ABDULLAH BIN ALWI
xii
A. Latar Belakang Penulisan kitab Risalah
Al-Mu’awanah... 16
B. Sistematika Penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah……... 17
C. Riwayat Hidup Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad…………...………..…...……….…. 18
D. Pendidikan Sayyid Abdullah Bin Alwi Al-Haddad……...……... 25
E. Karya-karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad…... 29
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RISALAH AL-MU’AWANAH A. Pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad Tentang Pendidikan Akhlak dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah... 36
1. Akhlak kepada Allah SWT... 37
2. Akhlak terhadap diri sendiri ... 39
3. Akhlak terhadap lingkungan ... 43
xiii
B. Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Abdullah
Al-Haddad……….. 52
1. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan Allah SWT…….………. 53
2. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri.……….. 59
3. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan lingkungan.………...… 71
C. Implikasi Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kehidupan..……… 81
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
C. Implikasi Penelitian ... 90
D. Kata Penutup ... 91
11.DAFTAR ISI
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik maupun jelek kepadanya. (Al-Jaza’iri, tt: 223).
2
Sesungguhnya manusia mereka yang masih janin, bayi, kanak-kanak, remaja dan lain-lain. Itu nantinya sudah tentu mereka akan menjadi dewasa, menjadi manusia besar yang akan merupakan generasi baru untuk menggantikan para orangtua sekarang yang sudah tua-tua. Orangtua pun secara pasti akan meninggalkan hidup mereka di alam fana ini, melanjudkan perjuangan dan pengkhidmatan pendahulunya terhadap bangsa, negara, juga agama. (Al-Ghalayaini, 2000: 313).
Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi penerus bangsa negara, dan juga agama.
Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa keterpaksaan, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar, teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak mulia serta kesempurnaan jiwa lainnya.
3
kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela mengalir tanpa terpaksa, maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk, perkataan dan perbuatan tercela yang keluar darinya disebut akhlak tercela, seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar, kemarahan, kekejian, berkata kotor dan pendorongnya.
Di sini Islam menjadi penyeru pada akhlak yang baik dan mengajak kepada pendidikan akhlak di kalangan kaum Muslimin, menumbuhkannya di dalam jiwa mereka, dan menilai keimanan seseorang dengan kemuliaan akhlaknya. Allah SWT memuji NabiNya karena akhlaknya yang agung. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. (Q.S. Al-Qalam: 4).
4
Berbekal dengan pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk. (FIP-UPI, 2007: 18).
Salah seorang ulama’ yang mengkaji dan memberikan pendidikan
akhlak secara mendalam adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang pendidikan akhlak, baik akhlak dhahir (lahir) maupun bathin (batin).
Sejarah menyebutkan bahwa Sayyid Abdullah Al-Haddad tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja. Firman Allah SWT :
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. Al-Muzammil: 1-2).
5
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu sahur mereka meminta ampun”. (Q.S. Adz-Dzariyat: 17).
Sayyid Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan segala sunnah Nabi SAW, dan tiada satu sunnah yang kami tinggalkan”. Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, Sayyid Abdullah Al-Haddad pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya hingga bahunya, karena rambut Rasulullah SAW adalah demikian.
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik akhlak, Sayyid Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai seorang yang produktif dalam karya tulis. (Al-Badawi, 1994: 163). Karya-karyanya banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di Indonesia, yang banyak dikaji oleh majlis-majlis pengkajian ilmu adalah kitab Risalah Al-Mu’awanah. Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan dari pemikiran Sayyid Abdullah, berhubungan dengan pendidikan akhlak, yang bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai pendidikan akhlak kepada setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.
Selain praktis, kitab ini juga sangat detail sekali dalam penjelasan-penjelasannya. Bisa dilihat dari bab per babnya, setiap pembahasan selalu dijelaskan tentang definisi, tata cara pelaksanakannya, hasilnya dan juga dasarnya/ dalilnya. Yang membuat setiap pembacanya akan tertarik dan mantap dalam membaca dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Al-6
Mu’awanah, yang memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang tata cara dan langkah-langkah seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia akhirat. Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul: PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB RISALAH AL-MU’AWANAH. Penulis akan berusaha mengulas dan menjelaskan tentang Pendidikan Akhlak yang ada dalam Kitab Risalah
Al-Mu’awanah. Semoga dapat memberikan kontribsi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah? 2. Bagaimana Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi
Al-Haddad dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah?
3. Bagaimana implikasi Pendidikan Akhlak kitab Risalah Al-Mu’awanah menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimanakah latar belakang penulisan Kitab Risalah
Al-Mu’awanah.
