• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. BAHAN DAN METODE

4.3.1 Skeletonema costatum

Pola pertumbuhan Skeletonema costatum pada sistem indoor memiliki satu buah puncak populasi yaitu pada hari ke-5 dengan nilai kelimpahan sebesar 1,97×106 sel/mL. Pola pertumbuhan Skeletonema costatum pada sistem outdoor

juga memiliki satu buah puncak populasi pada hari ke-5 namun dengan nilai kelimpahan yang lebih kecil sebesar 1,61×106 sel/mL. Skeletonema costatum saat hari ke-1 pada sistem indoor memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang lebih tinggi (µ = 1,754) dibandingkan pada sistem outdoor (µ = 1,084). Hal ini diduga karena media strain sebelumnya memiliki lingkungan yang sama pada media strain yang digunakan pada penelitian pada sistem indoor sedangkan pada media outdoor, media strain sebelumnya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan kondisi yang relatif terkontrol pada sistem indoor yang dipindahkan ke dalam media outdoor

yang tidak terkontrol lingkungannya. µmaks yang dihitung pada awal kultur hingga puncak kelimpahan maksimum pada spesies Skeletonema costatum sistem indoor

adalah sebesar 0,515 sedangkan pada sistem outdoor memiliki nilai µmaks lebih rendah yaitu 0,506. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan spesifik

maksimum pada sistem indoor lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan spesifik maksimum pada sistem outdoor. Kedua pola pertumbuhan ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kelimpahan Skeletonema costatum pada sistem indoor dan outdoor

Fase lagSkeletonema costatum pada kedua sistem diduga terjadi kurang dari 24 jam. Keadaan ini dapat dilihat dari kelimpahan dan nilai µ pada hari ke-1 pada kedua sistem yang memiliki nilai yang cukup besar. Skeletonema costatum pada kedua sistem diduga memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi berdasarkan nilai µ yang dihitung. Fase eksponensial pada kedua sistem juga diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Fase eksponensial pada sistem indoor terjadi hingga hari ke-4 dan sistem outdoor terjadi hingga hari ke-3. Hal ini memperlihatkan bahwa fase eksponensial pada sistem outdoor lebih cepat dibandingkan fase eksponensial pada sistem indoor.

Fase stasioner pada sistem indoor diduga terjadi pada hari 4 hingga hari ke-5 sedangkan pada sistem outdoor terjadi pada hari ke-3 hingga hari ke-5. Keadaan ini memperlihatkan bahwa waktu fase stasioner pada sistem indoor lebih cepat dibandingkan pada sistem outdoor. Sistem indoor lebih lambat memasuki fase

stasioner dibandingkan sistem outdoor. Fase deklinasi pada sistem indoor diduga terjadi pada hari ke-5 hingga hari ke-11 sedangkan pada sistem outdoor terjadi pada hari ke-5 hingga hari ke-13. Keadaan ini memperlihatkan bahwa fase deklinasi pada sistem outdoor memiliki waktu yang lebih lama dibandingkan pada sistem indoor.

Kelimpahan akhir pada sistem indoor hanya terjadi hingga hari ke-11

sedangkan kelimpahan akhir pada sistem outdoor terjadi hingga hari ke-13. Hal ini dapat diduga karena waktu yang lebih cepat menuju kelimpahan maksimum dan tingginya kelimpahan pada sistem indoor yang mengakibatkan pengurangan mikronutrien sebagai faktor pembatas yang banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial dibandingkan pada sistem outdoor. Turunnya laju pertumbuhan

Skeletonema costatum pada kedua sistem dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial dan adanya toksik yang dihasilkan oleh mikroalga itu sendiri sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri (Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2006).

