• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi NAFISAH FIRLY RANGKUTI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi NAFISAH FIRLY RANGKUTI NIM :"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

HIDROKSIDA SETELAH DILAKUKAN DIRECT PULP CAPPING PADA MOLAR SATU

MAKSILA TIKUS WISTAR (PENGAMATAN 2 MINGGU)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

NAFISAH FIRLY RANGKUTI NIM : 150600101

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2019

Nafisah Firly Rangkuti

Perbedaan Pembentukan Dentinal Bridge antara Pasta ZOE-Karbonat Apatit dengan Kalsium Hidroksida setelah Dilakukan Direct Pulp Capping pada Molar Satu Maksila Tikus Wistar (Pengamatan Selama 2 Minggu)

ix+58 Halaman

Karies yang tidak dilakukan perawatan akan berdampak pada kesehatan jaringan keras gigi hingga meluas ke pulpa, Terbukanya pulpa karena karies akan diikuti oleh infeksi pulpa, sehingga memerlukan perawatan. Perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping. Karbonat apatit merupakan biomaterial kelompok biokeramik yang digunakan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi, karena mampu berikatan dengan struktur tulang dan menstimulasi pembentukan jaringan keras, membentuk formasi lapisan hidroksi apatit yang menyerupai fase mineral tulang serta menghasilkan adaptasi yang baik antara semen apatit dan jaringan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon inflamasi, reaksi odontoblas, dan pembentukan dentinal bridge pada pasta ZOE-karbonat apatit dan Ca(OH)2.

Rancangan penelitian menggunakan ekperimental post test only control group design secara in vivo. Penelitian ini menggunakan 30 gigi tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pasta ZOE-karbonat apatit, kontrol positif, dan kontrol negatif yang diamati selama 2 minggu. Dua gigi molar kiri dan kanan maksila tikus dilakukan direct pulp capping, lalu diaplikasikan bahan perawatan ke dalam kavitas dan ditumpat dengan GIC. Setelah 2 minggu tikus dimatikan dan dilakukan reseksi rahang untuk mengambil gigi molar satu, dan dilakukan perwarnaan HE, dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney

(3)

Hasil uji lanjutan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pasta ZOE-karbonat apatit dan kalsium hidroksida dalam respon inflamasi berupa jenis, intensitas, dan perluasan inflamasi (p>0,05), dan tidak ditemukan perbedaan signifikan pada jenis inflamasi (p>0,05).

Dapat disimpulkan bahwa pasta ZOE-karbonat apatit kurang memicu terjadinya inflamasi dibandingkan kelompok kontrol, dan berpotensi dalam pembentukan dentinal bridge.

Daftar Rujukan : 39 (2003-2019)

Kata Kunci : pasta ZOE-karbonat apatit, Ca(OH)2, direct pulp capping

(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 Juli 2019

Pembimbing Tanda tangan

Essie Octiara., drg., Sp.KGA ...

Nip: 19721015199903 2 001

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 25 Juli 2019

TIM PENGUJI

KETUA : Siti Salmiah, drg.,Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA.,MSc 2. Essie Octiara, drg.,Sp.KGA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Ucapan terima kasih yang tiada henti penulis ucapkann kepada Ayahanda Usdek Syahputra Rangkuti dan Ibunda Lumongga Sari Siregar tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberi dukungan moril maupun materil kepada penulis, juga kepada bang-abang penulis: Riza Rangkuti, Sadam Rangkuti, Hasan Rangkuti, dan Mughni Rangkuti atas motivasi dan doanya selama ini sehingga penulis bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara periode 2016-2021.

2. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing dan Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta memberi ilmu dan arahan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membina dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., Msc dan Siti Salmiah, drg., Sp.KGA atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

6. Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm.Klin., Apt selaku kepala Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Farmasi USU, Kak Tiwi selaku laboran, serta dr.

(7)

Jamaluddin Siregar., Sp. PA selaku ketua Departemen Patologi Anatomi RSUP H.

