Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi beberapa sub- sub bahasan diantaranya : Latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran dan metode Penelitian. Bab ini merupakan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab- bab selanjutnya.
Bab kedua membahas tentang riwayat hidup Hamka, baik metode ,sitematika maupun corak Hamka dalam menafsirkan al-qur'an. Pada bagian ini akan diuraikan perjalanan dan pendidikan beliau, kemudian menggambarkan metode, sistematika, serta corak penafsiran beliau dalam menafsirkan Al-Qur'an yang tersaji dalam Tafsir Al-Azhar.
Bab ketiga membahas tentang landasan teoritis tentang makar dan pemahaman pengertian, criteria dan bentuk makar dalam tafsi Al-Azhar, serta pendapat mufassir lainnya.
Bab keempat membahas tentang penafsiran Hamka tentang ayat- ayat yang mengandung lafadz makar Kata makar dalam al-Qur'an dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 40 kali dan tergelar dalam 14 surat dan 21 ayat.dan membahas tentang pengertian , tujuan, akibat, pelaku- pelaku makar dan cara menghadapi makar .
Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, juga memuat saran-saran yang diperlukan.
BAB II
SEKILAS TENTANG H. ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA) A. Biografi Intelektual HAMKA
Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. panggilan kecilnya Abdul Malik. beliau dilahirkan pada tanggal 16 Febuari 1908 di Maninjau Sumatra Barat, dan beliau wafat pada tanggal 24 Juli 1981. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rosul dan pelopor tokoh gerakan islam kaum muda di Minangkabau.15 Pendidikannya diawali dengan membaca al-qur'an dirumah orang tuanya.
Pada tahun 1914 M, Hamka dimasukan kemadrasah 'Thawalib School' yang menggunakan sistem klasikal, kurikulum dan materi cara lama. Lalu Hamka dimasukan kembali ke sekolah Diniyyah (petang hari) milik zainuddin Labai EI Yunusi di pasar Usang Padang Panjang.16
Hamka mempunyai bakat dalam bidang bahasa Arab yang membuat ia mampu membaca secara luas literatur Arab, termasuk terjemahan tulisan- tulisan barat. Pada pagi hari Hamka pergi ke sekolah desa, petang hari ke sekolah Diniyyah dan pada malam hari berada di Surau bersama teman- teman sebayanya.17
Keadaan ini membuat Hamka jenuh dan ditambah sikap ayahnya yang keras dan otoriter. Ayah Hamka memang terkenal dengan jiwa diktatornya. Pada sinar matanya terbayang jiwa memerintah. Semua orang mengetahui bahwa beliau seorang yang keras kepala dan apa yang menjadi pendiriannya akan diperintahkan dengan segenap pengetahuan dan pengalamannya.
15 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
75
16 Hamka,
Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2.
17 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
Hamka merasa terkekang dan hilang kebebasannya sehingga menimbulkan sikapmenyimpang. selain itu, Hamka dikenal sebagai anak yang nakal. untuk mengantisipasi ras jenuhnya, Hamka sering mengunjungi perpustakaan dan perpustakaan yang dikunjunginya adalah perpustakaan yang dikelola oleh Zainuddin labai.18 Diperpustakaan inilah dirasakan sebagai tempet pelarian dari perasaan terkekang dengan membaca buku. banyak dari buku tersebut berisi tentang keadaan Tanah jawa.
Karena minat yang sudah menjadi tradisi orang Sumatra Barat adalahh merantau, maka pada tahun 1924, dalam usia 16 tahun Hamka berkunjung ke tanah Jawa, yaitu Yogyakarta. Hamka tinggal bersama kakanya yang kebetulan istri dari A.R. Sutan Mansyur.19
Dan melalui pamannya Ja'far Amrullah, Hamka mendapat kesempatan kursus-kursus yang diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah dan Syarikat Islam.
Hamka berkesempatan bertemu denga Ki Bagus Hadikusumo. Dari belia Hamka mendapatkan pelajaran tentang ceramah islam dan sosialisme. KH. Fakhruddin mengadakan kursus- kursus pergerakan di gedung Abdi Dharmo Pakualaman, yogyakarta dan Hamka mengikutinya. Pada bulan Juli, ia kembali ke padang panjang dan turut mendirikan Tabligh Muhamadiyah dirumah ayahnya di Gatangan, Padang panjang. Sejak itulah ia berkiprah dalam organisasi Muhammadiyah.20
Pada bulan Febuari 1927, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim disan lebih kurang 6 bulan. selama di Mekkah ia bekerja pada sebuah percetakan dan kembali pada bulan juli tahun 1927.21
18 Hamka,
Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2. 19 Hamka,
Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2.
20 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
76.
