PERIODONSIA RSGM USU DAN PRAKTIK DOKTER GIGI SPESIALIS PERIODONSIA DI KOTA MEDAN: BERKAITAN DENGAN
KONDISI GIGI GELIGI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
GABRIEL JONATHAN PANGGABEAN NIM: 170600198
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
Tahun 2021
Gabriel Jonathan Panggabean
Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU dan Praktik Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Kota Medan: Berkaitan dengan Kondisi Gigi Geligi
xii+60 Halaman
Menopause adalah kondisi ketika masa menstruasi seorang wanita berakhir karena ovarium berhenti memproduksi estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon-hormon tersebut menyebabkan wanita mengalami gejala menopause yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis di Instalasi periodonsia RSGM USU dan Praktik dokter gigi spesialis periodonsia di Kota Medan: berkaitan dengan kondisi gigi geligi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Subjek terdiri dari 60 wanita menopause yang berusia 40-70 tahun. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling.
Alat ukur yang digunakan merupakan skala kualitas hidup yang berkaitan dengan gigi pada penderita periodontitis disusun berdasarkan aspek-aspek kualitas hidup yang berkaitan dengan gigi pada penderita periodontitis yang telah dimodifikasi oleh Pitu Wulandari (2020). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi gigi-geligi pada perempuan menopause penderita periodontitis di Kota Medan sebanyak 40%
memiliki pengaruh sangat kuat, 35% memiliki pengaruh sedang, dan tidak ada satupun yang tidak memiliki pengaruh. Kesimpulan penelitian ini perempuan menopause penderita periodontitis di Kota Medan memiliki pengaruh sangat kuat terhadap kualitas hidup dari aspek kemampuan fisik, hubungan sosial, kesehatan umum, dan psikologi.
Kata Kunci: Kualitas hidup, Perempuan menopause, Gigi-geligi
Daftar Rujukan: 62 (2000-2021)
2021
Gabriel Jonathan Panggabean
Quality of Life of Menopausal Women with Periodontitis at the Periodontology Installation of the RSGM USU and the Practice of a Periodontist in Medan City: Related to Dental Conditions
xii+60 pages
Menopause is a condition when a woman's menstrual period ends because the ovaries stop producing estrogen and progesterone. Decreased levels of these hormones cause women to experience menopause symptoms which can reduce their quality of life. This study aims to determine how the quality of life of postmenopausal women with periodontitis in the periodontics installation of the RSGM USU and the practice of a dentist specialist in periodontics in the city of Medan is related to the condition of the teeth. This study uses descriptive quantitative research methods. The sample consisted of 60 postmenopausal women aged 40-70 years. The sampling technique used is purposive sampling. The measuring instrument used is a quality of life scale related to teeth in periodontitis patients was compiled based on aspects of the quality of life related to teeth in periodontitis patients which had been modified by Pitu Wulandari (2020). The results of this study indicate that the condition of the teeth in menopausal women with periodontitis in Medan City as much as 40% has a very strong influence, 35% has a moderate effect, and none of them has no effect. The conclusion of this study is that postmenopausal women with periodontitis in Medan City have a very strong influence on the quality of life in terms of physical abilities, social relationships, general health, and psychology.
Key Words: Quality of life, Menopausal women, Periodontitis, Teeth
References: 62 (2000-2021)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kuasaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU dan Praktik Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Kota Medan: Berkaitan Gigi Geligi”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan skripsi ini butuh perjuangan dan konsistensi. Keberhasilan dalam menyelesaikan Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Essie Octiara, drrg., Sp. KGA. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Irma Ervina, drg., Sp.Perio(K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
Selalu cepat dalam memberi saran kalau penulis memerlukan sesuatu dalam proses penyelesaian skripsi ini bahkan tak jarang mengingatkan penulis bagaimana perkembangan dalam mengerjakan skripsi ini, Terimakasih banyak dok.
3. Dr. Pitu Wulandari, drg., S.Psi., Sp.Perio(K) dan drg. Martina Amalia, Sp.Perio(K) selaku dosen penguji skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan maupun arahan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi.
4. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio(K). selaku ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
5. Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan penulis selama menjalani masa
penulis dalam hal mencari subjek penelitian dan terus memberi dukungan kepada penulis.
7. Seluruh Dosen dan staff Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa untuk kedua orangtua penulis, terimakasih yang sebanyak- banyaknya kepada mama dan papa tercinta dan kusayangi yang turut serta memberi motivasi dan semangat kepada penulis dalam merampungkan skripsi ini, semoga berkat Tuhan melimpah atas mama dan papa.
9. Teristimewa juga untuk teman saya yaitu Aprilli Gracesonia, yang telah banyak membantu penulis dalam skripsi ini dan sering memberikan motivasi, semangat dan saran kepada penulis.
10. Teman-teman seperbimbingan skripsi di departemen periodonsia yaitu Violin Syahya Jingga dan sahabat tercinta penulis, Romson, Yeheskiel, Angga, Femi, Aliftia yang sudah membantu ketika kesusahan dan saling memberikan semangat.
11. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia mengisi skala penelitian penulis.
12. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam proses penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang Kedokteran Gigi.
