• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi AULIYA RAHMI NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi AULIYA RAHMI NIM:"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BERDASARKAN VARIASI SUHU SINTERING SEBAGAI KANDIDAT BAHAN CANGKOK

TULANG DI BIDANG PERIODONSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

AULIYA RAHMI NIM: 170600018

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

Tahun 2021

Auliya Rahmi

Morfologi dan Rasio Ca/P Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam (Pugilina cochlidium) Berdasarkan Variasi Suhu Sintering Sebagai Kandidat Bahan Cangkok Tulang Di Bidang Periodonsia xiv + 55 halaman

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang umum pada manusia, yang terdiri dari gingivitis dan periodontitis. Periodontitis dapat mengakibatkan kerusakan progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar. Prosedur pencangkokan tulang alveolar membantu memulihkan volume tulang. Biomaterial yang banyak digunakan sebagai bahan cangkok tulang sintesis adalah biokeramik dari senyawa kalsium fosfat yaitu hidroksiapatit. Pembuatan hidroksiapatit membutuhkan prekursor sebagai sumber kalsium. Keong unam (Pugilina cochlidium) merupakan salah satu hewan yang memiliki cangkang dimana cangkang keong mengandung kadar kalsium karbonat yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu sintering yang paling optimum dalam mendapatkan morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit yang ideal menggunakan alat analisis Scanning Electron Microscopy-Energy Dispensive X-Ray (SEM-EDX). Penelitian ini adalah penelitian praeksperimental laboratoris dengan rancangan one-shot case study. Penelitian ini diawali dengan proses sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam dengan metode sol-gel.

Hasil sintesis berupa serbuk hidroksiapatit yang dianalisis menggunakan alat SEM- EDX.

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pada perbesaran 5000 kali partikel hidroksipatit cangkang keong unam menunjukkan bentuk partikel yang bervariasi dengan tepi yang cenderung membulat (spherical shaped) dan pada perbesaran 10000 kali dapat terlihat morfologi dari masing-masing sampel dengan ukuran partikel yang berbeda-beda. Hidroksiapatit pada suhu 700ºC dengan rata-rata ukuran partikel 141.8 nm dengan rasio Ca/P 1.86, pada suhu 800ºC dengan rata-rata

(3)

paling optimum untuk mendapatkan morfologi dan rasio Ca/P yang ideal adalah pada suhu 700ºC.

Kata kunci: cangkok tulang, morfologi partikel, rasio Ca/P, suhu sintering, hidroksiapatit

Daftar Rujukan: 60 (2006-2021)

(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Morfologi dan Rasio Ca/P Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam (Pugilina cochlidium) Berdasarkan Variasi Suhu Sintering Sebagai Kandidat Bahan Cangkok Tulang Di Bidang Periodonsia” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta, Ayah Zubir dan Ibu Parida serta Kakak Qory dan Adik Fauza yang telah memberikan cinta, kasih sayang yang tak terhingga, doa, semangat, dan dukungan selama ini kepada penulis.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio(K) sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dan telah bersedia meluangkan waktu, memberikan semangat, motivasi serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dukungan, arahan, serta saran dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Irma Ervina, drg., Sp.Perio(K) selaku Ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rini Octavia Nasution, drg., SH., M.Kes., Sp.Perio(K) selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran bermanfaat kepada penulis.

4. Armia Syahputra, drg., Sp.Perio(K) selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran bermanfaat kepada penulis.

5. Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M.Kes, Sp.Pros(K) selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasihat selama penulis menjalankan

(7)

vii

pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

7. Rosnani Harahap selaku Laboran dan para asisten laboratorium di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU, Ilfa Husna Pulungan selaku Laboran di Laboratorium Terpadu USU, dan Arman Ds Tumanggor, S.Pd selaku staf Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian.

8. Teman-teman terbaik penulis Tasya, Raisa, Ira, Rizki, Rysa, Feby, Nada, Firda, Lena yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.

9. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Periodonsia yaitu, Jessica dan Afifah yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Sahabat terbaik penulis Dindel, Fidya, dan Gina yang telah memberikan dukungan, semangat yang luar biasa disaat penulis sedang kesulitan, mendengarkan keluh kesah, memberikan solusi dan menghibur penulis sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan baik.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini dan penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan yang telah dilakukan oleh penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

Medan, 8 November 2021 Penulis,

(Auliya Rahmi) NIM. 170600018

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Penyakit Periodontal ... 7

2.1.1 Periodontitis ... 7

2.1.2 Kerusakan Tulang Alveolar ... 8

2.1.3 Patogenesis Kerusakan Tulang Alveolar... 9

2.1.4 Penatalaksanaan Kerusakan Tulang Alveolar ... 11

2.2 Bahan cangkok Tulang ... 12

2.2.1 Bahan Cangkok Alloplast ... 14

2.3 Hidroksiapatit ... 16

2.4 Sintesis Hidroksiapatit ... 17

2.4.1 Metode Sol-Gel ... 18

2.4.2 Suhu Sintering ... 19

2.5 Analisis Morfologi dan rasio Ca/P menggunakan SEM-EDX ... 19

(9)

ix

2.6 Moluska ... 20

2.6.1 Keong Unam ... 21

2.6.2 Cangkang Keong Unam ... 21

2.7 Kerangka Teori ... 23

2.8 Kerangka Konsep ... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 25

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 25

3.2.2 Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3.3.1 Populasi Penelitian ... 25

3.3.2 Sampel Penelitian ... 25

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 26

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 26

3.5 Variabel Penelitian ... 26

3.5.1 Variabel Bebas ... 26

3.5.2 Variabel Terikat... 26

3.5.3 Variabel Terkendali ... 26

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 27

3.6 Definisi Operasional ... 27

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 28

3.7.1 Alat Penelitian ... 28

3.7.2 Bahan Penelitian ... 30

3.8 Prosedur Penelitian ... 31

3.8.1 Prosedur Preparasi dan Sterilisasi Cangkang Keong ... 31

3.8.2 Prosedur Kalsinasi Cangkang keong ... 32

3.8.3 Prosedur Preparasi Bahan... 32

3.8.4 Prosedur Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Sol-gel ... 33

(10)

x

3.8.5 Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscopy-Energy

Dispensive X-Ray (SEM-EDX) ... 35

3.8.6 Analisis Data ... 35

3.9 Skema Alur Penelitian ... 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 45

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil pengamatan terhadap ukuran partikel dan rasio Ca/P serbuk

hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) .... 43

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Patogenesis kerusakan jaringan periodontal ... 10 2. Cangkang keong unam. ... 22 3. Alat Penelitian: (A) Mortar dan pestle; (B) Saringan mesh 200; (C)

Desikator; (D) Magnetic stirrer; (E) Labu kepala tiga; (F) Refluks; (G) Teflon; (H) Tabung Erlenmeyer; (I) Water bath; (J) Oven; (K) Tanur;

(L) Ball mill; (M) SEM-EDX ... 30 4. Bahan Penelitian: (A) Cangkang keong unam; (B) Asam nitrat; (C)

Dinatrium hidrogen fosfat; (D) Aquabides ... 31 5. Preparasi cangkang keong unam: (A) Cangkang keong unam dijemur;

(B) Cangkang keong unam dihancurkan; (C) Cangkang keong unam dihaluskan; (D) Cangkang keong unam disaring; (E) Bubuk halus

dibagi menjadi 3 ... 32 6. Kalsinasi cangkang keong unam dengan furnace ... 32 7. Preparasi bahan: (A) Serbuk CaO ditimbang; (B) Campuran CaO

dilarutkan dengan HNO3 dan aquabides; (C) Endapan CaO disaring

hingga mendapatkan filtrat Ca(NO3)2 ... 33 8. Prosedur sintesis cangkang keong unam: (A) Bubuk dinatrium

hidrogen fosfat ditimbang; (B) Melarutkan dinatrium hidrogen fosfat ke dalam aquabides; (C) Larutan Ca(NO3)2 ditetesi sambil distirring;

