BAB 1 PENGETAHUAN DASAR TENTANG METODE
E. Skala Pengukuran
Jenis data dan skala pengukuran menentukan pemilihan teknik ana- lisis data. Oleh sebab itu, sebelum mempelajari teknik analisis data perlu diketahui skala pengukuran yang digunakan. Pengukuran adalah proses penetapan bilangan (nilai) pada obyek atau peristiwa yang terjadi pada variabel penelitian dengan menggunakan aturan tertentu. Aturan penggunaan notasi bilangan dalam pengukuran disebut skala atau tingkat pengukuran (scales of measurement). Pengukuran hanya dilakukan ter- hadap variabel yang dapat diukur, memiliki indikator yang jelas dan tersedia alat pengukur yang tepat. Data hasil pengukuran dinamakan data kontinum (ordinal, interval dan rasio) sedangkan data yang diperoleh hanya dengan menghitung jumlahnya saja disebut data diskrit atau nomi- nal.
Ada empat macam skala pengukuran yang digunakan di dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Keempat skala pengukuran tersebut memiliki peringkat, dimana peringkat terendah ter- dapat pada skala nominal dan peringkat tertinggi terdapat pada skala ra- tio. Data berskala rasio dapat diubah menjadi skala interval dan ordinal tetapi data berskala ordinal tidak mungkin diubah menjadi skala interval
maupun ratio. Semakin tinggi peringkat skala pengukuran semakin ban- yak jenis analisis data yang dapat digunakan. Syarat minimal analisis data statistik inferensial adalah salah satu data memiliki skala interval. Contoh data berdasarkan skala pengukuran dapat disimak pada paparan berikut ini.
1. Skala nominal
Data berskala nominal hanya merupakan atribut, simbol, nama, identi- tas untuk membedakan data individu dengan data individu lainnya. Contoh data berskala nominal antara lain: jenis kelamin, agama, warna, suku bangsa, dan jenis pekerjaan. Data berskala nominal merupakan data kualitatif yang tidak bisa diberi skor kuantitatif yang menunjukkan individu yang satu lebih baik dari individu lainnya. Se- bagai contoh kelompok wanita tidak mau dikatakan lebih jelek dari kelompok pria. Demikian juga agama, orang yang beragama Islam tidak boleh diberi status yang lebih tinggi dari agama lainnya. Dalam pemilihan teknik analisis statistik, data berskala nominal terbatas han- ya dapat dianalisis secara deskriptif dan analisis non parametrik yang kesimpulan hasil analisisnya hanya berlaku pada sampel yang diteliti.
2. Skala ordinal
Data berskala ordinal sudah menunjukkan ada tingkatan atau per- ingkat. Data ordinal hanya berupa kategori-kategori untuk menunjuk- kan kategori yang satu lebih baik dari kategori yang lain, namun jarak antara masing-masing kategori tidak sama. Contoh data berskala ordi- nal antara lain: peringkat kejuaraan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan ranking kelas. Dalam penyusunan peringkat ke- juaraan dan ranking kelas sering digunakan peringkat ke 1, 2 dan 3, dst. Secara sepintas data tersebut berurutan dan kemungkinan mem- iliki selisih nilai yang sama. Namun pada kenyataannya jarang ditemukan peringkat ke 1, 2 dan 3 memiliki selisih nilai yang sama.
Contoh data ranking nilai:
Rank I II III IV
Nilai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Dalam contoh tersebut ditemukan ranking ke 1 mendapat skor 10, ranking ke 2 mendapat skor 8 dan ranking ke III mendapat skor 7. Ja- rak antara ranking ke 1 dan ke II sebanyak 2 digit, sementara itu, jarak antara ranking ke II dan ke III hanya satu digit.
Data status sosial dan ekonomi yang diperoleh dari penghasilan dapat menjadi skala ordinal tetapi dapat pula menjadi skala interval. Ketika penghasilan menjadi indikator status sosial ekonomi (SES) dikate- gorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi, maka data tersebut
berskala ordinal. Ketika data penghasilan masih murni, belum dibuat kategori maka data penghasilan tersebut berskala rasio. Pada umumnya, sulit untuk menetapkan penghasilan murni, oleh sebab itu data SES dikelompokkan menjadi SES rendah, sedang dan tinggi maka. Jarak nilai antar kategori biasanya tidak sama karena kelompok SES rendah dan tinggi tidak memiliki batas bawah dan batas atas yang pasti. Contoh pengkategorian data SES.
