• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Derajat kesehatan masyarakat dinilai dengan menggunakan beberapa indikator yang mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi dan mordibitas (kesakitan). Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan digambarkan melalui Angka Mortalitas, Angka Morbiditas dan Status Gizi. Disamping itu faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya serta terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan dalam menlai derajat kesehatan masyarakat.Status derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka mortalitas, morbiditas dan status gizi. Pada bab berikut ini situasi derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan digambarkan melalui indikator angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi.

A. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka kematian (Mortalitas) dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan / kegagalan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi dapat didefenisikan sebagai banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama dan bisa juga merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. Angka kematian bayi merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat.

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

Angka kematian bayi bisa menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program kesehatan ibu anak (KIA) dan keluarga berencana (KB) serta kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan tingkat pendidikan. Apabila angka kematian bayi di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. Menurut laporan dari Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan angka kematian bayi di Kabupaten Bangka Selatan tahun 2014 yaitu sebanyak 30 kematian atau 7,89 per 1.000 kelahiran hidup dan sedikit lebih tinggi jika dbandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 29 kematian atau 7,77 per 1.000 kelahiran hidup.Bila dibandingkan dengan target dari IndikatorMillenium Development Goals (MDG’s) untuk kematian bayi yang sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015, maka untuk angka kematian bayi per 1.000 kelahiranhidupdi Kabupaten Bangka Selatan tahun 2014 telah mencapai dari target IndikatorMDG’s 2015.

Gambar III.1

Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2009 – 2014

Dilihat dari gambar diatas ini dapat disimpulkan bahwa angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup di Kabupaten Bangka Selatan selama enam tahun terakhir mengalami penurunan yang sangat signifikan dan dari tahun 2011sampai dengan

18.05 16.43 7.77 7.63 7.77 7.89 23 0 5 10 15 20 25 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Target MDG's/1.000 KH AKB/1.000 KH

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

tahun 2014 untuk angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup bahkan sudah mencapai dari targetIndikator Millenium Development Goals (MDG’s) 2015. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan adanya penurunan terhadap angka kematian bayi di Kabupaten Bangka Selatan diantaranya yaitu peningkatan akses pelayanan kesehatan antara lain peningkatan cakupan imunisasi dasar sehubungan penyebab kematian bayi tersebut, meningkatnya kualitas dan mutu pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya terutama pada kesehatan ibu hamil dan bayi, adanya kerja sama bidan dan dukun dalam menolong persalinan dan serta peningkatan pemerataan terhadap penempatan bidan di desa. Namun disamping itu masih banyak terdapat kekurangan dan masalah yang dihadapi dalam upaya menekan angka kematian bayi yang serendah-rendahnya antara lain masih terbatasnya sumber daya manusia / tenaga kesehatan berbasis spesialis obstetric, masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinanserta masih adanya persalinan yang ditolong langsung oleh bukan tenaga kesehatan (dukun).

Gambar III.2

Jumlah Kematian Neonatal danKematianBayi Menurut Puskesmas Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2014 9 0 2 2 0 4 3 6 1 27 0 0 1 1 0 0 0 1 0 3 0 5 10 15 20 25 30

∑ Kematian Neonatal ∑ Kematian Bayi

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka kematian balita merupakan jumlah kematian balita umur 0-5 tahun per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun dan merupakan salah satu indikator kesehatan yang ikut berperan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian balita menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan pada balita, tingkat pelayanan kesehatan ibu anak (KIA)/Posyandu, tingkat keberhasilan program kesehatan ibu anak (KIA)/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. Angka kematian balita juga mempresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.Dalam kesepakatan yang tertuang di IndikatorMillenium Development Goals (MDG’s) ditetapkanlah nilai normatif untuk angka kematian pada balita, yaitu sebagai berikut :  Sangat tinggi dengan nilai > 140 per 1.000 kelahiran hidup

 Tinggi dengan nilai 71 – 140 per 1.000 kelahiran hidup  Sedang dengan nilai 20 – 70 per 1.000 kelahiran hidup  Rendah dengan nilai < 20 per 1.000 kelahiran hidup

