• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dispensive X-Ray (SEM-EDX)

3.9 Skema Alur Penelitian

Ethical Clearance

Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Preparasi, sterilisasi dan pembagian serbuk cangkang keong unam menjadi 3 sampel

Sintesis hidroksiapatit dengan menggunakan metode sol-gel. Ketiga sampel disintering dengan masing-masing suhu sintering 700ºC, 800ºC,

dan 900ºC.

Uji karakterisasi untuk melihat morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit ketiga sampel dengan alat Scanning Electron Microscope-Energy

Dispensive X-Ray (SEM-EDX).

Analisis data

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Sintesis Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam

Pada penelitian ini hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan serbuk hidroksiapatit dengan mensistesis cangkang keong unam menggunakan metode sol-gel. Metode sol-gel digunakan karena menghasilkan partikel dengan homogenitas yang lebih baik dan temperatur yang digunakan lebih rendah. Pembuatan sintesis hidroksiapatit cangkang keong unam melalui tahap kalsinasi dengan furnace, preparasi bahan, refluks, evaporasi dengan water bath, pengeringan dengan oven, sintering, dan ball milling.

Cangkang keong yang sudah menjadi bubuk dibagi menjadi 3 sampel masing-masing dikalsinasi pada suhu 1000ºC selama 3 jam dengan furnace. Dalam proses preparasi bahan sintesis, tahap awal dilakukan pencampuran antara serbuk CaO dengan larutan HNO3 sehingga membentuk campuran Ca(NO3)2. Campuran tersebut diaduk dan disaring menggunakan kertas saring hingga tersisa endapan Ca(NO3)2.

Endapan kemudian dilarutkan kembali ke dalam 100 ml aquabides lalu disaring dengan menggunakan kertas saring whatmann 42 untuk mendapatkan filtrat Ca(NO3)2

berupa larutan berwarna putih bening.

Dalam proses sintesis hidroksiapatit dilakukan pencampuran antara prekursor kalsium berupa filtrat Ca(NO3)2 100 ml dan prekursor fosfat berupa Na2HPO4 0,6 M 100 ml menghasilkan larutan putih bening dengan adanya endapan hidroksiapatit berwarna putih keabu-abuan. Larutan kemudian direfluks dan evaporasi menggunakan water bath dimana pada tahap ini menghasilkan gel berwarna putih setelah dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring whatmann. Gel tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 195ºC membentuk gumpalan-gumpalan hidroksiapatit berwarna putih. Gumpalan-gumpalan-gumpalan hidroksiapatit tersebut dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pestle hingga menjadi bubuk.

Selanjutnya proses sintering dilakukan pada tiga sampel dengan suhu 700ºC untuk

sampel I, 800ºC untuk sampel II, dan 900ºC untuk sampel III. Proses tersebut menghasilkan bubuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang tidak sama (irregular).

Pada tahap akhir hasil serbuk hidroksiapatit dari cangkang keong unam dimasukkan ke dalam ball mill dengan kecepatan 300 rpm selama 30 menit.

Selanjutnya serbuk hidroksiapatit disaring menggunakan saringan mesh 400. Serbuk hidroksiapatit cangkang keong unam yang dihasilkan dengan butir hidroksiapatit yang lebih halus dan ukuran yang kecil.

4.2 Hasil Analisis Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam (Pugilina cochlidium) dengan Scanning Electron Microscopy–Energy Dispensive X-Ray (SEM-EDX)

Serbuk hidroksiapatit yang dihasilkan dari cangkang keong unam kemudian dikarakterisasi atau dianalisis menggunakan alat Scanning Electron Microscopy-Energy Dispensive X-Ray (SEM-EDX) merk EVO® MA 10 yang bertujuan untuk melihat morfologi permukaan dan rasio Ca/P dari hidroksiapatit. Gambar permukaan hidroksiapatit tiap sampelnya diambil dengan perbesaran 5000 dan 10000 kali.

Gambar permukaan diambil dari beberapa perbesaran untuk melihat ukuran partikelnya.