Medan, 24 September 2021 Penulis,
Gabriel Jonathan Panggabean
vii
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI ...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 3
1.4.2 Manfaat Praktis ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause ... 5
2.1.1 Definisi Menopause ... 5
2.1.1 Etiologi Menopause ... 6
2.1.3 Klasifikasi Menopause ... 6
2.1.4 Tanda dan Gejala Menopause ... 8
2.1.4.1 Hot Flushes ... 8
2.1.4.2 Gangguan Tidur... 9
2.1.4.3 Sistem Genitouirania ... 9
2.1.4.4 Suasana Hati yang Buruk ... 10
2.2 Penyakit Periodontal ... 10
2.2.1 Definisi Penyakit Periodontal ... 10
2.2.2 Patogenesis Periodontitis ... 12
2.2.3 Klasifikasi Periodontitis ... 14
2.3 Perubahan Hormon Menopause terhadap Jaringan Periodontal ... 17
2.4 Gambaran Jaringan Periodontal pada Perempuan Menopause ... 18
2.5 Kualitas Hidup ... 19
viii
(berkaitan Kondisi Gigi Geligi) ... 22
2.6 Kerangka Teori ... 23
2.7 Kerangka Konsep ... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 25
3.2.2 Waktu Penelitian ... 25
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian ... 25
3.3.1 Populasi ... 25
3.3.2 Subjek ... 25
3.4 Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 26
3.4.1 Kriteria Inklusi ... 26
3.4.2 Kriteria Eksklusi... 26
3.5 Variabel Penelitian ... 26
3.5.1 Variabel Independen ... 26
3.5.2 Variabel Dependen ... 26
3.6 Definisi Operasional ... 27
3.7 Prosedur Penelitian ... 28
3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 29
3.9 Etika Penelitian ... 29
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografi Subjek ... 31
4.2 Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-Geligi ... 34
4.3 Tingkat Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-geligi ... 43
4.4 Kualitas Hidup Subjek per Aspek ... 46
BAB 5 PEMBAHASAN ... 50
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 61
ix
Tabel Halaman
1. Klasifikasi periodontitis berdasarkan Staging ... 16
2. Klasifikasi periodontitis berdasarkan Grading ... 17
3. Definisi Operasional ... 27
4. Data Demografis Subjek Penelitian ... 31
5. Persentase Stage Periodontitis berdasarkan Fase Menopause ... 32
6. Persentase Grade Periodontitis berdasarkan Fase Menopause ... 32
7. Persentase Kehilangan Gigi berdasarkan Fase Menopause ... 33
8. Tingkat Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-Geligi berdasarkan Staging ... 44
9. Tingkat Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-Geligi berdasarkan Grading ... 45
10. Tingkat Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-Geligi berdasarkan Kehilangan Gigi ... 45
11. Tingkat Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berkaitan dengan Kondisi Gigi-Geligi berdasarkan Fase Menopause ... 46
12. Distribusi Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berdasarkan Aspek Kemampuan Fisik ... 47
13. Distribusi Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berdasarkan Aspek Hubungan Sosial ... 48
14. Distribusi Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis berdasarkan Aspek Kesehatan Umum ... 49
15. Distribusi Kualitas Hidup Perempuan Menopause Penderita Periodontitis
berdasarkan Aspek Psikologis ... 49
x
Gambar Halaman
1. Gambaran patogenesis terjadinya penyakit periodontitis ... 13
2. Wawancara pasien secara Langsung ... 29
3. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Penampilan ... 36
4. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Harga Diri ... 37
5. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Kesehatan Umum... 37
6. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Pemilihan Makanan ... 38
7. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Mengunyah Makanan yang Keras ... 39
8. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Kesulitan Berbicara... 39
9. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Kehidupan Keluarga ... 40
10. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Pekerjaan ... 41
11. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Hubungan Sosial ... 41
12. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Suasana Hati ... 42
13. Diagram Batang Persentase Pengaruh terhadap Kecemasan ... 42
xi
FSH : Follicle Stimulating Hormone
JE : Junctional Epithelium
LH : Luteinizing Hormone
MMP-8 : Matrix Metallproteinase-8 MMP-9 : Matrix Metallproteinase-9
OHRQOL : Oral Health-related Quality of Life RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SWAN : Study of Women‟s Health Across the Nation
VMS : Vasomotor Symptoms
WHO : World Health Organization
WHOQOL : World Health Organization Quality of Life
WHOQOL-BREF : World Heath Organization Qualityof Life Bref
xii Lampiran
1. Daftar riwayat hidup
2. Lembar surat etik penelitian
3. Lembar penjelasan penelitian kepada calon subjek penelitian
4. Lembar persetujuan setelah penjelasan penelitian (informed consent) 5. Lembar kuesioner penelitian
6. Data induk penelitian
7. Jadwal pelaksanaan skripsi
8. Output perangkat lunak statistik
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi.
Penyakit periodontal yang terjadi di negara maju dan berkembang telah memengaruhi sekitar 20-50% populasi global.
1Berdasarkan The Global Burden of Disease Study 2016 masalah kesehatan gigi dan mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir dari setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa).
Penyakit periodontal menjadi urutan ke 11 dari penyakit yang paling banyak terjadi di dunia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, karies dan penyakit periodontal adalah dua penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi tertinggi.
Prevalensi penyakit periodontal telah mencapai 60% pada masyarakat Indonesia.
2Fenomena tersebut dapat menggambarkan tingginya risiko masyarakat Indonesia terkena penyakit periodontal. Penyakit periodontal menyerang jaringan yang mengelilingi dan menyangga gigi, yang terdiri dari gingiva, sementum, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar.
3Etiologi penyakit periodontal dapat disebabkan oleh faktor lokal dan faktor sistemik. Umumnya faktor lokal disebabkan oleh plak bakteri, khususnya Porpyromonas gingivalis, Tanerella forsythia, Prevotella intermedia, Triponema denticola yang banyak ditemukan pada periodontitis dengan poket yang dalam. Pada faktor sistemik, salah satunya disebabkan oleh perubahan hormon.
4Menopause merupakan salah satu tahapan kehidupan pada seorang perempuan saat terjadinya fase transisi dari masa reproduktif menjadi non reproduktif.
Menopause dapat ditegakkan secara retrospektif setelah amenore selama 12 bulan
diikuti dengan penurunan hormon estrogen dalam sirkulasi akibat berhentinya fungsi
ovarium.
5Menurunnya kadar hormon estrogen pada menopause menyebabkan
rongga mulut juga mengalami perubahan-perubahan secara fisiologis yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman seperti rasa sakit, rasa panas atau rasa terbakar
(burning mouth), hipofungsi kelenjar saliva, dan atrofi mukosa mulut. Akibatnya, secara klinis perempuan menopause sering mengalami mulut kering karena volume saliva berkurang (dry mouth), meningkatnya karies gigi, pengecapan berkurang, resorpsi tulang rahang, gingivitis, dan periodontitis.
6Defisiensi estrogen akan menyebabkan penurunan regulasi sel-sel imun (makrofag dan monosit) dan merangsang osteoklas yang bertanggung jawab dalam produksi resorpsi tulang yang lebih besar. Lipopolisakarida dilepaskan oleh produk yang berhubungan dengan jaringan periodontal sehingga merangsang plak bakteri biofilm untuk memproduksi inflamasi sitokin, yang selanjutnya akan mengaktifkan osteoklas untuk resorpsi tulang.
7Penurunan kadar estrogen yang disebabkan oleh menopause berkorelasi dengan kehilangan perlekatan jaringan periodontal, serta menjadi faktor terjadinya osteoporosis sehingga mempengaruhi resorpsi tulang alveolar dan dapat mengakibatkan hilangnya gigi.
8Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya fungsi pengunyahan pada lansia yang tak bergigi dan akan berpengaruh pada kesehatan umum karena pemilihan makanan.
8Karies, penyakit periodontal dan kehilangan gigi menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak muncul di masyarakat dan sering menggangu fungsi pengunyahan, bicara, estetis, bahkan hubungan sosial.