Adam Malik atas bantuan fasilitas dan bimbingan selama pelaksaan penelitian dan Ayu Panjaitan selaku asisten lab Animal House yang membantu dalam proses pengerjaan penelitian.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, yaitu Desy Praningrum, Khairunnisa Yulia SK, Ummi Hasanah Siregar, dan Rufaidah Adha Harahap yang memberikan semangat dan motivasi tiada henti kepada penulis selama penulisan skripsi. Teman-teman terbaik penulis yaitu Fardah, Cindy, Elviza, Miftah, Dewi, Katya, Ismi, Cempaka, dan kak Adel yang selalu memberi semangat kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Kedokteran Gigi Anak yaitu Novita Sari Sihite yang selalu menjadi teman berkeluh kesah penulis , Endang Pebrina, Melfi Ade, Dicka Fatima, Nurul Masra Tangse yang telah menemani dan membantu dalam mengerjakan penelitian. Teman-teman seperjuangan Departemen IKGA lainnya yaitu Anita, Meilinda, Irda, Christa, Annisa, Tania, Elita dan Sabrina yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama pengerjaan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,didalam penulisan skripsi ini oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya

Medan, 25 Juli 2019 Penulis,

(Nafisah Firly Rangkuti) NIM: 150600101

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi ... 7

2.2 Perawatan Pulp Capping ... 7

2.2.1 Indirect Pulp Capping ... 7

2.2.2 Direct Pulp Capping ... 8

2.3 Bahan Pulp Capping ... 9

2.3.1 Zinc Oxide Eugenol………. 9

2.3.2 Kalsium Hidroksida ... 11

2.4 Proses Inflamasi Terhadap Penyembuhan Pulpa……… 13

2.5 Mekanisme Pembentukan Dentinal Bridge ... 13

2.6 Karbonat Apatit ... 17

2.7 Kerangka Teori... 20

2.8 Kerangka Konsep ………... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

(9)

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.3.3 Besar Sampel ... 22

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 23

3.4.1 Variabel Penelitian ... 23

3.4.2 Definisi Operasional ... 24

3.5 Prosedur Penelitian ... 29

3.6 Analisis Data ... 41

3.7 Etika Penelitian ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pemeriksaan Jenis Inflamasi ... 44

4.2 Pemeriksaan Intensitas Inflamasi ... 45

4.3 Pemeriksaan Perluasan Inflamasi ... 46

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Defenisi operasional ... 24

2. Hasil Pengamatan Jenis Inflamasi ... 45

3. Hasil Pengamatan Intensitas Inflamasi ... 46

4. Hasil Pengamatan Perluasan Inflamasi ... 48

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tahap eksudasi ... 15

2. Dilatasi pembuluh darah yang menunjukkan respon inflamasi (a) dan infiltrasi PMN (b) (setelah 1 minggu) ... 15

3. Proses inflamasi yang terlihat pada pulpa yang terbuka (setelah 1 minggu) ... 15

4. Terlihat adanya barrier jaringan keras yang baru dengan lapisan sel odontoblas dibawahnya pada daerah eksposur. Gambaran tahap pembentukan osteodentin (setelah 2 minggu) ... 16

5. Terlihat adanya lapisan sel odontoblas disekitar pulpa ( setelah 2 minggu) ... 16

6. Terlihat defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk (setelah 2 minggu ... 17

7. Ditemukannya inflamasi sedang tanpa disertai pembentukan jembatan dentin (setelah 15 hari) ... 17

8. Anastesi ketamin secara Intramuskular ... 29

9. Pembukaan mulut tikus Wistar ... 30

10. Disinfeksi gigi molar sebelum preparasi ... 30

11. Preparasi gigi tikus dengan round bur ... 31

12. Kavitas gigi molar yang sudah dipreparasi ... 31

13. Pembersihan kavitas dengan cotton pellet dibasahi larutan salin ... 31

14. Produk Karbonat apatit ... 32

15. Penghalusan karbonat apatit dengan lumpang ... 31

16. Perbandingan bubuk karbonat apatit-pasta ZOE 1:5 ... 32

17. Pencampuran bubuk karbonat apatit dengan ZOE ... 32

18. Pengambilan bahan pulp capping ... 33

19. Pengisian kavitas ... 33

(12)