(D) Larutan direfluks; (E) Evaporasi dengan water bath; (F) Penyaringan endapan; (G) Hasil saring berupa endapan; (H) Proses sintering; (I) Penyaringan menggunakan saringan mesh 400; (J)

Serbuk hidroksiapatit ... 35 9. Karakterisasi SEM-EDX ... 35

(13)

xiii

10. Hasil analisis SEM pada sampel I: (A) Perbesaran 5000 kali; (B)

Perbesaran 10000 kali ... 39

11. Hasil analisis SEM pada sampel II: (A) Perbesaran 5000 kali; (B) Perbesaran 10000 kali ... 40

12. Hasil analisis SEM pada sampel III: (A) Perbesaran 5000 kali; (B) Perbesaran 10000 kali ... 41

13. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel ... 42

14. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel II ... 42

15. Hasil EDX hidroksiapatit cangkang keong unam sampel III ... 43

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Rumus Perhitungan Rasio Ca/P 2. Anggaran Biaya Penelitian 3. Biodata Peneliti

4. Gambar Hasil Analisi SEM Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam Pada Sampel I, II, dan III

5. Grafik Data Analisis EDX Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam Pada Sampel I, II, dan III

6. Surat Ethical Clearance

7. Surat Penelitian dari Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU 8. Surat Penelitian dari Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED 9. Surat Identifikasi Fauna

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang paling umum pada manusia, yang terdiri dari gingivitis dan periodontitis.1 Berdasarkan data penelitian Global Burden of Disease Study periodontitis berat merupakan penyakit tertinggi ke-6 dengan jumlah penderita sekitar 743 juta di dunia dan masih mengalami peningkatan sebesar 57,3% dari tahun 1990 sampai 2010.2 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut terbilang tinggi terutama pada penyakit periodontitis. Persentase kasus periodontitis di Indonesia sebesar 74,1%.3

Periodontitis adalah penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang mengakibatkan kerusakan progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan peningkatan kedalaman probing, resesi, atau keduanya.4 Hal ini bukan hanya memengaruhi pengunyahan, berbicara dan estetika pasien, tetapi juga akan memengaruhi kualitas hidup.5

Kehilangan tulang alveolar adalah masalah umum dalam kedokteran gigi yang dapat menyebabkan kegoyangan dan kehilangan gigi.6 Kerusakan tulang alveolar terjadi karena berbagai kondisi patologis termasuk kista dan tumor rahang, penyakit inflamasi seperti periodontitis dan osteomielitis, penyakit sistemik seperti osteoporosis, maupun kondisi nonpatologis seperti trauma, gigi palsu yang tidak terpasang, kelainan lengkungan gigi, kehilangan gigi, dan komplikasi bedah (misalnya, patah tulang). Kondisi ini berpotensi merusak integritas tulang alveolar dan membutuhkan koreksi segera.7

Kapasitas penyembuhan tulang sendiri terbatas dan seringkali proses perbaikan tulang membutuhkan bantuan tambahan. Prosedur pencangkokan tulang alveolar membantu memulihkan volume tulang. Diperkirakan lebih dari 2 juta prosedur pencangkokan tulang alveolar dilakukan setiap tahun di seluruh dunia.6 Biasanya,

(16)

melibatkan penggantian jaringan tulang yang hilang dengan pengganti tulang yang sesuai dan memiliki kemampuan untuk memicu regenerasi tulang.8 Ini memberikan dukungan gigi yang memadai serta memungkinkan penempatan implan yang sukses dan osseointegrasi.6

Secara umum, pemilihan bahan yang cocok untuk prosedur pencangkokan sangat bergantung pada situasi klinis dan sifat spesifik bahan cangkok tulang.9 Terlepas dari keberhasilan bahan alami tulang (yaitu, autograft, allograft, dan xenograft) untuk regenerasi tulang, penggunaannya dibatasi karena ketersediaan yang terbatas, morbiditas jaringan, atau risiko penularan infeksi. Dengan demikian, alternatif yang sesuai telah dikembangkan.6 Bahan cangkok tulang harus biokompatibel (yaitu, tidak memicu reaksi benda asing saat implantasi) dan memiliki sifat biologis kunci tertentu termasuk osteogenesis, osteoinduksi, dan osteokonduksi.

Faktanya, bahan cangkok harus memiliki sifat yang mirip dengan yang ada pada tulang yang diganti. Sifat lain dari bahan cangkok tulang yang optimal termasuk penguraian, keamanan (yaitu, tanpa risiko penularan penyakit), ketersediaan (yaitu, mudah diperoleh dalam jumlah yang cukup), dan daya simpan.6,10

Biomaterial yang banyak digunakan sebagai bahan cangkok tulang sintesis adalah biokeramik yang merupakan senyawa kalsium fosfat. Popularitasnya sebagai pengisi kekosongan tulang didasarkan pada sejarah panjang penggunaannya yang aman dan efektif di hampir semua indikasi ortopedi. Bergantung pada komposisi kimianya, kristalinitas dan proses sintering yang digunakan dalam manufaktur, Ca/P akan memiliki berbagai sifat disolusi, degradasi, dan pembersihan. Biomaterial tersebut dapat terlihat secara radiografik selama beberapa bulan hingga lebih dari 10 tahun pasca implantasi.11 Sintetis apatit (terutama hidroksiapatit) dan trikalsium fosfat (TCP) banyak digunakan untuk regenerasi tulang.6

Hidroksiapatit sintetis dalam bentuk butiran atau blok diperkenalkan sebagai pengganti cangkok tulang pada tahun 1970-an.11 Hidroksiapatit yang digunakan oleh tenaga medis Indonesia masih impor sehingga penelitian tentang sintesis sangat dibutuhkan, agar bisa mengurangi ketergantungan pada produk cangkok tulang impor.12 Sintesis hidroksiapatit menggunakan bahan alami sangat baik karena dapat

(17)

meningkatkan sifat bioaktif, biokompatibel, osteokonduktif, tidak beracun, noninflamasi, dan nonimunogenik.13 Pemilihan bahan alami untuk sintesis hidroksiapatit didasarkan pada besarnya kadar kalsium.12

Untuk pembuatan hidroksiapatit dibutuhkan prekursor sebagai sumber kalsium.

Saat ini sedang dikembangkan pembuatan hidroksiapatit dari bahan alam. Bahan alam yang mulai dikembangkan yaitu tulang ikan, cangkang kerang, cangkang siput dan cangkang telur.14 Kalsium merupakan salah satu elemen terpenting yang ada dalam cangkang moluska, terutama gastropoda.15 Sumber kalsium pada penelitian ini adalah cangkang keong unam (Pugilina cochlidium). Keong unam (Pugilina cochlidium) merupakan moluska dari kelas gastropoda yang hidup di ekosistem hutan bakau di Indonesia dan memiliki cangkang yang keras.16 Semakin keras cangkang, maka semakin tinggi kandungan kalsium karbonat (CaCO3) nya.17 Keong unam juga hidup di perairan berlumpur dekat pantai. Siklus hidup, dimana embrio berkembang menjadi larva trocophore planktonik dan kemudian menjadi beludru remaja sebelum menjadi dewasa sepenuhnya.18

Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan metode kimia basah dan metode kering. Metode kimia basah untuk sintesis hidroksiapatit yaitu metode presipitasi, sintesis sol-gel, reaksi hidrotermal, sintesis emulsi, dan sintesis mechano-chemical.19 Proses sol-gel merupakan metode sintesis nanopartikel dengan menggunakan dua tahapan fase yaitu sol dan gel. Metode sol-gel akan menghasilkan suatu material berupa keramik, gelas. Metode ini akan memungkinkan membentuk ukuran partikel skala nano sekaligus membentuk penampakan morfologi yang homogen.20 Sintesis sol-gel menawarkan beberapa keuntungan seperti peningkatan kontrol atas pembentukan fasa tertentu dan kemurnian fasa serta penggunaan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan reaksi hidrotermal misalnya. Beberapa kelemahan dari teknik sol-gel adalah kesulitan untuk menghidrolisis fosfat dan bahan kimia awal yang mahal. Jillavenkatesa dkk meneliti kemungkinan untuk memproduksi bubuk hidroksiapatit dengan metode sol-gel, dengan menyederhanakan beberapa langkah yang terlibat dan memanfaatkan bahan kimia awal yang lebih murah.19

(18)

Proses sintering merupakan proses yang berpengaruh terhadap sintesis hidroksipatit, proses sintering bertujuan untuk menghasilkan struktur kristal yang baik. Pada suhu tertentu, hidroksiapatit dapat terdekomposisi parsial sehingga membentuk senyawa selain hidroksiapatit.21

Anggresani L dkk melakukan penelitian mengenai pembuatan hidroksiapatit dari limbah tulang ikan tenggiri dengan metode sol-gel pada suhu sintering 600oC, hasil analisa SEM dengan pembesaran 150x didapatkan morfologi permukaan berupa bongkahan (bulk) dengan ukuran partikel terkecil 52,4 µm. Berdasarkan hasil pengujian analisa PSA didapatkan ukuran partikelnya sebesar 1,394 µm setara dengan 1394 nm dimana ukuran ini belum bisa dikatakan dalam kategori nanopartikel.22

Anjaneyulu U dkk melakukan penelitian mengenai hidroksiapatit dari cangkang keong dengan suhu sintering 900ºC selama 2 jam. Ukuran partikel rata-rata berkisar 60-100 nm yang dikonfirmasi menggunakan analisa SEM dan TEM, dari spektrum EDX komposisi unsur rasio Ca/P dalam HAp ditemukan 2,14 dan untuk kalsium fosfat bifasik adalah 1,59 yang sedikit lebih rendah daripada HAp stoikometri.23

Riyanto dkk melakukan penelitian mengenai material biokeramik berbasis hidroksiapatit tulang ikan tuna dengan variasi suhu sintering 600ºC, 700ºC, 800ºC, dan 900ºC selama 5 jam. Material biokeramik berbasis hidroksiapatit dapat dihasilkan pada suhu sintering 700ºC dengan hasil rendemen tertinggi (65,61 ± 2,21)%, berwarna putih, memiliki gugus OH, CO3 2- dan PO43, bentuk kristal heksagonal dengan ukuran 0,050 µm sampai 0,803 µm. 24

Tarigan AN melakukan penelitian mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) hasil sintesis metode sol-gel dengan suhu sintering 800ºC selama 2 jam, hidroksiapatit yang didapatkan memiliki bentuk partikel dengan ukuran panjang rata-raja 25 nm dengan rentang 6-150 nm, memiliki mikropori dengan rentang diameter 40-250 µm dengan rata-rata 64 µm dan porositas berkisar antara 53-69% dengan rata-rata 60%. Hasil hidroksiapatit dari cangkang keong unam berpotensi digunakan sebagai kandidat bahan cangkok tulang.25

(19)

Parameter sintering seperti tekanan, suhu dan waktu tinggal pada suhu sintering juga memengaruhi ukuran butir dan kekuatan perancah.26 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Morfologi dan Rasio Ca/P Hidroksiapatit Cangkang Keong Unam (Pugilina Cochlidium) Berdasarkan Variasi Suhu Sintering Sebagai Kandidat Bahan Cangkok Tulang Di Bidang Periodonsia”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran morfologi permukaan hidroksiapatit (HAp) dari hasil sintesis cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) menggunakan metode sol-gel berdasarkan variasi suhu sintering.

2. Berapa nilai rasio Ca/P hidroksiapatit (HAp) dari hasil sintesis cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) menggunakan metode sol-gel berdasarkan variasi suhu sintering.

3. Berapa suhu sintering yang paling optimum untuk mendapatkan morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit yang ideal.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran morfologi permukaan hidroksiapatit (HAp) dari hasil sintesis cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) menggunakan metode sol-gel berdasarkan variasi suhu sintering.

2. Untuk mengetahui nilai rasio Ca/P hidroksiapatit (HAp) dari hasil sintesis cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) dengan metode sintesis hidroksiapatit sol-gel berdasarkan variasi suhu sintering.

3. Untuk mengetahui suhu sintering yang paling optimum dalam mendapatkan morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit yang ideal.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah bagi perkembangan ilmu kedokteran gigi terutama dalam bidang periodonsia.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) sebagai bahan cangkok tulang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sebagai pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari alam, bersifat biokompatibel dan mudah didapat dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi pada manusia dan merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis. Semua bermanifestasi sebagai inflamasi dan respon imun terhadap biofilm bakteri (plak). Jadi, istilah “penyakit periodontal” tidak menggambarkan satu entitas penyakit tetapi merupakan istilah umum yang mencakup semua penyakit pada jaringan periodontal.27 Gingivitis adalah infeksi bakteri yang terbatas pada gingiva. Kerusakan jaringan yang terjadi pada gingivitis menyebabkan kerusakan reversibel jaringan periodonsium. Sedangkan periodontitis adalah infeksi bakteri pada semua bagian periodonsium termasuk gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar, dan sementum. Kerusakan jaringan pada periodontitis menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan periodonsium.28

Gambaran klinis yang membedakan periodontitis dan gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan yang dapat dideteksi secara klinis sebagai akibat dari kerusakan inflamasi pada ligamen periodontal dan tulang alveolar. Kehilangan ini sering disertai dengan pembentukan poket periodontal, perubahan dalam kepadatan dan tinggi dari tulang alveolar.1,4 Beberapa kasus, resesi gingiva marginal dapat menyertai kehilangan perlekatan, sehingga menutupi perkembangan penyakit yang sedang berlangsung jika hanya pengukuran kedalaman probing yang dilakukan tanpa pengukuran tingkat perlekatan klinis.4

2.1.1 Periodontitis

Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan kerusakan progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan peningkatan kedalaman probing, resesi atau keduanya.4 Periodontitis berdampak pada kualitas hidup individu

(22)

yang mengalaminya, seperti terjadinya migrasi dan pergeseran gigi, hipermobilitas gigi, kehilangan gigi dan pada akhirnya meningkatkan tingkat disfungsi pengunyahan. Disfungsi pengunyahan, sebagai tahap terminal dari periodontitis, mengganggu nutrisi dan kesehatan secara umum. Namun, tahap awal penyakit periodontal seringkali tanpa gejala dan sejumlah pasien yang terkena tidak mencari perawatan professional.1

Gambaran klinis periodontitis yaitu, peradangan seperti perubahan warna, kontur, dan konsistensi serta perdarahan saat dilakukan probing, mungkin ini tidak selalu menjadi indikator positif dari kehilangan perlekatan yang sedang berlangsung.