9,10Menurut McGrath, hilangnya satu atau beberapa gigi dapat menyebabkan gangguan fungsi dan estetika yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
11Kondisi tak bergigi pada seseorang dapat mempengaruhi patologi otot pengunyahan dan penurunan fungsi pengunyahan sesuai dengan faktor usia. Secara psikologi, gangguan yang dialami menopause adalah menjadi lebih emosional, sulit berpikir logis, gelisah, dan mood swing.
12Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa 75% perempuan yang mengalami menopause merasakan fase menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan 25% lainnya tidak mempermasalahkan hal ini.
13Menurut Williams et al.
menunjukkan bahwa pascamenopause dengan kesehatan mulut yang buruk menunjukkan kualitas hidup yang jauh lebih buruk.
14Hasil penelitian Yoshida et al.
menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kadar estradiol menyebabkan penurunan
aliran saliva, yang berdampak pada kesehatan mulut, termasuk kesehatan jaringan periodontal.
15Hasil penelitian Debaz et al. menunjukkan bahwa pascamenopause dengan periodontitis memiliki kualitas hidup yang lebih buruk daripada subjek yang sehat, dengan dampak fisik, sosial dan piskologis yang signifikan.
16Berdasarkan penjelasan penelitian sebelumnya, terdapat hubungan perempuan menopause dengan periodontitis yang mempengaruhi kualitas hidup pasien, maka penulis tertarik untuk meneliti kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis berkaitan kondisi gigi geligi di Kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis di Instalasi periodonsia RSGM USU dan Praktik dokter gigi spesialis periodonsia di Kota Medan: berkaitan dengan kondisi gigi geligi?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis di Instalasi periodonsia RSGM USU dan Praktik dokter gigi spesialis periodonsia di Kota Medan: berkaitan dengan kondisi gigi geligi.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan referensi yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis.
2. Untuk ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan di kedokteran gigi
tentang kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para masyarakat untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis di Instalasi periodonsia RSGM USU dan Praktik Dokter Gigi Spesialis Periodonsia di Kota Medan: berkaitan dengan kondisi gigi geligi.
2. Hasil penelitian dapat bermanfaat dalam meningkatan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut pada perempuan menopause penderita periodontitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menopause
2.1.1 Definisi Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berarti "bulan" dan peuseis yang berarti "penghentian". Secara linguistik, kata yang lebih tepat untuk menopause adalah menocease yang berarti "masa berhentinya menstruasi".
17Secara medis, menopause dapat didefinisikan sebagai masa penghentian haid untuk selamanya yang artinya menopause adalah fase terjadinya haid atau menstruasi terakhir. Secara fungsional, menopause diartikan sebagai sindrom dimana hormon estrogen menghilang.
18Proses menopause dapat terjadi selama 3 hingga 5 tahun sampai dinyatakan lengkap saat seorang perempuan telah berhenti haid selama 12 bulan.
19Menopause adalah tahap yang normal dalam kehidupan seorang perempuan.
Usia terjadinya menopause dapat dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan, dan pola hidup yang dilakukan seseorang.
19Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2030 jumlah menopause yang berusia di atas 50 ahun diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar. Hal ini menunjukkan akan terjadi peningkatan jumlah menopause di dunia. Sebagian besar (sekitar 80 persen) perempuan tersebut merupakan penduduk di negara berkembang. Setiap tahun populasi menopause meningkat sekitar tiga persen.
Berdasarkan perkiraan, terdapat sekitar 30-40 juta perempuan usia lanjut dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, yaitu 240-250 juta jiwa. Dalam kategori perempuan usia lanjut, usia penduduk perempuan adalah lebih dari 60 tahun dan hampir 100 persen telah mengalami menopause dengan segala akibat dan dampak yang menyertainya.
20Menopause terjadi jika tidak ada haid selama 12 bulan. Pada tahap ini keluhan
klimakterium mulai berkembang. Setelah itu akan terjadi tahap menopause sampai
akhirnya pascamenopause, yaitu tahap awal setelah 12 bulan tidak haid. Tahap
pascamenopause akan dihadapi semua perempuan menopause alamiah dan menopause dini. Menopause dini dapat diakibatkan oleh insidensi tertentu. Gabungan dari masa premenopause dan postmenopause disebut masa perimenopause. Pada masa ini akan terjadi keluhan yang memuncak.
212.1.2 Etiologi Menopause
Menopause disebabkan oleh “matinya” (burning out) ovarium. Selama terjadinya kehidupan seksual seorang perempuan, kira-kira 400 folikel primodial tubuh berubah menjadi folikel vesikuler dan kemudian berevulasi. Sementara itu, beratus-ratus dan ribuan ovum mengalami degenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya beberapa folikel primodial yang tetap tertinggal untuk dirangsang oleh follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Jika jumlah folikel primodial mendekati nol, maka pembentukan estrogen oleh ovarium menjadi berkurang. Pembentukan estrogen akan mencapai tingkat kritis dan estrogen tidak dapat lagi menghambat pembentukan FSH dan LH yang cukup sehingga siklus ovulasi tidak terjadi lagi.
222.1.3 Klasifikasi Menopause
Menopause diklasifikasikan dalam tiga fase, yaitu:
a) Premenopause
Premenopause merupakan peristiwa yang dialami oleh setiap perempuan
dengan rentang usia 40 tahun dan kemudian akan memasuki fase klimakterik. Fase
ini ditandai dengan siklus menstruasi yang teratur dalam 12 bulan terakhir.
23Perubahan endrokrinologik yang terjadi, yaitu fase folikuler yang memendek dan
kadar FSH mulai meningkat sekitar 3-4 tahun sebelum premenopause. Perubahan
tersebut juga mengakibatkan produksi estrogen, inhibin, dan progesteron ovarium
menurun setelah usia 40 tahun. Perubahan tersebut menimbulkan dampak sehingga
perempuan akan mengalami beberapa gejala yang sering dikeluhkan. Sekitar 80%-
90% pramenopause merasakan adanya masalah dan 10%-30% diantaranya
mempunyai keluhan dan masalah berat yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pertolongan medis serta perawatan.
24Fase ini ditandai dengan folikel dalam ovarium mulai berkurang dan berhenti memproduksi estradiol sehingga kelenjar hipofisis berusaha merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen. Hal ini akan menyebabkan kadar FSH, LH, dan estrogen bervariasi, yaitu meningkat dan menurun. Kadar FSH, LH, dan estrogen yang bervariasi ini menyebabkan perempuan mulai merasakan gejala vasomotor atau keluhan menopause.
24b) Perimenopause
Perimenopause adalah fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus menstruasi yang terjadi secara tidak teratur selama 12 bulan terakhir.