Hasil analisis pada hidroksiapatit cangkang keong unam menggunakan SEM:

A

Gambar 10. Hasil analisis SEM pada sampel I: (A) Perbesaran 5000 kali; (B) Perbesaran 10000 kali

Gambar 10 menunjukkan perbesaran 5000 dan 10000 kali pada sampel I. Pada perbesaran 5000 didapatkan permukaan morfologi hidroksiapatit dari cangkang keong unam dan kualitas gambar yang tajam. Pada hasil pengamatan dapat dilihat serbuk hidroksiapatit pada sampel I mengalami aglomerasi atau gumpalan. Pada perbesaran 10000 kali terlihat morfologi hidroksiapatit dengan rentang ukuran partikel antara 126.6 nm hingga 160.8 nm. Berdasarkan Gambar 10 serbuk hidroksiapatit cangkang keong unam menunjukkan partikel-partikel hidroksipatit bentuknya tidak sama, ukuran partikel hidroksiapatit tidak homogen yaitu terdapat partikel–partikel yang berukuran besar dari partikel di sekitarnya dengan tepi yang cenderung membulat (spherical-shaped).

A B

Gambar 11. Hasil analisis SEM pada sampel II: (A) Perbesaran 5000 kali; (B) Perbesaran 10000 kali

Gambar 11 menunjukkan perbesaran 5000 dan 10000 kali pada sampel II. Pada perbesaran 5000 didapatkan permukaan morfologi hidroksiapatit dari cangkang keong unam dan kualitas gambar yang tajam. Pada hasil pengamatan dapat dilihat serbuk hidroksiapatit pada sampel II mengalami aglomerasi atau gumpalan. Pada perbesaran 10000 kali dapat terlihat morfologi hidroksiapatit dengan rentang ukuran partikel antara 91.67 nm hingga 194.8 nm. Berdasarkan Gambar 11 serbuk hidroksiapatit cangkang keong unam menunjukkan partikel-partikel hidroksipatit bentuknya tidak sama, ukuran partikel hidroksiapatit tidak homogen yaitu terdapat partikel-partikel yang berukuran besar dari partikel di sekitarnya dengan tepi yang cenderung membulat (spherical-shaped).

A B

Gambar 12. Hasil analisis SEM pada sampel III: (A) Perbesaran 5000 kali; (B) Perbesaran 10000 kali

Gambar 12 menunjukkan perbesaran 5000 dan 10000 kali pada sampel III. Pada hasil pengamatan dapat dilihat serbuk hidroksiapatit pada sampel III mengalami aglomerasi atau gumpalan. Pada perbesaran 10000 kali dapat terlihat morfologi hidroksiapatit dengan rentang ukuran partikel antara 149.0 nm hingga 194.8 nm.

Berdasarkan Gambar 12 serbuk hidroksiapatit cangkang keong unam menunjukkan partikel-partikel hidroksipatit bentuknya tidak sama, ukuran partikel hidroksiapatit tidak homogen yaitu terdapat partikel-partikel yang berukuran besar dari partikel di sekitarnya dengan tepi yang cenderung membulat (spherical-shaped).

Hasil analisis pada hidroksiapatit cangkang keong unam menggunakan EDX:

B

Gambar 13. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel I

Pada Gambar 13 menunjukkan hasil analisis kandungan yang terdapat pada hasil sintesis hidroksiapatit (HAp) cangkang keong unam (Pugilina cochlidium).

Adapun kandungan tersebut yaitu kalsium (Ca), oksigen (O), fosfor (P), dan natrium (Na). Pada sampel I terdapat kalsium (Ca) sebesar 21.99 wt % dan fosfor (P) sebesar 11.81 wt %. Hal ini menunjukkan rasio Ca/P pada sampel I sebesar 1.86.

Gambar 14. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel II

Pada Gambar 14 menunjukkan hasil analisis kandungan yang terdapat pada hasil sintesis hidroksiapatit (HAp) cangkang keong unam (Pugilina cochlidium). Pada

sampel II terdapat kalsium (Ca) sebesar 33.37 wt % dan fosfor (P) sebesar 15.25 wt

%. Hal ini menunjukkan rasio Ca/P pada sampel II sebesar 2.18.

Gambar 15. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel III

Pada Gambar 15 menunjukkan hasil analisis kandungan yang terdapat pada hasil sintesis hidroksiapatit (HAp) cangkang keong unam (Pugilina cochlidium). Pada sampel III terdapat kalsium (Ca) sebesar 13.16 wt % dan fosfor (P) sebesar 8.42 wt

%. Hal ini menunjukkan rasio Ca/P pada sampel III sebesar 1.56.

Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap ukuran partikel dan rasio Ca/P serbuk hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium)

Sampel Rentang Ukuran partikel (nm)

Ukuran Rata-rata Partikel

(nm)

Persentase Berat (wt%) Rasio Ca/P

Ca P

I 126.6-160.8 141.8 21.99 11.81 1.86

II 91.67-194.8 152.79 33.37 15.25 2.18

III 149.0-194.8 175.7 13.16 8.42 1.56

Berdasarkan Tabel 1 rata-rata ukuran partikel pada sampel I, II, dan III berbeda-beda yaitu pada sampel I dengan ukuran rata-rata 141.8 nm, sampel II dengan ukuran rata 152.79 nm, dan sampel III dengan ukuran rata 175.7 nm. Ukuran rata-rata partikel terkecil yaitu pada sampel I. Hasil analisis EDX Menunjukkan kandungan elemen dan rasio molar Ca/P yang didapatkan pada sampel I, II, dan III berbeda-beda. Rasio molar Ca/P terbaik terdapat pada sampel I yaitu 1.86.

BAB 5 PEMBAHASAN

Hidroksiapatit merupakan komponen utama penyusun tulang dan gigi manusia dengan formula Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit memiliki kelebihan yaitu bioactive, biocompatible, biodegradable, bioresorbable, tidak korosif, dan berpori.

Hidroksiapatit memiliki kemampuan ostekonduktif dan terbukti mampu merangsang diferensisasi osteoblast dan pembentukan tulang.48,49 Material ini dapat disisipkan sesuai dengan bentuk daerah yang rusak.46

Metode sintesis yang digunakan pada penelitian ini adalah gel. Proses sol-gel merupakan metode sintesis nanopartikel dengan menggunakan dua tahapan fase yaitu sol dan gel. Metode ini memungkinkan membentuk ukuran partikel skala nano dan penggunaan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan reaksi hidrotermal misalnya.19,20 Sintesis hidroksiapatit membutuhkan sumber kalsium dan fosfat.

Sumber kalsium berasal dari CaO serbuk cangkang keong unam dan sumber fosfatnya menggunakan senyawa Na2HPO4 (dinatrium hidrogen fosfat). Jumlah komposisi CaO dan Na2HPO4 ditentukan berdasarkan hasil perhitungan stokiometri sehingga menghasilkan rasio konsentrasi Ca/P sebesar 1.67.23

Penelitian ini melakukan dua kali pemanasan yaitu pemanasan pertama pada proses kalsinasi dengan suhu 1000ºC bertujuan untuk mengeliminasi komponen organik dan mengonversi senyawa CaCO3 (kalsium karbonat) yang terdapat pada cangkang keong unam menjadi CaO (kalsium oksida).23,55 Proses pemanasan kedua yaitu pada proses sintering yang berguna untuk memaksimalkan pembentukan kristal hidroksiapatit dan meningkatkan densitas.56 Suhu sintering dapat memengaruhi ukuran butir dan kekuatan perancah.21 Penelitian ini telah berhasil mensistesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam dan didapati perbedaan morfologi, ukuran partikel hidroksipatit dan rasio Ca/P pada setiap sampelnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui suhu sintering yang paling optimum dalam mendapatkan struktur morfologi, ukuran partikel hidroksiapatit dan rasio Ca/P

yang ideal menggunakan metode sintesis sol-gel pada cangkang keong unam.

Pengamatan terhadap struktur morfologi dan ukuran partikel hidroksiapatit dengan cara mengamati hasil tangkapan gambar yang diperoleh dari alat Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilakukan pada perbesaran 5000 dan 10000 kali.

Pengamatan terhadap rasio Ca/P diperoleh dengan analisa dari alat Energy Dispensive X-Ray (EDX).

Partikel hidroksiapatit pada penelitian ini diharapkan memiliki struktur morfologi yang cukup baik untuk dijadikan kandidat bahan cangkok tulang yaitu berbentuk bulat atau spherical-shaped, dengan ukuran nanopartikel dan rasio molar Ca/P 1.67 atau mendekati rasio tersebut. Analisis menggunakan SEM dengan meningkatnya perbesaran yang dilakukan dapat menghasilkan gambaran morfologi yang lebih jelas pada partikel hidroksiapatit.

