• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Hotcharyatta Berliana Naibaho NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Hotcharyatta Berliana Naibaho NIM :"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KLAS II MOD TERHADAP KEBOCORAN MIKRO SETELAH PERAWATAN

ENDODONTIK (IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Hotcharyatta Berliana Naibaho NIM : 140600078

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

Tahun 2019 Hotcharyatta Berliana Naibaho

Pengaruh penambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik (penelitian in-vitro) VII + 64 halaman

Salah satu masalah pada restorasi klas II MOD setelah perawatan endodontik menggunakan resin komposit direk adalah terjadinya penyusutan polimerisasi yang menimbulkan celah mikro. Fiber reinforced mampu mengurangi shrinkage dengan cara menyerap dan mendistribusi stress. Resin komposit bulk fill mampu mengurangi penyusutan polimerisasi dan mencegah void antar lapisan. Penambahan filler E-glass fiber dapat mengurangi kebocoran mikro. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan penambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik.

Sebanyak 30 gigi premolar maksila dibagi menjadi 3 kelompok lalu dirawat endodontik dan direstorasi klas II MOD. Kelompok 1 short fiber reinforced composite (EverX Posterior) dan resin komposit bulk fill (Tetric N Ceram Bulk Fill), kelompok 2 polyethylene fiber (Ribbond THM) dan resin komposit bulk fill (Tetric N Ceram Bulk Fill) dan kelompok 3 Resin komposit bulk fill (Tetric N Ceram Bulk Fill).

Sampel direndam saline selama 24 jam kemudian thermocycling sebanyak 500 putaran. Dan diredam dengan Methylene Blue 2%. Pengamatan celah mikro dengan melihat penetrasi zat warna pada proksimal sevikal menggunakan stereomikroskop pembesaran 20x dan diberi skor 0-4.

Analisis statistik menggunakan uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan (α=0,05). Hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p = < 0,05 menunjukkan perbedaan signifikan antar ketiga kelompok. Hasil uji Mann Whitney terdapat perbedaan yang signifikan antara resin komposit bulk fill yang mengandung Short fiber dengan resin komposit bulk fill yang mengandung polyethylene fiber dan

(3)

komposit bulk fill. Dapat disimpulkan bahwa fiber reinforced resin komposit dapat mengurangi kebocoran mikro restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD setelah perawatan endodontik.

Kata Kunci: endodontik, fiber reinforced, kebocoran mikro, resin komposit bulk fill.

Daftar Rujukan: 33 (2006-2018)

(4)
(5)

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 3 Oktober 2019

TIM PENGUJI

Ketua : Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG (K) Anggota : 1. Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp.KG (K)

2. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)

(6)

Segala puji, hormat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua penulis bapak Elismen dan ibu intan yang sentiasa memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahab hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K), selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes., Sp.KG (K), selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dan masukan penyelesaian skripsi.

3. Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG(K), selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, saran yang sangat menolong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dengan memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing dan memberi motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan akademik.

6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) selaku ketua komisi etik

(7)

7. Dr. Helmina Br. Sembiring, M.Si selaku Kepala Laboratorium Kimia Dasar LIDA serta kak Ayu atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan pelaksanaan penelitian.

8. Dra. Meida Nugrahalia, M.Sc selaku kepala laboratorium biologi UNIMED yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melakukan eksperimen di laboratorium tersebut.

9. Bapak Prana Ugiano Ugi, M.Si selaku ahli statistik Matematika yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam analisis statistik data penelitian.

10. Sahabat-sahabat penulis Ningsih, Debora, Yasmine Angela, Amelia Sihotang, Amelia Kasana, Esterlina, Evelin, Riska, Lidya, dan Ibnu atas semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: Prasanna, Fenika, Tria, Dian, Dinda, Yosi, Cut Rini, Kubbahseny, Atika Azhari, Indah Cahyani, Paul, dan juga kepada segenap mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2014 yang selalu bersedia membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan wawasan yang berguna untuk fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat kepada masyarakat.

Medan, 3 Oktober 2019 Penulis,

(Hotcharyatta Berliana Naibaho) 140600078

(8)

Halaman HALAMAN JUDUL ...

ABSTRAK ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ………. ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perawatan Endodontik ... 8

2.1.1 Efek Bahan Irigasi dan Medikamen Pada Dentin ... 9

2.1.2 Celah mikro pada restorasi paska endodontik ... 11

2.2. Celah Mikro pada Restorasi Klas II MOD ... 12

2.3.Resin Komposit ... 12

2.3.1 Komponen Resin Komposit ... 13

2.3.2 Jenis resin komposit ... 14

2.3.2.1 Berdasarkan ukuran filler ... 14

2.3.2.2 Berdasarkan viskositas ... 15

2.3.2.3 Berdasarkan teknik perlekatan ... 16

(9)

2.5.1 Muatan Filler ... 19

2.5.2 Muatan Monomer ... 19

2.5.3 Sistem Fotoinisiator ... 19

2.5.4 Metode Curing ... 20

2.5.5 Penggunaan Bahan Liner ... 20

2.5.6 Modulus Elastisitas ... 20

2.5.7 C-Factor ... 21

2.6.Sistem Adhesif ... 21

2.6.1 Klasifikasi Sistem Adhesif ... 21

2.6.2 Perlekatan Terhadap Enamel ... 22

2.6.3 Perlekatan Terhadap Dentin ... 22

2.7.Fiber Reinforced Composite ... 23

2.7.1 Tipe fiber ... 24

2.7.1.1 Carbon fiber ... 24

2.7.1.2 Ultrahigh molecular weight polyethylene fiber .... 25

2.7.1.3 Glass fiber ... 25

2.8.Metode Evaluasi Celah Mikro ... 27

2.9.Kerangka Teori... 28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 29

3.2 Hipotesis Penelitian ... 29

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 30

4.1.1 Jenis Penelitian ... 30

4.1.2 Desain Penelitian ... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

4.2.2 Waktu Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sampel ... 30

4.3.3 Besar Sampel ... 31

4.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 31

4.4.1 Variabel Penelitian ... 31

4.4.1.1 Variabel bebas ... 31

4.4.1.2 Variabel Tergantung... 32

4.4.1.3 Variabel Terkendali ... 32

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 33

4.4.1.5 Indentifikasi Variabel Peneliti... 34

(10)

4.5.2 Bahan Penelitian... 39

4.5.3 Prosedur Penelitian ... 40

4.6 Analisis Data ……… ... 48

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 49

5.1 Hasil penelitian... 49

5.2 Analisis hasil penelitian ... 52

BAB 6 PEMBAHASAN ... 55

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

7.1 Kesimpulan ... 61

7.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ………. ... 62

LAMPIRAN

(11)

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 35

2. Skor penetrasi zat warna pada ketiga kelompok ... 50

3. Hasil uji kruskal-wallis ... 53

4. Hasil uji mann-whitney ... 54

(12)

Gambar Halaman

1 Mekanisme kerja shrinkage stress reliever ... 17

2. Grafik rentang penyerapan sinar pada inisitor yang berbeda ... 17

3. Celah yang terbentuk saat polimerisasi ... 19

4. Hasil penglihatan permukaan fraktur dari polyethylene fiber ... 25

5 Hasil Penglihatan permukaan Fraktur dari Short FRC komposit ... 27

6. Alat penelitian ... 38

7. Bahan penelitian ... 40

8. penanaman pada gips ... 41

9. Desain preparasi klas II MOD ... 42

10. Preparasi saluran akar ……….. ... 42

11. Obturasi ... 43

12. Teknik restorasi ... 44

13. Teknik restorasi ... 45

14. Perendaman saline ... 46

15. Thermocycling ... 46

16. Perendaman metylene blue ... 47

17. Skor kebocoran mikro ... 48

18. Hasil stereomicroskop kelompok I ... 51

19. Hasil stereomicroskop kelompok II ... 52

20 Hasil stereomicroskop kelompok III ... 52

(13)

2. Lampiran 2 Alur Penelitian 3. Lampiran 3 Skor celah mikro

4. Lampiran 4 Rencana Anggaran Penelitian 5. Lampiran 5 Uji Statistik

6. Lampiran 6 Ethical Clearance

7. Lampiran 7 Surat Penelitian Laboratorium biologi UNIMED 8. Lampiran 8 Jadwal Penelitian

(14)

1. BisGMA : Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate 2. CEJ : Cemento-enamel Junction

3. EDJ : Enamel Dentinal Junction 4. EDTA : Ethylene Diamine Tetra Acid 5. FRC : Fiber Reinforced Composite 6. GIC : Glass Ionomer Cement 7. MOD : Mesial Oklusal Distal 8. NaOCL : Sodium Hipoklorit 9. PPMA : Polymetylmetacrylate 10. PWF : Polyethylene Woven Fiber 11. RC : Resin Composite

12. SEM : Scanning Electron Microscope

13. Semi- IPN : Semi-Interpenetrating Polymer Network 14. SFRC : Short Fiber Reinforced Composite 15. TEGDMA : Triethyeleneglycol Dimethacrylate

16. TOR : Transparent contoured matrix bands combined with clamp 17. UHMW : Ultrahigh molekular weight

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan endodontik dapat menyebabkan kehilangan dan melemahnya struktur gigi yang signifikan sehingga restorasi yang adekuat sangat diperlukan.