23Pada fase ini, jumlah folikel yang mengalami atresia semakin meningkat sehingga folikel tidak tersedia dengan jumlah yang cukup.
Produksi estrogen juga mengalami penurunan sehingga haid tidak terjadi lagi dan akan berakhir pada fase menopause. Oleh karena itu, menopause dapat disebut haid terakhir yang terjadi secara alami. Namun, hal ini tidak terjadi jika perempuan menggunakan kontrasepsi hormonal pada fase perimonopause. Diagnosis menopause merupakan diagnosa retrospektif. Apabila perempuan tidak lagi mengalami haid selama 12 bulan, kemudian dijumpai kadar FSH dalam darah > 40 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka dapat dikatakan perempuan tersebut telah mengalami menopause.
24c) Pascamenopause
Pada fase ini, perempuan tidak mengalami menstruasi dalam 12 bulan terakhir.
23Fase ini ditandai dengan ovarium tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml, dan kadar gonadotropin mengalami peningkatan.
Peningkatan hormon gonadotropin ini disebabkan oleh inhibin yang berhenti
diproduksi karena folikel tidak tersedia dalam jumlah yang cukup. Rendahnya kadar
estradiol akan menyebabkan endometrium menjadi atropik sehingga haid tidak terjadi lagi.
242.1.4 Tanda dan Gejala Menopause 2.1.4.1 Hot Flashes
Hot flashes, atau vasomotor symptoms (VMS) berpengaruh pada sebagian besar perempuan yang menjalani transisi menopause. Hal ini dapat merusak kualitas hidup perempuan secara signifikan. Hot flashes terjadi selama beberapa menit, dimulai dengan kemerahan yang menyebar ke seluruh tubuh bagian atas. Gejala ini disebabkan karena terjadinya peningkatan suhu tubuh yang cepat dan disertai dengan vasodilatasi.
25Hot flushes adalah sensasi hangat yang terjadi secara spontan di bagian dada, leher, dan wajah. Sensasi ini biasanya berlangsung kurang dari 5 menit. Hot flashes dipicu oleh suhu lingkungan, stres, atau makanan yang dikonsumsi.
26Hot flashes yang terjadi pada malam hari lebih hebat sehingga penderita akan merasa gelisah, insomnia, dan merasa tidak nyaman pada dirinya sehingga memerlukan pertolongan medis.
27Penyebab terjadinya hot flashes adalah adanya gangguan mekanisme pengatur suhu di hipotalamus yang dipicu oleh penurunan kadar estrogen pada saat menopause. Ketika estrogen mengalami penurunan, otak akan berpikir bahwa tubuh terlalu panas sehingga hipotalamus memproduksi bahan kimia untuk memperbaiki suhu tubuh palsu ini. Akibatnya, tubuh akan mendinginkan dirinya sendiri, jantung berdetak lebih cepat, pembuluh darah didalam kulit mengalami vasodilatasi untuk melepaskan panas, dan keringat dihasilkan untuk mendinginkan kulit.
28Hot flashes muncul secara tiba-tiba dan biasanya terjadi pada siang hari dan
malam hari. Hot flashes antara perempuan satu dengan yang lainnya memiliki durasi
dan frekuensi berbeda.
29Hot flashes dapat terjadi setiap jam atau setiap hari, dan juga
dapat terjadi hanya sesekali. Pada umumnya, perempuan akan mengalami hot flashes
selama satu atau dua tahun. Sekitar 15% perempuan mengalami hot flashes tanpa
henti selama 10, 20, atau 30 tahun.
30Hot flashes memiliki dampak yang cukup besar
dan sering diremehkan. Hot flashes dapat mengganggu pekerjaan, kegiatan sehari-
hari, dan tidur. Hot flashes juga menyebabkan kelelahan, hilangnya konsentrasi, dan
menimbulkan gejala depresi. Semua hal ini akan mengganggu kehidupan keluarga, fungsi seksual, dan hubungan pasangan.
312.1.4.2 Gangguan Tidur
Penuaan alami sering dikaitkan dengan penurunan kualitas tidur. Namun, sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa transisi menopause akan memperbesar kerusakan tidur.
32Sebuah survei oleh Study of Women‟s Health Across the Nation (SWAN) yang dilakukan terhadap lebih dari 12.000 perempuan menunjukkan bahwa hampir 40% perempuan mengalami kesulitan tidur dan berhubungan dengan waktu transisi menopause, tetapi hal ini tidak tergantung pada usia.
33Gangguan tidur yang terjadi akibat menopause tidak sepenuhnya dijelaskan oleh peningkatan VMS nokturnal karena subanalisis SWAN menunjukkan tidur yang buruk terjadi pada pasien tanpa VMS.
33Mereka menemukan pola gangguan tidur muncul pada transisi menopause awal, kemudian puncaknya pada transisi akhir, dan level umumnya tetap tidak berubah melalui postmenopause.
34The Canadian Longitudinal Study of Women menunjukkan perempuan pada fase pascamenopause lebih sulit untuk tidur dan lebih mungkin mengalami apnea tidur obstruktif daripada pada fase pre atau perimenopause.
34Perempuan yang melaporkan kesulitan tidur mungkin memiliki faktor terkait, yaitu depresi dan kecemasan, merokok, apnea tidur obstruktif, dan aktivitas fisik yang lebih rendah.
332.1.4.3 Sistem Genitouinaria
Gejala menopause genitourinaria merupakan perubahan pada saluran genital
bawah yang terjadi sebagai respons terhadap kekurangan estrogen. Gejalanya adalah
atrofi pada vulva dan vagina, vagina kering, penyempitan dan pemendekan vagina,
prolaps uterus, dan inkontinensia urine.
35Perubahan ini dapat menyebabkan
dispareunia, iritasi, dan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Kekurangan
estrogen akan mengurangi aliran darah ke vagina, mengurangi sekresi vagina,
meningkatkan pH vagina, menurunkan epitel permukaan, dan meningkatkan jumlah
sel parabasal. Dehidrasi jaringan ikat menyebabkan penyempitan arsitektural vagina
dan ruang depan, serta terjadinya atrofi vulva.
33Penggantian estrogen telah dicoba
dan terbukti dapat mengurangi sebagian besar gejala menopause genitourinaria, kecuali inkontinensia urine.
332.1.4.4 Suasana Hati yang Buruk
Selama masa transisi menopause, perempuan berisiko tinggi mengalami depresi, stres, kecemasan, dan tekanan emosional.
36Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan dan perasaan sedih. Perempuan menopause yang mengalami depresi lebih sering merasa sedih. Hal ini terjadi karena mereka kehilangan kemampuan reproduksinya. Selain itu, anak-anak dari menopause yang sudah tumbuh dewasa cenderung sibuk dengan urusan masing-masing, saat itulah perempuan menopause benar-benar merasa kehilangan perannya.