Hasil pengamatan SEM dengan perbesaran 5000 didapatkan permukaan morfologi hidroksiapatit dari cangkang keong unam dan kualitas gambar yang tajam.

Pada hasil pengamatan dapat dilihat serbuk hidroksiapatit pada ketiga sampel mengalami aglomerasi atau gumpalan. Pada perbesaran 10000 dapat menujukkan morfologi hidroksiapatit. Berdasarkan hasil penelitian ini serbuk hidroksiapatit cangkang keong unam menunjukkan partikel–partikel hidroksipatit bentuknya tidak sama, ukuran partikel hidroksiapatit tidak homogen yaitu terdapat partikel–partikel yang berukuran besar dari partikel di sekitarnya dengan tepi yang cenderung membulat (spherical-shaped).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjaneyulu U dkk hidroksiapatit dari cangkang keong pada suhu sintering 900ºC selama 2 jam dengan morfologi spherical shaped yang tidak seragam dan mengalami aglomerasi.23 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hui dkk dimana partikel mengalami aglomerasi. Hasil SEM menunjukkan morfologi dengan gumpalan yang lebih kecil dan berbentuk spherical shaped tidak beraturan (irregular).57 Menurut Nisa dan Munasir semakin besar suhu kalsinasi maka semakin kecil volume pori yang terbentuk. Hal ini dikarekan suhu kalsinasi menyebabkan partikel mengembang

sehingga batas butir antar partikel semakin tidak terlihat, sehingga beraglomerasi membentuk partikel yang lebih besar dan memperkecil ukuran pori.58

Hasil pengamatan SEM dari penelitian ini didapatkan perbedaan ukuran partikel di setiap sampelnya. Ukuran partikel pada suhu sintering 700ºC, 800ºC, dan 900ºC berbeda-beda yaitu pada suhu 700ºC dengan ukuran rata-rata 141.8 nm, pada suhu 800ºC dengan ukuran rata-rata 152.79 nm, dan pada suhu 900ºC dengan ukuran rata-rata 175.7 nm. Ukuran rata-rata partikel terkecil yang didapatkan yaitu pada suhu sintering 700ºC.

Hasil penelitian ini diperoleh rata-rata ukuran partikel lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjaneyulu U dkk mengenai hidroksiapatit dari cangkang keong dengan ukuran partikel rata-rata berkisar 60-100 nm.23 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Tarigan AN mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam hasil sintesis metode sol-gel, hidroksiapatit yang didapatkan memiliki bentuk partikel dengan ukuran panjang rata-raja 25 nm dengan rentang 6-150 nm.25 Hasil penelitian ini memperoleh rata-rata ukuran partikel lebih besar dari penelitian di atas kemungkinan karena kurangnya waktu ball milling yang dilakukan, pada penelitian ini proses ball milling dilakukan selama 30 menit.

Berdasarkan penelitian Rasyidin R dkk mengenai proses ball milling hidroksiaptit dari kerang laut mengatakan semakin lama waktu ball milling dan semakin banyak jumlah bola giling maka semakin kecil ukuran hidroksiapatit yang dihasilkan.59

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi suhu sintering memengaruhi ukuran partikel dan semakin tinggi suhu sintering maka semakin besar ukuran partikelnya. Venkatesan dan Kim menyebutkan bahwa morfologi hidroksiapatit yang telah mengalami pemanasan berbentuk kristal dan tidak teratur, diduga bahwa ukuran kristal akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur yang digunakan.60

Pada hasil pengamatan EDX menunjukkan analisis kandungan elemen yang sama yaitu kalsium (Ca), fosfor (P), oksigen (O) dan natrium (Na). Namun, rasio Ca/P yang didapatkan pada suhu sintering 700ºC, 800ºC, dan 900ºC berbeda-beda.