Struktur gigi yang telah dirawat endodontik berbeda dibandingkan gigi dengan keadaan pulpa yang sehat. Perubahan besar yang terjadi meliputi perubahan komposisi gigi, struktur mikro dentin dan struktur makro gigi yang dapat meningkatkan kerapuhan gigi, mengurangi adhesi ke substrat dan mengurangi retensi dan stabilisasi dari restorasi. Gigi yang telah dirawat endodontik mengalami penurunan kelembaban sebesar 9% dibandingkan gigi dengan keadaan pulpa vital karena terjadi penurunan kadar air yang mengakibatkan pengerutan jaringan kolagen dentin yang mendukung terjadinya pembentukan crack dan berujung pada fraktur gigi. Pengaruh irigasi saluran akar dan desinfektan dapat mengubah kandungan mineral dan organik dan mengurangi elastisitas dentin.1

Pengurangan kekakuan gigi terbesar disebabkan karena perluasan dari preparasi, terutama pada bagian tepi marginal. Literatur melaporkan bahwa prosedur endodontik mengurangi kekakuan relatif pada tonjol gigi hanya mencapai 5%, sedangkan pada kavitas klas I oklusal mencapai 20% dan kavitas MOD mencapai 63%. Hal ini menunjukan bahwa perawatan saluran akar dengan preparasi klas II MOD menghasilkan kerapuhan gigi yang maksimal.1 oleh karena itu restorasi akhir yang adekuat diperlukan untuk mempertahan gigi dalam jangka waktu yang lama dengan mempertimbangkan struktur gigi yang tersisa.

Kegagalan perawatan saluran akar dapat terjadi karena adanya celah mikro yang mengakibatkan terjadinya kontaminasi bakteri. Kebocoran mikro dapat terjadi pada perawatan saluran akar karena besarnya ukuran restorasi pada gigi posterior dan besarnya beban pengunyahan pada regio ini, pada gigi yang memiliki akar yang lebih dari satu lebih sering terjadi kebocoran mikro daripada yang memiliki satu akar gigi.

(16)

Kualitas dari kedua restorasi baik pada mahkota maupun pengisian saluran akar dapat menyebabkan kebocoran. Instrumensasi pada saluran akar yang tidak adekuat menyediakan tempat untuk rekolonisasi dan pertahanan dari bakteri yang tersisa.

Buruknya adaptasi dari bahan tumpatan sementara, defenitif, atau mahkota juga meningkatkan kemungkinan kebocoran. Interval antara penyelesaian perawatan saluran akar dan penempatan restorasi akhir.2 Celah mikro ini sering terjadi karena restorasi akhir gigi yang tidak adekuat. Menurut Ray dan Trope kualitas dari restorasi koronal memiliki efek yang besar daripada kualitas perawatan saluran akar. oleh karena itu restorasi akhir gigi pasca perawatan saluran akar merupakan bagian integral dari kunci keberhasilan. Restorasi yang ideal harus dapat melindungi struktur gigi yang tersisa dari resiko fraktur, mencegah infeksi kembali pada saluran akar dan menggantikan struktur gigi yang hilang.1,3

Gigi yang telah dirawat endodontik dapat direstorasi secara direk dengan penempatan bahan restorasi langsung ke gigi dan secara indirek dengan restorasi resin komposit buatan, logam, atau keramik. Restorasi resin komposit direk merupakan pilihan perawatan terbaik untuk melestarikan struktur gigi yang tersisa pada gigi yang telah dirawat endodontik.3

Masalah yang tidak dapat dipisahkan dari resin komposit adalah punyusutan polimerisasi dan dihubungkan dengan stress pada struktur gigi dan pada antar permukaan dari gigi dan restorasi, yang menimbulkan masalah kemudian dari kebocoran tepi, karies sekunder dan memungkinkan gigi fraktur.3 Pernyataan ini didukung oleh Penelitian Ferreira dan Viera menemukan restorasi menggunakan resin komposit direk pada kavitas kelas II memiliki celah tepi yang sama dibandingan restorasi indirek komposit, sehingga restorasi direk lebih disarankan.4

Banyak cara yang dikembangkan untuk mengurangi kebocoran mikro seperti peningkatan kandungan filler organik, peningkatan berat molekul per reaktif dan pengembangan komposit dengan resin matrik yang tidak menyusut. Klinisi menyarankan penggunaan bahan liner dengan modulus rendah dapat menyerap stress penyusutan.3 Taha et al menemukan penempatan GIC sebagai basis dapat mengurangi celah marginal pada gigi dengan restorasi klas II MOD resin komposit

(17)

setelah dirawat endodontik.5 Penggunaan teknik dan penyinaran resin komposit secara inkremental sehingga memungkinkan penyinaran pada kavitas yang dalam secara adekuat. Teknik secara inkremental merupakan protokol standar untuk mencegah terjadinya celah akibat stres polimerisasi dan menjaga ikatan antara resin komposit dan gigi.6

Kelemahan teknik inkremental ini memakan waktu, membutuhkan perhatian yang lebih selama penumpatan setiap lapisan pada perluasan atau kedalam kavitas secara detail karena dapat menyebabkan ruang kosong pada restorasi, dan sebuah karies merupakan resiko yang mutlak dari pengabungan kotoran-kotoran atau gelembung-gelembung udara antar lapisan. Penumpatan dengan teknik ini jika tidak dilakukan dengan efektif, area yang tidak tersinar atau yang sebagian tersinar pada resin komposit tetap pada basis atau diantara lapisan pada dasar dari setiap lapisan sehingga hal ini dapat menyebabkan pengurangan dalam kekuatan, mencegah perekatan yang adekuat dari restorasi, sensitivitas paska restorasi dan kegagalan awal dari restorasi.6,7

Kelemahan dari teknik ini memicu beberapa perusahaan untuk membuat inovasi baru salah satunya yaitu resin komposit bulk fill. Resin komposit bulk fill adalah evolusi baru pada resin komposit yang digunakan untuk restorasi pada gigi posterior. Resin komposit bulk fill ini dapat diletakan menjadi satu lapisan dengan ketebalan 4-5 mm dan penyinaran dilakukan hanya dalam satu kali. Bahan ini menggunakan fotoinisator, benzoyl germanium derivat dengan aktifitas photocuring yang tinggi sehingga meningkatkan tingkat polimerisasi dan kedalaman penyinaran.

Bahan ini juga mengurangi stress penyusutan polimerisasi karena resin komposit bulk fill menggunakan filler dan berat molekul yang tinggi, mengurangi kuspal defleksi pada restorasi kelas II, memiliki ikatan yang baik, lebih efisien karena prosedurnya yang mudah dan cepat daripada resin komposit konvensional.6,7, 8,9

Resin komposit bulk fill telah banyak diteltiti mengenai beberapa parameter yang berbeda seperti derajat konversi, stres polimerisasi dan celah mikro. Beberapa penelitian menunjukan bahwa resin komposit bulk fill mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan resin komposit konvensional.10 Tetric N Ceram bulk fill termasuk

(18)

sebagai klasifikasi high viscosity bulk fill yang diberi penambahan filler dan perubahan fotoinisiator. Penambahan prepolymerized filler berfungsi sebagai shrinkage stress reliever sehingga penyusutan saat polimerisasi menjadi minimal.