7
3. Mengetahui implikasi Pendidikan Akhlak kitab Risalah Al-Mu’awanah menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang Pendidikan Akhlak yang ada pada kitab Risalah Al-Mu’awanah yang berhubungan dengan ketauhidan dan akhlak serta langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap mukmin dalam menjalani hidup menuju akhirat (kehidupan yang abadi). Diharapkan pula dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan, khususnya dunia pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai akhlak-akhlak baik yang sesuai dengan aturan Al-Quran dan As-Sunah dan langkah-langkah dalam mewujudkannya, untuk selanjutnya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
8
menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah khazanah keilmuan tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah sehingga mengetahui betapa pentingnya pembelajaran tentang akhlak. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang kajian mengenai ketauhidan serta langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap mukmin dalam menjalani hidup menuju akhirat (kehidupan yang abadi). Dengan demikian diharapkan setiap individu dalam keadaan tertentu dapat mengambil langkah yang tepat dalam melangkah setiap perilaku kehidupan manusia menuju jalan yang diridloi oleh Allah SWT.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Pendidikan dan Akhlak
9
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. (UUR.I. No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal 1, Ayat 1).
Akhlak adalah keadaan yang tertanam di dalam jiwa, yang mewujudkan/ melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih dahulu”. (Al -Qosimi, 2005: 4).
Dengan demikian pendidikan akhlak adalah merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik dan terpuji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
2. Risalah Al-Mu’awanah
Ini adalah kitab yang ditulis oleh Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad pada abad ke-12 Hijriyah. Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1069 H, sewaktu Sayyid Abdullah masih berumur 26 tahun. (Al-Badawi, 1994: 165-166). Arti dari kitab ini mempunyai pengertian ringkasan pertolongan bagi orang-orang mukmin yang cinta bersikap menuju jalan akhirat. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai
10
ditulis beberapa wasiat al-rohaniah (wasiat yang bersifat kerohaniahan) dari Allah SWT. Yang diturunkan melalui beberapa hadis qudsi dengan periwayatan yang shahih, yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dan fahrasat (daftar isi).
3. Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Ia adalah seorang Imam Al-Allamah Sayyid Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi’ Qosam bin Alwi bin
Muhammad Shohib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhajir
Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin
Imam Ja’far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin
11
10 september 1720 M, dalam usia 98 tahun. Ia disemayamkan di pemakaman Zanbal, di kota Tarim, Hadlromaut, Yaman. (Al-Badawi, 1994: 171-172).
(http://tarekataulia.blogspot.com/2013/09/biografiimamhaddad.html).
F. Kerangka teoritik
Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibnu Maskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, Merupakan upaya kearah terwujudnya sikap batin yang mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk pada Al Qur an dan Sunah sebagai sumber hukum tertinggi Islam.Akhlak mengandung beberapa arti. diantaranya :
1. Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan diupayakan.
2. Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan latihan.
3. Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat.
12
positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini adalah tidak lain dari penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia ( Majid, 2013: 9-11).
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan obyek kitab-kitab, serta lainnya yang ada kaitannya dengan obyek kajian, karena yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Risalah
Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah kitab Minhajul Muslim, ‘Idhatun Nasyiin, buku-buku seperti buku Watak Pendidikan Islam, Akhlak di atas Segalanya, serta lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data.
13
serta alat elektronik, seperti internet. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data.
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus. (Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan dari pola pemikiran yang bersifat umum kepada penarikan pola pemikiran yang khusus. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan. b. Metode Induktif
14
kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang pendidikan akhlak dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang tertuang dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah.
c. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul: Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan kitab Risalatul Mu’awanah dan kaitannya dengan pendidikan akhlak.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
15
Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Haddad, menguraikan tentang: Biografi Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang perkembangan intelektual dan karya-karyanya.
Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Menguraikan tentang pengertian Pendidikan Akhlak yang terdapat pada kitab Risalah Al-Mu’awanah.
Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi pemikiran, dan implikasi.
16 BAB II
BIOGRAFI SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Sayyid Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini memiliki berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan bahwa alasan yang mendorongnya untuk menulis risalah ini adalah untuk melaksanakan perintah agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan berusaha meraih janji yang mulia yaitu untuk memperoleh janji yang benar (al Wa’ddu al Shaadiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu, disamping juga permintaan dari Al-Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi. (Al-Haddad, 2010: 12).
Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat yang hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan, dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang di luar
tuntunan syari’at Islam. Akibat kurangnya perhatian dan tuntunan dari
keinginan-17
keinginan tersembunyi, nafsu yang merajalela, dan cinta dunia di dalam hatinya, dan ia tidak membebaskan diri dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Haddad, 2010: 13).
Dengan kearifannya, ia mengatakan pula bahwa hamba yang fakir, hamba yang mengaku akan kekurangan dan kelalaian, yang berharap akan ampunan Tuhannya Yang Kuasa. (Al-Haddad 2010: 13).
B. Sistematika Penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah salah satu kitab Tauhid yang dikarang oleh para ulama’.