20. Kavitas diisi dengan pasta ZOE-Karbonat apatit ... 34

21. Perbandingan untuk pengadukan GIC 1:1 ... 34

22. Pengambilan bahan GIC ... 34

23. Penumpatan kavitas dengan GIC ... 34

24. Cara mematikan tikus ... 35

25. Tikus diletakkan di parafin ... 35

26. Pencucian sampel ... 36

27. Sampel direndam dalam formalin 10% ... 36

28. Parrafin blok ... 37

29. Pengisian cairan parrafin ... 37

30. Pemotongan blok jaringan... 37

31. Perendaman dalam waterbath ... 38

32. Pemisahan jaringan dan paraffin ... 38

33. Perendaman kaca objek ... 39

34. Pewarnaan kaca objek ... 39

35. Histologi gigi molar tikus Wistar setelah dilakukan direct pulp capping dan diobservasi selama 2 minggu ... 43

36. Reaksi inflamasi yang terjadi pada kelompok perlakuan pasta ZOE- Karbonat apatit ... 49

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Pencatatan Hasil Pengamatan

2. Draft kasar hasil penelitiam dan analisis uji Kruskall-Walis serta Mann-Whitney 3. Ethical Clearance

4. Surat izin penelitian Farmasi USU

5. Surat izin penelitian Lab PA RS H. Adam Malik Medan

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering terjadi dikalangan anak- anak adalah karies gigi. Karies gigi adalah suatu gangguan kesehatan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan keras gigi, dimulai dari kerusakan pada permukaan gigi mulai dari enamel, dentin, dan meluas ke arah pulpa. Faktor yang menyebabkan terjadinya karies yaitu host, mikroorgansime, substrat, dan waktu.1

Menurut American Academy Pediatric Dentistry (AAPD), 70% anak-anak usia 2-5 tahun memiliki karies.2 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi karies aktif pada penduduk Indonesia kelompok umur di atas 12 tahun sebesar 46,5% dan yang bebas karies sebesar 27,9%. RISKESDAS tahun 2013, sebesar 10,4% anak berusia 1-4 tahun mengalami permasalahan gigi dan mulut, dan hanya 25,8% anak yang mendapatkan perawatan.2,3,4

Karies yang tidak dilakukan perawatan akan berdampak pada kesehatan pulpa.

Karies yang meluas hingga ke kamar pulpa dapat menimbulkan rasa sakit pada anak sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas anak. Gigi sulung yang telah rusak hingga ke area pulpa dapat dipertahankan sehingga tetap berfungsi sampai pergantian gigi permanen. Terbukanya pulpa karena karies akan diikuti oleh infeksi pulpa, sehingga memerlukan perawatan pada pulpa agar gigi tetap sehat.5,6

Perawatan pulp capping ada dua yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping. Direct pulp capping adalah prosedur perawatan dimana gigi dalam kondisi pulpa terbuka yang reversible lalu ditutupi dengan bahan biokompatibel yang sesuai dengan tujuan untuk mempertahankan fungsi dan vitalitas pulpa, serta mengurangi terjadinya cedera tambahan terhadap jaringan dan merangsang proses penyembuhan melalui dentin reparatif dalam pembentukan dentinal bridge.7,8.

ZOE berbahan dasar zinc oxide dengan campuran liquid eugenol yang memiliki efek sedatif pada dentin yang terbuka, dan telah digunakan dalam bidang kedokteran gigi selama bertahun-tahun sebagai basis, liners, semen dan bahan restorasi sementara

(15)

kedokteran gigi.9,10 Sedian campuran zinc oxide dan eugenol merupakan bahan pengisi saluran akar yang pertama kali direkomendasikan dengan tingkat keberhasilan yang sedang sampai tinggi untuk pengisian saluran akar gigi sulung yang mengalami infeksi kronis.5

