• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ery Soedewo Balai Arkeologi Medan

II. Situs-situs Hindu-Buddha di DAS Batang Gadis dan Batang Angkola

Sejumlah data arkeologis dari masa Hindu-Buddha di sepanjang lembah Sungai Batang Gadis dan Batang Angkola adalah sebagai berikut (mulai dari utara hingga selatan):

Situs Simangambat: secara administratif berada dalam wilayah Lingkungan VI, Kelurahan Simangambat, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan secara geografis situs ini berada pada koordinat 01º 02’ 31,0” LU dan 099º 28’ 54,5”. Bentang lahan situs Simangambat merupakan daerah aluvial dengan ketinggian sekitar 200 m di atas permukaan air laut. Bentang aluvial di daerah ini terbentuk sebagai hasil sedimentasi DAS Batang Angkola yang diapit oleh jajaran Pegunungan Bukit Barisan di sisi barat dan timurnya. Bentukan lembah di sepanjang DAS Batang Angkola yang tidak terlalu lebar ini merupakan daerah yang subur, sehingga banyak masyarakat daerah ini yang bercocoktanam padi sawah (Oryza sativa). Saat ini

sawah tersebut telah diairi oleh irigasi teknis yang memungkinkan para petani menanam padi 3 kali dalam setahun. Selain ditopang oleh irigasi teknis, masih banyak juga sawah-sawah yang diairi oleh sungai-sungai kecil di sepanjang DAS Batang Angkola, antara lain Sungai Aek Muara Sada yang mengalir di daerah Simangambat dan Sungai Aek Siancing yang mengalir di daerah Siabu.

Di situs ini ditemukan sejumlah data yang menunjukkan bahwa situs ini adalah suatu situs dari masa Hindu-Buddha. Dalam laporan yang dibuat oleh Schnitger (1937:14) disebutkan bahwa hasil penggalian di situs Simangambat adalah ditampakungkapkannya dua dasar bangunan yang masing-masing berukuran 5 m x 5 m, dan 4 m x 6 m. Selain sisa-sisa bangunan di situs ini berhasil pula ditemukan fragmen arca Siwa dan Ganesha, juga ambang pintu berbentuk Kalā , relief gana dalam posisi jongkok, antefik, relief mahluk kahyangan, relief çangka (cangkang kerang) bersayap dan beberapa temuan lain yang belum berhasil teridentifikasi.

Ekskavasi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Medan pada pertengahan April 2008 telah menghasilkan data antara lain potongan tangan arca, batu pasir kemungkinan bagian ambang pintu berbentuk Kalā , batu pasir/sandstone berrelief, bata, batu laterit bertakik, dan kerangka binatang. Semua data tersebut diduga merupakan bagian dari suatu bangunan candi, sedangkan kerangka binatang yang ditemukan berada 8 m arah utara dari gundukan reruntuhan candi masih belum dapat ditentukan apakah memang sejaman dengan keberadaan artefak-artefak tersebut. Di beberapa kotak gali masih tampak susunan batuan pasir dan bata yang diperkirakan merupakan konstruksi yang masih utuh dari suatu bangunan candi.

Situs Sibaluang: secara administratif berada dalam wilayah Kelurahan Siabu, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan secara geografis situs ini berada pada koordinat 01º 01’ 17,9” LU dan 099º 29’ 40,4”. Seperti halnya di situs Simangambat, bentang lahan situs Sibaluang juga merupakan daerah aluvial yang berada pada ketinggian sekitar 180 m di atas permukaan air laut. Lahan di situs Sibaluang juga merupakan

daerah aluvial yang subur, dan hingga kini masih intensif dibudidayakan padi sawah. Pengairan untuk sawah-sawah di daerah ini diperoleh dari saluran-saluran irigasi yang bersumber dari aliran Sungai Aek Siancing. Selain ditanami padi sawah (Oryza sativa) lahan di sekitar situs