Sistematika penyusunannya hampir sama dengan kitab yang lain. Yaitu dengan sistem tematik, yang sistem penulisannya dari satu bab ke bab yang lain. Penyusunannya dimulai dengan:
1. Muqaddimah berupa pengenalan yaitu berisi tentang pengenalan dengan pengarang.
2. Khutbah atau penyampaian kitab.
3. Bab selanjutnya pembahasan isi kitab Risalah Al-Mu’awanah, dan diakhiri dengan do’a.
18
Allah SWT, dan sebuah wasiat yang dengan kemurahan dan rahmat Allah SWT, insya Allah bermanfaat.
C. Riwayat Hidup Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
1. Kelahiran, Keturunan dan Tempat Tinggal
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dilahirkan pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/ 30 Juli tahun 1634 M. di Subair (sebuah perkampungan di pinggiran kota Tarim, Hadlramaut, Yaman). Sayyid Abdullah Al-Haddad adalah Keturunan dari Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad Al-‘Arifiin (ma’rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).
Nasab Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad bersambung kepada kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-Husein RA, putra dari Amirul Mukminin Sayyiduna Ali bin Abi Thalib RA, dan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA, putri dari Rasulullah SAW.
19 Sayyiduna Muhammad
SAW
Sayyidatuna Khatijah Al-Kubro RA Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal ‘Abidin
Ja’far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Ba’lawi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi’ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Abdurrahman Alwi Al-Faqih Al-Muqaddam
Ahmad Al-Faqih Abdullah
Ahmad Muhammad
Abu Bakar Ahmad Al-Haddad
Muhammad Alwi
Abdullah Ahmad
Sayyid Alwi Muhammad Al-Haddad
Syarifah Salma binti Idrus
20
Demikianlah runtunan nasab Sayyid Abdullah Al-Haddad yang sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-Husain RA. (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Sayyid Abdullah Haddad tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi) pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari Hadlramaut) berkata:
”Sesungguhnya Sayyid Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi
semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada pentadbiran (pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik daripada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan kejahatan dari
tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan yang selamat
lagi dihormati.
Sayyid Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di Al-Hawi pada tahun 1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun 1099 H. Ia membangun masjidnya berdekatan dengan rumahnya, dan mengajar di sana selepas salat asar setiap hari, dan pagi hari kamis dan senin, serta hadlrah (rebana) pada setiap malam Jum’at selepas salat isya’. Maka
21
ulama’, dan orang-orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum
fakir miskin, dan merupakan zona selamat, aman, dan tenteram. 2. Ketekunan Ibadahnya
Pada tahun 1079 H, Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad telah berangkat untuk menunaikan ibadah haji. Setelah sampai di Makkah, ramai penduduk Makkah yang menyambut kedatangannya, dan di sana ia tinggal di rumah Sheikh Husain Ba Fadal. Sayyid Abdullah menceritakan keberadaannya di rumah Sheikh Husain Ba Fadlal, Sayyid Abdullah berkata: “Sesungguhnya Sheikh Husain berkata: Aku mempunyai dua lautan di mana aku mengambil dari keduanya, yang pertama: adalah lautan dzahir, yaitu Sheikh Ahmad Al-Qusyasyi, yang kedua: lautan batin, yaitu Sayyid Muhammad bin Alwi As-Seggaf, dan Allah SWT telah mengumpulkan kedua lautan itu padamu untukku”. (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada tahun itu, wuquf di Arafah jatuh pada hari jum’at, ramai
penduduk Makkah pada ketika itu yang datang kepadanya. Ketika Sayyid Abdullah Al-Haddad sedang duduk di sebelah Hijir Isma’il, ia didatangi oleh Syarif Barakaat bin Muhammad, lalu meminta do’a kepadanya agar
22
raja di Makkah, dan Allah SWT telah mengabulkan permintaanya”. Syarif Barakaat dilantik menjadi pemimpin di Hijaz pada tahun 1082 H. (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada hari Jum’at 1 Muharram 1080 H, bertepatan dengan
masuknya waktu salat fajar, Sayyid Abdullah Al-Haddad telah di pelawa untuk menjadi imam pada salat subuh di Masjidil Haram di Makkah. Ia membaca surah As-Sajdah dan surah Al-Insan.
Sayyid Abdullah Al-Haddad melangsungkan perjalanannya menuju kota Madinah Al-Munawwarah. Telah diceritakan bahwa, ia tidak tidur dalam perjalanannya menuju kota Madinah kecuali sedikit sekali, disebabkan kerinduan yang mendalam di dalam hatinya. Dia mengungkapkan akan kerinduannya itu dalam syairnya:
ِّبُْلحا صِلاَخ ْنِم َحاَوْرلأا َطلاَخ الم * ىَرَكلا انل ّذلي َلّ ْنأ َانَل ّذلَي
Artinya:”Sungguh kami merasakan kenikmatan dimana kami tidakmeraza nikmat dengan tidur, Ketika kemurnian cinta telah
menyatu dengan ruh”.