Angka kematian balita sesuai dengan laporan dari seksi kesehatan ibudan anak Dinas Kesehatan di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2014 adalah sebanyak 34 kematian atau 8,95per 1.000 kelahiran hidup, dimana dengan defenisi untuk angka kematian balita sama dengan angka kematian yang terjadi pada bayi dan anak balita. Angka ini bila dibandingkan dengan angka kematian balita tahun sebelumnya mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 angka kematian balita yaitu sebanyak 33 kematian atau 8,84 per 1.000 kelahiran hidup.Capaian angka kematian balita pada tahun 2014 di Kabupaten Bangka Selatan sudah cukup menggembirakan bila dibandingkan dengan target dari Millenium Development Goals (MDG’s) yang sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015, berarti dengan angka kematian balita yang hanya sebesar 8,95 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 maka dapat disimpulkan telah mencapai target MDG’S 2015. Berikut ini merupakan gambaran perkembangan angka kematian balita dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014.

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

Gambar III.3

Angka Kematian Balita Per 1.000 Kelahiran Hidup Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2009 – 2014

Bila dilihat dari gambar diatas ini perkembangan angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup selama enam tahun terakhir di Kabupaten Bangka Selatan mengalami penurunan dan peningkatan. Dimana dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013dan 2014 angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan walaupun tidak begitu signifikan. Namun walaupun di tahun 2012, 2013dan 2014 angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup terjadi peningkatan, tetapi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 capaian untuk angka kematian balita per 1.000 kelahiran hidup di Kabupaten Bangka Selatan telah mencapai atau berada di bawah targetIndikator Millenium Development Golas (MDG’s) di tahun 2015 yaitu sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. 18.65 18.41 7.77 8.45 8.84 8.95 32 0 5 10 15 20 25 30 35 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

AKABA Per 1.000 KH Target MDG's Per 1.000 KH

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

3. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka kematian ibu juga menjadi salah satu indikator yang sangat penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu bisa mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu selama masa kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, status gizi ibu, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan melahirkan. Tingginya angka kematian ibu menunjukan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula.Sensitivitas angka kematian ibu terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikan indikator keberhasilan pembangunan dalam sektor kesehatan.

Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambatnya mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, terlambatnya mencapai fasilitas kesehatan serta terlambatnya mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu penyebab kematian ibu juga tidak terlepas dari kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari ktiteria 4 “Terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (usia >35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (usia <20 tahun), terlalu banyak anak (> 4 anak) dan terlalu dekat/rapatnya jarak kelahiran (< 2 tahun).Sesuai laporan dari seksi kesehatan ibu anak dinas kesehatan pada tahun 2014 angka kematian ibu di Kabupaten Bangka Selatan ada sebanyak 4 kematian atau 105,26 per 100.000 kelahiran hidup dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka kematian ibu pada tahun 2013 yang sebesar 107,12 per 100.000 kelahiran hidup. Berikut ini gambaran perkembangan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup di Kabupaten Bangka Selatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014.

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

Gambar III.4

Angka Kematian Ibu Per 100.000 Kelahiran Hidup Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2009 – 2014

Dilihatdari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup selama enam tahun terakhir di Kabupaten Bangka Selatan ada yang mengalami penurunan dan peningkatan, dimana dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 mengalami penurunan, lalu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 terjadi peningkatan dan terakhir dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 terjadi penurunan kembali. Meskipun angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup sudah mengalami penurunan selama empat tahun terakhir namun angka tersebut masih belum mencapai dari target IndikatorMillenium Development Goals (MGDs) tahun 2015 yang hanya sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka diperlukan upaya yang luar biasa untuk bisa mencapai target tersebut.

Berbagai faktor yang dapat menyebabkan masih adanya angka kematian ibu (AKI) diantaranya masih terbatasnya dukungan peningkatan akses pelayanan kesehatan kepada ibu hamil, masih kekurangannya tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis obgyn obsteri, masih rendahnya kesadaran masyarakat terutama ibu hamil akan pentingnya pemeriksaaan kehamilan minimal empat kali selama kehamilannya, masih adanya persalinan yang ditolong oleh bukan tenaga kesehatan (dukun), masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat

330.93 141.64 155.48 109.02 107.12 105.26 102 0 50 100 150 200 250 300 350 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Target MDG's Per 100.000 KH AKI Per 100.000 KH

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

khususnya ibu hamil dalam mengambil tindakan dan keputusan serta mengenal tanda bahaya dalam masa kehamilan dan pada saat persalinan dan masih terbatasnya aksesbilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas terutama pada kelompok rentan seperti penduduk miskin dan penduduk didaerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Untuk mengatasi berbagai faktor tersebut telah dilakukan berbagai upaya seperti membangun kemitraan antar bidan dan dukun sehingga persalinan tidak lagi ditolong oleh dukun, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan berkualitas (K1, K4, PN, PW), mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan serta melakukan sistem rujukan dan pemberdayaa wanita dan keluarga.

B. ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)

Morbiditas penduduk diperoleh dari data yang berasal dari masyarakat yang diperoleh melalui studi mordibitas dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Selatan serta sarana pelayanan kesehatan yang diperoleh melalui sitem pencatatan dan pelaporan. Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Mordibitas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu polulasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

1. Cakupan Jumlah Kasus “Acute Flacid Paralysis” Non Polio dan “Acute Flacid Paralysis” Rate Non Polio

Dalam upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, Pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan Surveilans Acute Flacid Paralysis. Surveilans Acute Flacid Paralysis merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flacid (Layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita Acute Flacid Paralysis terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal.

b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam. c. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

d. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada kelumpuhan atau tidak.

Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis kasus Acute Flacid Paralysis termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di masyarakat. Penderita kelumpuhan Acute Flacid Paralysis (AFP) diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia <15 tahun. Jumlah kasus Acute Flacid Paralysis Non Polio yang ditemukan di Kabupaten Bangka Selatan tahun 2014 ada sebanyak 1 kasus dengan Acute Flacid Paralysis Rate sebesar 2/100.000 penduduk usia <15 tahun dan menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus yang ditemukan pada tahun 2013 yaitu sebanyak 5 kasus.

2. Penemuan Kasus Pneumonia Balita Yang Ditangani

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan/atau kesukaran bernafas. Infeksi dapat disebakan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat tejadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahkan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (Malnutrisi, Gangguan Imunologi). ISPA, khususnya Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada blita dan pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi dan balita di Indonesia.

Dalam menentukan klasifikasi penyakit Pneumonia dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan. Untuk kelompok umur 2 bulan – < 5 tahun klasifikasi dibagi atas Pneumonia Berat, Pneumonia, dan Batuk bukan Pneumonia dan untuk kelompok umur <2 bulan klasifikasi dibagi atas Pneumonia berat dan batuk bukan Pneumonia. Dalam pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur <2 bulan adalah infeksi bakteri sistemik dan infeksi bakteri local. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia berat dan Pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan nafas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan Pneumonia.

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2014 adalah sebesar 80,73% dengan jumlah kasus yang ditemukan dan ditangani sebanyak 1.651 kasus dari jumlah sasaran yang ada yaitu sebanyak 2.045 kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan capaian penemuan dan penanganan pneumonia balita pada tahun 2013 yaitu sebesar 61,15% dan masih belummencapai dari target yang di tetapkan di IndikaltorStandar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100%.

Gambar III.5

Cakupan Penemuan dan PenangananPneumonia Pada Balita Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2009 – 2014

Cakupan penemuan dan penanganan Pneumonia pada Balita yang masih rendah dari tahu ke tahun, mungkin dikarenakan ada beberapa hambatan yang ditemui dalam meningkatkan cakupan penemuan Pneumonia maupun penanganannya pada balita di Puskesmas, yaitu :

1. Tenaga terlatih tidak melaksanakan MTBS/Tatalaksana Standar ISPA di Puskesmas.

2. Pembiayaan (Logistik dan Operasional) yang terbatas.

3. Gejala Pneumonia sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga kesehatan.

32.65 8.41 10.32 12.4 61.15 80.73 1 00 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 % Penemuan & Penanganan Pneumonia Balita Target SPM

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

4. Pembinaan (Bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi) secara berjenjang dan berkelanjutan masih sangat rendah.

3. Jumlah Kasus Baru TB Paru dan Prevalensi Per 100.000 Penduduk

WHO memperkirakan pada saat ini, Indonesia merupakan Negara penyumbang kasus TB terbesar ke -3 di dunia, yang setiap tahunnya diperkirakan terdapat penderita baru TB menular sebanyak 262.000 orang (44,9% dari 583.000 penderita baru TB) dan 140.000 orang diperkirakan meninggal karena penyakit TBC. Angka tersebut diyakini sangat memungkinkan, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi lingkungan perumahan, sosial ekonomi masyarakat, serta kecenderungan peningkatan penderita TB Paru di Indonesia saat ini.

Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDG’s). Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu : 1). Komitmen politis; 2). Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3). Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4). Jaminan ketersedian OAT yang bermutu dan 5). Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Jumlah kasus baru TB Paru yang ditemukan di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2014 ada sebanyak 89 kasus dari jumlah perkiraan kasus baru yang ada sebanyak 311 kasus. Jumlah penemuan kasus baru TB Paru pada tahun 2014 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah penemuan kasus baru TB pada tahun 2013, dimana pada tahun 2013 jumlah kasus baru TB Paru yang ditemukan yaitu sebanyak 128 kasus dari jumlah perkiraan kasus baru yang ada sebanyak 302 kasus.

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

4. Jumlah Kasus TB Paru BTA Positif dan Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA Postif

Penemuan penderita kasus TB Paru BTA+ baru adalah persentase penderita baru tuberkulosis yang ditemukan dan diobati melaui direct observed short course (DOTS). Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Angka Penemuan Kasus / Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA+ yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA+ yang diperkirakan dalam wilayah tersebut.Jumlah kasus TB Paru BTA+ yang ditemukan di Kabupaten Bangka Selatan selama tahun 2014ada sebanyak 89 kasus dari jumlah perkiraan kasus yang ada sebanyak 311 kasus dengan angka penemuan kasus (CDR) yaitu sebesar 28,62%.

Pencapaian angka penemuan kasus (CDR) di Kabupaten Bangka Selatan tahun 2014 masih dibawah target yang telah ditetapkan dalam Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100%. Pada tahun 2014untuk angka penemuan kasus (CDR) mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka penemuan kasus (CDR) tahun 2014 sebesar 28,62%.Untuk meningkatkan cakupan Angka Penemuan Kasus (CDR) TB Paru BTA+, pada tahun 2013 telah dilakukan berbagai upaya seperti peningkatan Sumber Daya Manusia, baik tenaga medis, paramedis dan laboratorium, pertemuan jejaring antar unit pelayanan kesehatan serta monitoring evaluasi dan validasi data TB tingkat Kabupaten. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dievaluasi untuk menilai apakah hasil kegiatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan sekaligus mengidentifikasi permasalah yang ditemukan untuk selanjutnya disusun rencana tindak lanjut perbaikan.

5. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA Positif

Dalam mengukur keberhasilan pengobatan TB Paru BTA+ digunakan angka keberhasilan pengobatan (SR/Succes Rate) yang mengindikasikan persentase pasien baru TB Paru BTA+ yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien baru TB Paru BTA+ yang tercatat. Succes Rate dapat membantu dalam mengetahui kecenderungan meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

Evaluasi pengobatan pada penderita TB Paru BTA+ dilakukan melalui pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah menyelesaikan pengobatan maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan pasien pengobatan dibandingkan jumlah pasien BTA+ yang diobati disebut keberhasilan pengobatan (Succes Rate).

Pada tahun 2014 untuk Angka Kesembuhan (Cure Rate) TB Paru BTA+ di Kabupaten Bangka Selatan adalah sebesar 92,97% dan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan capaian tahun 2013 sebesar 86,21%.

Gambar III.6

Angka Kesembuhan (Cure Rate) TB Paru BTA+ Di Kabupaten Bangka Selatan

Tahun 2009 – 2014

6. Jumlah Kasus Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

Difteri, Pertusis, Tetanus Neonatorum/Non Neonatorum, Campak, Polio dan Hepatitis B merupakan penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit-penyakit ini timbul karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminisasi Tetanus Neonatorum

76.87 89.8 88.67 87.88 86.21 92.97 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2009 2010 2011 2012 2013 2014

ProfilKesehatan 2014 Kabupaten Bangka Selatan

(ETN). Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difetri, Tetanus Neonatorum dan Campak). Pada tahun 2014 di Kabupaten Bangka Selatan untuk jumlah kasus PD3I yang dilaporkan dengan ada terjadinya kejadian kasus adalah sebagai berikut :

a. Campak

Campak merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus campak. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret prang yang telah

Dokumen terkait