Namun, adanya perdarahan yang berlanjut dengan probing selama kunjungan berurutan telah terbukti menjadi indikator yang dapat diandalkan dari adanya inflamasi dan peningkatan risiko kehilangan perlekatan selanjutnya di lokasi perdarahan. Kehilangan perlekatan yang terkait dengan periodontitis dapat terjadi secara siklik, dengan hilangnya perlekatan yang berlangsung terus menerus atau dalam semburan episodik aktivitas penyakit.4 Pada poket kedalaman probing adalah 4 mm atau lebih karena epitel penghubung menempel pada permukaan akar. Setelah pemeriksaan biasanya tidak ada nyeri namun, probing dapat menyebabkan nyeri karena ulserasi pada epitel poket.28

2.1.2 Kerusakan Tulang Alveolar

Periodontitis merupakan penyakit infeksi pada jaringan gingiva. Perubahan yang terjadi pada tulang sangat penting karena kerusakan tulang dapat menyebabkan hilangnya gigi. Penyebab kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi dari marginal gingiva ke jaringan pendukung periodontal.29 Terdapat beberapa variasi kerusakan tulang:29,30

1. Kehilangan tulang horizontal

Kehilangan tulang horizontal adalah pola kehilangan tulang yang paling umum pada penyakit periodontal. Tinggi tulang berkurang, tetapi margin tulang tetap tegak lurus terhadap permukaan gigi. Septa interdental, fasial dan lingual terkena, tetapi tidak harus pada derajat yang sama di sekitar gigi yang sama.

(23)

2. Kehilangan tulang vertikal

Kehilangan tulang vertikal adalah defek yang terjadi dalam arah miring, meninggalkan cekungan di tulang sekitar akar, dasar defek terletak di apikal tulang sekitarnya. Dalam kebanyakan kasus, defek ini memiliki poket infraboni yang menyertainya, saku tersebut selalu memiliki defek yang mendasarinya.

3. Keterlibatan furkasi

Keterlibatan furkasi merupakan kerusakan tulang pada daerah furkasi akar yang menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Keterlibatan furkasi memiliki klasifikasi tingkatan dari I sampai IV sesuai dengan jumlah kerusakan jaringan. Grade I kehilangan tulang tahap awal, grade II kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac), grade III kehilangan tulang total dengan terbukanya furkasi yang terus menerus, dan grade IV mirip dengan grade III tetapi disertai dengan resesi gingiva sehingga furkasi dapat terlihat secara klinis.

2.1.3 Patogenesis Kerusakan Tulang Alveolar

Patogenesis terjadinya kerusakan tulang sangat kompleks, yang melibatkan mikroorganisme dalam plak gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatogen. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak subgingiva.31

Perkembangan periodontitis dimulai dengan adanya inflamasi pada gingiva sebagai respon terhadap serangan bakteri.32 Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat menggangu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi. Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia, Provotella intermedia, dan Treponema denticola akan mengaktifkan respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut netrofil, makrofag, dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri.33 Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis. Kerentanan dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan, dan tingkah laku seperti merokok, stres serta diabetes. Respon pejamu

(24)

yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan destruksi jaringan periodontal.32

Tahap destruksi jaringan merupakan tahap perubahan dari gingivitis ke periodontitis. Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada keseimbangan jumlah bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat subjek sangat rentan terhadap infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri dalam jumlah yang besar. Kehadiran bakteri meningkatkan peradangan periodontal pada individu yang rentan. Neutrofil (PMN), fibroblas, dan monosit di rongga mulut menginduksi produksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor α (TNF- α), interleukin (IL-1) dan IL-6.33 Fungsi awal peradangan ini adalah melindungi bakteri. Namun, peradangan kronis menginduksi peningkatan spesies oksigen reaktif, sistem komplemen, PGE2, dan Metalloproteinase Matriks (MMPs) seperti gelatin B dan kolagenase 1. Lingkungan mikro inflamasi ini menginduksi profil limfosit Th1, yang mendorong peradangan terkait dengan pemeliharaan dan perkembangan lesi. Selain itu, monosit yang teraktivasi menginduksi sitokin sebagai M-CSF (faktor perangsang koloni makrofag) yang mendorong aktivasi dan diferensiasi osteoklas, yang terkait dengan resorpsi tulang alveolar, kerusakan sementum, dan ligamen periodontal (Gambar 1).5 Mekanisme lain dari resorpsi tulang terdiri dari lingkungan asam pada permukaan tulang, sehingga menyebabkan hilangnya komponen mineral tulang.

Peristiwa ini dapat ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda, seperti terdapat proton yang mengalir melalui membran osteoklas, tumor tulang dan tekanan lokal.34

Gambar 1. Patogenesis kerusakan jaringan periodontal.5

Inflamasi

Aktivasi dan diferensiasi

Kerusakan jaringan periodontal Resorpsi tulang

Osteoklas

Monosit Fibroblas

ROS Sistem komplemen

PGE2 MMPs

(25)

2.1.4 Penatalaksanaan Kerusakan Tulang Alveolar

Berbagai tindakan bedah regeneratif telah diusulkan beberapa decade terakhir dan diteliti untuk regenerasi jaringan periodontal spesifik seperti tulang alveolar, ligamen periodontal, gingiva dan sementum.35 Penatalaksanaan terapi yang dapat dilakukan untuk merangsang regenerasi jaringan periodontal yang hilang, yaitu:

1. Bedah flep

Bedah flep periodontal merupakan salah satu perawatan dalam bidang periodonsia yang bertujuan untuk mengeliminasi plak, kalkulus, jaringan nekrosis dan jaringan granulasi pada kerusakan tulang dengan poket sedang sampai dalam, serta penempatan material regeneratif.36

2. Pencangkokan tulang

Pencangkokan tulang adalah prosedur bedah yang menggunakan jaringan dan implan tulang yang ditransplantasikan untuk memperbaiki kembali tulang yang rusak.

Diindikasikan untuk memperbaiki cacat komposit (tulang, kulit dan otot), untuk mengganti fragmen yang rusak, memperpanjang tulang, membantu memastikan penyatuan dalam pengobatan patah tulang yang baru dan osteomielitis.7,37

3. Guided Bone Regeneration (GBR)

Guided bone regeneration adalah prosedur pembedahan yang menggunakan membran pembatas untuk menutup epitel dan korium gingiva dari permukaan akar.

Untuk memastikan keberhasilan GBR, empat prinsip harus dipenuhi seperti eksklusi epitel dan jaringan ikat, pemeliharaan ruang, menstabilkan bekuan darah dan penutupan luka primer.38

4. Growth Factor

Growth factor dipercaya memiliki potensi untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan regenerasi jaringan. Untuk membangkitkan efek biologisnya, growth factor harus disintesis oleh sel asal, berjalan ke reseptor targetnya, berinteraksi dengan reseptor target atau protein pengikat dan mengaktifkan efektor terminal atau pembawa pesan kedua. Cara kerja lokal lebih dikaitkan dengan istilah GF dan melibatkan paracrine, autocrine, juxtacrine, dan intacrine modes.39

(26)

2.2 Bahan Cangkok Tulang

Ada berbagai variasi pencangkokan tulang yang dapat dipertimbangkan untuk bahan cangkok tulang. Koreksi yang berhasil tidak hanya bergantung pada pemilihan cangkok tetapi juga pada pendekatan regeneratif yang digunakan dalam hubungannya dengan bahan cangkok.40 Bahan cangkok tulang harus biokompatibel (yaitu tidak memicu reaksi benda asing pada saat implantasi) dan memiliki sifat biologis tertentu, yaitu:6

1. Osteogenesis: mengacu pada kemampuan bahan cangkok itu sendiri untuk menghasilkan jaringan tulang baru dan ini sepenuhnya tergantung pada keberadaan sel pembentuk tulang yang layak di dalam cangkok tulang.6,8,41 2. Osteoinduksi: kemampuan bahan cangkok untuk secara aktif merangsang

pembentukan tulang, yang biasanya dikaitkan dengan keberadaan molekul biokatif (misalnya, BMPS).6 Bahan cangkok tulang yang osteoinduktif tidak hanya berfungsi sebagai perancah untuk osteoblas yang sudah ada tetapi juga akan memicu pembentukan osteoblas baru dan mendorong integrasi cangkok yang lebih cepat.9,41