Ketika Sayyid Abdullah Al-Haddad menghampiri kota Madinah, ia dapat mencium bau wangi serta merasakan adanya cahaya yang bersinar. Ia mengungkapkan dalam syairnya:
ِبنعلا فرعب يرزي ىذش انمشم * ا هعو برو ًةب يط ان غلب املف
و * ب ناج ّلك نم ُراونلأا ْتقرشأو
ِرباقلما ّلك يرخ نم انسلا حلّ
رفاس ِةداعّسلاب انيلع ٍحابص * نم باط ةنيدلما انيفاو انلصو رجفلا عم
Artinya:”Ketika kami sampai di Thaibah (Madinah), kami mencium bau23
sampai ke Madinah, sungguh indah pagi itu bagi kami dengan
kebahagiaan”.
Sejarah menyebutkan bahwa Sayyid Abdullah Al-Haddad tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang di perintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja. Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S.
Al-Muzammil:1-2).
Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan malam dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT:
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu sahur mereka meminta ampun (kepada Allah).” (Azd -zdariyat: 17).
Sayyid Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan segala sunah Nabi SAW, dan tiada satu sunah yang kami tinggalkan”. Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, beliau pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya sehingga bahunya, karena rambut Rasulullah SAW adalah demikian.
24 3. Peristiwa Wafatnya
Sayyid Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut salat asar berjama’ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia memerintahkan
orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian seperti biasa dan ikut mendengarkan dari dalam rumah. Malam harinya, ia salat isa’ berjama’ah
dan tarawih. Keesokan harinya ia tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7 Dzul-qo’dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap Yang Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam usia 89 tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia. Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan. (Al-Badawi, 1994: 171-172).
Putranya yang bernama Hasan yang merawatnya ketika sakit. Habib Hasan menceritakan bahwa: Sesungguhnya Sayyid Abdullah Al-Haddad dalam sakitnya banyak mengulangi hadis yang terakhir yaitu hadis yang ke-4860 dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu:
،ِناَسِّللا ىَلَع ِناَتَفيِفَخ ِناَتَمِلَك
اَُهُ ،ِنَْحمَّرلا َلَِإ ِناَتَبيِبَح ،ِناَزيِمْلا ِفي ِناَتَليِقَث
.ِميِظَعْلا ِهَّللا َناَحْبُس ،ِهِدْمَِبَِو ِهَّللا َناَحْبُس
Artinya: Dua kalimat ringan dilisan, berat di timbangan, di senangi oleh Yang maha Pengasih yaitu:
ِميِظَعْلا ِهَّللا َناَحْبُس ,ِهِدْمَِبَِو ِهَّللا َناَحْبُس
.
(25
Sayyid Abdullah Al-Haddad meninggal dunia pada 1/3 malam yang pertama, tak seorang pun yang mengetahui berita kewafatannya kecuali di waktu pagi. Keadaan menjadi sangat memilukan ramai pengikutnya. Berduyun-duyun manusia datang untuk menghadiri pemakamannya.
Al-Habib Hasan (putranya) dan Al-Habib Umar bin Hamid adalah orang yang menangani pemandiannya. Shalat jenazah diimamkan oleh Al-Habib Alwi (putranya), dan di hadiri oleh lebih kurang dua puluh ribu (20.000) orang. Sayyid Abdullah Al-Haddad di makamkan bersamaan dengan terbenamnya matahari, oleh karena terlalu ramai manusia yang menghadiri jenazahnya. (Al-Badawi, 1994: 173).
D. Pendidikan Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tumbuh besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad dan ibundanya Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur’an, dan bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului rekan-rekannya.
26
bilangan guru-gurunya melebihi 140 guru. Di antara guru-guru dari Sayyid Abdullah Al-Haddad adalah sebagai berikut:
1. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-‘Athos bin ‘Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),
2. Al-‘Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula ‘Aidid Ba'Alawy
(wafat: 1068 H),
3. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di Mekkah (1002–1071 H).
4. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Syaikh Al-’Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob Husein bin Syaikh Quthb Robbani Abu Bakar bin Abdullah Al-Idrus (1035-1112 H),
5. Sayyidi Syaikh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Qusyasyi (wafat 1071 H).
27
memperoleh tingkat Al-Qutub Al-Ghauts (Wali tertinggi yang bisa menjadi wasilah pertolongan). (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
28
Allah ‘Azza wa Jalla
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal ‘Abidin
Ja’far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi’ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Muhammad al Faqih al Muqaddam Ali
Alwi al Ghoyur Ali
Syeikh Abdurrahman As-Seggaf Muhammad Maulah Dawilah
Abdullah Abdurrahman
Salim Ubaidullah
Aqil Abdurrahman
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar Al-‘Athos Al-Imam Al-‘Alamaah, Sayyid Abdullah Al-Haddad,
29
Sayyid Abdullah Al-Haddad adalah seorang da’i yang menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan sangat mengesankan dan sebagai seorang penulis yang produktif, yang karya-karyanya tetap dipelajari orang sampai saat ini. Banyak dari para penuntut ilmu yang datang untuk berguru kepadanya. Keaktifannya dalam berdakwah menjadikannya digelari Quthbid Dakwah wal Irsyad ( Wali Tertinggi yang memimpin dakwah).
