• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Rumus molekul asam sitrat adalah C6H8O7 dengan nama IUPAC asam 2-hidroksi-1,2,3-propamatrikarboksilat. Titik lebur dari asam sitrat yaitu 1530C (426 K).Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan.Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting dalam metabolism makhluk hidup.Zat ini juga dapat digunakan sebagi zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan.

Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan.Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat.Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan.Ion sitrat dapat beraksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat.Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk kristal tersebut dapat berupa bentuk anhidrus (bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk anhidrus asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhidrus melalui pemanasan di atas 740C.

Secara kimia, asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya. Jika dipanaskan diatas 1750C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan air (id.wikipedia.org). Struktur asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 2.2.

H2C C

COOH HO COOH H2C COOH

2.3. Pati

Pati merupakan sumber pangan dan mengandung karbohidrat yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Pati memiliki rumus umum (C6H10O5)n, dimana n lebih dari 1000 (Egan,1981). Pati terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28 %) dan amilopektin (kira-kira 80-72%). Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatanα 1,4-glikosidik. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang mempunyai ikatan disamping 1,4-glikosidik, juga percabangannya pada ikatan 1,6-glikosidik. Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila air dipanaskan, akan membentuk gel (gelatinisasi). Larutan patiapabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah lembayung (Poedjiadi,1994).

Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltose dan glukosa (Purba, 2009). Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal dari percabangan-1,6’. Campuran oligosakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial amilopektin, yang biasa dirujuk sebagai dekstrin, digunakan untuk membuat lem, pasta dan kanji tekstil (Fessenden, 1982). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O H2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O O HOH2C HO OH O Amilosa Amilopektin

Gambar 2.3. Struktur Dari Amilosa dan Amilopektin ( Miller, 1980)

Glikogen adalah polisakarida yang digunakan sebagai tempat penyimpanan glukosa dalam sistem hewan (terutama dalam hati dan otot). Dari segi struktur, glikogen mirip amilopektin. Glikogen mengandung rantai glukosa yang terikat-1,4’- dengan percabangan-percabangan (1,6’-). Beda antara glikogen dan amilopektin adalah bahwa glikogen lebih bercabang daripada amilopektin (Fessenden,1982).

Bila pati mentah dimasukkan kedalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30 % . Peningkatan volume granula pati yang terjadi didalam air pada suhu antara 550C sampai 65 0C merupakan pembengkakan pati yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi.Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas.

Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air dalam jumlah yang besar.Suhu gelatinasi tergantung juga pada konsentrasi pati.Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun.Suhu gelatinasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70 0C, beras 68-78 0C, gandum 54,5- 64 0C (Winarno, 1980).

Selulosa merupakan polisakarida pembangun yang paling penting. Bahan ini menyusun dinding sel tumbuhan, terutama kayu. Kapas terdiri dari 80% selulosa murni. Seperti halnya amilosa, selulosa adalah polimer linear yang terdiri dari unit D-glukosa. Semua unit D-glukosa ini, berkisar dari 300 sampai 15000, dihubungkan oleh ikatan ß-(1,4), bukan alfa. Betapa besarnya perbedaan dari selisih yang kecil ini. Pertama, bentuk molekul selosa dan amilosa berbeda karena ikatan -(1,4) pada amilosa cenderung membentuk struktur spiral yang longgar, sedangkan ikatan ß-(1,4) pada selulosa cenderung membentuk rantai lurus.

Rantai lurus selulosa menyebabkan permukaan yang seragam, terdiri dari sejumlah gugus hidroksil. Semua gugus hidroksil berikatan hidrogen dengan molekul selulosa yang disebelahnya. Banyaknya interaksi lemah ini memberikan kekuatan pada serat selulosa. Dampak kedua dari dua bentuk yang berbeda ini ialah bahwa enzim yang dapat mengkatalis pati tidak mampu menghidrolisis selulosa. Manusia dapat mengubah pati menjadi bentuk bahan bakar, yakni D-glukosa, tetapi kita tak mempunyai enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa. Serbuk gergaji yang tak diberi perlakuan tidak bisa dijadikan makanan jajanan bagi manusia. Sistem pencernaan hewan memamah biak seperti sapi, biri-biri dan domba, demikian juga rayap, mengandung mikroba yang enzimnya mengkatalis pembentukan glukosa dari selulosa. Hewan ini menggunakan selulosa sebagai sumber gizinya (Wilbraham, 1992).

Dokumen terkait