3. Osteokonduksi: matriks bioaktif yang menyediakan kerangka kerja yang tepat untuk pertumbuhan tulang. Matriks ini mendukung dan memfasilitasi pertumbuhan fibrovaskular, migrasi sel progenitor inang ke dalam scaffold, perlekatan osteoblas, dan pembuatan tulang baru. Kemampuan pasif ini bergantung pada kontak langsung dengan permukaan tulang yang terbuka.8,9,41

Banyak literatur yang membahas mengenai pemilihan bahan untuk cangkok tulang. Bahan-bahan ini dapat berasal dari tubuh pasien sendiri, pengganti alami atau dapat berasal dari sintesis.6 Bahan cangkok tulang dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Autograft

Autograft merupakan “gold standard” untuk augmentasi defek karena sifat osteogenik, osteoinduktif dan osteokonduktifnya.37,40 Pencangkokan tulang autograft melibatkan pemanfaatan tulang yang diperoleh dari individu yang sama untuk

(27)

menerima cangkok. Secara intraoral tulang dapat diambil dari maxillary tuberosity, edentulous alveolar areas, healing bony wound, extraction sites, area mental dan retromolar. Area donor ekstraoral yang umumnya diambil dari iliac crest, kadang diambil juga dari tibia dan fibula.42 Cangkok tulang ini banyak di sukai karena risiko penolakan cangkok lebih kecil, karena cangkok berasal dari tubuh pasien.37,41,43 Kekurangan bahan cangkok ini adalah kebutuhan untuk tempat operasi pada dua lokasi, morbiditas pada pasien, dan dalam beberapa kasus kesulitan untuk mendapatkan jumlah bahan cangkok yang cukup (terutama dari bagian intraoral).43

b. Allograft

Allograft merupakan bahan cangkok tulang yang berasal dari dua sumber tulang yang berbeda, yaitu tulang dari donor hidup dan donor multi-organ. Tulang allograft diambil dari mayat yang telah menyumbangkan tulangnya agar dapat digunakan orang hidup yang membutuhkan dan biasanya bersumber dari bank tulang.41 Bahan ini mempunyai risiko penularan penyakit dan penolakan terhadap kekebalan.

Allograft disediakan dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bentuk esensial dasar dari bahan ini ada dua yaitu Freeze-Dried Bone Allograft (FDBA) dan Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA).11,40

c. Xenograft

Xenograft merupakan salah satu bahan cangkok tulang yang diambil dari spesies lain dan xenograft yang sering digunakan adalah bovine bone (berasal dari tulang sapi). Bahan ini tidak memiliki sel osteogenesis atau kemampuan osteoinduksi, tetapi bahan ini dapat membuat terjadinya perlekatan dan proliferasi sel-sel osteoblas yang merupakan langkah awal proses osteoblas untuk membentuk tulang.44

d. Alloplast

Alloplast merupakan salah satu bahan cangkok tulang sintetik yang mempunyai kemampuan untuk osteokonduksi dan osteointegrasi. Bahan ini juga mempunyai biokompatibilitas yang sangat baik dan bioaktivitas.43,44

(28)

2.2.1 Bahan Cangkok Alloplast

Alloplast adalah bahan cangkok tulang sintesis yang merupakan pilihan paling disukai karena kekerasannya, kompatibilitasnya dengan tulang dan ostekonduksi.37,38,42 Alloplast dikembangkan terutama untuk menggantikan cangkok tulang alami untuk aplikasi tulang yang berbeda. Bahan alloplast yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kalsium sulfat

Kalsium sulfat dikenal sebagai gypsum atau plaster of paris, pertama kali ditanamkan pada manusia sebagai pengisi kekosongan osteomielitis tuberkulosis oleh Dreesman pada tahun 1892. Baru-baru ini diperkenalkan kembali dalam praktek klinis sebagai pengganti tulang oleh Peltier pada tahun 1959, dalam bentuk yang lebih murni dan kristal.10,45 Kalsium sulfat diserap secara variasi dalam waktu 6-8 minggu.

Kalsium sulfat menyediakan pengisi celah yang efektif, memungkinkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah, resorpsi cepat dan sempurna, hal ini memungkinkan untuk penyembuhan tulang fisiologis. Namun, karena resorpsi bahan ini cepat, cairan kaya kalsium yang dihasilkan dapat memicu peradangan. Laporan pertama menunjukkan hasil sangat menjanjikan secara in vitro dan in vivo: Huff dan Grisoni pada tikus, Cunningham pada domba dan ada juga pada manusia. Baru-baru ini banyak efek samping atau tidak ada yang dilaporkan, terutama dijelaskan karena resorpsi yang terlalu cepat dan produksi reaksi inflamasi yang serupa tanpa pembentukan tulang (13-18%). Selanjutnya kalsium fosfat diusulkan sebagai perancah untuk matriks tulang demineralisasi (DBM). Campuran dengan kalsium fosfat meningkatkan hasil klinis lebih dari kalsium sulfat saja.45

2. Kalsium fosfat keramik

Kalsium fosfat keramik merupakan kategori terbesar dari bahan cangkok tulang sintesis. Penggunaannya yang aman dan efektif di hampir semua indikasi ortopedi.

Komposisi kimia, kristalinitas dan proses sintering yang digunakan dalam manufaktur Ca/P akan memiliki berbagai sifat disolusi, degradasi dan pembersihan. Termasuk dalam kategori kalsium fosfat keramik adalah sebagai berikut:11

(29)

- Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah keramik bioaktif dan mineral utama tulang. HAp mudah diserap secara biologis dan menunjukkan osteokonduktivitas yang baik. Oleh karena itu, ketika diperkenalkan secara in vivo, jaringan tulang di sekitarnya tumbuh dan secara bertahap berkembang melalui substitusi tulang. Material HAp dapat disisipkan sesuai dengan bentuk daerah yang rusak. Selain itu, HAp tidak menghasilkan metabolit yang menggangu osteogenesis dan hampir tidak menyebabkan reaksi benda asing karena biokompatibilitasnya yang sangat baik.46

- β-Trikalsium fosfat

β-Trikasium fosfat telah digunakan sebagai substitusi tulang selama lebih dari 25 tahun, terutama untuk aplikasi ortopedi dan kedokteran gigi. Bahan ini biokompatibel dan mudah diserap dengan sifat yang mirip dengan fase tulang anorganik. β-TCP adalah osteokonduktif karena komposisi dan porositasnya yang bergantung pada kondisi pemrosesan. β-TCP secara bertahap resorpsi dan meskipun resorpsinya tidak dapat diprediksi dan lebih lambat dari resorpsi kalsium sulfat.

Resorpsi β-TCP terjadi 13-20 minggu setelah implantasi dan kemudian sepenuhnya digantikan oleh tulang yang baru.47

- Biphasic calcium phosphate (HAp dan β-TCP keramik)

β-TCP Sebagian besar digunakan dalam kaitannya dengan HAp. HAp sintesis dapat dibuat dengan pengendapan kalsium nitrat dan ammonium dihidrogen fosfat.

Hubungan ini menyajikan semua keuntungan dari dua komponennya (osteokonduktivitas, biokompatibilitas, penggunaanya yang aman, nonalergi dan pembentukan tulang). Keuntungan utama penggunaan keramik bifasik (campuran HAp dan β-TCP) menyangkut tentang resorpsi. Memang resorpsi β-TCP lebih cepat daripada resorpsi HAp, tetapi sifat mekanik HAp sedikit lebih baik daripada β-TCP.