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang Sayyid Abdullah Al-Haddad miliki pada saat usia yang sangat dini, ia dinobatkan oleh Allah SWT dan guru-gurunya sebagai da’i, yang menjadikan namanya harum di seluruh penjuru wilayah Hadlramaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadlramaut tetapi juga datang dari luar Hadlramaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarrukan
(mencari berkah), memohon do’a darinya.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
E. Karya-karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
30
yang membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama’ pun menjadikannya sebagai pegangan dalam berdakwah. (Al-Badawi, 1994: 163).
Keistimewaan dari karya-karya Sayyid Abdullah adalah mudah difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing. Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.
Adapun karya-karya Sayyid Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Risalah Al-Mudzaakarah Ma’a Al-Ikhwan Muhibbin Min Ahl
Al-Khair Wa Ad-Din (ني ّدلاو ريخلا لهأ نمنيّبحملاو ناوخلإا عم ةركاذملا ةلاسر)
Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan akhirat, zuhud dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati. Kitab ini selesai ditulis oleh Sayyid Abdullah pada hari ahad sebelum waktu dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994: 163).
2. Risalah al-Mu’aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li
ar-Raghibin minal Mu’minin fi Suluki Thoriqil Akhirah ( ةنواعملا ةلاسر ةرزاؤملاو ةرهاظملاو
ةرخلأا قيرط كلس ىف نينمؤملا نم نيبغارلل )
31
3. Risalah Aadab Suluk al-Murid (ديرملا كولس بادآ ةلاسر)
Tentang kewajiban bagi seorang muriid (orang yang mencari Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal lahir dan batin. Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8 Ramadhan, tahun 1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
4. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail (لئاسملا ةبوجأب لئاسلا فاحّتا)
Kitab ini selesai ditulis pada hari Jum’at, 15 Muharram 1072 H,
Ketika itu Sayyid Abdullah berumur 28 tahun. Kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas berbagai persoalan yang diajukan
kepadanya oleh Syaikh ‘Abdurrahman Ba’Abbad Asy-Syibaami. Kitab
itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau’an pada tahun 1072 H. Kitab ini
mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban dan ulasan yang mendalam
darinya. Selesai ditulis pada hari Jum’at, 15 Muharram 1072 H.
(Al-Badawi, 1994: 165).
5. An-Nashoih ad-Diniyah wa al-Washoya al-Imaniyah ( اياصولاو ةينيّدلا حئاصنلا ةّيناميلإا)
Kitab ini Sayyid Abdullah tulis pada usia 45 tahun. Selesai ditulis pada hari Ahad, 22 Sya’ban tahun 1089 H. Kitab ini mendapat pujian
dari para ulama’ karena isinya merupakan suatu ringkasan daripada kitab
Ihya’. Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas,
32
6. Sabil al-Iddikar wa al-I’tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi
lahu min al-’A’maar (رامعلأا نم ناسنلإاب ّرمي امب رابتعلااو راكّدلاا ليبس)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Sayyid Abdullah Al-Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada ketika ia berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya’ban 1110 H. Kitab ini membahaskan
mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).
7. Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-‘Ammah ( ةركذتلاو ةماتلا ةوعدلا ةماعلا)
Kitab ini diselesaikan oleh Sayyid Abdullah pada saat usianya 70 tahun. Selesai ditulis pada jum’at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114
H. (Al-Badawi, 1994: 166).
8. An-Nafais al-‘Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah ( يف ةّيولعلا سئافّنلا ةّيفوّصلا لئاسملا)
Kitab ini selesai ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo’dah tahun 1125 H. Usia Sayyid Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini membahaskan masalah yang berkaitan dengan sufi.
9. Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah ( لوصلأاو ةّيملعلا لوصفلا ةّيمكحلا)
33
Selain itu, terdapat pula ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran yang sempat dicatat oleh murid-muridnya dan para pecintanya, diantaranya adalah :
a. Kitab al-Hikam (مكحلا باتك)
b. Al-Mukhatabat wa Washoya (اياصووتابتاكملا)
c. Wasilah al-‘Ibaad ila Zaad al-Ma’aad (داعملا داز ىلإ دابعلا ةليسو)
Kitab ini dikumpulkan oleh As-Sayyid Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad.
d. Ad-Durr al-Mundzum li Dzaawil ‘Uqul wa al-Fuhuum ( يوذل موظنملا رّدلا موهفلاو لوقعلا)
Kitab ini dikumpulkan oleh muridnya Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdillah Al-Haddad.
e. Tastbit al- Fuad bi adz-Dzikri Majaalisi al-Quthbi Abdillah Al-Haddad (داّدحلا الله دبع بطقلا سلاجم ركذب داؤفلا تيبثت)
Dikumpul oleh muridnya Syaikh Ahmad bin Abdul Karim al-Hasawi asy-Syajjar tahun 1981 M. (Al-Badawi, 1994: 169).
f. Ghoyah al-Qosod wa al-Murod (دارملاو دصقلا ةياغ)
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan spiritualitas yang tinggi pada kesufian sayyid Abdullah. Dapat dilihat dari karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf bagi Sayyid Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT.