Perubahan fotoinisiator pada Tetric N Ceram bulk fill menjadi ivocerin yang diketahui lebih reaktif dibandingkan champorquinon atau lucirin sehingga mempengaruhi kedalaman penyinaran resin komposit. Benetti et al menunjukkan bahwa depth of cure lebih besar dan pengerutan saat polimerisasi lebih kecil pada high viscosity bulk fill (Tetric N Ceram Bulk fill) dibandingkan dengan resin komposit konvensional.7,11

Bahan penguat fiber seperti polyethylene fiber atau glass fiber banyak digunakan pada restorasi resin komposit karena memiliki peran sebagai stress reliever dan dapat menambah ketahanan fraktur terhadap gigi dengan cara meningkatkan ketahanan terhadap microcrack, menurunkan proses pengerutan dan creep. Modulus elastisitas dan modulus flexural yang tinggi dari polyethyene fiber mempengaruhi efek pada stres antarpermukaan resin dan gigi. Glass fiber dapat menahan tensile stress dan menghentikan propagasi retak pada resin komposit.12 Agrawal, Parekh dan Shah melakukan penelitian mengenai perbandingan kebocoran mikro pada restorasi resin komposit dengan dan tanpa penambahan polyethylene fiber diperoleh hasil bahwa penambahan fiber dapat mengurangi kebocoran mikro.13

Ozel dan Soyman melakukan penelitian mengenai efek dari fiber nets, teknik aplikasi dan resin komposit flowable terhadap kebocoran mikro dan efek dari fiber Nets penyusutan polimerisasi pada kavitas klas II MOD menggunakan glass fiber, polyethylene fiber, dan resin komposit menunjukkan hasil kebocoran mikro secara signifikan menurun pada resin komposit yang mengandung fiber, hal ini karena glass fiber memiki kemampuan untuk menahan tensile stress dan menghentikan retakan menyebarluas pada material komposit 12

Salah satu resin komposit jenis baru yang sudah diperkuat fiber didalamnya yaitu short fiber reinforced composite (EverX, Posterior) yang memiliki sifat mekanis sama dengan dentin. Resin komposit ini digunakan untuk bahan restorasi gigi posterior terutama pada kavitas dalam yang terdiri dari kombinasi matriks resin, e-

(19)

glass fiber dan pengisi partikular anorganik. Resin matriks berisi bis-GMA, TEGDMA dan PMMA yang membentuk matriks disebut sebagai semi- Interpenetrating Polymer Network (semi-IPN) yang memiliki sifat adhesif yang baik dan e-glass fiber dapat meningkatkan kekuatan matriks polimer. Oleh karena itu sifat dari short fiber composite berbeda dengan resin komposit konvensional. Short fiber composite ini terbukti dapat mengatasi penyusutan polimerisasi melalui orientasi seratnya dan celah mikro berkurang jika dibandingkan dengan resin komposit konvensional.14,15

Garoushi et all melakukan penelitian mengenai efek dari short fiber composite pada celah mikro dan kapasitas menahan beban pada gigi posterior menggunakan short fiber composite sebagai basis dikombinasi dengan resin komposit konvensional menghasilkan persentase celah mikro yang lebih rendah dibandingkan bahan lainnya dan secara signifikan mempunyai load-bearing kapasitas yang lebih tinggi daripada resin komposit konvensional. Hal ini karena adanya short fiber composite pada bahan tersebut akan menyerap stress yang terjadi saat polimerisasi dan meningkatkan pelepasan stress oleh matriks sehingga menurunkan celah mikro pada marginal dan meningkatkan adaptasi bahan.16 Penelitian oleh Patel dkk pada tahun 2016, juga menyatakan bahwa penggunaan short fiber composite (EverX Posterior, GC) pada restorasi klas II menghasilkan celah mikro yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bulk fill dan konvensional. Hal ini dikarenakan serat menghasilkan ikatan adhesi yang kuat antara resin dengan serat yang disilanasi sehingga penyerapan stress minimal dan kontraksi volumetrik berkurang.15

Dari uraian diatas terlihat banyak modifikasi yang dilakukan pada resin komposit untuk meningkatkan kemampuan resin komposit sebagai bahan restorasi direk pada gigi posterior terhadap kebocoran mikro, tetapi belum ada penelitian yang melihat pengaruh penambahan fiber resin reinforced pada resin komposit bulk fill klas II MOD setelah perawatan endodontik terhadap keboccoran mikro.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat timbul permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh penambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh polyethylene fiber reinforced dengan glass fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik.

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh polyethylene fiber reinforced dengan glass fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap kebocoran mikro setelah perawatan endodontik.

1.4 Manfaat Penelitian

 Manfaat Teori :

1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh fiber reinforced pada restorasi resin komposit terhadap kebocoran mikro gigi yang telah dirawat endodontik.

2. Sebagai dasar dalam meningkatkan pengetahuan di bidang kedokteran gigi mengenai pengaruh fiber reinforced pada restorasi resin komposit terhadap kebocoran mikro pada gigi yang telah dirawat endodontik sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin di dalam rongga mulut.

(21)

 Manfaat Praktis :

Sebagai salah satu usaha meningkatkan pelayanan kesehaatan gigi masyarakat terutama dalam bidang konservasi gigi sehingga gigi dapat di pertahankan di dalam rongga mulut selama mungkin

 Manfaat klinis:

1. Memberikan manfaat dalam aplikasi klinis terutama aplikasi fiber reinforced pada restorasi resin komposit untuk meminimalkan terjadinya celah mikro pada gigi yang telah dirawat endodontik.

2. Sebagai landasan bagi dokter gigi dalam pertimbangan pemberian bahan tambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit yang dapat mengurangi kebocoran mikro pada gigi yang telah dirawat endodontik sehingga diperoleh restorasi yang tahan lama.

(22)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaruh Perawatan Endodontik Terhadap Restorasi Akhir

Gigi paska perawatan endodontik akan menjadi lemah diakibatkan oleh berkurangnya kandungan air dan hilangnya struktur dentin. Proses karies yang luas pada gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi oleh karena itu struktur gigi yang tertinggal.2

Perawatan endodontik dapat menyebabkan kehilangan dan melemahnya struktur gigi yang signifikan. Struktur gigi yang hilang selama perawatan endodontik meningkatkan risiko fraktur mahkota, dengan adanya mekanisme kelelahan memediasi terjadinya fraktur akar dari waktu ke waktu.

Menurut jumlah jaringan yang akan diganti, restorasi gigi yang dirawat endodontik akan bergantung pada berbagai bahan dan prosedur klinis. Sebagai aturan umum, sebagian besar gigi yang mengalami kerusakan struktural seharusnya direstorasi dengan mahkota buatan.

Keberhasilan gigi yang telah dirawat endodontik tidak hanya dipengaruhi oleh perawatan saluran akar yang baik tetapi juga pemilihan restorasi akhir yang tepat.