Jadi, gabungan β-TCP dan HAp memungkinkan tingkat pertumbuhan tulang yang lebih cepat dan lebih tinggi daripada menggunakan HAp saja, untuk sifat mekanis yang lebih baik juga daripada β-TCP saja.47

(30)

3. Bioactive glass

Bioactive glass ini dikembangkan untuk pertama kalinya oleh Hench dkk pada tahun 1970-an. Bioactive glass awalnya adalah silika yang digabungkan dengan mineral lain yang secara alami ditemukan dalam tubuh (Ca, Na2O, H, dan P).

Komposisi dari material ini adalah 45% silika (SiO2), 24,5% kalsium oksida (CaO), 24,5% sodium oksida (Na2O), dan 6% fosfor pentoksida (P2O5). Bioactive glass bersifat biokompatibel, osteokonduktif, dan tergantung pada kondisi pemrosesannya menawarkan struktur berpori yang mendorongnya resorpsi dan pertumbuhan tulang.

Penggunaan bioactive glass tidak menyebabkan respons inflamasi dan resorpsi selesai dalam 6 bulan.47

2.3 Hidroksiapatit

Hidroksiapatit mempunyai stabilitas tinggi dan merupakan salah satu fase kalsium fosfat yang paling stabil. Hidroksiapatit dengan formula Ca10(PO4)6(OH)2

merupakan komponen utama penyusun tulang dan gigi manusia. Material ini umum diaplikasikan dalam bidang biomedis terutama untuk implan tulang, implan gigi dan scaffold karena kandungan komposisi kimia yang terdapat pada hidroksiapatit, tulang dan gigi memiliki kemiripan. Hidroksiapatit memiliki berat mencapai 69% dari berat tulang murni dan merupakan senyawa paling stabil dalam cairan tubuh.

Hidroksiapatit memiliki kelebihan yaitu bioactive, biocompatible, biodegradable, bioresorbable, tidak korosif, dan berpori.48,49 Hidroksiapatit terbukti biokompatibel dan dapat ditoleransi dengan sangat baik oleh jaringan rongga mulut manusia. Selain itu, penggunaan hidroksiapatit bermanfaat sebagai pelapis, karena bisa menjadi reservoir ion kalsium dan fosfat, dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan tulang pada implan, memastikan ikatan interface yang kuat dengan jaringan hidup.

Hidroksiapatit dapat menunjukkan daya tarik atau daya afinitas yang sangat kuat pada jaringan keras karena adanya keasaman struktur kimia dengan tulang pada jaringan manusia.49

Hidroksiapatit merupakan fase kristal dari Ca/P yang paling stabil secara termodinamik. Struktur kristal hidroksiapatit dapat berupa monoklinik atau

(31)

heksagonal. Struktur hidroksiapatit monoklinik diperoleh hanya pada kondisi murni dengan rasio molar Ca/P secara stoikiometri sebesar 1,67. Struktur heksagonal umumnya diperoleh dari sintesis hidroksiapatit yang tidak stoikiometri. Semakin rendah nilai rasio molar Ca/P maka semakin bersifat asam dan makin mudah larut senyawa kalsium ortofosfat tersebut.48,50

2.4 Sintesis Hidroksiapatit

Sifat-sifat sintesis hidroksiapatit sangat ditentukan oleh ukuran partikel, morfologi, kristalinitas, dan komposisinya yang akan menentukan sifat mekanis material ini. Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:48,49

1. Metode presipitasi

Presipitasi merupakan metode sintesis yang paling umum digunakan untuk menghasilkan bubuk hidroksiapatit. Pengendapan biasanya melibatkan reaksi antara asam ortofosfat dan kalsium hidroksida encer pada pH 9 seperti yang ditunjukkan pada persamaan 1, dengan sebelumnya ditambahkan tetes demi tetes sambil terus diaduk.

3Ca3(PO4)2 + Ca(OH)2 → Ca10(PO4)6(OH)2 (1)

Presipitasi terjadi pada kecepatan yang sangat lambat dan suhu reaksi dapat bervariasi antara 25ºC dan 90ºC. Pada suhu reaksi yang lebih tinggi, produk kristal yang lebih tinggi akan terbentuk.1

2. Metode hidrotermal

Metode ini merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan untuk hidroksiapatit, biasanya larutan kalsium dan fosfat direaksikan pada tekanan dan suhu yang sangat tinggi untuk menghasilkan partikel.50 Reaksi hidrotermal ditunjukkan pada persamaan 2.20

4Ca(OH)2 + 6CaHPO4 • 2H2O → Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O (2) 3. Metode sol-gel

Material sol-gel dapat diproduksi dengan tiga metode berbeda, yaitu gelasi bubuk koloid, pengeringan dengan mengontrol hidrolisis dan kondensasi prekursor

(32)

dan kemudian memasukkan langkah pengeringan pada suhu kamar. Sintesis sol-gel menawarkan beberapa keuntungan seperti peningkatan kontrol atas pembentukan fasa tertentu dan kemurnian fasa serta penggunaan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan reaksi hidrotermal. Beberapa kelemahan dari teknik sol-gel adalah kesulitan untuk menghidrolisis fosfat dan bahan kimia awal yang mahal.20

4. Metode solid-state

Metode ini meskipun jarang digunakan, relatif sederhana dan murah dibandingkan dengan metode pengolahan basah.50 Pada metode ini prekursor digiling dan kemudian dikalsinasi pada suhu yang tinggi (misalnya 1000ºC). Prekursor dapat berupa bahan kimia yang mengandung kalsium dan fosfat dari berbagai jenis Ca/P.

Suhu kalsinasi yang tinggi mengarah pada pembentukan struktur yang mengkristal dengan baik.20

2.4.1 Metode Sol-Gel

Sol-gel merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan preparasi material keramik melalui beberapa tahapan, seperti pembuatan sol, gelasi sol dan penghilangan fasa cair. Sol merupakan suatu suspensi koloid dimana fasa terdispersinya berupa zat padat yang mengalami brownian motion (gerak brownian) atau diffusion brownian (difusi brownian) dan pendispersinya berupa zat cair.

Sedangkan gel merupakan suatu zat yang memiliki pori semirigid yang terdiri dari jaringan kontinu dalam tiga dimensi yang terbentuk dari rantai polimer.21 Beberapa keuntungan membuat hidroksiapatit dengan metode ini yaitu kemudahan untuk mengatur komposisi dan sintesis yang dapat dilakukan pada temperatur rendah, dapat dihasilkan lapisan yang homogen, murni dan stoikiometri yang dihasilkan dari pencampuran dengan skala modern.48

Pada metode ini temperatur pembakaran rendah memungkinkan diperolehnya partikel berukuran nano yang homogen dan menggunakan peralatan yang relatif sederhana. Hidroksiapatit berukuran nano dengan ukuran partikel <100 nm memiliki aktivitas permukaan yang tinggi dengan struktur sangat halus yang serupa dengan mineral yang ditemukan pada jaringan keras tubuh.48

(33)

Metode sol-gel terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, persiapan larutan prekursor yang dapat berupa senyawa anorganik atau metal organik. Setelah larutan prekursor direaksikan akan terjadi hidrolisis yaitu proses reaksi antara senyawa prekursor dengan air, hidrolisis untuk proses gelasi, aging, dan pengeringan atau sintering.21,48

2.4.2 Suhu Sintering

Proses sintering merupakan suatu perlakuan panas terhadap bahan untuk mengikat partikel-partikel menjadi koheren dan akan menghasilkan struktur padat melalui transpor massa yang terjadi dalam skala atom. Proses ini memengaruhi pembentukan fase kristal material. Fraksi fase kristalin yang terbentuk umumnya bergantung pada waktu dan suhu sintering.48 Suhu sintering juga dapat memengaruhi ukuran butir dan kekuatan perancah.21

2.5 Analisis Morfologi dan Rasio Ca/P Menggunakan SEM-EDX

SEM merupakan suatu analisis dan pengamatan permukaan dari bahan organik dan anorganik yang heterogen. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui struktur permukaan dan nilai Ca/P pada sampel hidroksiapatit berpori.23 Sampel yang dianalisis diradiasi dengan berkas elektron, yang dapat berupa statis atau dipindahkan melintasi permukaan yang diperiksa dalam pola kisi. Sinyal yang dihasilkan ketika sinar berinteraksi dengan permukaan spesimen termasuk elektron sekunder, elektron hamburan balik, elektron auger, sinar-x dan foton dengan energi yang berbeda.