Selain karya tulis, Sayyid Abdullah juga meninggalkan banyak do’a
34
disusun, Ratib Al-Haddad inilah yang paling masyhur di kalangan ummat Islam, khususnya di Indonesia. Ratib ini disusun oleh Sayyid Abdullah pada salah satu malam di bulan Ramadhan tahun 1071 H, untuk memenuhi permintaan salah seorang muridnya yang bernama `Amir dari keluarga Bani Sa`ad yang tinggal di kota Syibam (salah satu kota di propinsi Hadlramaut). Tujuan `Amir meminta Sayyid Abdullah untuk menyusun ratib ini adalah, agar diadakan suatu wirid dan dzikir di kampungnya, supaya mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang ketika itu sedang melanda Hadlramaut. Mulanya ratib ini hanya dibaca di kampung `Amir sendiri, yaitu kota Syibam. Setelah mendapat izin dan ijazah dari sayyid Abdullah Al-Haddad, ratib ini pun kemudian mulai dibaca di masjid-masjid di kota Tarim.
Pada kebiasaannya, ratib ini dibaca secara berjama’ah setelah salat Isya`, dan pada bulan Ramadhan, ratib ini dibaca sebelum salat Isya` untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan salat tarawih, dan ini adalah waktu yang telah ditartibkan Sayyid Abdullah untuk kawasan-kawasan yang mengamalkan ratib ini. Dengan izin Allah SWT, kawasan-kawasan yang mengamalkan ratib ini pun selamat dan tidak terpengaruh dari ajaran sesat tersebut.
35
dia akan mendapatkan sesuatu yang di luar dugaannya”. (http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html)
Ketahuilah bahwa setiap ayat, do’a, dan nama Allah SWT yang
disebutkan dalam ratib ini dipetik dari Al-Qur`an dan Hadis Nabi SAW. Bilangan bacaan di setiap do’a dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah
bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan petunjuk Sayyid Abdullah Al-Haddad sendiri. Ia menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan dibaca berulang kali, agar memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek ini jika selalu dibaca secara istiqamah, maka lebih utama dari pada dzikir yang panjang namun tidak dibaca secara istiqamah.
36 BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITABRISALAH
AL-MU’AWANAH
A. Pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang Pendidikan Akhlak dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Salah satu karya monumental Sayyid Abdullah Al-Haddad yang berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab Risalah Al-Mu’awanah. Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak Sayyid Abdullah Al-Haddad dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis.
Kecenderungan pemikiran yang menonjol dari Sayyid Abdullah dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya, misalnya keutamaan menguatkan keyakinan. Menurut Sayyid Abdullah, menguatkan keyakinan hukumnya adalah wajib, karena akhlak yang mulia dapat terwujud jika seseorang itu keyakinannya kuat. Pendapatnya ini juga senada dengan pendapat seorang tokoh akhlak yang dibicarakan di dalam Al-Qur’an, yaitu Luqman AS. Luqman AS, berkata:
َلّ
Artinya: ”Suatu amal tidak mampu diwujudkan, kecuali dengan yaqin.
Tidaklah seorang hamba mampu mengerjakan apapun, kecuali sesuai dengan kadar yakinnya dan tidaklah amalnya terkurangi
37
Pemikiran Sayyid Abdullah tentang akhlak di dalam kitab Risalah
Al-Mu’awanah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak sekali pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada para pelajar, lebih-lebih kepada masyarakat umum. Agar mereka dapat mengetahui pendidikan akhlak yang sebenarnya, dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dapat penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama: Akhlak kepada Allah SWT. Kedua: Akhlak terhadap diri sendiri. Ketiga: Akhlak terhadap lingkungan:
1. Akhlak kepada Allah SWT
Allah SWT adalah kholiq (Pencipta) dan manusia adalah makhluq (makhluk). Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung kepadaNya. Sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu”. (Q.S. Al-Ikhlas: 2).
38
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56).
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak kepada Allah SWT, sikap yang harus ditanamkan antara lain:
a. Cinta kepada Allah SWT
Penanaman rasa cinta kepada Allah SWT adalah prinsip yang harus ditanamkan kepada para pelajar. Mereka harus dibiasakan untuk mencintai Allah SWT dengan diwujudkan dalam bentuk sikap selalu mengikuti perintah-perintahNya, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Dalam kitab Risalah Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Bahkan kamu tidak mencintai sesuatu apapun, kecualicinta kepadaNya”. (Al-Haddad, 2010: 146).
b. Rela dengan keputusan Allah SWT
Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa saja yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma’rifat
kepadaNya.