21 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
Tahun 1928, organisasi Muhammdiyah mengadakan Mukhtamar disolo dan Hamka menjadi peserta. Sejak saat itu, ia tidak pernah absen dalam setiap Mukhtamar Muhammadiyah. Selanjutnya, pada tahun 1930, ia diutus oleh pengurus cabang Padang Panjang untuk mendirikan Muhammadiyah di Bengkalis. Pada Mukhtamar Muhammadiyah yang ke- 32 tahun 1953, hamka terpilih menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.22
Sejak tahun 1949, Hamka pindah ke jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai negeri golongan F dikementrian Agama yang dipimpin Wahid Hasyim. Tugas beliauuu adalah memberikann kuliah pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negri (PTAIN) di Yogyakarta, Universitas Islam Jakarta, Universitas Muslim Indonesia dan Universitas islam Sumatra Utara (UISU) di Medan.23
Dalam bidang politik, Hamka menjadi anggota Konstituante hasil pemilihan umum pertama tahun 1955 untuk mewakili masyumi. dalam sidang konstituante Da'i Bandung, ia menyampaikan pidato penolakan gagasan presiden untuk menerapka Demokrasi Terppimpin. Setelah konstituante dibubarkan pada bulan juli 1959 Masyumi dibubarkan pada tahun 1960, Hamka memusatkan kegiatannya dalam dakwah Islamiyah dan menjadi Imam Masji Agung Al-Azhar, kebayoran jakarta. Pada tahun 1975, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri dan Hamka terpilih menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode kepengurusan kedua pada tahun 1980.24
Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak. Karyanya yang sudah dibukukan tercatat 118 buah, belum termasuk karangan- karangan panjang dan pendek dimuat di media
22 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
76.
23 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
76.
24 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,
Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
masa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah dan ceramah ilmiah. Tulisan -tulisan tersebut meliputi banyak bidang kajian, seperti : politik, sejarah, budaya, akhlak dan ilmu- ilmu keislaman.
Pada Tahun 1928, ia mengarang buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau yang berjudul Si Sabariyah.Tahun 1929, bukunya yang lain seperti , Agama dan Perempuan , Pembela Islam, Ringkasan Tarikh Ummat Islam Kepentingan tabligh, Ayat- ayat Mi'raj. pada tahun 1938, ia kembali mengarang, Dibawah Lindungan Ka'bah. Tahun terbit buku, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch dan buku Di Dalam Lembah Kehidupan yang dikarangnya pada tahun 1940. Dari karya-karyanya, ada sebuah buku yang beliau karang khusus mengenang ayahnya dengan judul Ayahku. Selanjutnya pada tahun 1950, karya yang lain adalah Kenang- Kenangan Hidup dan Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad.25
Semakin lama semakin jelas corak karangannya, beliau diakui oleh khalayaknya sebagai pujangga dan mufassir. Di samping kesibukannya, Hamka juga asyik mempelajari kesusastraan melayu. beliau juga bersungguh- sungguh dalam mempelajari kesusastraan arab. Pada tahun 1958, Hamka mulai melakukan penafsiran al-Qur'an. Dan karya utama beliau dalam bidang tafsir adalah Tafsir Al-Azhar. Penafsiran dari tafsir ini awalnya dilakukan lewat kuliah subuh setelah shalat subuh berjama'ah di masjid Agung Kebayoran baru Jakarta. B. Metode Tafsir
Merujuk pada pemetaan Islah Gusmian mengenai metode penafsiran. Maka terdapat paling tidak tiga metode yang dipakai para penafsir dalam menyajikan karya tafsirnya. Pertama, klasifikasi metode tafsir berdasarkan sumber penafsiran, kedua, klasifikasi metode
25 Rusdi Hamka,
Kenang -Kenagan 70 Tahun Buya Hamka, cet ke-2 (Jakarta : Yayasan Nurul Islam,
berdasarkan cara penyajian, dan ketiga, klasifikasi metode berdasarkan keumuman dan kekhususan tema.
Mengenai sumber tafsir terlebih dahulu harus didefinisikan kendati tidak terlalu definitive makna sumber tafsir itu. Sumber tafsir bisa dikatakan sebagaimana seorang penafsir mendapatkan ide atau gagasan yang dia tuangkan dalam tafsirnya. Sebagian ulama menyebutkan sumber tafsir itu adalah riwayat (ma'tsur) dan pemikiran (ra'yi), dan ulama lainnya menambahkan pengalaman spiritual atau yang dikenal dengan tafsir isyari. Dengan demikian paling tidak ada tiga sumber tafsir; ma'tsur, ra'yi dan isyari. Dalam pemetaan al-Farmawi, ketiganya diletakkan berdampingan dengan kategori falsafi, fiqhi, ilmi, dan lain sebagainya dalam bingkai corak tafsir. Padahal antara corak dan sumber sangat jauh berbeda terutama dari segi ontologism. Hal inilah yang dikatakan Islah kalau al-Farmawi tidak memberikan batasan yang tegas antara wilayah metode dan pendekatan tafsir.26
Berdasarkan pemikiran tersebut, kemudian melihat dari isi tafsir al-Azhar maka tafsir al-Azhar jelas menggabungkan antara riwayah dan dirayah. Dalam menafsirkan al-Qur'an Hamka pertama-tama mengutip beberapa pendapat para ulama mengenai maksud kata (etimologis) atau pendapat ulama mengenai permasalahan yang akan dibahas kemudian beliau menjelaskan pemikirannya berdasarkan pemikiran ulama tersebut. Akan tetapi tidak jarang ia mengutip sebuah pendapat yang ia sendiri tidak setuju dengannya, tujuannya sebagai alat pembanding. Seperti ketika menafsirkan sirat al-mustaqim dalam surat al-Fatihah:
"Hanya seorang ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shiratal Mustaqim ialah jalan pergi naik haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga
26 Islah Gusmian,
Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju,
mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagian daripada Shiratal Mustaqim juga. Apalagi bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik haji itu menjadi Shiratul Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya', mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh." 27
Dalam hal memilih referensi Hamka bersifat moderat, tidak fanatic terhadap satu karya tafsir dan tidak terpaku pada satu mazhab pemikiran.
