• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repelita Wahyu Oetomo

IV. Strategi adaptasi masyarakat Pasai

Aktivitas masyarakat di Samudera Pasai berkaitan erat dengan keberadaan sungai yang merupakan urat nadi perekonomian. Kegiatan perdagangan menuju ke dalam maupun ke luar Pasai sangat bergantung pada Sungai Pasai. Kuala Pase dan Kuala Lanco merupakan pintu keluar-masuk menuju ke dalam maupun ke luar Pasai. Pusat-pusat aktivitas perdagangan berada di Kuta Krueng, di antara bekas istana (Cot Astana) sampai ke daerah yang disebut

Lancang. Temuan artefaktual banyak ditemukan di sekitar daerah tersebut dengan jumlah yang sangat banyak. Temuan artefaktual tersebut dapat ditampak ungkapkan akibat pembuatan tambak yang dilakukan oleh masyarakat.

Toponim Lancang mengingatkan kita pada perahu dalam bahasa Melayu, apakah tempat tersebut merupakan tempat pembuatan perahu atau tempat menambatkan perahu belum diketahui dengan jelas. Kondisi sekarang di daerah itu banyak ditemukan fragmen tembikar, sekalipun kini digunakan sebagai areal pembuatan garam. Namun toponim itu dapat dikaitkan dengan aktivitas masyarakat yang berlangsung di Samudera Pasai masa itu. Aktivitas perdagangan dengan pelabuhan tepi

sungai dan muara sungai yang berbatasan dengan perairan lautnya tentunya memanfaatkan sarana perahu, sehingga aktivitasnya dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut Sungai Pasai.

Strategi masyarakat yang dilakukan untuk mengatasi kondisi lingkungan yang sangat dipengaruhi pasang naik dan pasang surut sungai, salah satunya adalah membangun perumahan di atas tiang-tiang pancang

atau rumah panggung. Tidak banyak diketahui jejak/sisa-sisa bangunan panggung pada masa lalu, namun di beberapa tempat, yaitu pada lokasi test-pit tahun 2008 (diketuai oleh Hedy Surachman) diketahui terdapat fitur berupa tanah hitam berbentuk melingkar pada kedalaman 30 cm -- 40 cm yang kemungkinan merupakan bekas/sisa tiang bangunan yang telah lapuk. Di tempat tertentu untuk bangunan khusus dipilih lokasi yang memiliki kontur tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan sekitarnya. Cot Astana merupakan lokasi tanah tinggi yang kemungkinan merupakan bekas tapak bangunan istana. Demikian juga dengan gundukan tanah yang menurut informasi masyarakat merupakan tapak sebuah bangunan mesjid yang keletakannya tidak jauh dari Cot Astana. Pemukiman masyarakat kemungkinan juga berada di daerah yang lebih tinggi (pedalaman) di lokasi ini juga terdapat kompleks Lampoh Kota (taman kota). Batas antara daerah yang merupakan lahan basah/yang dipengaruhi oleh pasang naik

dan pasang surut air laut dengan daerah yang merupakan lahan kering ditandai dengan toponim Ulee Tanoh (ujung tanah).

Ujung Tanah (Ulee Tanoh) kemungkinan berkaitan dengan areal yang merupakan daratan yang selalu/sering tergenang air, sehingga timbul asumsi masyarakat bahwa daerah tersebut merupakan ujung atau kepala daratan. Sebaliknya, lokasi yang berada di sebelah utaranya merupakan areal tergenang yang dipengaruhi oleh pasang baik dan pasang surut. Saat ini daerah yang disebut Ulee Tanoh berada tepat di ujung tanah dengan kata lain di sebelah utara Ulee Tanoh saat ini dimanfaatkan masyarakat sebagai areal pertambakan. Kenyataan lainnya adalah bahwa temuan-temuan artefaktual, maupun monumental lebih banyak ditemukan di sebelah utara (mengarah ke pantai) dari Ujung Tanoh.