39
dan ma’rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta
itu sendiri adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai
(Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148).
c. Berharap dan takut kepada Allah SWT
Para pelajar harus diajari untuk selalu berharap dan takut kepada Allah SWT. Karena kedua sikap itu adalah merupakan buah yakin yang paling mulia.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut
(kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah
buah yakin yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129).
2. Akhlak terhadap diri sendiri
40
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak kepada diri sendiri, sikap yang harus ditanamkan antara lain:
a. Selalu memperkuat keyakinan
Dengan bekal keyakinan yang kuat, maka seseorang akan merasa tenang, dan selalu bercita-cita untuk taat kepadaNya, serta memaksimalkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ridlaNya.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk
menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena, jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti
tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16).
b. Selalu bersikap mawas diri
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar, karena dengan selalu mawas diri, maka seseorang akan bisa taat kepada Allah SWT. sebab ia selalu merasa diawasi olehNya, dan sikap inilah yang dinamakan maqom (derajad) ihsan.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
41
dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu. Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan seluruh keberadaanmu senantiasa merasakan
kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22).
c. Selalu bersikap wira’i.
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar. Karena dengan
selalu bersikap wira’i, maka berarti mereka tetap dalam naungan
para ulama’. Mereka akan selalu berhati-hati dalam setiap
langkahnya. Karena wira’i adalah merupakan sebagian inti dari
agama.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
، ِتاَهْ بُّشلاَو ِتاَمَّرَحُمْلا ِنَع ِعَرَوْلاِب َكْيَلَعَو
ْيِذَّلاَو ِنْيِّدلا ُك َلََم َعَرَوْلا َّنِإَف
.َْينِلِماَعْلا ِءاَمَلُعْلا َدْنِع ُراَدِمْلا ِهْيَلَع
Artinya: “Dan wajib bagimu wira’i (menjauhi) dari hal-hal yangharam dan syubhat. Karena wira’i merupakan inti agama,
dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah
orang yang di antara bimbingan ulama’”. (Al-Haddad, 2010: 90).
d. Selalu bertobat atas segala dosa.
Para pelajar harus diajari untuk selalu bertobat dari segala dosa baik besar maupun kecil. Dengan selalu bertobat dari segala dosa walaupun itu dosa yang kecil, maka orang itu kelak akan menjadi orang yang baik. Karena inti dari taubat adalah memperbaiki diri.
42 dhohir ataupun bathin, karena taubat merupakan langkah pertama seorang hamba yang hendak menapakkan kakinya di jalan Allah. Taubat pun merupakan pondasi dari seluruh maqom (tingkatan) karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat”. (Al-Haddad, 2010: 127).
e. Selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah
Para pelajar harus ditekankan untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah. Karena dengan itu mereka akan mendapatkan ilmu yang banyak, dan pengetahuan yang memadai.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu merupakan pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun termasuk dari akhlakul karimah serta terdapat beberapa
keutamaan”. (Al-Haddad, 2010: 133).
f. Selalu bertawakkal kepada Allah SWT
43
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong ,
dilindungi serta diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad, 2010: 143).
3. Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat hidup dan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Di lingkunganlah tempat mereka melakukan segala aktifitasnya, di dalam lingkungan ini ada berbagai macam kalangan. Di sini penulis akan membahas tentang kalangan keluarga, kalangan sekolah dan kalangan masyarakat. Adapun dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak terhadap lingkungannya, sikap yang harus ditanamkan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Akhlak di lingkungan keluarga
Sikap utama yang harus dikembangkan pada anak atau para pelajar dalam lingkungan keluarga, yang utama yaitu:
1. Berbakti kepada kedua orangtua
44
sampai seorang anak durhaka kepada keduanya, karena itu termasuk dosa yang sangat besar.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang tua,
karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang
lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103).
Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan berlaku lemah lembut kepada keduanya, serta menaati keduanya, selain dalam kemaksiatan kepadaNya, dan menjalin hubungan dengan keduanya, bahkan sekalipun keduanya kafir. (Al-Ghomidi, 2011: 138).
2. Menyayangi saudara
Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga. Para pelajar harus diajari untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang akan menjadikan suasana rumah menjadi damai dan tentram.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “Dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan sesuatu
45
(dilarang) serta mendengarkan perkataan yang haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih
dahulu dan susunlah dengan kalimat yang benar”.
(Al-Haddad, 2010: 63).
b. Akhlak di lingkungan sekolah
Untuk terciptanya suasana yang khidmat di lingkungan sekolah, para pelajar harus di tanamkan sikap-sikap seperti:
1. Adil pada dirinya dan dan pada orang lain
Bersikap adil pada diri sendiri dan pada orang lain ini, harus ditanamkan pada para pelajar. Supaya mereka tidak mudah berbuat curang, dan semena-mena pada temannya yang lain.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
،اََله ِدُّقَفَّ تلاَو ِظْفِْلحا ِلَمَكَو ِةَماَعْلاَو ِةَّصاَْلا َكِتَيْعَر ِْفِ ِلْدَعْلاِب َكْيَلَعَو
ِهِتَّيِعَر ْنَع ٌلُؤْسَم ٍعاَر ُّلُكَو ،اَهْ نَع َكُلِئاَس َللها َّنِإَف
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalampengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang umum, disamping tetap dengan sempurna menjaga dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. Sebab setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010: 101).