Restorasi akhir pada gigi yang telah dirawat endodontik dibuat untuk menjaga struktur gigi yang tersisa terhadap fraktur, mencegah infeksi saluran akar, dan menggantikan struktur gigi yang hilang. Berdasarkan banyak jaringan struktur gigi yang hilang maka material dan teknik restorasi sangat berpengaruh pada keberhasilan restorasi gigi yang telah dirawat endodontik.1

Evaluasi biomekanik dari gigi mempengaruhi pemilihan bahan dan prosedur restoratif. Faktor-faktor klinis yang penting meliputi hal-hal berikut, yaitu jumlah dan kualitas struktur gigi yang tersisa, Posisi anatomi gigi, Gaya oklusal pada gigi, Restorasi gigi dengan struktur gigi yang tersisa memiliki resiko komplikasi klinis yang minimal seperti fraktur akar, kebocoran restorasi, karies sekunder, dan kerusakan jaringan periondontal.1

(23)

Gigi Posterior Nonvital dengan kehilangan jaringan yang minimal, hilangnya vitalitas pada gigi posterior akibat trauma, pembusukan, atau prosedur restoratif tidak selalu menyebabkan keterlibatan biomekanik yang ekstrim dan oleh karena itu memungkinkan, dalam kondisi tertentu, untuk restorasi konservatif. Rongga oklusal atau rongga mesio/disto-oklusal dapat dipulihkan dengan restorasi intrakoronal perekat langsung atau tidak langsung, memiliki dinding residual cukup tebal (dinding proksimal dan dinding buccolingual lebih dari 1,5 mm). Tiga faktor klinis tambahan yang harus dianalisis untuk memastikan keberhasilan pengobatan optimal adalah faktor konfigurasi (C-factor), volume rongga, dan kualitas dentin.1

Dahulunya, gigi yang telah dirawat endodontik harus dilakukan restorasi indirek dengan menggunakkan pasak dan mahkota penuh. Namun, dengan berkembangnya pengetahuan dalam bidang sistem adhesif dan material fiber penguat restorasi memberikan alternatif pemilihan perawatan pada gigi yang telah dirawat endodontik.

Berdasarkan prinsip minimal intervensi dalam upaya mempertahankan jaringan gigi yang sehat untuk meningkatkan ketahanan terhadap fraktur dapat dicapai dengan melakukan restorasi direk menggunakan resin komposit.1

Ferreira dan Viera menemukan restorasi menggunakan resin komposit direk pada kavitas kelas II memiliki celah tepi yang sama dibandingan restorasi indirek komposit, sehingga restorasi direk lebih disarankan.4 Zarrati dan Mahboub juga menemukan bahwa restorasi mengunakan resin komposit direk pada kavitas klas II MOD memiliki celah tepi yang lebih sedikit daripada resin komposit direk inlay dan keramik.17 Restorasi direk resin komposit diterima baik oleh praktisi karena selain memiliki estetis yang baik dan mampu memberikan pelayanan single visit, restorasi direk resin komposit juga dipercaya memiliki kemampuan lebih baik dalam mendistribusikan tekanan fungsional melalui permukaan bonding pada gigi sehingga struktur gigi yang tersisa dapat dipertahankan.6,18

2.1.1 Efek Bahan Irigasi Endodontik dan Medikamen Pada Dentin Sodium hipoklorit (NaOCl) dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi yang sering digunakan ketika melakukan perawatan saluran

(24)

akar. Kombinasi penggunaan keduanya juga sering dilakukan karena memberikan efek yang baik dimana dapat menghilangkan fase organik maupun inorganik pada dentin. Sodium hipoklorit (NaOCl) digunakan untuk melarutkan fase organik pada saluran akar. Konsentrasi yang sering digunakan antara 0,5% - 5,25% dengan tujuan untuk melarutkan jaringan pulpa dan mematikan bakteri. Degradasi natrium hipoklorit dapat mengganggu terbentuknya lapisan hibrid yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan perlekatan yang baik antara struktur dentin dan material restorasi. Irigasi dengan natrium hipoklorit juga dapat menghasilkan NaOCl modified smear layer. Pada sistem bonding total etsa, NaOCL ini dapat menghambat kerja asam fosfat dan menghambat inflitrasi dari monomer resin pada kolagen dentin karena natrium hipoklorit yang menginfiltrasi lapisan smear dapat bereaksi dan menetralkan kerja asam fosfat secara parsial. Natrium hipoklorit akan terurai menjadi natrium klorida dan oksigen bebas. Oksigen bebas ini mampu mengoksidasi matriks dentin dan menghasilkan radikal derivat protein. Adanya oksigen bebas dan radikal bebas ini akan berkompetisi dengan vynil radikal bebas dari monomer resin yang terbentuk pada saat propagasi dan menyebabkan terminasi dini. Kandungan oksigen bebas pada daerah interfasial ini akan mempengaruhi inflitrasi monomer resin kedalam tubulus dentinalis dan kolagen intertubuler. Hal ini mengakibatkan tidak terbentuknya ikatan antara material restorasi dan dentin dengan baik sehingga resiko kebocoran pada daerah interfasial meningkat.

Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi endodontik yang digunakan untuk menghilangkan fase inorganik yaitu smear layer yang terbentuk setelah preparasi saluran akar. Konsentrasi yang sering digunakan yaitu 15% - 17%. Beberapa keuntungan menghilangkan smear layer yaitu mendapatkan perlekatan yang baik saat obturasi, menghilangkan bakteri, toksin, dan sisa jaringan pulpa yang mungkin masih tertinggal pada smear layer.1

Substansi kemis yang digunakan saat preparasi saluran akar dapat mempengaruhi struktur kolagen yang mengakibatkan perubahan sifat mekanis pada dentin seperti flexural strength, modulus elastisitas, dan microhardness. Perubahan pada sifat mekanis tersebut dipengaruhi oleh perubahan fase inorganik dan organik

(25)

pada dentin, selain itu juga dipengaruhi oleh volume, durasi, temperatur dan laju alir bahan irigasi. Pada penelitian Calt dan Serper menemukan irigasi EDTA selama 1 menit efektif untuk menghilangkan smear layer, sedangkan irigasi EDTA selama 10 menit menimbulkan efek erosi yang berlebihan pada peritubular dan intertubular dentin. Penggunaan EDTA dengan durasi lebih dari 1 menit bersamaan dengan NaOCl dapat mengakibatkan efek erosif pada permukaan dentin dikarenakan demineralisasi yang berlebihan yang mengakibatkan penurunan kemampuan ikatan adhesif.28

2.1.2 Celah Mikro pada Restorasi Pasca Endodontik

Kegagalan perawatan saluran akar dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor, tetapi kebocoran mikro melalui sistem saluran akar adalah salah satu faktor utama.

Sejumlah penelitian telah meneliti fenomena ini, mengidentifikasi banyak sumber kontaminasi yang mungkin dan menjadi pertimbangan yang penting bagi klinisi dalam mencegah kebocoran mikro setelah perawatan saluran akar.19

Kebocoran mikro terjadi karena reaksi biokimia jangka panjang dalam material itu sendiri dan antara material dan lingkungan sekitarnya. Penyebabnya dapat dibagi secara luas menjadi kebocoran koronal dan kebocoran apikal. Kebocoran mikro yang ada di dalam saluran akar dapat tetap aktif di tubulus dentin bahkan setelah preparasi secara kimia mekanis yang adekuat. Jadi, seal apikal sempurna diinginkan untuk mencegah bakteri yang tersisa dan endotoksinnya mencapai puncak akar.19

Kebocoran apikal dianggap sebagai penyebab umum kegagalan endodontik dan dipengaruhi oleh banyak variabel seperti teknik pengisian yang berbeda, sifat kimia dan fisik dari bahan pengisian saluran akar dan ada tidaknya lapisan smear.19 Dalam kebocoran koronal, saluran dapat terkontaminasi kembali dengan berbagai cara seperti kontak antara bakteri mulut dan saluran akar dan saluran tubulus. Namun, hal ini paling sering terjadi karena tidak adekuatnya bahan pengisi restorasi sementara atau restorasi permanen dan seal mahkotanya.19

(26)

2.2 Celah Mikro pada Restorasi Klas II MOD

Kebocoran mikro merupakan masalah besar dalam bidang restorasi.

Kebocoran mikro disebabkan adanya pengerutan akibat perubahan fisik atau kimia di dalam material biasanya akan menimbulkan celah sehingga terjadilah kebocoran mikro. Jika bahan tumpatan memiliki koefisien ekspansi termal yang lebih tinggi daripada struktur gigi, menurunnya temperatur akan menyebabkan kontraksi sehingga menimbulkan celah. Sebab lain kebocoran mikro adalah deformasi elastis struktur gigi akibat daya mastikasi. Enamel dan dentin yang mengelilingi restorasi yang kaku akan melentur dan bergerak sehingga menyebabkan celah dari oklusal ke servikal.