4.3.2 Thalassiosira sp.

Pola pertumbuhan Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki dua buah puncak populasi yaitu pada hari ke-6 dengan kelimpahan sebesar 0,90×106 sel/mL dan hari ke-9 dengan kelimpahan sebesar 0,75×106 sel/mL. Pola pertumbuhan

Thalassiosira sp. pada sistem outdoor hanya memiliki satu buah puncak kelimpahan pada hari ke-7 dengan nilai kelimpahan yang lebih kecil. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 10 yang menunjukan bentuk pola pertumbuhan Thalassiosira sp. pada

kedua sistem yang berbeda. Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki laju pertumbuhan relatif pada hari ke-1 yang lebih besar (µ = 1,754) dibandingkan pada sistem outdoor yaitu sebesar 0,470. Hal ini mengindikasikan bahwa daya adaptasi

Thalassiosira sp. pada sistem indoor lebih cepat dibandingkan pada sistem outdoor. Kondisi ini dikarenakan media strain sebelumnya memiliki lingkungan yang sama pada media strain yang digunakan pada penelitian pada sistem indoor sedangkan pada media outdoor, media strain sebelumnya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda yaitu dengan kondisi yang relatif terkontrol pada sistem indoor yang dipindahkan ke dalam media outdoor yang tidak terkontrol lingkungannya. Pada sistem indoor, µmaks sebesar 0,482 dan pada sistem outdoor sebesar 0,205. Kondisi ini memperlihatkan bahwa µmaks pada sistem indoor lebih tinggi dibandingkan µmaks pada sistem outdoor.

Gambar 10. Kelimpahan Thalassiosira sp. pada sistem indoor dan outdoor

Fase lagThalassiosira sp. pada sistem indoor diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam sedangkan pada sistem outdoor fase lag. diduga terjadi hingga

hari ke-1. Hal ini memperlihatkan bahwa fase lag pada sistem indoor membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan pada sistem outdoor. Keadaan ini

dikarenakan daya adaptasi Thalassiosira sp. pada sistem indoor yang lebih tinggi dibandingkan pada sistem outdoor.

Fase eksponensial padasistem indoor diduga terjadi pada waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-4, sedangkan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-1 hingga hari ke-1 hingga hari ke-5. Hal ini menunjukan bahwa Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki waktu yang lebih cepat pada fase eksponensial dibandingkan sistem outdoor.

Fase stasioner pada sistem indoor diduga terjadi pada hari 4 hingga hari ke-6 dan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-8. Kondisi ini menunjukan bahwa sistem indoor dan sistem outdoor memiliki waktu yang sama pada fase stasioner. Sistem indoor lebih cepat memasuki fase stasioner

dibandingkan sistem outdoor.

Fase deklinasi pada sistem indoor dapat diduga terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-15 sedangkan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-8 hingga hari ke-15. Fase deklinasi Thalassiosira sp.pada kedua sistem mungkin dapat berlanjut kembali melebihi hari ke-15. Perbedaan waktu fase deklinasi pada kedua sistem memperlihatkan bahwa sistem indoor memiliki fase deklinasi yang lebih lama dibandingkan pada sistem outdoor. Penurunan nilai kelimpahan pada kedua sistem dapat diduga karena berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial, adanya toksik yang dihasilkan

oleh mikroalga itu sendiri sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya (Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2001).

4.3.3 Chaetoceros gracilis

Chaetoceros gracilis pada sistem indoor memiliki pola pertumbuhan dengan dua buah puncak kelimpahan maksimum yaitu pada hari ke-5 dengan kelimpahan sebesar 7,25×106 sel/mL dan pada hari ke-9 sebesar 5,83×106 sel/mL sedangkan pada sistem outdoor juga memiliki pola pertumbuhan dengan dua buah puncak kelimpahan maksimum yaitu pada hari ke-7 dengan kelimpahan sebesar 2,79×106 sel/mL dan pada hari ke-13 sebesar 1,09×106sel/mL. Kedua pola pertumbuhan ini dapat dilihat pada Gambar 11. Chaetoceros gracilis pada sistem indoor memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi terhadap lingkungannya dibandingkan pada sistem

outdoor. Keadaan ini dapat dilihat dari nilai µ pada sistem indoor sebesar 1,088 dan sistem outdoor sebesar 0,798. Hal ini dapat dikarenakan media strain sebelumnya memiliki lingkungan yang sama pada media strain yang digunakan pada penelitian sistem indoor sedangkan pada media outdoor, media strain sebelumnya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda yaitu dengan kondisi yang relatif terkontrol pada sistem indoor yang dipindahkan ke dalam media outdoor yang tidak terkontrol lingkungannya. Laju Pertumbuhan spesifik maksimum pada sistem indoor lebih besar (µmaks = 0,520) dibandingkan pada sistem outdoormaks = 0,268).