Adapun yang menjadi gold standard dan yang paling umum digunakan dalam bahan pulp capping yaitu kalsium hidroksida (CaOH)2. Kalsium hidroksida memiliki sifat antibakteri, dan kemampuan dalam merangsang odontoblas dan sel pulpa lainnya untuk membentuk dentin reparatif.9,11,12 Kalsium hidroksida memiliki kekurangan seperti adanya tunnel deffect, toksisitas, kurangnya melekat pada dentin serta dapat terjadi nekrosis.13,14

Beberapa peneliti menunjukkan bahwakeberhasilan kalsium hidroksida sebagai bahan pulp capping masih bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Untuk mengembangkan dan menguji bahan pulp capping khususnya direct pulp capping yang dilihat dari beberapa kekurangan kalsium hidroksida agar memberikan hasil klinis yang lebih baik, sehingga diperlukan bahan alternatif lain.11,15

Pembentukan dentinal bridge sering dianggap sebagai indikasi keberhasilan pulp capping. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dentinal bridge dapat dibentuk setelah perawatan pulp capping dengan berbagai bahan.16 Kegagalan pembentukan dentinal bridge pada perawatan pulp capping berhubungan dengan usia pasien, derajat trauma, bahan kaping pulpa, adanya mikroorganisme yang mengontaminasi pada pulpa tebuka. Pembentukan dentinal bridge dipengaruhi oleh besar daerah pulpa yang terbuka dan bahan yang digunakan.17

Karbonat apatit adalah biomaterial pengganti tulang yang bersifat bikomopatibilitas, bioaktif, dan osteokonduktif.18 Karbonat apatit dengan merek dagang ®Gama-CHA dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada merupakan komposit yang terdiri dari karbonat apatit dan kolagen yang terdenaturalisasi yang berfungsi untuk mempercepat proses regenerasi tulang. Kelebihan karbonat apatit (CHA) dalam produk ini antara lain: 1) merupakan komposisi pada tulang manusia, 2) dapat diresorbsi dengan baik oleh osteoklas, 3) memacu pertumbuhan tulang secara sempurna. Karbonat apatit diproduksi tanpa menggunakan bahan kimiawi, dan secara

(16)

biomimetis yaitu sesuai dengan kondisi fisiologis pada tubuh yang identik dengan tulang manusia yang dapat menjamin keberhasilan suatu perawatan yang diinginkan.

Peneliti telah membuktikan keberhasilan karbonat apatit dalam berikatan dengan protein-protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan baru sehingga dapat memicu pertumbuhan tulang.19

Proses pembentukan tulang diawali dengan proses inflamasi, sel-sel inflamasi dan fibroblas menginfiltrasi daerah luka bersamaan dengan osteoblas membentuk jaringan granulasi dan meningkatkan pertumbuhan vaskuler serta migrasi sel-sel mesenkim. Osteoblas berasal dari sel osteoprogenitor yang merupakan sel pembentuk tulang yang berperan dalam pembentukan dan proses mineralisasi tulang.19,20

Pengaplikasian ZOEmenunjukan terjadinya inflamasi kronis yang akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder.

Peneliti lain menunjukkan bahwa pengaplikasian ZOE merangsang pembentukan dentin tersier.21 Mekanisme pembentukan dentinal bridge diawali dengan sel odontoblas yang berada pada daerah yang mengalami jejas yang berlanjut menjadi nekrosis. Sel-sel lain pada jaringan pulpa terutama sel fibroblas yang tidak mengalami jejas akan mengalami mitosis menjadi sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi yang dibantu oleh sel odontoprogenitor, kemudian sel tersebut akan berdifererensiasi kembali menjadi sel odontoblast, sel fibroblas atau sel pulpa baru. Sel yang telah berdiferensiasi kembali, terutama sel fibroblast akan menghasilkan serabut kolagen yang akan mebentuk suatu lapisan kolagen yang akan mengalami mineralisasi membentuk dentin tubular.22 Mekanisme selanjutnya, sel odontoprogenitor yang mendapat rangsangan berupa signal molekul sepesifik akan berdiferensiasi menjadi sel odontoblas yang akan membentuk osteodentin.23,24

Berdasarkan latar belakang ini, penulis tertarik untuk melalukan penelitian terhadap keberhasilan karbonat apatit-pasta ZOE dalam pembentukan dentinal bridge dalam perawatan direct pulp capping yang akan diuji cobakan pada gigi molar rahang atas tikus Wistar dan akan dilakukan pengamatan selama 2 minggu terhadap pembentukan dentinal bridge menggunakan mikroskop cahaya yang nantinya

(17)

diharapkan dapat diaplikasikan terhadap perawatan direct pulp capping didunia kedokteran gigi anak.