37Suasana hati yang tertekan dan masalah tidur seperti insomnia, terbangun di malam hari, atau bangun lebih awal kemungkinan besar terkait satu sama lain dan harus ditangani secara khusus.
38Perempuan menopause akan mengalami perubahan suasana hati atau emosi secara drastis, merasa tertekan, dan bahkan terpuruk. Gejala depresi yang dialami adalah murung atau letih, sulit tidur pulas terutama menjelang dini hari, lelah terus- menerus, sulit membuat keputusan, merasa bersalah dan sedih, serta memiliki dorongan untuk menangis. Terkadang penderita depresi cenderung suka makan, minum, merokok, dan kehilangan nafsu makan.
39Study of Women‟s Health Across the Nation (SWAN) mempelajari perimenopause selama 5 tahun dan menemukan bahwa gejala depresi akan memuncak pada akhir perimenopause.
33Perempuan yang memiliki riwayat depresi berisiko akan mengalami depresi di masa depan. Sedangkan perempuan tanpa riwayat, akan mengalami depresi selama menopause dengan prevalensi depresi dan/atau kecemasan baru sebesar 16%.
392.2 Penyakit Periodontal
2.2.1 Definisi Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi akibat kehilangan
struktur kolagen pada daerah penyangga gigi sebagai respon dari adanya akumulasi
bakteri di jaringan periodontal.
40Kerusakan jaringan periodontal meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Beberapa perubahan yang terjadi ketika bertambahnya usia yaitu lemahnya daya tahan tubuh, termasuk daya tahan jaringan periodontal terhadap berbagai iritasi, terutama bakteri dan plak.
41Penyebab penyakit periodontal terletak pada proses kumulatif dan akibatnya dapat diperhitungkan berdasarkan ukuran akumulasi plak dan lamanya plak terakumulasi. Penyakit periodontal dapat diklasifikasikan atas gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan inflamasi pada gingiva yang hanya meliputi jaringan sekitar gigi, sedangkan periodontitis adalah inflamasi kronis yang menyerang area gingiva dan jaringan pendukung lainnya.
42Penyakit periodontal juga dapat menjadi manifestasi oral dari beberapa penyakit sistemik seperti kardiovaskuler (hipertensi, jantung iskemik, gagal jantung kongenital, infeksi endokarditis), kelainan endokrin (Diabetes Melitus, kelainan kelenjar tiroid dan paratiroid, serta kekurangan adrenalin), dan penyakit infeksi (hepatitis, tuberkulosis, HIV dan AIDS).
43Periodontitis adalah penyakit peradangan kronis karena adanya interaksi antara biofilm subgingiva dan respon imun host yang kemudian mengarah pada kerusakan jaringan pendukung gigi. Periodontitis disebut juga sebagai penyakit polimikroba yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan jumlah mikroba flora asli di dalam biofilm subgingiva.
44Tanda-tanda klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan periodontitis yaitu deposit plak dan kalkulus supragingiva dan subgingiva, pembesaran gingiva, kemerahan dan hilangnya stippling, adanya resesi gingiva, pembentukan poket periodontal, kehilangan perlekatan, pendarahan pada saat probing, kerusakan tulang baik horizontal maupun vertikal, adanya keterlibatan furkasi, mobiliti gigi, migrasi patologis, dan kehilangan gigi.
40Penyakit periodontitis sering tidak disadari. Hal ini disebabkan karena
penyakit ini berkembang lambat dan tidak memiliki gejala sakit sehingga simptom
dari penyakit periodontitis biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Perkembangan
dari penyakit ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti merokok, diet,
genetik, dan penyakit sistemik.
45Etiologi utama dari penyakit gingivitis dan
periodontitis adalah adanya akumulasi plak pada gigi dan permukaan gingiva pada
daerah dentogingiva junction. Gingivitis yang tidak segera dirawat akan berkembang
menjadi periodontitis walaupun tidak seluruh pasien akan mengalami hal yang sama karena perubahan ini dipengaruhi oleh respon imun dari individu yang mengalami penyakit periodontitis dan perkembangannya.
402.2.2 Patogenesis Periodontal
Menurut Page and Schroeder, tahapan patogenesis terjadinya penyakit periodontal secara histologis dimulai dari gingivitis sampai ke periodontitis. Tahapan ini dibagi menjadi 4, yaitu:
Tahap initial lession, tahapan ini terjadi selama 2-4 hari setelah akumulasi plak. Secara mikroskopis, tidak terlihat adanya inflamasi pada sel.
40Namun, secara klinis tampak terjadi inflamasi kronis dalam tahap rendah yang ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah, bertambahnya permeabilitas pembuluh darah, dan migrasi sel neutrofil dan monosit dari jaringan ikat ke daerah sulkus sehingga terjadi peningkatan cairan pada sulkus gingiva. Peningkatan cairan ini bertujuan agar terjadi flushing action sehingga bakteri dan produk-produknya menghilang.
46Tahap early lession, tahapan ini terjadi setelah 7 hari plak mengalami akumulasi dan berkosubjek sehingga terlihat tanda-tanda klinis awal terjadinya gingivitis. Pada tahap ini terdapat eritema pada gingiva yang diakibatkan oleh permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga laju aliran saliva juga akan meningkat. Hal ini menyebabkan migrasi sel neutrofil dan limfosit (sel T) bertambah banyak agar terjadi fagositosis bakteri. Kemudian sel fibroblas berdegenerasi karena sel tersebut mengalami apoptosis sehingga daerah inflitrasi sel neutrofil meningkat.
40Kolagen mengalami kehancuran yang berakibat pada kerusakan kolagen di daerah apikal dan lateral dari junctional epithelium (JE) yang kemudian akan terbentuk poket gingiva. Poket gingiva akan dimanfaatkan oleh biofilm subgingiva untuk berproliferasi menuju apikal.
46Tahap established lession, tahapan ini berlangsung selama 2-3 minggu. Tahap
ini biasanya dikenal sebagai gingivitis kronis. Perkembangan pada tahap ini
tergantung beberapa faktor seperti deposit plak, respon imun host, dan faktor risiko
(baik lokal ataupun sistemik). Tahap ini didominasi oleh sel plasma dan inflitrasi sel
inflamasi yang banyak di lateral pada JE dan epitel sulkular. Pada tahap ini juga terjadi kerusakan kolagen yang akan terus berpoliferasi dari epitel ke daerah jaringan ikat.