Gambar 11. Kelimpahan Chaetoceros gracilis pada sistem indoor dan outdoor

Fase lag pada sistem indoor dan sistem outdoor dapat diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini dapat diduga bahwa fase lag pada sistem indoor

membutuhkan waktu yang sama dengan sistem outdoor. Keadaan ini juga menunjukan bahwa daya adaptasi Chaetoceros gracilis sp. pada sistem indoor

hampir sama dengan sistem outdoor.

Fase eksponensial pada sistem indoor terjadi pada waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-3 sedangkan fase eksponensial pada sistem outdoor terjadi pada waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-7. Hal ini memperlihatkan bahwa sistem

indoor memiliki rentang waktu yang lebih singkat dalam mencapai fase eksponensial dibandingkan pada sistem outdoor. Sistem indoor memiliki waktu yang lebih cepat untuk memasuki fase eksponensial dibandingkan sistem outdoor.

Fase stasioner pada sistem indoor dapat diduga terjadi pada hari ke-3 hingga hari ke-5. Fase stasioner pada sistem outdoor dapat diduga terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-8 yang mungkin terjadi dalam rentang waktu kurang dari 24 jam.

Kondisi ini menunjukan bahwa kultur Chaetoceros gracilis pada sistem indoor

memiliki rentang waktu yang lebih lama dalam fase stasioner dibandingkan pada sistem outdoor.

Fase deklinasi pada sistem indoor terjadi pada hari ke-5 hingga hari ke-15 sedangkan pada sistem outdoor fase deklinasi terjadi pada waktu kurang dari 24 jam di hari ke-8 hingga hari ke-15. Keadaan ini memperlihatkan bahwa fase deklinasi pada sistem indoor memiliki rentang waktu yang lebih lama dibandingkan pada sistem outdoor. Fase deklinasi pada kedua sistem dapat diduga masih bisa berlanjut hingga hari berikutnya. Kedua sistem terdapat peningkatan populasi kembali yaitu sistem indoor pada hari ke-9 dan sistem outdoor pada hari ke-13. Keadaan ini dapat diduga karena sel-sel Chaetoceros gracilis memasuki periode kriptik di mana sel-sel

Chaetoceros gracilis yang masih hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari sel-sel

Chaetoceros gracilis yang lisis untuk pertumbuhannya sehingga dapat meningkatkan populasinya kembali (Suantika, 2009). ). Fase deklinasi berlanjut kembali hingga hari ke-15 dengan jumlah kelimpahan akhir pada sistem indoor sebesar 0,67×106 sel/mL dan sistem outdoor sebesar 0,57×106 sel/mL. Fase deklinasi dapat terjadi karena nutrisi kultur telah habis dan terjadi akumulasi senyawa NH4+ dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk ekstraseluler dari mikroalga yang meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas Chaetoceros gracilis (Fogg, 1965 dalam Panggabean, 2000 dan Suantika, 2009).

Hasil yang disimpulkan adalah Skeletonema costatum pada sistem indoor

outdoor. Kelimpahan tertinggi Skeletonema costatum terdapat pada perlakuan sistem indoor. Thalassiosira sp. pada sistem indoor memilki laju pertumbuhan spesifik maksimum yang lebih besar dibandingkan pada sistem outdoor. Kelimpahan tertinggi Thalassiosira sp. juga terdapat pada sistem indoor.

Chaetoceros gracilis pada sistem indoor sama halnya memiliki laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks) yang lebih besar dibandingkan pada sistem outdoor. Kelimpahan tertinggi Chaetoceros gracilis juga terdapat pada sistem indoor. Perlakuan sistem indoor pada ketiga spesies diatom ternyata memberikan laju pertumbuhan spesifik maksimum dan jumlah kelimpahan yang lebih besar

dibandingkan pada sistem outdoor. Hal ini dapat diduga karena lingkungan yang berbeda pada proses kultivasi.