V. Penutup

Terdapat beberapa indikator yang menunjukkan strategi adaptasi masyarakat Pasai terhadap kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut aliran Sungai Pasai. Pemukiman/perumahan diperkirakan berada di daerah lahan basah yang kini merupakan areal tambak. Bangunan yang didirikan di lahan tersebut berupa bangunan panggung dengan menggunakan tiang-tiang kayu untuk menghindari luapan air. Selain bahan organik seperti kayu, juga terdapat bahan lain yang digunakan terutama pada bangunan yang berdiri di dataran tinggi seperti temuan fragmen bata di kompleks Cot Astana. Bahan batuan banyak digunakan pada nisan-nisan yang terdapat di daerah itu.

Menilik cukup banyaknya tinggalan arkeologis di wilayah Kerajaan Samudera Pasai, maka dapat dikatakan Pasai pada masanya merupakan sebuah pusat kota yang cukup besar dan ramai. Adanya temuan mata uang emas (dirham) di antara fragmen temuan lain seperti fragmen keramik, fragmen tembikar, fragmen gelang-gelang kaca menandai cukup majunya perekonomian Kerajaan Samudera Pasai.

Perekonomian di kerajaan tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut aliran sungai/muara sungai Pasai. Selanjutnya perubahan arah aliran sungai, akibat mendangkalnya sungai Pasai cukup banyak mempengaruhi perekonomian masyarakat Pasai

Ulee Tanoh dengan latar belakang daratan/kebun Masyarakat

yang bergerak di bidang perdagangan. Kemungkinan salah satu penyebab surutnya aktivitas perdagangan di pusat kota kerajaan Pasai diakibatkan oleh pendangkalan aliran sungai Pasai sehingga tidak lagi dapat dilayari hingga ke tempat tersebut. Pada akhirnya perekonomian masyarakat menjadi merosot.

Kepustakaan

Akbar, Ali, 1990. Peranan Kerajaan Islam Samudera – Pasai Sebagai Pusat Pengembangan Islam di Nusantara. Lhokseumawe: Pemda Tk II Aceh Utara.

Ambari, Hasan M. 1991. Makam-Makam Kesultanan dan Parawali Penyebar Islam di Pulau Jawa, dalam Aspek-aspek Arkeologi Indonesia No. 12. Jakarta: Puslit Arkenas

---1994. Some Aspects of Islamic Architecture in Indonesia, dalam Aspek-aspek Arkeologi Indonesia No. 14. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

---1996. Makam-makam Islam di Aceh, dalam Aspek-aspek Arkeologi Indonesia No. 19. Jakarta: Puslitarkenas

---1997. Kaligrafi Islam di Indonesia, Telaah dari Data Arkeologi, dalam Aspek-aspek Arkeologi Indonesia No. 20. Jakarta: Puslit Arkenas

Oetomo, Repelita Wahyu. 2007 Nisan Plakpling, Nisan Peralihan dari Pra-Islam ke Islam, dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol. X No.20. Medan: Balai Arkeologi Medan

Perret, Daniel dan Kamarudin Ab. Razak, 1999. Batu Aceh, Warisan Sejarah Johor. Johor Bahru: EFEO dan Yayasan Warisan Johor

Yatim, Othman Mhd, 1988. Batu Aceh, Early Islamic Gravestones in Peninsular Malaysia. Kuala Lumpur: Museum Association of Malaysia c/o Muzium Negara

---dan Abdul Halim Nasir, 1990. Epigrafi Islam Terawal di Nusantara. Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka

Said, H. Mohammad, 1961. Aceh Sepanjang Abad. Medan: Waspada

Sodrie, Ahmad Cholid dkk, 2007. Penelitian Arkeologi Samudera Pasai, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara di Lhokseumawe, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jakarta: Puslitbang Arkenas (tidak diterbitkan)

INDIKASI AWAL AKTIVITAS MARITIM PADA LAHAN BASAH