Hal ini terutama terjadi pada pada restorasi MOD.20

Kavitas Klas II MOD adalah kavitas yang melibatkan permukaan mesial, oklusal dan distal gigi. Gigi dengan kavitas klas II MOD sulit dikontrol kelembabannya terutama pada margin gingiva dan dengan adanya tubulus dentin sehingga adaptasi marginal resin komposit dengan gigi sulit terjadi dan dapat menimbulkan kebocoran mikro pada restorasi dan memicu terbentuknya karies sekunder.12

Pada restorasi Klas II MOD resin komposit, masalah yang cukup besar adalah sering terjadinya penyusutan akibat polimerisasi dan adaptasi yang kurang baik terutama pada margin gingiva yang dapat menyebabkan berbagai hal, salah satunya adalah terjadinya celah mikro. Pada saat terjadi penyusutan akan terjadi tegangan kontraksi yang dipengaruhi oleh C-factor yaitu perbandingan dari permukaan restorasi yang berikatan dengan yang tidak berikatan pada struktur gigi, dimana semakin tinggi nilai C-factor maka semakin besar kemungkinan terganggunya perlekatan resin komposit. Restorasi Klas II MOD memiliki nilai c-factor sebesar 3:3 yang berarti bahwa terdapat 3 permukaan yang berikatan dan 3 permukaan yang tidak berikatan dengan struktur gigi.12

2.3 Resin Komposit

Resin komposit merupakan bahan restorasi sewarna gigi yang memiliki sifat estetik lebih baik dibandingkan dengan bahan restorasi yang lain. Resin komposit

(27)

pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1960. Kelebihan dari resin komposit terdapat pada kemudahan dalam manipulasi klinis, penghantar panas yang rendah, tahan lama, tidak mudah larut dalam saliva, murah dibandingkan dengan restorasi indirek dan crown, dapat berikatan dengan gigi sehingga meningkatkan retensi dan memperkuat struktur gigi yang tersisa, serta sewarna dengan gigi.21

Resin komposit memiliki beberapa sifat fisik dan mekanik. Sifat fisiknya antara lain pengerutan polimerisasi, compressive strength, absorbsi warna sebagai akibat kontaminasi berbagai sumber zat berwarna. Sifat mekaniknya antara lain kekuatan fleksural, modulus elastisitas yang mempengaruhi ketahanan terhadap perubahan bentuk, kekuatan ikat dengan struktur gigi, serta ketahanan aus.21

2.3.1 Komponen Resin Komposit

Resin komposit terdiri dari empat komponen utama, yaitu: komponen organik (matriks), bahan pengisi (filler) inorganik, bahan interfasial untuk menggabungkan resin dan filler (coupling agent) dan sistem inisiator-akselerator. Komponen organik (matriks) yang paling banyak digunakan sekarang adalah cross-linked matrix of dimethacrylate monomers. Monomer yang paling banyak digunakan adalah aromatik dimetakrilat. Ikatan ganda pada setiap ujung dari molekul-molekul ini mengalami penyusutan oleh inisasi radikal bebas. Meskipun monomer-monomer ini dapat memberikan sifat mekanis, klinis, dan estetis yang optimum, namun lebih kental sehingga harus dicampur dengan bahan pengencer yang memiliki berat molekul yang rendah sehingga secara klinis dapat digunakan konsistensinya yang diperoleh dengan penambahan pada filler. Partikel inorganik filler terdiri dari satu atau lebih material inorganik seperti ground quartz or glass, sol-gel derived ceramics, microfine silica, atau nanopartikel. Coupling agent sebuah organosilane yang diterapkan pada partikel inorganik oleh pabrik. Silanes disebut coupling agent karena membentuk ikatan antara fase inorganik dan organik dari resin komposit. Selain itu ada juga penambahan inisiator-akselerator untuk mengaktifkan mekanisme polimerisasi, inhibitor untuk menghalangi radikal bebas yang terbentuk saat polimerisasi dan pigmen untuk menghasilkan warna yang serupa dengan struktur gigi. Yang paling

(28)

berperan dalam penyusutan polimerisasi adalah fotoinisiator yang menentukan sifat polimerisasi resin komposit. Resin komposit yang memiliki konsentrasi insiator yang lebih rendah menunjukkan presentasi celah yang lebih tinggi dibandingkan dengan resin komposit yang memiliki konsentrasi insiator yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak sempurna akan menghasilkan ikatan yang tidak adekuat terhadap bahan adhesif dan dapat menimbulkan celah mikro.21,22

2.3.2 Jenis Resin Komposit

2.3.2.1 Berdasarkan Ukuran Filler a. Resin Komposit Makrofilled

Resin komposit generasi pertama menggunakan partikel filler besar (macrofilled) dengan ukuran antara 10-100 µm. Ukuran filler besar menyebabkan komposit sulit untuk dipolis dan memiliki permukaan restorasi yang kasar.21

b. Resin Komposit Mikrofilled

Ukuran partikel microfilled memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan macrofilled dengan ukuran 0,03 µm – 0,5 µm. Resin komposit microfilled memiliki daya polish yang tinggi sehingga memiliki permukaan restorasi yang halus. Akan tetapi, resin matriks hanya mampu menampung sedikit persentase filler yaitu sebesar 35% - 50%. Persentase filler yang minim menurunkan kekuatan resin komposit, polymerization shrinkage yang besar, dan ketahanan terhadap aus berkurang.21

c. Resin Komposit Hybrid

Resin komposit hybrid memiliki dua tipe partikel pengisi yaitu macrofilled dan microfilled dengan ukuran partikel berkisar antara 0,1 – 3 µm. Kombinasi dari keduanya menghasilkan resin komposit yang kuat dan memiliki kemampuan polish yang baik sehingga dapat digunakan baik pada restorasi anterior maupun posterior.21

(29)

d. Resin Komposit Microhybrid

Resin komposit microhybrid memiliki partikel pengisi dengan ukuran 0,04 – 1 µm. Resin komposit microhybrid memiliki kandungan filler yang tinggi yaitu mencapai 70% volume.21

e. Resin Komposit Nanohybrid

Resin komposit nanohybrid memiliki partikel pengisi dengan ukuran 0,005-0,02 µm. Keuntungan dari ukuran partikel ini yaitu filler lebih banyak dibandingkan matriks resin sehingga polymerization shrinkage minimal. Resin komposit nanohybrid memiliki kekuatan yang baik, daya polish dan translusensi yang lebih baik dibandingkan resin komposit lainnya.21

2.3.2.2 Berdasarkan Viskositas a. Resin Komposit Microfilled

Resin komposit microfilled memiliki kandungan filler 32% - 50% dengan ukuran silika filler 0,04 µm. Resin komposit jenis ini sering digunakan pada restorasi yang memerlukan estetis tinggi seperti restorasi klas III dan klas V.20,21

b. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki kandungan filler 42% - 53% dengan ukuran partikel pengisi 0,7 – 3 µm. Resin komposit flowable memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat beradaptasi baik dengan dinding kavitas dan mampu mengalir sampai ke daerah yang mikroskopik. Selain itu, dikarenakan daya alir yang tinggi resin komposit flowable sering digunakan oleh dokter gigi sebagai bahan restorasi pit dan fisur sealant. Resin komposit jenis ini biasa digunakan pada restorasi yang tidak mendapat tekanan tinggi seperti restorasi klas V dan pada gigi anak-anak.21

c. Resin Komposit Packable

Resin komposit packable memiliki kandungan filler mencapai 70%. Resin komposit memiliki viskositas tinggi karena filler lebih banyak dibandingkan dengan

(30)

resin sehingga shrinkage saat polimerisasi minimal. Resin komposit jenis ini biasa digunakan pada restorasi yang mendapat tekanan tinggi seperti restorasi klas I dan klas II.21

2.3.2.3 Berdasarkan Teknik Peletakkan a. Resin Komposit Konvensional

Resin komposit konvensional yaitu resin komposit yang memiliki kemampuan menyerap sinar polimerisasi maksimal hingga kedalaman 2 mm sehingga dibutuhkan teknik peletakkan inkremental untuk memaksimalkan pengerasan resin secara menyeluruh.

b. Resin Komposit Bulk fill

Resin komposit bulk fill yaitu resin komposit yang memiliki kemampuan menyerap sinar polimerisasi hingga kedalaman 4 mm karena terdapat peningkatan translusensi pada bahan sehingga digunakan teknik peletakkan secara bulk. Resin komposit jenis bulk fill mengeliminasi kekurangan teknik peletakkan inkremental yaitu kemungkinan kontaminasi interlayer, menghemat waktu dan tenaga operator, dan meminimalisasi polymerization shrinkage.23

1. Menggunakan tipe filler yang berbeda

Komposisi filler mempengaruhi sifat fisis dan mekanis suatu bahan. Pengerutan selama polimerisasi merupakan salah satu kelemahan resin komposit sehingga dalam perkembangannya peneliti memberikan filler khusus (isofiller) pada resin komposit bulk fill yang berfungsi meminimalkan shrinkage stress (shrinkage stress reliever) dan sebagian fungsinya dijalankan oleh silane sehingga dapat mengurangi penyusutan selama polimerisasi (gambar 1).