Pada suhu 700ºC adalah 1.86, pada suhu 800ºC adalah 2.18, dan pada suhu 900ºC

adalah 1.56. Rasio Ca/P terbaik terdapat pada sampel I dengan suhu sintering 700ºC yaitu 1.86. Berdasarkan hasil analisis EDX menunjukkan bahwa variasi suhu sintering tidak memengaruhi rasio Ca/P hidroksiapatit dari cangkang keong unam karena rasio Ca/P dari hidroksiapatit yang diturunkan pada suhu yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Venkatesan dan Kim nilai rasio Ca/P yang dihasilkan pada suhu 600ºC adalah 2.04, pada suhu 900ºC adalah 1.94, dan pada suhu 1200ºC adalah 1,99.60

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Gambaran struktur morfologi permukaan hidroksiapatit cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) yaitu dengan tepi yang cenderung membulat (spherical-shaped) dan ukuran rata-rata partikel hidroksiapatit pada suhu 700ºC adalah 141.8 nm, pada suhu 800ºC adalah 152.7 nm, dan pada suhu 900ºC adalah 175.7 nm.

2. Nilai rasio Ca/P hidroksiapatit (HAp) yang didapatkan pada suhu 700ºC adalah 1.86, pada suhu 800ºC adalah 2.18, dan pada suhu 900ºC adalah 1.56.

3. Suhu sintering yang paling optimum untuk mendapatkan morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit yang ideal adalah pada suhu sintering 700ºC.

6.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi ukuran partikel seperti waktu dan jumlah bola penggilingan pada saat ball milling.

2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan uji sensitivitas bakteri dan uji biokompatibilitas untuk mengetahui apakah hidroksiapatit dapat digunakan sebagai bahan cangkok tulang kepada manusia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tonetti MS, Jepsen S, Jin L, Corgel JO. Impact of the global burden of periodontal disease on health, nutrition and wellbeing of mankind: A call for global action. J Clin Periodontol. 2017;1-7.

2. Kassebaum NJ, Bernabe E, Dahiya M, Bhandari B, Murray CJL, Marcenes W.

Global burden of severe periodontitis in 1990-2010: A systematic review and meta-regression. J Dent Res, 2014; 93(11): 1045-53.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018:204.

4. Hinrichs JE, Kotsakis GA. Classification of disease and condition affecting the periodontium. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, et al. Carranza’s Clinical Periontology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier, 2015: 50-1.

5. Monjaraz BH, Osorio ES, Garcia AM, et al. Mesenchymal stem cells of dental origin for inducing tissue regeneration in periodontitis: A mini-review. Int J Mol Sci 2018;19; 944-61.

6. Mansour A, Al-Hamed FS, Torres J, Marin FT. Alveolar bone grafting: Rationale and clinical applications (chapter 3, in dental implants and bone grafts: Materials and biological issues. Woodhead; 2020. p.44, 54.

7. Intini G, Katsuragi Y, Kirkwood KL, Yang S. Alveolar bone loss: Mechanisms, potential therapeutic targets, and interventions. Adv Dent Res, 2014; 26(1): 38-46.

8. Bhat RA, Rozental TD. Bone graft substitutes. Hand Clin, 2012; 28(4): 457-68.

9. Fillingham Y, Jacobs J. Bone grafts and their substitutes. Bone Joint J, 2016; 98-B (1 Suppl A): 6-9.

10. Van der stok J, Van Lieshout EMM, El-Masoudi Y, Van Kralingen GH, Patka P.

Bone substitutes in the netherlands - a systematic literature review. Acta Biomater, 2011; 7(2): 739-50.

11. Bumgardner JD, Wells CM, Haggard WO. “Ceramic composites for bone graft applications (part ii)”, in translating biomaterials for bone graft bench-top to clinical applications. CRC Press; 2017. p. 68-9.

12. Cahyaningrum, SE, Herdyastuty N, Supangat D, Devina B. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan metode pengendapan basah.

Prosiding Seminar Nasional UNY 2017. Sinergi Penelitian dan Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi Kimia pada Era Global: 367-70.

Surabaya, 2017: FMIPA UNS.

13. Pataquiva-Mateus AY. Ferraz MP, Monteiro FJ. Nanoprticles of hydroxyapatite:

preparation, characterization and cellular approach-an overview. Mutis, 2013;

2(3): 43-57.

14. Agustiyanti RD, Azis Y, Helwani Z. Sintesis hidroksiapatit dari Precipitated Calcium Carbonate (PCC) cangkang telur ayam ras melalui proses presipitasi.

Jom FTEKNIK, 2018; 5(1): 1-6.

