• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah yang mendasari pentingnya dilakukan penelitian ini, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

b. BAB II TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM RANAH HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Bab ini berisi tinjauan secara teoritis mengenai pengertian Hak Kekayaan Intelektual, Konvensi Internasional dan Ratifikasi Konvensi Internasional. Bab ini juga akan membahas mengenai penerapan hukum Internasional di bidang Hak Cipta serta organisasi Internasional bidang Hak Kekayaan Intelektual dimana Indonesia berpartisipasi di dalamnya.

c. BAB III KEBIJAKAN ANTI COUNTERFEITING TRADE AGREEMENT Bab ini berisi uraian mengenai tinjauan umum aturan-aturan dari ACTA serta hal-hal yang menjadi tujuan utama ACTA dalam mendirikan kerangka hukum HKI secara internasional.

d. BAB IV ANALISIS TERHADAP KETIDAKIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM ACTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KERANGKA HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Bab ini berisi uraian mengenai keterkaitan penegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dengan kebijakan ACTA yang dapat berdampak pada keutuhan kerangka hukum HKI ruang siber di Indonesia, yang mana uraian tersebut meliputi:

1. Bagaimana upaya penegakan hukum Hak Cipta dapat dilaksanakan melalui aturan-aturan ACTA?

2. Apakah akibat hukum yang timbul dari ketidakikutsertaan Indonesia dalam penandantangan dan ratifikasi ACTA sehubungan dengan berlakunya aturan-aturan dari World Intellectual Property Organization (selanjutnya disebut sebagai WIPO)?

3. Apakah penyelesaian sengketa Hak Cipta yang diatur melalui ACTA dapat diberlakukan di Indonesia?

e. BAB V PENUTUP

Bab ini berisi uraian tentang kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulisan tugas akhir ini mengarahkan penulis pada beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Penegakan Hak Cipta dilaksanakan melalui aturan-aturan ACTA berdasarkan prinsip setiap pelanggaran Hak Kekayan Intelektual adalah kejahatan (counterfeiting is a crime) dan oleh karenanya ACTA mengharuskan penegakan Hak Cipta dilakukan melalui aparat hukum. Aturan-aturan ACTA mewajibkan pemidanaan bagi pelanggar Hak Cipta, yang mana hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam pasal 23 ACTA dimana dinyatakan bahwa setiap negara anggota ACTA wajib mengatur mengenai ketentuan pidana yang diperuntukan bagi setiap pelanggar Hak Cipta. Hal inilah yang menjadikan ACTA sebagai salah satu perjanjian internasional yang efektif dalam pencegahan pelanggaran Hak Cipta secara luas. ACTA juga mengatur penegakan hukum Hak Cipta melalui lingkungan digital, yang mana bertujuan untuk mempersempit kebebasan para pelanggar Hak Cipta dalam melakukan tindakannya. Hal ini diwujudkan di dalam Pasal 27 ACTA dimana dinyatakan bahwa setiap negara peserta berhak untuk menegakan hukum bilamana terjadi pelanggaran di lingkungan digital. Perluasan ruang lingkup ini memudahkan penegak hukum untuk mencegah dan menghentikan

pelanggar Hak Cipta yang melakukan pelanggaran di dunia maya, yang merupakan dunia yang tidak secara seluruhnya terlindungi hukum.Upaya penegakan hukum Hak Cipta dilakukan melalui aturan-aturan diatas sehingga penegakan Hak Cipta dapat dilakukan secara efektif

2. Tidak dilibatkannya Indonesia dalam ACTA tidak menimbulkan akibat hukum tertentu.

Hal ini dikarenakan tidak ada hak dan kewajiban yang dituntut dari Indonesia. Akibat hukum timbul karena hak dan kewajiban, sementara Indonesia tidak pernah terikat dengan ACTA sehingga tidak ada hak dan kewajiban yang dituntut oleh Indonesia. Tidak timbulnya akibat hukum tersebut dikarenakan Indonesia tidak pernah menandatangani dan meratifikasi ACTA serta tidak pernah terlibat di dalam proses negosiasi ACTA.