Artefak2 situs Huta Siantar: bekas makara dan batu berbentuk padma (kiri); potongan stambha (atas)

juga ditanami kelapa dan berbagai jenis sayur-sayuran, antara lain buncis (Phaseolusvulgaris) dan mentimun (Cucumis sativus). Ketersediaan air sepanjang tahun yang berasal dari aliran Sungai Aek Siancing juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengusahakan perikanan air tawar. Jenis-jenis ikan air tawar yang dikembangbiakkan oleh masyarakat antara lain ikan emas (Carassius auratus), tawes (Puntius javanicus), gurami (Osphromenus olfa), dan mujahir (Tiapia mlica).

Di permukaan situs terdapat beberapa batu, salah satu di antaranya berhias yang diduga merupakan komponen dari suatu candi. Beberapa tinggalan artefaktual lainnya yang telah dipindahkan di dekat pasar Siabu seperti makara kini telah hilang.

Situs Huta Siantar: secara administratif berada di Desa Huta Siantar, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal. Secara geografis berada pada koordinat 00º 51’ 37,3” LU dan 99º 34’ 31,5” BT. Bentang lahan situs ini merupakan dataran aluvial yang subur yang terbentuk dari sedimentasi DAS Batang Gadis. Lingkungan situs merupakan kebun rambutan (Nephelium lappaceum) di lahan yang membukit/menggunduk tidak jauh dari perkampungan penduduk Desa Huta Siantar. Di bawahnya adalah areal persawahan yang mendapatkan pengairan dari Sungai Aek Tolang yang merupakan DAS Batang Gadis.

Di permukaan situs ini didapati beberapa artefak yang merupakan sisa-sisa dari pengaruh Hindu-Buddha di lembah Sungai Batang Gadis. Benda-benda dimaksud adalah 1 batu pasir yang diukir berbentuk padma, 1 stambha berbahan batu pasir, dan 1 batu pasir berhias sulur-suluran yang diperkirakan dulunya adalah 1 makara –yang belakangan distilasi- dari suatu bangunan candi.

Situs Biara Dagang dan Biara Balik (Saba Biara): secara administratif berada di Desa

Pidoli Lombang, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal. Bentang lahannya merupakan daerah aluvial yang subur yang terbentuk oleh sedimentasi DAS Batang Gadis. Kesuburan areal sekitar situs memungkinkan dibukanya persawahan, yang sebagian besarnya telah dialiri air dari saluran irigasi teknis. Selain dari saluran irigasi teknis pengairan sawah-sawah itu juga didapat dari Sungai Aek Pohan yang merupakan bagian dari DAS Batang Gadis. Di areal situs yang merupakan lahan tegalan banyak ditumbuhi aren (Arenga pinata), salak (Zalacca edulis), dan semak belukar.

Kedua situs tersebut kini kondisinya sangat memprihatinkan. Situs Biara Dagang yang terletak di tengah-tengah areal persawahan kini nyaris rata dengan permukaan tanah, karena aktivitas penggalian liar yang dilakukan oleh masyarakat. Sisa kegiatan itu berupa suatu lubang berdiameter sekitar 2 m yang berkedalaman sekitar 3 m. Di dinding lubang tersebut masih cukup jelas terlihat susunan bata. Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah Biara Balik yang terletak di timur Biara Dagang. Hancurnya situs Biara Balik disebabkan oleh pembangunan saluran irigasi yang memotong situs ini. Kini pecahan-pecahan bata -sebagian di antaranya berhias- ditumpuk di sisi timur dari saluran irigasi.

Meskipun keempat situs tersebut tidak seluruhnya menyisakan struktur bangunan antara lain situs Huta Siantar dan Saba Biara. Namun, beberapa komponen bangunan seperti bekas makara, stambha, batu-batu landasan arca, atau batu-batu serta bata berhias maka diperkirakan di situs-situs tersebut pernah berdiri suatu bangunan keagamaan Hindu-Buddha (klasik).