15. Soido C, Vasconcellos MC, Diniz AG, Pinheiro J. An Improvement of calcium determination technique in the shell of molluscs. Braz Arch Biol Technol, 2009;

52(1): 93-8.

16. Manullang T, Leidonald DBR. Structure of gastropod communities at mangrove ecocystems in Lubuk Kertang Village, West Berandan District, Langkat Regency, North Sumatera Province. In: IOP Conference series: earth and environmental science. International conference on agriculture, environment, and food security. Medan, 2017:153.

17. Ismanto SD. Identifikasi limbah pabrik kancing baju dari kulit kerang lola di padang. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 2016; 20(1): 69-75.

18. Sealifebase. Pugilina cochlidium (Linnaeus, 1758) spiral melongene.

https://www.sealifebase.se/summary/Pugilina-cochlidium.html. (06 Januari 2021).

19. Chetty AS, Wepener I, Marei MK, El Kamary Y, Moussa RM. (chapter II). In hydroxyapatite synthesis, properties and applications. Nova Science Publishers, Inc.New York; 2012: 94-6.

20. Liza YM, Yasin RC, Maidani SS, Zainul R. Sol Gel: Principle and technique (a review). Physical Chemistry Laboratory, Universitas Negeri Padang, Indonesia.

21. Puspita FW, Cahyaningrum SE. Sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit dari cangkang telur ayam ras (Gallus gallus) menggunakan metode pengendapan basah. UJChem, 2017; 6(1): 100-6.

22. Anggresani L, Perawati S, Rahayu IJ. Limbah tulang ikan tenggiri (Scomberomorus guttatus) sebagai sumber kalsium pada pembuatan hidroksiapatit.Jurnal Katalisator 2019; 4(2): 133-140.

23. Anjaneyulu U, Pattanayak DK, Vijayalakshmi U. Snail shell derived natural hydroxyapatite: Effects on NIH-3T3 cells for orthopedic applications. Materials and manufacturing processes 2015; 31(2): 1-34.

24. Riyanto B, Maddu A, Nurrahman. Material biokeramik berbasis hidroksiapatit tulang ikan tuna. JPHPI 2013; 16(2): 119-132.

25. Tarigan AN. Morfologi partikel, ukuran pori dan pororsitas pada hidroksiapatit cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) sebagai kandidat bahan cangkok tulang di bidang periodonsia dengan metode sintesis sol-gel. Skripsi: FKG USU Medan, 2020.

26. Prakasam M, Locs J, Ancane KS, Loca D, Largeteau A, Cimdina LB.

Fabrications, properties and applications of dense hydroxyapatite: a review. J.

Funct. Biomater 2015; 6: 1099-1140.

27. Milward M, Matthews J, Ower P, Eaton K. The pathogenesis of periodontal diseases. In: Eaton K, Ower P, eds. Practical Periodontics. Elsevier, 2015: 13.

28. Nield-Gehrig JS, Willmann DE. Foundation of periodontics for the dental hygienist. 3rd ed, Maryland: Lippincot Williams and Wilkins, 2011: 49,54.

29. Carranza FA, Camogo PM. Takei HH. Bone loss and patterns of bone destruction. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors.

Carranza’s clinical periodontology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier, 2015: 290, 295-6.

30. Sachdeva S, Phadnaik MB, Saluja H, Mani A, Attar N. Newer morphological classification system – The insight in periodontics. EC Dental Science, 2019;

18(6): 1197-1206.

31. Sandoval RM, Puy CL. Periodontal status and treatment needs among Spanish military personnel. Med Oral Patol Oral Cil Bucal, 2008; 13(17): E464-9.

32. Carranza FA, Camogo PM. Periodontal pocket. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s Clinical Periodontology. 10 ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006:436.

33. Quamilla N. Stres dan kejadian periodontitis (kajian Literatur). Syiah Kuala Dent Soc, 2016; 1(2): 161-8.

34. Fiorellini JP, Kim D, Yu-Cheng C. Anatomy of the periodontium. In: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Newman and Carranza’s Clinical Periodontology. 13 ed. Philadelphia: Elsevier, 2019: 264.

35. Cahaya C, Masulili SLC. Perkembangan terkini membrane guided tissue regeneration/guided bone regeneration sebagai terapi regenerasi jaringan periodontal. Studi Pustaka. Maj Ked Gi Ind, 2015; 1(1): 1-11.