Dalam proses mekanisme yang terjadi yaitu apabila modulus elastisitas rendah (10 GPa) maka isofiller berperan sebagai pegas dengan perenggangan sedikit selama polimerisasi diantara filler kaca yang memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi

(31)

(71 GPa) berfungsi untuk meredam gaya yang dihasilkan selama pengerutan polimerisasi sehingga menghasilkan tekanan yang rendah.23

Gambar 1. Pada gambar terlihat mekanisme kerja shrinkage stress reliever yang berfungsi sebagai pegas saat polimerisasi sehingga pengerutan polimerisasi berkurang dan resin tetap melekat pada dinding kavitas 23

2. Menggunakan fotoinisiator yang berbeda

Foto inisiator mempengaruhi kemampuan untuk menyerap sinar selama proses polimerisasi yang berakibat pada kedalaman polimerisasi suatu bahan. Molekul inisiator hanya mampu menyerap foton pada spectral range tertentu maka dirancang fotoinisiator baru gabungan dari camphorquinone dan acyl phosphine oxide yaitu Ivocerin. Ivocerin dapat menyerap sinar biru secara maksimal dalam rentang panjang gelombang 370 nm - 460 nm. Ivocerin bersifat lebih reaktif terhadap sinar dibanding camphorquinone dengan rentang panjang gelombang 420 nm - 500 nm dan acyl phosphine oxide atau lucirin dengan rentang panjang gelombang 300 nm – 420 nm, sehingga polimerisasi berlangsung lebih cepat dengan kedalaman penyinaran yang lebih besar (gambar 2). Salah satu merek resin komposit bulk fill yang menggunakan fotoinisiator Ivocerin yaitu Tetric N Ceram yang diproduksi Ivoclar-Vivadent.23

Gambar 2. Grafik representasi rentang penyerapan sinar foton oleh acyl phosphine oxide (Lucirin TPO), Ivocerin, dan Champorquinone (CC / Amin) 23

(32)

2.4 Polimerisasi Resin Komposit

Proses polimerisasi terjadi dalam 3 tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi radikal bebas akan berikatan dengan monomer untuk membentuk rantai permulaan polimer. Selanjutnya tahap propagasi, pada tahap ini, monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan jumlah monomer tertentu. Pertambahan panjang rantai terjadi pada tahap ini. Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai membentuk molekul yang stabil. Pada tahap ini, dua radikal bebas dari ujung pertumbuhan rantai bereaksi untuk membentuk ikatan karbon-karbon dan tidak melanjutkan pertumbuhan rantai sehingga pertumbuhan rantai selesai. Pemutusan ikatan karbon ganda monomer menjadi ikatan karbon tunggal polimer membentuk cross linking jaringan polimer yang lebih kuat dan pemendekan jarak antar monomer. Pemendekan jarak antar monomer menyebabkan terjadinya pengerutan polimerisasi. Derajat dari polimerisasi bervariasi tergantung ukuran21

2.4.1 Penyusutan Polimerisasi (Polymerization Shrinkage)

Penyusutan polimerisasi adalah penyusutan yang terjadi ketika resin komposit mengalami polimerisasi. Akibatnya dapat berupa celah mikro (Gambar 3) yang memungkinkan masuknya bakteri yang menyebabkan sensitivitas pada gigi, karies rekuren, kegagalan pada interfasial bonding, dan fraktur pada restorasi dan gigi.

Penyusutan lebih besar terjadi pada resin komposit dengan kandungan resin yang lebih tinggi.22

Penyusutan polimerisasi dan resultan stress dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti total volume material resin komposit, tipe resin komposit, kecepatan polimerisasi dan c-factor. Stress yang terbentuk cenderung berkembang pada antar permukaan jaringan atau resin komposit. Akibatnya resiko kebocoran marginal dan menjadi salah satu masalah terbesar dari resin komposit yang digunakan untuk restorasi klas II dan V.21

(33)

Gambar 3. Celah yang terbentuk saat proses polimerisasi22

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Penyusutan Polimerisasi 2.5.1 Muatan Filler

Resin komposit yang baru ini dapat mengurangi stress shrinkage dan final degree of conversion secara signifikan karena perubahan sistem fotoinitiator inhibitor polimerisasi didalamnya. Selain itu, adanya filler reinforced yang inorganik pada resin komposit baru dapat memberi derajat transluensi yang tepat, dan mengontrol volume penyusutan dari resin komposit selama polimerisasi, menahan agar tidak mengalami kontraksi selama setting reaction. Peningkatan muatan filler juga mengurangi penyusutan polimerisasi.,24,2,26

2.5.2 Muatan Monomer

Polimerisasi komposit ditentukan oleh derajat konversi dari monomer- monomer menjadi polimer. Kombinasi monomer dan perubahan formulasi resin komposit telah dikembangkan dan dievaluasi untuk mengurangi penyusutan polimerisasi. Sebagai tambahan, semakin tinggi berat molekul bahan maka semakin efektif mengurangi shrinkage dan menciptakan cross-linked yang kuat.24

2.5.3 Sistem Fotoinitiator

Peningkatan konsentrasi inhibitor dapat mengurangi tingkat polimerisasi dan stress penyusutan tanpa mengurangi tingkat akhir konversi. Telah ditemukan bahwa phenylpropanedione, menggantikan bagian kadar camphorquinone, dapat

Celah Permukaan gigi Bahan restorasi

(34)

mengurangi perkembangan stress tanpa mengganggu konversi akhir dan resistensi degradasi dari komposit24

2.5.4 Metode Curing

Ketika resin komposit disinari, sinar akan melewati komposit. Hal ini memungkinkan lapisan yang lebih dalam dari resin komposit kurang tersinari. Faktor yang menurunkan intensitas sinar yang melewati komposit akan menurunkan tingkat konversi dari resin komposit. Jika tingkat konversi yang dicapai memadai selama polimerisasi, penyusutan polimerisasi akan dihasilkan dan wear resistance akan berkurang. Meskipun setiap alat penyinaran memiliki mode penyinarann yang berbeda, namun penggunaan tipe komposit yang dipilih lebih mempengaruhi penyusutan.24,25

2.5.5 Penggunaan bahan liners yang low elastisitas modulus sebagai stress absorbing layers

Penggunaan resin komposit flowable sebagai intermediate layer yang tipis telah diusulkan sebagai sarana mengatasi stress penyusutan polimerisasi berdasarakan konsep “elastic cavity wall”. Stress penyusutan yang dihasilkan oleh lapisan resin komposit yang bermodulus tinggi dapat diabsorbsi oleh elastic intermediate layer, sehingga mengurangi stress pada antarmuka restorasi gigi yang secara klinis dapat dilihat dengan pengurangan defleksi cusp.25

2.5.6 Modulus Elastisitas

Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan dari pengerasan material yang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young. Oleh karena itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling rigid (material yang menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi) akan menyebabkan stress tertinggi.