1.2 Rumusan Masalah Umum :

1. Apakah ada perbedaan respon inflamasi terhadap pulpa antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu ?

2. Apakah ada perbedaan terbentuknya sel odontoblas antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu ?

3. Apakah ada perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu ?

Khusus :

1. Apakah ada perbedaan tipe inflamasi, intensitas inflamasi, serta perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu ?

2. Apakah ada perbedaan kontinuitas, morfologi, serta ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu?

1.3 Tujuan Penelitian Umum :

1. Mengetahui perbedaan respon inflamasi terhadap pulpa antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

(18)

2. Mengetahui perbedaan terbentuknya sel odontoblas antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

3. Mengetahui perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

Khusus :

1. Mengetahui perbedaan tipe inflamasi, intensitas inflamasi, serta perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

2. Mengetahui perbedaan kontinuitas, morfologi, serta ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

1.4 Hipotesis Penelitian Umum:

1. Adanya perbedaan respon inflamasi terhadap pulpa antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

2. Adanya perbedaan terbentuknya lapisan sel odontoblas antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

3. Adanya perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE- Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

Khusus :

1. Adanya perbedaan tipe inflamasi, intensitas inflamasi, serta perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida

(19)

sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

2. Adanya perbedaan kontinuitas, morfologi, serta ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 2 minggu.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai kontribusi keilmuan untuk mengungkap efektivitas campuran bahan karbonat apatit-pasta ZOE dalam pembentukan dentinal bridge dalam perawatan direct pulp capping pada anak.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dikembangkan sebagai bahan alternatif dalam perawatan direct pulp capping dengan bahan bahan karbonat apatit untuk mempertahankan agar pulpa tetap vital.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi

Karies adalah suatu gangguan kesehtan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan keras gigi, dimulai dari kerusakan pada permukaan gigi, mulai dari enamel, dentin, dan meluas ke arah pulpa. Perkembangan karies menyebabkan kerusakan jaringan keras enamel dan dentin yang diikuti oleh kerusakan jaringan pulpa.1

Menurut RISKESDAS tahun 2013, sebesar 10,4% anak berusia 1-4 tahun mengalami permasalahan gigi dan mulut, dan hanya 25,8% anak yang mendapatkan perawatan. Data dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), sedikitnya 89%

penderita karies adalah anak-anak. Berdasarkan hasil karakteristik survei kesehatan, prevalensi karies gigi pada balita usia 3-5 tahun sebesar 81,7%. Prevalensi karies gigi menurut kelompok usianya, usia 3 tahun sebesar 60%, usia 4 tahun sebesar 85% dan usia 5 tahun sebesar 86,4%, dengan demikian balita merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi.3,4

Faktor yang menyebabkan terjadinya karies yaitu host, mikroorgansime, substrat, dan waktu. Karies gigi terjadi dengan serangkaian proses yang terjadi dengan saling berhubungannya faktor-faktor tersebut sehingga nantinya akan berdampak pada kesehatan pulpa yang menimbulkan rasa sakit dan infeksi kronis.1

2.2 Perawatan Pulp Capping

Pulp capping adalah suatu perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan meletakan suatu bahan yang biokompatibel diatas pulpa.

Perawatan pulp capping terbagi 2 jenis, yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping.7,8

2.2.1 Indirect Pulp Capping

Indirect pulp capping merupakan perawatan karies gigi yang sudah mendekati pulpa, dilakukan pembuangan jaringan karies dengan hati-hati, indirect pulp capping

(21)

dilakukan untuk lesi karies yang dalam namun belum mengenai pulpa.

Dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversibel. Semua dentin lunak dihilangkan kemudian di atas dentin sisa diaplikasikan bahan pulp capping, lalu dilakukan restorasi permanen atau tambalan sementara.11

Indikasi indirect pulp capping antara lain tidak ada riwayat nyeri spontan, pulpa dalam kondisi vital, tidak ada riwayat nyeri berlanjut setelah diberi stimulasi suhu dan radiografi menunjukkan tidak adanya lesi periradikuler. Kontra indikasi indirect pulp capping yaitu jika sudah terjadi perforasi pulpa, diindikasikan ke direct pulp capping, pulpa nekrosis, terjadi luksasi berlebihan, nyeri spontan yang tajam dan tidak hilang selama 30 detik atau lebih, pada radiograf terdapat radiolusen pada periapikal.9

Keberhasilan suatu pulp capping dapat dilihat dari tidak adanya keluhan, pulpa tetap vital, dan sensitivitas terhadap rangsangan dingin atau panas yang minimal. Pada pemeriksaan histologis, dapat dilihat terbentuknya dentin reparatif. Evaluasi keberhasilan secara radiografi dengan melihat ada tidaknya area radiolusen di sekitar bahan tumpatan atau bahan pulp capping serta ada tidaknya pelebaran ligamen periodontal.22

2.2.2 Direct Pulp Capping

Direct Pulp Capping merupakan suatu perawatan kaping pulpa langsung yang dilakukan dengan pemberian bahan biokompatibel atau bahan pelindung dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas dan fungsi normal dari jaringan pulpa gigi yang telah terbuka. Penempatan bahan pulp capping secara langsung diatas pulpa dapat menstimulasi terbentuknya dentin reparatif.7-8,11,24

Indikasi dari direct pulp capping yaitu: gigi yang masih vital akibat adanya trauma atau iatrogenik dan tidak ada kelainan, tidak ada rasa sakit spontan, ukuran pulpa yang terbuka harus kecil yaitu tidak lebih dari 1 mm2, pulpa terbuka akibat proses karies, bukan karna pulpa sudah terinfeksi bakteri. Secara klinis, lesi karies dengan pulpa yang terbuka minimal, tidak mobiliti, gingiva sekitar gigi sehat, secara radiografi, terlihat lesi karies yang meluas ke arah pulpa disertai terbukanya atap pulpa, ligament periodontal normal, dan tidak ada gambaran radiolusen disekitar apeks maupun

(22)

bifurkasi gigi, dan usia dari pulpa, tingkat keberhasilan yang lebih tinggi pada gigi permanen usia muda karna pulpa masih memiliki suplai darah.9,22

2.3 Bahan Pulp Capping

Salah satu keberhasilan prosedur pulp capping sangat tergantung pada bahan pulp capping. Bahan pulp capping harus biokompatibilitas dan tidak menyebabkan toksik, serta memiliki sifat ideal seperti: dapat merangsang pembentukan dentin reparatif, mempertahankan vitalitas pulpa, dapat melepaskan fluoride untuk mencegah karies sekunder, bersifat bakterisid atau bakteriostatik, melekat pada baik dengan dentin, steril, radiopak, dan memberikan segel bakteri.25 Jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pulp capping yaitu: zink oksida eugenol dan kalsium hidroksida.

2.3.1 Zinc Oxide Eugenol

Zinc Oxide Eugenol (ZOE) pertama kali ditemukan oleh Dr.J.Foster pada tahun 1875 serta diperkenalkan sejak akhir abad-18 tepatnya tahun 1980-an dengan awal penggunaanya berfungsi memiliki efek sedatif pada dentin yang terbuka, dan telah digunakan dalam bidang kedokteran gigi selama bertahun-tahun sebagai basis, liners, semen dan bahan restorasi sementara kedokteran gigi. ZOE berbahan dasar zinc oxide dengan campuran liquid eugenol.9,10,11