36. Oktawati S. Astuti LA. Perawatan bedah flap periodontal pada periodontitis kronis sebuah laporan kasus. As-Syifaa, 2014; 6(1): 98-106.

37. Fesseha H, Fesseha Y. Bone grafting, its principle and application: A review.

Osteol Rheumatol Open J, 2020; 1(1): 43-50.

38. Liu J, Kerns DG. Mechanisms of guided bone regeneration: A review. Open Dent J, 2014; 8(1-M3): 56-65.

39. Mani R, Mahantesha S, Nandini TK, Lavanya R. Growth factors in periodontal regeneration. Review article. Journal of Advanced Oral Research, 2014; 5(2): 1-5.

40. Kao RT, Fagan MC, Conte GJ. The biology of particulate bone grafting in implant dentistry: Regenerative materials of choice. In: Tolstunov L, ed.

Horizintal alveolar ridge augementation in impant dentistry a surgical manual.

New Jersey: Wiley Blackwell, 2016: 93.

41. Balaji VR, Manikandan D, Ramsudar A. Bone Grafts in Periodontics: Review article. Matrix Science Medica, 2020; 4(3): 57-63.

42. Kumar P, Vinitha B, Fathima G. Bone in dentistry: Review article. J Pharm terhadap jumlah osteoblast. Departemen Periodonsia, FKG Universitas Hang Tuah Surabaya.

45. Campana V, et al. Bone substitutes in orthopaedic surgery: From basic science to clinical practice. J Mater Sci: Mater Med, 2014; 25: 2445-61.

46. Sohn H, Oh J. Review of bone graft and bone substitutes with an emphasis on fracture surgeries. Biomaterials Research, 2019; 23(9): 1-7.

47. Fernandes DGG, et al. Bone substitutes: A review of their characteristics, clinical use, and perspectives for large bone defects management. J Tissue Eng, 2018; 9:

1-18.

48. Yusuf Y, dkk. Ed. Hidroksiapatit berbahan dasar biogenik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2019: 16,19,60-2,92.

49. Shih-Ching W. Hsueh-Chuan H. Shih-Kuang H, Ya-Chu C, Wen-Fu H.

Synthesis of hydroxyapatite from eggshell powders through ball milling and heat treatment. J Asian Ceram Soc, 2016; 4: 85-90.

50. Sadat-Shojai M, Mohammad-Taghi K, Dinpanah-Khoshdargi E, Jamshidi A: A Review. Synthesis methods for nanosized hydroxyapatite with diverse structure.

Acta Biomater, 2013; 9: 7591-7621.

51. Ellingham STD, Thompson TJU, Islam M. Scanning electron microscopy-energy-dispensive x-ray (SEM/EDX): A rapid diagnostic tool to aid the identification of burnt bone and contested cremains. J Forensic Sci, 2017.

52. Cahyana A, Marzuki A, Cari. Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) pada kaca TZN yang dikristalkan sebagian. Prosiding Mathematics and sciences Forum 2014.

53. Wahyuni S, Purnama AA, Afifah N. Jenis-jenis moluska (gastropoda dan bivalvia pada ekosistem mangrove di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

54. Rahmayani DNA. Satria DY. Keanekaragaman fosil kerang (Bivalvia dan Gastropoda) di situs Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan. Jurnal Sangiran, 2017;6: 1-12.

55. Raya I, Mayasari E, Yahya A, Muhammad S, Latunra AI. Shynthesis and Characterizations of Calcium Hydroxyapatit Derived from Shells (Portunus pelagicus) and Its Potency in Safeguard against to Dental Demineralizations.

International Journal of Biomaterials, 2015; 1: 1-8.

56. Cahyaningrum SE, Herdyastuty, Findia F, Devina B, Supangat D. Sintesis dan Karakterisasi dari Cangkang Telur Ayam (Gallus gallus) dengan Teknik Pengendapan basah sebagai kandidat implant tulang. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP), 2019: 119-27.

57. Hui dkk. Synthesis of hydroxyapatite bio-ceramic powder bt hydrothermal method. Journal of minerals & materials characterization & Engineering, 2010;

57. Hui dkk. Synthesis of hydroxyapatite bio-ceramic powder bt hydrothermal method. Journal of minerals & materials characterization & Engineering, 2010;

Dokumen terkait