40Neutrofil yang terakumulasi pada jaringan ikat akan melepaskan komponen ekstraseluler lisomal yang menyebabkan kerusakan jaringan. Komponen utama yang akan dilepaskan adalah Matrix Metallproteinase-8 (MMP-8) dan MMP-9. Pada daerah junctional epithelium dan epitel sulkular akan terbentuk poket akibat akumulasi dari penumpukan sel neutrofil.
46Tahap Advanced lession, tahapan ini merupakan transisi dari gingivitis menjadi periodontitis. Secara histologis, pada tahap ini terjadi kerusakan kolagen yang berlanjut sampai ke daerah ligamen periodontal dan tulang alveolar.
40Sel neutrofil dan sel plasma merupakan sel yang dominan ditemukan di dalam poket periodontal. Junctional epithelium akan berpindah ke daerah apikal sehingga terjadi resorpsi tulang yang mengakibatkan poket terbentuk semakin dalam. Hal ini akan menciptakan kondisi yang anerob, hangat, dan lembab sehingga menciptakan keadaan yang ideal untuk menjadi tempat berkembangnya beberapa spesies bakteri.
Akibatnya, akumulasi plak di daerah apikal semakin banyak dan akan membuat kontrol plak semakin sulit untuk dilakukan. Dampak dari hal ini adalah terjadinya kerusakan serat-serat kolagen yang terus-menerus pada daerah ligamen periodontal, resopsi tulang yang berlanjut, dan migrasi JE ke arah apikal.
46Gambar 1. Gambaran patogenesis terjadinya penyakit periodontitis
46Lesi awal Lesi mapan Lesi lanjutan
(kehilangan tulang) Lesi dini
2.2.3 Klasifikasi Penyakit Periodontal
Klasifikasi Penyakit Periodontal menurut American Academy and
Periodontology (AAP) tahun 2017Klasifikasi baru (2017) penyakit periodontal dan peri-implan sangat berpengaruh terhadap praktik klinis yang berhubungan dengan spesialisasi periodontal dan implan. Salah satu perubahan dari klasifikasi ini adalah penghapusan istilah Periodontitis Agresif dan Kronis yang diganti menjadi satu kategori, yakni
“Periodontitis”. Klasifikasi ini juga memperkenalkan tentang staging dan grading yang serupa dengan penggunaan staging dan grading pada bidang onkologi selama bertahun-tahun. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi klasifikasi diagnostik periodontal multidimensi dan memungkinkan dokter gigi untuk memberi diagnosis individual dan rencana perawatan secara khusus untuk setiap pasien. Tingkat keparahan dan luasnya penyakit didasarkan pada tingkat kerusakan dan kerusakan jaringan yang dapat diukur. Selanjutnya, kompleksitas akan ditentukan dengan cara menilai beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu pengendalian penyakit serta mengelola fungsi dan estetika jangka panjang.
47Staging dan Grading pada Periodontitis
Klasifikasi periodontitis terbaru merupakan hasil dari World Workshop on the
Classification of Periodontal and Peri‐implant Diseases and Conditions tahun 2017,
yaitu menyetujui klasifikasi periodontitis yang lebih dikarakteristikkan berdasarkan
sistem staging dan grading multidimensional. Staging didasarkan pada tingkat
keparahan dan luasnya oenyakit, sedangkan grading memberikan informasi tambahan
mengenai gambaran biologis dari penyakit.
48Staging melibatkan empat kategori (stage 1-4) yang ditentukan setelah mempertimbangkan beberapa variabel termasuk kehilangan perlekatan klinis, jumlah dan persentase kehilangan tulang, kedalaman probing, cacat tulang angular, keterlibatan furkasi, mobiliti gigi, dan kehilangan gigi karena periodontitis.
48Struktur grading mempertimbangkan karakteristik biologis tambahan pasien dalam memperkirakan kecepatan dan kemungkinan perkembangan periodontitis.
Grading mencakup tiga level (grade A – risiko rendah, grade B – resiko sedang,
grade C - resiko tinggi) termasuk aspek yang berhubungan dengan perkembangan
periodontitis, status kesehatan umum, merokok dan level kontrol metabolik
48.
Tabel 1. Klasifikasi periodontitis berdasarkan Staging
Periodontitis stage Stage I Stage II Stage III Stage IV Kepara
han
Kehilangan perlekatan pada daerah dengan kehilangan terparah
1-2 mm 3-4 mm ≥5 mm ≥5 mm
Kehilangan tulang radiofraf
1/3 korona (<15%)
1/3 korona (15%-30%)
Meluas hingga lebih dari 1/3 tengah akar
Meluas hingga lebih dari 1/3 tengah akar
Kehilangan gigi
Tidak ada kehilangan gigi karena periodontitis
Kehilangan gigi ≤4 gigi karena periodontitis.
Kehilangan gigi
≥5 gigi karena periodontitis.
Kepara han
Lokal Maksimal kedalaman probing ≤4 mm.
Kehilangan tulang dalam arah horizontal
Maksimal kedalaman probing ≤5 mm.
Kehilangan tulang dalam arah
horizontal
Ditambah keparahan stage 2:
Kedalam probing ≥6 mm.
Kehilangan tulang dalam arah vertikal ≥3 mm.
Keterlibatan furkasi kelas 2-3.
Kerusakan sedang pada ridge
Ditambah keparahan stage 3:
Membutuhkan rehabilitas kompleks karena:
- Disfungsi mastikasi - Trauma
mastikasi sekunder (derajat kegoyangan gigi ≥2 mm.
- Kerusakan parah pada ridge.
- Kegagalan gigit, drifting, flaring.
- <20 gigi tersisa (10 pasang gigi antagonis) Perluas
an dan distribu si
Tambahan deskripsi stage
Pada setiap stage, deskripsi perluasan sebagai:
Lokalisata (<30% gigi terlibat)
Generalisata, atau
Pattern molar/insisif
Tabel 2. Klasifikasi periodontitis berdasarkan Grading
Periodontitis grade Grade A:
Perjalanan penyakit lambat
Grade B:
Perjalanan penyakit sedang
Grade C:
Perjalanan penyakit cepat Kriteria
utama
Kejadian langsung
Data
longitudinal (kehilangan tulang dalam radiograf/CAL)
Tidak ada kehilangan tulang dalam 5 tahun
<2 mm dalam 5 tahun.
>2 mm dalam 5 tahun.