Tentu saja modulus elastisitas juga meningkat selama reaksi polimerisasi berlangsung.25

(35)

2.5.7 C-Factor

Faktor konfigurasi kavitas atau c-factor adalah rasio dari permukaan yang berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan. Terdapat hubungan antara konfigurasi kavitas dengan perkembangan stress. Nilai c-factor pada setiap kavitas berbeda, hal ini dipengaruhi dari desain kavitas. Kavitas dengan permukaan rata dan dangkal menunjukkan kondisi yang paling menguntungkan untuk ikatan dentin dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas seperti ini kontraksi terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah gaya kontrasi untuk menciptakan stress dan membantu menciptakan suatu ikatan kuat terhadap dinding kavitas.24,25

2.6 Sistem Adhesif

Adhesif atau perlekatan (bonding) yaitu proses interaksi antara substrat (adherend) dengan bahan adhesif sehingga membentuk sebuah perlekatan (adhesive joint). Bahan yang digunakan untuk membantu proses perlekatan tersebut disebut juga bahan bonding atau bahan adhesif.22 Dalam bidang kedokteran gigi, perlekatan dapat melibatkan satu interface. Sistem adhesif berperan penting terhadap pengaplikasian bahan restorasi estetik. Sistem ini harus memberikan suatu ikatan yang kuat agar dapat menahan stress terhadap pengerutan polimerisasi. Untuk mencapai suatu ikatan yang optimal maka harus ada kontak yang kuat antara bahan adhesif dengan enamel atau dentin dimana tegangan permukaan sistem adhesif harus lebih rendah daripada permukaan enamel atau dentin.27

2.6.1 Klasifikasi Sistem Adhesif

Sistem adhesif terbagi menjadi dua yaitu total etch sistem dan self etch sistem.

Total-etch terbagi menjadi dua yakni total etch three step (aplikasi conditioner atau etsa asam, primer atau promoting agent dan tahap bonding) dan total etch two step (tahap etching dan rinsing).22 Self etch yang terbagi menjadi dua yakni self etch two step (tahap aplikasi resin self etch dan resin adhesif) dan self etch one step (satu tahap aplikasi saja).27,28

(36)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhapsari pada tahun 2016 penggunaan sistem adhesif total etch menghasilkan celah mikro yang lebih rendah.

Hal ini mungkin terjadi karena proses etsa dan aplikasi adhesif yang terpisah. Etsa yang mengandung asam fosfat dapat menghasilkan mikroporositas sebesar 2 µm pada permukaan enamel sehingga menghasilkan kekuatan interlocking yang kuat.27,28

2.6.2 Perlekatan Terhadap Enamel

Enamel terdiri dari 96% bahan anorganik sisanya bahan organik dan air.

Secara mikroskopik, enamel terdiri dari prisma-prisma enamel yang saling berkaitan dan tersusun rapi. Kemudian antara prisma-prisma terdapat substansi interprisma yang juga tersusun rapi, berisikan kristal hidroksiapatit yang akan larut oleh pengetsaan, sehingga permukaan enamel yang telah teretsa akan berbentuk rongga- rongga seperti sarang lebah. Rongga ini akan menjadi retensi mekanik bagi bahan bonding yang dikenal dengan istilah resin tag. Mekanisme dasar dari perlekatan resin-enamel adalah pembentukan resin tag didalam permukaan enamel. Resin tags yang terbentuk di sekitar enamel rods, yaitu diantara prisma-prisma enamel disebut dengan macrotags dan jaringan halus dari beberapa small tags yang terbentuk di tiap- tiap ujung rod di tempat larutnya kristal hidroksiapatit disebut dengan microtags.

Pembentukan microtag dan macrotag dengan permukaan enamel merupakan mekanisme dasar dari perlekatan resin dan enamel, karena smear layer labil terhadap asam.22,27

2.6.3 Perlekatan Terhadap Dentin

Perlekatan bahan adhesif ke dentin tidak terlepas dari keadaan struktur dentin itu sendiri. Tidak seperti email yang komposisinya lebih banyak mengandung mineral anorganik (kristal hidroksiapatit). Dentin merupakan jaringan hidup, dentin bersifat heterogen dan memiliki kandungan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan organik (khususnya kolagen tipe 1) 30% volume dan cairan 20% volume. Kandungan air yang tinggi membuat persyaratan lebih ketat untuk bahan yang dapat secara efektif menjembatani antara dentin dan bahan restorasi. Perlekatan pada dentin

(37)

menjadi sulit dengan keberadaan smear layer. Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi. Smear layer menghalangi tubulus dentin dan berperan sebagai barier, sehingga menurunkan permeabilitas dentin dan sangat membantu bahan bonding yang bersifat hidrofobik dan menutupi tubulus dentin. Smear layer melalui pengetsaan akan dihilangkan, sehingga menyebabkan tubulus dentin terbuka. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga membentuk hybrid layer. Hybrid layer merupakan perlekatan resin adhesif yang terpolimerisasi dengan fibril kolagen (pada sistem total etch) dan sisa kristal hidroksiapatit (pada sistem self-etch) menghasilkan struktur interfasial.27

2.7 Fiber Reinforced Composite

Penggunaan fiber reinforced pada kedokteran gigi pertama kali pada tahun 1960 yang digunakan sebagai penguat basis gigi tiruan akrilik. Efek penguatannya lebih baik dari kawat metal konvensional. Keberhasilan kombinasi fiber reinforced dengan resin dimetakrilat dan partikel pengisi komposit menjadikan fiber reinforced dapat digunakan pada gigi tiruan cekat, implan, splinting periodontal, retainer ortodontik, restorasi dalam kedokteran gigi meliputi pasak saluran akar, memperbaiki fraktur veneers keramik, dan penguatan restorasi resin komposit.

Partikel filler dari resin komposit memungkinkan dokter gigi mengatasi indikasi dengan spektrum yang jauh lebih besar dari beberapa tahun yang lalu.

Kemampuannya yang dapat berikatan dengan enamel dan dentin hal ini menjadikannya sebagai material yang diinginkan. Substansial dari partikel resin komposit meningkat parameter fisiknya. Pada partikularnya meningkatkan ketahanan pemakaian, kekuatan, dan stabilitas warna. Perkembangan dari fiber-reinforced resin komposit telah memberikan operator keuntungan yang nyata untuk menciptakan struktur komposit yang diandalkan. Fiber reinforced komposit mempunyai sifat mekanis yang lebih menguntungkan dan kekuatannya terhadap berat rasio lebih tinggi bahkan pada kebanyakan alloys. Dibandingkan dengan metal alloys, fiber reinforced komposit memiliki keuntungan seperti tidak korosi, transluensi, sifat bonding yang

(38)

baik dan memperbaiki fasilitas.29 Fiber reinforced composites (FRC) terdiri dari bahan penguat fiber yang dicampur dalam matriks polimer. Pada fiber reinforced composites , kandungan fiber memberikan kekuatan dan kekakuan bahan, sedangkan matriks polimer menjadi penggabung antar fiber sehingga terbentuk fase yang berkesinambungan. Fase antar fiber berperan sebagai penyebar tekanan antar satu fiber ke fiber lainnya. Fiber memiliki efek penguat apabila memiliki modulus flexural yang lebih baik dibandingkan dengan matriks polimer yang mengikatnya. Fiber Reinforced Composite merupakan restorasi komposit yang diperkuat fiber sehingga meningkatkan kualitas daerah marginal dengan dua cara. Pertama, fiber menggantikan bagian dari komposit inkremen sehingga menurunkan kontraksi volumetrik polimerisasi dari komposit. Kedua, fiber membantu komposit bergerak dari margin kearah sumber sinar. Resin komposit yang diperkuat fiber memiliki sifat anisotropis yaitu sifatnya yang tidak sama dalam semua arah. Kemampuan fiber tergantung pada kepadatan, orientasi, ikatannya dengan resin, peresapan antara fiber dengan resin dan jenis fiber.