Hamka mengutip dari berbagai kitab bukan saja kitab tafsir melainkan kitab hadits dan sebagainya yang menurutnya penting untuk dikutip. Akan tetapi ada beberapa kitab tafsir yang diakuinya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tafsirnya. Bukan saja dari segi pemikiran akan tetapi haluan serta coraknya.
Pertama, Tafsir al-Manar karya Sayid Rasyid Ridha yang notabene berdasarkan pada ajaran tafsir gurunya Syeikh Muhammad 'Abduh. Selain itu ada Tafsir Maraghi, Tafsir al-Qasimi, dan Tafsir Fi Zilal al-Qur'an karya Sayid Qutub. Selain keempat kitab tafsir ini Hamka juga mengutip pendapat dari berbagai kitab tafsir lainnya.
Sebagai contoh ketika beliau menafsirkan surat al-Fatihah, ada tiga tafsir yang dikutipnya dalam tempat yang berbeda. Seperti Ibnu Katsir mengenai maksud "tujuh yang diulang-ulang", Tafsir al-Kasysyaf karya Zamakhsyari mengenai nama-nama lain dari surat al-Fatihah, dan Tafsir al-Manar ketika ia menjelaskan perihal orang yang tersesat (al-dallin) dalam surat al-Fatihah. Hamka mengutip pendapat Muhammad 'Abduh yang membagi orang sesat atas empat tingkat:Pertama, yang tidak sampai kepadanya da'wah atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan pancaindera dan akal, tidak ada tuntutan agama. Kedua, sampai kepada mereka da'wah, atas jalan yang dapat membangun minat fikiran. Ketiga, da'wah sampai kepada mereka dan mereka akui, akan tetapi mereka tidak mau menerimanya.
27 Hamka,
Keempat, yang sesat dalam beramal, atau memutarbalikkan hukum dari maksudnya yang sebenarnya.28
Kedua, klasifikasi metode berdasarkan cara penyajian. Memperhatikan hal ini maka sebenarnya metode penyajian tafsir itu hanya ada dua yaitu apakah si penafsir menafsirkan ayat secara panjang lebar (tahlili) atau dengan cara singkat atau global (ijmali). Metode komparatif dan tematis dalam pemetaan al-Farmawi yang disejajarkan dengan metode tahlili dan ijmali sebenarnya kurang sesuai.
Karena metode komparatif penjelasannya bisa mengambil bentuk ringkas ataupun analitis. Karenanya mestinya kedua metode terakhir tidak disejajarkan dengan metode komparatif maupun tematis.
Berdasarkan pemetaan ini maka dapat dikatakan bahwa Tafsir al-Azhar mengambil bentuk Tahlili. Bentuk penyajian rinci atau Tahlili menitikberatkan pada uraian-uraian penafsiran secara detail, mendalam, dan komprehensif. Tema-tema kunci setiap ayat dianalisis untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai dalam suatu konteks ayat. Setelah itu penafsir menarik kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan, yang sebelumnya ditelisik aspek
asbab an-nuzul dengan kerangka analisis yang beragam, seperti analisis sosiologis, antropologis dan yang lain.29
Ketiga, klasifikasi metode berdasarkan keumuman dan kekhususan tema. Dilihat dari klasifikasi terakhir ini maka seluruh karya tafsir bisa dibagi kedalam dua bagian yaitu tafsir umum dan tafsir tematis. Tafsir umum ialah karya tafsir yang tidak mengambil satu tema sebagai acuan penafsiran, sebaliknya dalam tafsir tematis seorang penafsir berangkat dari sebuah tema untuk memulai penafsiran. Yang termasuk dalam kategori tafsir umum ialah tafsir komparatif atau tafsir yang menggunakan system penulisan runtut. Berdasarkan
28Hamka,
Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982), h. 86-87
29Islah Gusmian,
Khazanah Tafsir Indonesia, ; dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju,
pemetaan ini dapat kita katakan bahwa Tafsir al-Azhar masuk dalam kategori tafsir dengan tema umum.