2. Amar ma’ruf nahi munkar
Penanaman Amar ma’ruf nahi munkar ini harus ada pada para pelajar. Supaya mereka dapat mengingatkan antara satu sama lainnya dalam menjalani aktifitas di sekolah.
46
ِهْيَلَع ْيِذَّلا ُبْطُقْلا ُهَّنِإَف ،ِرَكْنُمْلا ِنَع ِيْهَّ نلاَو ِفْوُرْعَمْلاِب ِرْمَْلأاِب َكْيَلَعَو
َْينِلَسْرُمْلا َلَسْرَأَو َبَتِكْلا ُللها َلَزْ نَأ ِهِلْجَِلأَو ،ِنْيِّدلا ِرْمَأ ُراَدِم
Artinya: “Dan wajib bagimu menyerukan kebaikan danmencegah kemungkaran, karena ini merupakan pusat perputaran sendi-sendi agama. Karena itu pula Allah menurunkan Al-Qur’an dan mengutus
para Rasul”. (Al-Haddad, 2010: 97).
c. Akhlak di lingkungan masyarakat
1. Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga
Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga adalah termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan hal yang dapat menjadikan hubungan antara sesama berjalan dengan baik serta harmonis.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َو َع َل
Artinya: “Dan wajib bagimu menyambung tali silaturrahhim,
dengan handai taulan yang paling dekat, berbuat baik kepada tetangga, khususnya pintu tetangga yang
paling dekat”. (Al-Haddad, 2010: 104).
Selain itu diperintahkan oleh Allah mengikat tali persaudaraan juga sebagai tanda bagi orang yang beriman kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
َم ْن
47
2. Selalu bersikap tawadlu’
Tawadlu’ adalah termasuk perilaku seorang mukmin
yang sejati, dan seseorang yang tidak memiliki perilaku ini sangatlah dibenci oleh Allah SWT.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
َللها َّنِإَف ، ُّبَكَّتلاَو َكاَّيإَو ،َْينِنِمْؤُمْلا ِق َلَْخَأ ْنِم ُهَّنِإَف ،ِعُضاَوَّ تلاِب َكْيَلَعَو
َلّ
.ُللها ُهَعَضَو َرَّ بَكَت ْنَمَو ،ُللها ُهَعَ فَر َعَضاَوَ ت ْنَمَو ؛َنْيِِّبَكَتُمْلا ُّبُِيُ
Artinya: “Dan wajib bagimu bersikap tawadlu’, karena sikapini adalah perilaku orang-orang mukmin, dan takutlah kamu berbuat takabbur (sombong), karena sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong. Sebab, barangsiapa bersikap merendahkan diri, Allah SWT akan mengangkatnya, barangsiapa bersikap sombong, Allah akan
48 BAB IV
ANALISIS DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan
Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis. (Nata, 2003: 210). Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, bagi peranannya di masa yang akan datang. (Hamalik, 2010: 14).
Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik. (Nata, 2003: 210).
49
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu dan beramal saleh. (TPIP FIP-UPI, 2007: ix).
Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya. (Al-Ghalayaini, 2009: 69).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu sendiri. (Al-Ghalayaini, 2009: 69).
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib, sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak tersebut. (Al-Ghalayaini, 2009: 70).
50
beramal, lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang makmur dan diridhai Allah SWT. (Al-Ghalayaini, 2009: 70). pendidikan merupakan kunci kesuksesan dalam menjalankan kehidupan, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia yang harus diberikan.
Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau akhlaknya setiap memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat.
2. Pengertian Akhlak
Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab (قلاخا), jamak dari
kata “Khuluqun”
(قلخ
) yang artinya kejadian. Akhlak berhubungan jugadengan “Khaliq” (قلاخ) yang berarti pencipta dan kata “makhluk” (قولخم)
yang memiliki arti yang diciptakan. Akhlak juga bisa berarti perangai, watak, tingkah laku, dan budi pekerti. (Siroj, 2009: 1).
Adapun pengertian akhlak secara istilah dapat disimak dari beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut:
Menurut Imam Al-Ghozali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
51
“Al-Khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan”. (Al-Ghozali, tt: 52).
Menurut Syaikh Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi dalam kitabnya Mau’idlotul Mu’minin mendefinisikan Akhlak sebagai berikut:
َا َْلأ
mewujudkan/ melahirkan perpuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih dahulu”. (Al -Qosimi, 2005: 4).Dari beberapa definisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa Akhlak adalah satu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik maupun jelek kepadanya.
Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik. (Al-Jaza’iri, tt: 223).