2.7.1 Tipe Fiber

2.7.1.1 Carbon Fiber/Graphite Fiber

Carbon fiber atau graphite fiber banyak digunakan sebagai bahan penguat komposit. Menurut Murphy, carbon fiber memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan baja, lebih ringan dibandingkan aluminium dan lebih kaku dibandingkan dengan titanium. Carbon fiber memiliki kekuatan kompresi dan tarik yang sangat baik serta memiliki modulus elastisitas yang tinggi. Namun dapat kekuatannya lebih rendah dari glass atau aramid FRC. Bahan ini pertama kali digunakan dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan penguat pada polymethylmetacrylate (PMMA) pada awal tahun 1970. Namun, penggunaan carbon/graphite fiber tidak begitu diminati karena masalah estetis yaitu warna hitam carbon fiber, proses pembuatan dan pengendalian bahan yang sulit.30

2.7.1.2 Ultrahigh molecular weight (UHMW) polyethylene fiber

(39)

Ultrahigh molecular weight (UHMW) polyethylene fiber terdiri dari gabungan anyaman polimer dengan modulus elastisitas yang tinggi dan memiliki densitas serta ketahanan impact yang baik.1,25 Polyethylene fiber memiliki pattern khusus yaitu cross linked locked stitch sehingga dapat meningkatkan stabilitas, kekuatan, dan modulus elastisitas sehingga dapat mencegah fraktur. Ketika terjadi tekanan yang besar pada struktur gigi, fiber berperan untuk menyerap dan mendistribusikan tekanan pada gigi.4 Selain itu, polyethylene fiber memiliki warna putih sehingga banyak digunakan pada aplikasi dental terutama yang mementingkan estetis.30 Beberapa penelitian mengatakan penggunaan polyethyelene fiber terbatas karena buruknya ikatan antara fiber dan resin yang berpotensial menyebabkan peningkatan adhesi mikroba rongga mulut ke fiber reinforced composite.

Gambar 4. a. Gambaran SEM menunjukkan tidak adanya gap antara dentin dengan restorasi resin komposit flowable dan Ribbond THM b. Gambaran SEM polyethylene ribbond fiber yang mengalami fraktur 30

2.7.1.3 Glass Fiber

Glass fiber merupakan fiber yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Glass fiber terbentuk oleh pemanasan bahan baku (pasir, kaolin, batu kapur, dan colemanite) pada oven dengan temperatur 1600 0C. Cairan massa dari glass diibaratkan seperti 10-24 µm fibers.

Glass fiber memiliki beberapa keunggulan yaitu high tensile strength, low extensibility, compression dan impact yang sangat baik, harga yang terjangkau dan memiliki warna transparan yang sangat cocok digunakan untuk aplikasi dental karena memberikan estetis yang baik. Selain itu, faktor terpenting dibalik keberhasilan glass

(40)

fiber yaitu pada adhesi yang baik antara glass fiber dengan matriks polimer melalui silane coupling agent. Glass fiber memiliki kekuatan mekanis yang sangat baik diantaranya yaitu mampu merenggang pada saat menerima gaya tarik dan kembali ke bentuk semula ketika gaya tarik tersebut hilang. Berdasarkan komposisi kimiawi, glass fiber diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu A (alkali), C (chemical resistant), D (dielectric), E (electrical), R (resistant), dan S (high strength). Tipe glass fiber yang sering digunakan sebagai bahan penguat pada komposit yaitu E-glass fiber yang mengandung calcium alumino borosilicate.30

Untuk memudahkan aplikasi klinis dari pemakaian Fiber rerinforced komposit pada tahun 2013 diperkenalkan diskontinius atau resin komposit short fiber reinforced (everX Posterior) sebagai sebuah bahan restorasi resin komposit. Resin komposit ini dimaksudkan untuk digunakan secara bulk pada daerah yang memiliki stress bearing-area yang tinggi terutama pada kavitas yang besar baik pada gigi vital maupun non vital. Bahan ini terdiri dari matriks resin, E-glass fibers, dan inorganik partikel filler.26 Resin matriks terdiri dari BisGMA, TEGDMA, dan PMMA yang membentuk matriks disebut sebagai semi-Interpenetrating Polymer Network (semi- IPN) yang memiliki sifat adhesif yang baik dan e-glass fiber dapat meningkatkan kekuatan matriks polimer. Adanya fiber pada resin komposit bulk fill dikatakan dapat menyerap stress-free shock pada antar permukaan resin. Fiber juga mengganti beberapa bagian dari komposit sehingga dapat mengurangi kontraksi volumetrik.

Penyusutan yang terjadi saat polimerisasi pada resin komposit bulk fill dengan penambahan fiber berbeda dengan resin komposit bulk fill lainnya. Saat peletakan fiber mengarah ke bidang horizontal dari kavitas disebabkan oleh adhesi yang kuat antara resin dan serat silanate, sehingga meminimalkan penyusutan pada bidang horizontal. 31

Penggunaan short fiber composite sebagai basis dikombinasi dengan resin komposit konvensional yang dilakukan oleh Garoushi dkk tahun 2015 menghasilkan persentase celah mikro yang lebih rendah dibandingkan bahan lainnya. Hal ini karena adanya serat pada bahan tersebut akan menyerap stress yang terjadi saat polimerisasi

(41)

dan meningkatkan pelepasan stress oleh matriks sehingga menurunkan celah mikro pada marginal dan meningkatkan adaptasi bahan.

Gambar 5. Hasil penglihatan permukaan fraktur dari short FRC komposit melalui perbesaraan yang berbeda pada SEM menunjukan penyebarluasan retakan fiber (a) dan individual fraktur dari glass fiber.27

2.8 Metode Evaluasi Celah Mikro

Salah satu metode untuk evaluasi tingkat celah mikro pada restorasi adalah adalah melalui penetrasi zat warna dengan pengamatan di bawah stereomikroskop . Zat warna merupakan bahan yang paling sering digunakan karena murah dan mudah digunakan, serta dapat mendeteksi celah mikro tanpa membutuhkan reaksi kimia maupun radiasi.

Kerja stereomikroskop melibatkan dua set sistem optik, yang pada gilirannya menghasilkan pembentukan dua jalur cahaya yang berbeda. Tujuan dari konfigurasi lensa adalah untuk menciptakan gambar tiga dimensi yang lebih jelas. Dengan demikian, dibandingkan dengan mikroskop lain yang memberikan gambar dua dimensi, stereomikroskop lebih unggul. Secara rinci, stereomikroskop memiliki pembesaran objek 1x atau 2x, okuler 10x atau 15x dan pembesaran total sampai 30x, memiliki 2 lensa objektif dan lensa okuler sehingga bayangan 3 dimensi dari pengamatan 2 mata, memiliki bidang penglihatan yang luas dan jarak kerja yang panjang.

(42)

2.9 Kerangka Teori

Restorasi Direk Restorasi Indirek

Resin komposit mengalami polimerisasi shringkage

Dipengaruhi oleh :

Filler

 Inisiator

 Modulus elastisitas

 C-Factor

 Koefisien Ekspansi termal

Cara memimimalisasi polimerisasi shringkage Restorasi Klas II MOD

Fiber Reinforced) Teknik peletakan

Carbon fiber Glass fiber

Flowable

Bulk fill

Celah mikro inkremental

Bulk fill:

Filler ( E-Glass fiber)

Inisiator (ivocerin) Restorasi akhir Gigi paska endodontik

Packable

Polyethylene fiber Resin komposit

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas maka terdapat hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Ada pengaruh penambahan fiber reinforced pada restorasi resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap celah mikro setelah perawatan endodontik 2. Ada perbedaan pengaruh penambahan fiber reinforced pada restorasi

resin komposit bulk fill klas II MOD terhadap celah mikro setelah perawatan endodontik

Gigi setelah perawatan endodontik dengan restorasi klas II MOD

Resin Komposit Bulk Fill + Ever X (GC) short fiber reinforced

composite

Resin Komposit Bulk Fill + Ribbond

(polyethylene fiber reinforced)

Resin Komposit Bulk Fill

Celah mikro

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa HAp cangkang keong unam dengan suhu kalsinasi 900ºC merupakan sampel yang paling baik di antara ketiga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dan perilaku membersihkan gigi dengan status kebersihan rongga mulut (oral hygiene)

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Denga nmengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga penelitian ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan mengenai

Pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause, yang berpengaruh sangat kuat berkaitan dengan kondisi gigi geligi terbanyak yaitu pada Stage IV Grade B dan pada fase menopause

Tarigan AN melakukan penelitian mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) hasil sintesis metode sol-gel dengan suhu