Tabel 1.9 Contoh pengkategorian data SES KATEGORI PENGHASILAN
Tinggi : > 10.000.000/bulan
Sedang : 5.000.000 – 10.000.000/bulan Rendah : < 5.000.000/bulan
Keterangan: kategori SES ditetapkan berdasarkan kajian literatur dan pertimbangan peneliti
Teknik analisis yang dapat dipilih dari data berskala ordinal masih terbatas pada analisis data deskriptif dan non parametrik. Apabila data ordinal akan dianalisis dengan menggunakan statistik parametrik in- ferensial, maka teknik analisis yang dapat digunakan hanya terbatas uji beda (t-test atau ANOVA).
3. Skala interval
Data berskala interval berupa data kuantitatif yang memiliki jarak sa- ma antar tiap-tiap tingkatan nilai tetapi tidak memiliki nilai nol mut- lak. Data menunjukkan klasifikasi dan kedudukan subjek yang satu lebih baik dari yang lain, dan jarak antara nilai yang satu dengan nilai yang lain sama. Contoh data berskala interval misalnya: tahun, nilai, suhu, hasil operasi penjumlahan dan pengurangan, dll. Skor baris (raw score) yang dihasilkan dari suatu tes hasil belajar atau tes kecerdasan merupakan data yang berskala interval. Jarak suhu 100C dengan 200C sama dengan jarak suhu 100C dengan 200C, akan tetapi skala suhu ini tidak memiliki titik nol mutlak sehingga tidak bisa melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Data yang berasal dari kuesioner dengan jawaban berskala Likert, dapat dikategorikan menjadi data berskala interval. Asumsi yang mendasari antara lain: pendapat sangat setuju, setuju, kurang setuju dan tidak setuju telah dikonversi menjadi data kuantitatif yang mem- iliki nilai 4, 3, 2 dan 1. Jarak antar nilai tersebut adalah sama. Setelah skor jawaban berskala Guttman dijumlahkan, total skor jawaban men- jadi berskala interval. Jawaban semantic differential memiliki status yang sama dengan jawaban berskala Likert. Jawaban akan diberi skor
yang memiliki jarak sama antara jawaban paling positif, positif sampai jawaban negatif akan mendapat skor yang diasumsikan berjarak sama. Penggunaan data berskala interval cukup luas, dapat dianalisis menggunakan analisis parametrik maupun non parametrik. Data berskala interval dapat diubah menjadi skala ordinal dengan membuat kategori-kategori. Misalnya: kategori nilai A, B, C, D ditetapkan ber- dasarkan rentang nilai tertentu yang kemungkinan tidak memiliki ja- rak yang sama. Misalnya:
Tabel 1.10 Contoh Konversi Data Berskala Interval menjadi Ordinal RENTANG NILAI
(dari skala interval)
KATEGORI
(dikonversi menjadi ordinal)
>80 A = Sangat baik, skor 4
66 – 80 B = Baik, skor 3
56 – 65 C = Cukup, skor 2
< 56 D = Kurang, skor 1
4. Skala rasio
Skala rasio merupakan skala paling tinggi dalam pengukuran. Data berskala rasio hampir sama dengan data berskala interval, yakni data kuantitatif yang memiliki jarak sama antar tiap-tiap tingkatan nilai. Perbedaan skala rasio dan interval terletak pada nilai nol mut- lak. Data berskala rasio memiliki nilai nol mutlak sedangkan data skala interval tidak memiliki nilai nol mutlak. Ciri khas skala pen- gukuran yang memiliki nol mutlak antara lain dapat dilakukan operasi perkalian dan pembagian. Contoh data berskala rasio antara lain: berat badan, tinggi badan, pendapatan dan lain sebagainya. Data berskala rasio memiliki tingkatan paling tinggi. Data berskala rasio dapat dianalisis dengan berbagai macam teknik analisis. Pen- gujian hipotesis menggunakan analisis statistik inferensial minimal memiliki data berskala interval.
Rangkuman
Jenis skala Contoh data
Nominal Pria → wanita; merah → biru → kuning Ordinal SES tinggi → sedang → rendah
Interval Tanpa 0 absolut, bisa dijumlah atau diku- rangi, misalnya: nilai, suhu
Rasio Ada 0 absolut, bisa dikali atau dibagi, misalnya: panjang, berat, penghasilan