Aturan-aturan di dalam ACTA juga tidak wajib untuk dilaksanakan dikarenakan Indonesia tidak pernah melibatkan diri di dalam persetujuan atas aturan-aturan tersebut. Akan tetapi, sesuai dengan amanat WIPO, Indonesia memiliki aturan hukum tersendiri terkait Hak Kekayan Intelektual, khususnya Hak Cipta, dan hingga saat ini Indonesia dapat menegakan hukum Hak Kekayan Intelektual dengan baik.

3. Penyelesaian sengketa Hak Cipta di Indonesia tidak dapat diselesaikan melalui aturan ACTA.

Aturan ACTA memang terbilang baik khususnya dalam penanggulangan peningkatan pelanggaran Hak Cipta dewasa ini, akan tetapi aturan-aturan

tersebut tidak dapat dilaksanakan dan diterapkan di Indonesia. Ini dikarenakan Indonesia tidak pernah menandatangani dan meratifikasi ACTA. Sengketa Hak Cipta dalam skala internasional dimana salah satu pihak yang terlibat bukan merupakan anggota ACTA (misalnya warga negara Indonesia) akan tetap diselesaikan melalui peradilan sebagaimana semestinya, yaitu melalui penentuan yurisdiksi untuk menentukan wewenang pengadilan yang pada akhirnya akan dilakukan melalui proses pengadilan biasa.

B. Saran

Dalam penulisan ini, penulis akan memberikan saran bagi akademisi, pemerintah dan pelaku usaha. Berikut saran-saran penulis:

1. Untuk Akademisi

Para akademisi di Indonesia, khususnya para akademisi yang mendedikasikan diri mereka untuk pengembangan hukum Hak Kekayan Intelektual di Indonesia harus dapat mengkaji lebih lanjut mengenai aturan-aturan ACTA dan bagaimana aturan-aturan tersebut dapat diterapkan untuk mengembangkan penegakan hukum Hak Kekayan Intelektual. Para akademisi juga harus dapat mengikuti perkembangan hukum Hak Kekayan Intelektual agar dapat menjadikan perkembangan tersebut suatu referensi guna mengembangkan aturan hukum Hak Kekayan Intelektual di Indonesia.

2. Untuk Pemerintah

Aturan-aturan hukum Hak Kekayan Intelektual, khususnya hukum Hak Cipta di Indonesia harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menjangkau hal-hal spesifik yang memungkinkan untuk diatur dan ditegakan oleh hukum. Pemerintah Indonesia juga harus dapat membuat suatu lembaga multinasional dimana di dalamnya terdapat Negara-negara yang tidak terlibat di dalam ACTA akan tetapi memiliki kebutuhan perlindungan hukum yang sama. Lembaga tersebut dapat digunakan untuk menjembatani Negara-negara yang tidak diikutsertakan di dalam ACTA dan menyelesaikan sengketa Hak Cipta atau permasalahan Hak Kekayan Intelektual lainnya.

3. Untuk Pelaku Usaha

Mengingat bahwa banyak kasus pelanggaran Hak Cipta melibatkan pelaku usaha yang tidak berhati-hati atau cenderung meremehkan ketentuan hukum Hak Cipta, penulis menyarankan pelaku usaha harus dapat mengetahui ketentuan-ketentuan Hak Cipta di Indonesia sehingga saat kegiatan usaha dilakukan, pelaku usaha dapat setidaknya meminimalisir terjadinya pelanggaran Hak Cipta, seperti misalnya plagiat karya atau bahkan pendistribusian bebas barang-barang yang dilindungi Hak Cipta. Oleh karenanya pelaku usaha harus dapat berhati-hati dalam meninjau suatu klausul yang tertera di dalam suatu perjanjian yang melibatkan barang yang dilindungi oleh Hak Cipta.

Dokumen terkait