Elektron sekunder dan elektron hamburan balik sangat penting karena memiliki variasi yang sesuai dengan topografi permukaan yang berbeda dan memungkinkan gambar dengan resolusi tinggi 1 nm untuk dihasilkan.51 Elektron sekunder berasal dari permukaan sampel yang memiliki energi yang rendah sekitar 5-50 eV.

Sedangkan, elektron yang dihamburkan berasal dari bagian sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi tentang komposisi sampel karena elektron yang lebih berat menghamburkan secara lebih kuat dan tampak lebih terang pada image yang dihasilkan.52 Ketika digabungkan dengan Energy Dispensive X-ray (EDX) informasi

(34)

komposisi dapat dikumpulkan secara bersamaan ke informasi topografi dan kristalografi.51

SEM-EDX dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur pada sampel.

Scanning yang dilakukan memberikan hasil tiap unsur yang terkandung berupa persentase tiap-tiap unsur. SEM-EDX dapat digunakan pada lokasi keseluruhan, maupun lokasi tertentu yang lebih sempit.48 Cara kerja SEM-EDX hampir sama dengan pengambilan citra SEM yaitu memanfaatkan tumbukan elektron dari electron gun dengan elektron pada sampel. Jika SEM mendetekasi elektron-elektron pada kulit terluar yang keluar dari orbitnya, maka SEM-EDX memanfaatkan tumbukan elektron yang terjadi pada kulit yang lebih dalam. Salah satu parameter penting pada material hidroksiapatit adalah rasio Ca/P sebesar 1,67. Rasio dari kedua unsur ini dapat dilihat melalui % mass pada hasil SEM-EDX.45

2.6 Moluska

Moluska merupakan salah satu organisme yang mempunyai peranan penting dalam fungiekologis pada ekosistem mangrove. Moluska yang diantaranya adalah gastropoda dan bivalvia merupakan salah satu filum dari meakrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pada ekosistem perairan.53

Selain berperan didalam siklus rantai makanan, ada juga jenis moluska yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis kerang-kerangan dan berbagai jenis keong. Moluska memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi pada berbagai habitat, dapat mengakumulasi logam berat tanpa mengalami kematian dan berperan sebagai indikator lingkungan. Moluska memiliki beberapa manfaat bagi manusia diantaranya sebagai sumber protein, bahan pakan ternak, bahan industri, perhiasan, obat-obatan dan bidang kesehatan lainnya. Keong unam (Pugilina cochlidium) merupakan salah satu jenis moluska yang dapat dimanfaatkan dalam bidang Kesehatan.53

(35)

2.6.1 Keong Unam

Habitat keong unam biasanya ditemukan di air berlumpur dekat pantai. Hidup dengan membenamkan tubuhnya dalam lumpur dan keong ini hidup di zona intertidal dengan lingkungan rawa, bakau dan muara sungai.54

Klasifikasi Keong Unam Linnaeus, 1758:

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

kelas : Gastropoda Ordo : Neogastropoda Superfamily : Buccinoidea Family : Melongenidae Genus : Pugilina

Spesies : Pugilina Cochlidium

2.6.2 Cangkang Keong Unam

Keong unam memiliki bentuk ukuran cangkang relatif besar, panjang, padat berat, pada bagian spire whorl terdapat banyak bulu-bulu halus dan putaran arah pada spiral searah dengan jarum jam (berputar ke arah kanan). Body whorl agak membulat, pada bagian tengah cekung dan agak menonjol pada bagian depannya. Aperture memanjang, oval dan agak lebar. Dimensi panjang 92,9 mm dengan diameter 51,5 mm.54 Warna permukaan luar coklat kekuningan atau coklat keunguan agak kusam, periostracum coklat zaitun, kadang-kadang berwarna coklat gelap. Aperture spiral berwarna krim jeruk, kadang-kadang sedikit coklat gelap (Gambar 2).53

(36)

Gambar 2. Cangkang keong unam.

(37)

2.7 Kerangka Teori

Bone Graft

Penyakit Periodontal

Kerusakan jaringan

lunak

Guided Tissue Regeneration Kerusakan

tulang alveolar

Kerusakan sementum

Autograft Allograft Alloplast Xenograft

Biphasic Calcium phosphate Calcium

phosphate ceramic Calcium

sulfate

Hydroxyapatite β-Trikalsium

phosphate

Morfologi dan rasio Ca/P hidroksiaptit berdasarkan

variasi suhu sintering

Cangkang keong unam (Pugilina

cochlidium)

Bioactive glass Periodontitis Gingivitis

(38)

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Bebas:

Cangkang keong unam (Pugilina cochlidium)

hasil sintesis sol-gel

Variabel Terikat:

Morfologi hidroksiapatit berdasarkan variasi suhu sintering (700ºC, 800ºC,

dan 900ºC).

Variabel Terikat:

Rasio Ca/P hidroksiapatit berdasarkan variasi suhu sintering (700ºC, 800ºC,

dan 900ºC).

(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian praeksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian one-shot case study.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengumpulan sampel penelitian bersumber dari Laut Kawasan Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Lokasi penelitian dilakukan di:

• Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara untuk sintesis nano hidroksiapatit.

• Laboratorium Penelitian Terpadu Universitas Sumatera Utara untuk proses ball milling.

• Laboratorium Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan untuk pemeriksaan morfologi dan rasio Ca/P hidroksiapatit.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021 – Agustus 2021.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah hewan keong unam (Pugilina cochlidium).

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah cangkang dari keong unam (Pugilina cochlidium).

(40)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Keong dengan spesies Pugilina cochlidium.

2. Cangkang keong unam dengan panjang ± 5 cm.

3. Struktur dan morfologi cangkang keong masih dalam keadaan utuh dan baik.

4. Cangkang keong diambil dari lokasi yang sama (Laut Kawasan Serdang Begadai, Sumatera Utara).

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Cangkang keong tidak memiliki struktur dan morfologi yang baik dan utuh (retak, patah dan hancur).

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Cangkang keong unam (Pugilina cochlidium).

3.5.2 Variabel Terikat

1. Gambaran morfologi hidroksiapatit dari bahan cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) berdasarkan variasi suhu sintering.

2. Nilai rasio Ca/P hidroksiapatit dari bahan cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) berdasarkan variasi suhu sintering.

3.5.3 Variabel Terkendali

1. Spesies keong (Pugilina cochlidium).

2. Variasi suhu sintering (700ºC, 800ºC, dan 900ºC).

3. Lokasi pengumpulan cangkang keong (Laut Kawasan Serdang Begadai).

4. Metode sintesis hidroksiapatit (Metode sol-gel).

5. Uji karakterisasi (Morfologi dan rasio Ca/P HAp).

(41)

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali 1. Umur keong.

2. Jenis kelamin keong.

3.6 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Ukur 1. Morfologi

permukaan

Gambaran partikel dari hidroksiapatit, yang terdiri dari bentuk, ukuran dan struktur permukaan partikel yang didapat dari hasil analisis dengan menggunakan SEM- EDX.

Scanning Electron Microscope- Energy Dispensive X-Ray (SEM- EDX).