Kejadian tidak langsung
% kehilangan tulang/usia
<0,25 mm 0,25 - 1,0 mm >1,0 mm
Kasus fenotip Deposit biofilm banyak dengan tingkat kerusakan yang rendah
Destruksi berhubungan dengan deposit biofilm
Destruksi berlebih menyebabkan deposit viofilm yang berlebihan;
tampilan klinis spesifik Modifikasi
grade
Lokal Merokok Tidak
Merokok
Merokok <10 batang rokok/hari
Merokok ≥10 batang rokok/hari Diabetes Tidak
diabetes
HbA1c <7,0%
pada pasien diabetes
HbA1c
≥7,0% pada pasien diabetes.
2.3 Perubahan Hormon Menopause terhadap Jaringan Periodontal
Hormon steroid secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi diferensiasi, proliferasi, dan pertumbuhan sel pada jaringan target, termasuk keratinosit dan fibroblas di gingiva. Estrogen menginhibisi pembuatan sitokin inflamasi yang penting untuk resorpsi tulang, dan defisiensi hormon ini dapat menyebabkan inflamasi gingiva pada saat periodontitis yang lebih parah dan kehilangan tulang di rongga mulut.
49Ada dua teori untuk tentang hormon ini pada sel: a) perubahan keefektifan
epitel penghalang pada serangan bakteri dan b) efek pada kolagen perawatan dan
perbaikan. Estradiol dapat menginduksi proliferasi seluler sambil menghambat
produksi protein pada kultur fibroblas gingiva perempuan premenopause. Berlawanan
dengan efek stimulasi estrogen pada proliferasi fibroblas gingiva, produksi protein kolagen dan protein non-kolagen menurun ketika konsentrasi fisiologis estradiol dimasukkan ke dalam kultur fibroblas. Dalam sel ligamen periodontal perempuan, estrogen memicu penurunan in vitro sintesis kolagen fibroblas. Hormon steroid juga telah ditunjukkan untuk meningkatkan laju metabolisme folat di mukosa mulut.
Karena folat diperlukan untuk pemeliharaan jaringan, peningkatan metabolisme dapat menghabiskan simpanan folat dan menghambat perbaikan jaringan.
49,50Pada pascamenopause, hormon estrogen dan progesteron diproduksi mengalami penurunan.
43Hormon estrogen dimediasi oleh dua subtipe reseptor estrogen yaitu, reseptor estrogen
dan reseptor estrogen ß. Hormon yang berperandalam pertumbuhan sel epitel mukosa mulut, kelenjar saliva, dan gingiva adalah estrogen ß.
51Jika hormon estrogen yang diproduksi mengalami penurunan, maka akan terjadi perubahan pada proses maturisasi (pematangan sel) yang dapat menyebabkan penipisan dan atropi epitel sehingga mudah terjadi iritasi.
51Hormon estrogen juga berperan penting dalam menjaga homeostasis tulang termasuk pada tulang rahang.
43Pada pascamenopause akan terjadi penurunan densitas tulang rahang sehingga membuat jaringan periodontal lebih rentan terhadap penyakit.
43Pada pascamenopause memiliki risiko kehilangan gigi meningkat empat kali lipat, perempuan tersebut diprediksi akan mengalami kehilangan gigi setiap 1%
pertahunnya, dan menurunnya kepadatan mineral tulang di seluruh tubuh. Selain itu, perempuan dengan osteoporosis yang parah tiga kali lebih mungkin mengalami edentulus dibandingkan perempuan yang sehat (dengan kontrol usia yang sama).
332.4 Gambaran Jaringan Periodontal pada Menopause
Menopause menyebabkan beberapa perubahan fisiologis didalam tubuh
berkaitan dengan perubahan hormon yang berdampak serius pada kesehatan
perempuan dengan meningkatan beberapa resiko penyakit seperti osteoporosis,
penyakit kardiovaskuler, alzheimer dan termasuk pada jaringan rongga mulut.
52Perubahan jaringan periodontal yang biasa terjadi pada menopause adalah
menipisnya keratinisasi pada epitel, berkurangnya aliran saliva, mulut kering,
jaringan gingiva berwarna merah atau kepucatan, pendarahan pada saat probing dan menyikat gigi.
49Secara subjektif, perempuan menopause akan mengeluhkan mulut kering, rasa terbakar pada mukosa mulut, dan sakit jika memakan atau minum minuman dingin dan panas. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah perbedaan persepsi rasa asam dan asin, massa-massa otot mastikasi mengecil, yang akan berpengaruh pada kekuatan mengunyah, banyaknya hilangnya gigi mengakibatkan gangguan proses komunikasi dan masalah estetik.
53Secara objektif, dapat diamati secara klinis bahwa kondisi gingiva dan membran mukosa mulut pada perempuan menopause yaitu halus, kering, dan pucat di beberapa bagian, jika terdapat inflamasi maka bagian tersebut menjadi merah, serta dapat terlihat fisur pada beberapa bagian.
53Secara klinis, wanita yang mengalami kekurangan kadar estrogen dalam darah akan mengalami mukosa rongga mulut yang atropi, kering, dan mudah terjadi iritasi serta warna mukosa mulut akan menjadi pucat sampai terjadi eritema sedangkan pada epitel berkeratin akan terjadi gingivostomatitis menopause yang ditandai dengan gingiva menjadi kering, mengkilap, dan mudah berdarah pada probing dan menyikat gigi.
542.5 Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah persepsi individual terhadap posisinya dalam kehidupan. Dalam konteks budaya, terdapat sistem nilai dimana posisi seorang individu dan hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standar, dan lainnya saling terkait satu sama lain. Masalah yang berhubungan dengan kualitas hidup sangat luas dan kompleks. Masalah ini mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan lingkungan dimana mereka berada.
552.5.1 Aspek-aspek Kualitas Hidup
WHO menjabarkan aspek-aspek kualitas hidup yang dikenal World Health
Organization Quality of Life (WHOQOL). Menurut WHOQOL Group kualitas hidup
terdiri dari enam domain yaitu (1) kesehatan fisik, (2) kesejahteraan psikologis, (3)
tingkat kemandirian, (4) hubungan sosial, (5) hubungandengan lingkungan, (6) keadaan spiritual. WHOQOL 1996 di revisi menjadi instrumen World Heath Organization Qualityof Life Bref version (WHOQOL-BREF) dimana enam domain tersebut dipersempit menjadi empat domain yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan.
56a) Aspek Kesehatan fisik
Kesehatan fisik memengaruhi kemampuan individu dalam melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman- pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.