Nominal

2. Rasio Ca/P Perbandingan kandungan kalsium dan fosfat pada hidroksiapatit yang didapatkan dari analisis dengan menggunakan SEM-EDX.

Scanning Electron Microscope- Energy Dispensive X-Ray (SEM- EDX).

Nominal

3. Suhu sintering Suhu yang digunakan pada proses pemanasan dengan temperatur tinggi yang bertujuan membuat material menjadi lebih padat. Suhu yang dipakai 700ºC, 800ºC, dan

Termometer Interval

(42)

900ºC dengan rentang waktu 2 jam.

4. Hidroksiapatit dari bahan cangkang keong unam (Pugilina cochlidium)

Hidroksiapatit yang didapat melalui metode sintesis sol-gel dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) sebagai sumber kalsium dan dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4) sebagai sumber fosfat.

Neraca analitik

Nominal

5. Metode Sol- gel

Metode sintesis hidroksiapatit yang melibatkan pembentukan sol koloid yang akan berubah menjadi gel serta menghasilkan partikel berskala nano.

- Nominal

3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat Penelitian

1. Lesung Palu

2. Saringan mesh 200 dan 400 3. Crucible

4. Tanur (Furnace) 5. Mortar

6. Pestle

7. Neraca analitik 8. Magnetic stirrer 9. Desikator 10. Cawan porselen 11. Teflon

12. Labu ukur

13. Batang pengaduk

(43)

14. Spatula 15. Pipet tetes

16. Tabung Erlenmeyer 17. Gelas piala (beaker glass) 18. Aluminium foil

19. Kertas saring

20. Kertas saring Whatman 42 21. Vacum pumps

22. Pipet ukur 23. Oven

24. Labu kaki tiga 25. Termometer 26. Panci aluminium 27. Kondensor 28. Pompa air 29. Selang 30. Water bath 31. Ball mill

32. Scanning Electron Microscope-Energy Dispensive X-Ray (SEM-EDX).

A B C

(44)

Gambar 3. Alat Penelitian: (A) Mortar dan pestle; (B) Saringan mesh 200; (C) Desikator; (D) Magnetic stirrer; (E) Labu kepala tiga; (F) Refluks; (G) Teflon; (H) Tabung Erlenmeyer; (I)

Water bath; (J) Oven; (K) Tanur; (L) Ball mill; (M) SEM-EDX

3.7.2 Bahan Penelitian

1. Cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) 2. Larutan asam nitrat (HNO3)

D E F

G H I

J K L

M

(45)

3. Dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4) 4. Larutan aquabides

5. Minyak 6. Air keran

Gambar 4. Bahan Penelitian: (A) Cangkang keong unam; (B) Asam nitrat; (C) Dinatrium hidrogen fosfat; (D) Aquabides

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Prosedur Preparasi dan Sterilisasi Cangkang Keong

Cangkang keong unam dibersihkan sebanyak 2 kg. Bagian dalam cangkang dibersihkan dari sisa daging keong dengan menggunakan pencungkil dan cuci dengan air keran hingga bersih. Lalu serpihan cangkang dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. Setelah kering, cangkang selanjutnya dihancurkan menggunakan lesung batu dan dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pestle. Selanjutnya cangkang dihaluskan lagi menggunakan saringan biasa dan saringan mesh 200 (0,074 mm) sampai menjadi bubuk yang benar-benar halus. Setelah itu, cangkang keong dipisahkan menjadi 3 sampel pada 3 wadah dan diberi label yang berbeda (I, II, dan III).

A B C

D

(46)

Gambar 5. Preparasi cangkang keong unam: (A) Cangkang keong unam dijemur; (B) Cangkang keong unam dihancurkan; (C) Cangkang keong unam dihaluskan; (D) Cangkang

keong unam disaring; (E) Bubuk halus dibagi menjadi 3

3.8.2 Prosedur Kalsinasi Cangkang keong

Cangkang keong yang telah dibagi menjadi 3 sampel masing-masing dikalsinasi pada suhu 1000ºC selama 3 jam dengan furnace, dimasukkan ke dalam desikator, lalu didinginkan sampai mencapai suhu ruangan.

Gambar 6. Kalsinasi cangkang keong unam dengan furnace

3.8.3 Prosedur Preparasi Bahan

Cawan porselen diletakkan di atas neraca analitik, kemudian neraca analitik dikalibrasi. Masing-masing sampel I, II, dan III Serbuk CaO (kalsium oksida) cangkang keong unam ditimbang sebanyak 40 gram dengan neraca analitik. Larutan

A B C

D E

(47)

HNO3 65% sebanyak 19,38 ml dilarutkan ke dalam aquabides 100 ml sehingga membentuk HNO3 2M. Selanjutnya, masukkan CaO sampel I ke dalam larutan tersebut sehingga membentuk campuran Ca(NO3)2. Campuran tersebut diaduk lalu disaring menggunakan kertas saring hingga tersisa endapan Ca(NO3)2. Setelah itu endapan kemudian dilarutkan kembali ke dalam 100 ml aquabides lalu disaring dengan menggunakan kertas saring whatmann 42 untuk mendapatkan filtrat Ca(NO3)2. Prosedur yang sama dilakukan kembali pada sampel II dan III. Reaksi kimia larutan terbentuk, yaitu:

2M HNO3 + CaO → Ca(NO3)2 + 2H2O

Gambar 7. Preparasi bahan: (A) Serbuk CaO ditimbang; (B) Campuran CaO dilarutkan dengan HNO3 dan aquabides; (C) Endapan CaO disaring hingga mendapatkan filtrat

Ca(NO3)2

3.8.4 Prosedur Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Sol-gel

Metode sintesis hidroksiapatit yang digunakan adalah metode sol-gel. Sebanyak 8,52 gram bubuk dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4 98%) dilarutkan ke dalam 100 ml aquabides hingga mencapai 0,6 M. Kemudian masukkan larutan Ca(NO3)2 100 ml sedikit demi sedikit menggunakan magnetic stirring selama 30 menit sehingga mencapai rasio Ca/P 1,67. Setelah campuran terbentuk, campuran tersebut diaduk kembali selama 15 menit untuk memicu reaktivitas prekursor. Larutan tersebut dibiarkan selama 24 jam pada suhu ruangan, setelah itu direfluks selama 16 jam pada suhu 70ºC dan dievaporasi ke dalam water bath selama 15 jam pada suhu 100ºC.

Endapan yang dihasilkan disaring lalu dikeringkan pada oven dengan suhu 195ºC selama 2 jam dan dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pestle. Prosedur dilakukan pada semua sampel baik I, II, dan III. Bubuk yang telah dihaluskan

A B C

(48)

kemudian disintering, untuk sampel I disintering pada suhu 700ºC, sampel II pada suhu 800ºC, dan sampel III pada suhu 900ºC masing-masing selama 2 jam. Ketiga sampel yang telah menjadi bubuk hidroksiapatit kemudian dihaluskan menggunakan ball mill dengan kecepatan 300 rpm selama 30 menit dan disaring kembali menggunakan saringan mesh 400.

A B C

D E F

G H I

J

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause, yang berpengaruh sangat kuat berkaitan dengan kondisi gigi geligi terbanyak yaitu pada Stage IV Grade B dan pada fase menopause

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa HAp cangkang keong unam dengan suhu kalsinasi 900ºC merupakan sampel yang paling baik di antara ketiga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dan perilaku membersihkan gigi dengan status kebersihan rongga mulut (oral hygiene)

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Denga nmengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga penelitian ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan mengenai

Pada tahap ini, artikel kemudian diperiksa untuk melihat kelayakannya, dimana artikel memuat pembahasan efektivitas bahan antimikroba pada bahan akrilik dan silicon