Cakupan kesehatan fisik, yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak), sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja.
b) Aspek hubungan sosial
Aspek hubungan sosial merupakan hubungan antara dua individu atau lebih yang saling memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial sehingga dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Cakupan dari hubungan sosial ini, yaitu hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.
c) Aspek psikologis
Aspek psikologis berhubungan dengan keadaan mental individu. Keadaan
mental mengarah pada mampu atau tidaknya seorang individu untuk menyesuaikan
diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik
tuntutan dari dalam diri maupun dari luar diri individu tersebut. Aspek psikologis
juga berhubungan dengan aspek fisik, dimana seorang individu dapat melakukan
suatu aktivitas dengan baik jika individu tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan
psikologis mencakup bodily image dan appearance, perasaan positif, perasaan
negatif, self esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.
d) Aspek lingkungan
Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu yang terdiri dari keadaan dan ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber financial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan social care termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta transportasi.
2.5.2 Kualitas Hidup Dalam Aspek Kesehatan Gigi dan Mulut
Menurut WHO pada tahun 2013 kesehatan mulut didefinisikan sebagai keadaan bebas dari sakit mulut dan wajah kronis, kanker mulut dan tenggorokan, luka mulut, cacat lahir seperti celah bibir dan langit-langit, penyakit periodontal, kerusakan gigi dan kehilangan gigi, dan lainnya yang merupakan penyakit dan gangguan yang mempengaruhi rongga mulut. Individu yang memperhatikan penampilan pada wajah mereka memiliki standar kualitas hidup yang lebih rendah dan cenderung mengisolasi diri dari masyarakat dan interaksi sosial.
55Oral Health-related Quality of Life (OHRQOL) adalah konstruksi
multidimensi yang berpengaruh terhadap kenyamanan individu saat makan, tidur,
terlibat dalam interaksi sosial, harga diri, dan kepuasan yang berhubungan dengan
kesehatan mulut.
55Saat ini telah terjadi perubahan kriteria hasil perawatan gigi/medis
klinis tradisional dari yang hanya berfokus pada penyakit seperti karies, gingivitis,
periodontitis, dan lainnya menjadi sistem penyampaian kesehatan mulut yang lebih
berpusat pada pasien dan berfokus pada pengalaman sosial, emosional dan fisik
seseorang. Dengan kata lain, diperlukan penanganan terhadap keluhan kesehatan
pasien dan mempertimbangkan dampak penyakit pasien terhadap kualitas hidupnya.
55Kualitas hidup terkait kesehatan mulut dapat membantu dalam membuat keputusan klinis dengan mempertimbangkan keinginan pasien serta memperhatikan kebutuhan emosional dan fisik pasien.
572.5.3 Kualitas Hidup pada Perempuan Menopause Penderita Periodontitis (Berkaitan dengan Kondisi Gigi Geligi)
Saat ini, perempuan mendapat banyak perhatian karena berhubungan dengan masalah kesehatan mulut pada pascamenopause.
8Penelitian telah menunjukkan bahwa berkurangnya kadar estrogen karena menopause berkorelasi dengan kehilangan perlekatan jaringan periodontal merupakan faktor terjadinya osteoporosis yang mempengaruhi resorpsi tulang alveolar dan hilangnya gigi.
16Perempuan pascamenopause akan berfokus pada estetika sepertiga bagian bawah wajah, tidak seperti perempuan umumnya yang lebih fokus dalam memperhatikan estetika pada kulit dan hidung. Gigi yang berfungsi sebagai estetika akan berpengaruh terhadap citra diri dan kesehatan mulut yang akan berdampak pada kesejahteraan perempuan menopause.
58Masalah yang biasanya terdapat pada bidang kesehatan gigi dan mulut adalah gangguan fungsi kunyah akibat perubahan gigi.
58Hasil penelitian Wong menemukan bahwa kehilangan gigi geligi dapat memengaruhi keadaan fisik dan psikologis, seperti kurangnya percaya diri dan keterbatasan aktivitas sosial.
59Kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap alveolar ridge yang berakibat pada perubahan dimensi vertikal dan status kesehatan gigi dan mulut.
60Beberapa faktor penting yang berhubungan dengan kehilangan gigi dan
osteoporosis, yaitu usia lanjut, pendidikan yang buruk, penyakit kronis, tembakau dan
penggunaan alkohol, kebersihan mulut, dan diet yang tidak sehat.
58Perilaku
kebersihan mulut, seperti menyikat gigi, flossing, scaling secara teratur, dan
kunjungan sangat direkomendasikan karena sangat penting untuk mempertahankan
gigi dan menjaga kesehatan mulut.
82.6 Kerangka Teori
Perempuan Menopause
Perubahan Kondisi Oral
Perubahan kondisi gigi geligi Perubahan Hormon
Keparahan Penyakit Jaringan Periodontal
Gingivitis
Periodontitis Perubahan
Fisik
Perubahan Psikologis
Kualitas
Hidup
2.7 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Keparahan
periodontitis pada perempuan menopause penderita
periodontitis
Kualitas hidup terkait
kondisi gigi geligi
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei deskriptif, yang bertujuan mendeskripsikan dan menggambarkan kualitas hidup perempuan menopause penderita periodontitis di Instalasi periodonsia RSGM FKG USU dan Praktik dokter gigi spesialis periodonsia di Kota Medan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Pada penelitian ini data diambil berdasarkan status periodontitis pasien di Instalasi periodonsia RSGM FKG USU dan Praktik dokter gigi spesialis periodonsia di Kota Medan tahun 2019 sampai dengan 2021.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2021 sampai dengan Agustus 2021.
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien menopause penderita periodontitis yang datang ke Instalasi periodonsia RSGM USU dan praktik dokter gigi spesialis periodonsia selama periode 2018 sampai dengan 2021.
3.3.2 Subjek
Pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu pengambilan subjek secara purposive yang dilakukan dengan cara
memilih objek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti berdasarkan
batasan karakteristik dan ciri-ciri yang terdapat dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Perempuan menopause penderita periodontitis yang datang ke Instalasi periodonsia RSGM FKG USU dan praktik dokter gigi spesialis periodonsia pada tahun 2018-2021.
2. Perempuan yang masuk kedalam tahap premenopause, perimenopause dan pascamenopause yang berusia 40-70 tahun.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Status pasien yang tidak memiliki data rekam medik yang lengkap.
2. Pasien yang memiliki penyakit diabetes melitus tidak terkontrol.
3. Pasien yang sedang menjalani masa kehamilan.
3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat keparahan periodontitis pada wanita menopause penderita periodontitis.
3.5.2 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kualitas hidup terkait kondisi
gigi geligi.
3.6 Definisi Operasional Tabel 3. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur 1 Periodontitis Pasien yang
didiagnosis periodontitis berdasarkan klasifikasi AAP tahun 2017, penentuan stage dan grade berdasarkan kehilangan perlekatan dan rontgen foto.
Didiagnosis penyakit periodontitis pada rekam medis
Hasil ukur dinyatakan:
Klasifikasi AAP