Komposisi powder yaitu zinc oxide (Zn O)= 69% sebagai bahan utama, resin putih = 29,3% untuk mengurangi kerapuhan pada semen, magnesium oksida (MgO) dalam jumlah yang kecil, bahan ini bereaksi dengan eugenol dengan cara yang sama dengan zinc oksida, zinc asetat (CH₃COO)₂ atau garam lainnya dalam jumlah hingga 1% memperbaiki kekuatan. Komposisi liquid yaitu eugenol yang bereaksi dengan zinc oxide, merupakan terutama minyak cengkeh 85%, minyak olive dalam jumlah hingga 15%, serta kadang-kadang diberi asam asetat atau cuka sebagai akselerator untuk setting reaksi.10

Eugenol pada ZOE memiliki efek anti inflamasi dan analgesik sehingga kemampuannya dalam meredakan rasa sakit. Pemberian eugenol menunjukkan

(23)

penurunan jumlah infiltrasi sel inflamasi seiring berjalannya waktu setelah diberikan eugenol oleh karena adanya efek anti inflamasi pada eugenol tersebut.26 Terlihat infiltrasi sel inflamasi pada area di bawah jejas, jumlah sel inflamasi lebih padat pada hari ke-1 setelah pemberian, selanjutnya inflamasi sudah mereda dengan berkurangnya infiltrasi sel inflamasi pada hari ke-5, dan sudah tidak terlihat adanya inflamasi pada area di bawah di bawah jejas pada hari ke-14.26

Menurut Sweet (1930) ZOE merupakan bahan yang pertama kali direkomendasikan untuk bahan perawatan saluran akar yang mengalami infeksi kronis.

Bahan dasar seng oksida eugenol memiliki pH 7 dan cocok secara biologis terhadap pulpa. ZOE sebagai bahan direct pulp capping masih diragukan, semua gigi yang ditutup dengan pasta ZOE menunjukkan peradangan kronis, tidak ada penyembuhan pulpa dan tidak ada pembentukan dentinal bridge hingga 12 minggu pasca perawatan.5,11

ZOE pada indirect pulp capping menunjukan kemampuan dalam pembentukan odontoblas, pengaplikasian ZOE menyebabkan terjadinya inflamasi kronis yang akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder. Peneliti lain juga menunjukkan bahwa pengaplikasian ZOE merangsang pembentukan dentin tersier.21

Keuntungan ZOE yaitu secara umum tidak berbahaya, bersifat antiseptik, sifat analgetik ringan pada eugenol yang mengandung minyak sari cengkeh menghasilkan efek sedatif dan anastesi lokal sehingga mengurangi rasa nyeri, memiliki perlekatan baik dengan kavitas, bersifat radiopaque. Kerugian ZOE yaitu adanya resiko dapat melukai benih gigi permanen yang dalam tahap erupsi akibat kekerasan bahan ini, spektrum anti bakteri yang kecil, seringnya terjadi kekurangan pengisian akibat pengaplikasian bahan yang sulit, dapat mengganggu erupsi gigi permanen karna adanya perbedaan kecepatan resorbsi bahan pengisi dengan akar geligi desidui yang dirawat, dimana akar geligi desidui resorbsi lebih cepat daripada ZOE sehingga partikel pasta akan tertinggal dalam tulang alveolar saat akar sudah teresorbsi, dapat menimbulkan reaksi keradangan akibat kelebihan pengisian saluran akar, dapat mengiritasi jaringan periapikal dan mengakibatkan nekrosis pada tulang dan

(24)

sementum, menimbulkan sitotoksik bila terjadi kontak dengan jaringan yang masih vital.5

2.3.2 Kalsium Hidroksida

Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2 yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi khususnya endodontik, biasanya dapat digunakan sebagai pelapis, indirect pulp capping dan direct pulp capping, dressing saluran akar, sealant saluran akar, penutupan apikal akar. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air dengan rumusan kimia yaitu : CaO + H2  CaOH2. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Kalsium hidroksida (CaOH2) dikenalkan dibidang kedokteran sebagai agen direct pulp capping oleh Hermann (1921), kalsium hidroksida memberi respon terhadap pembentukan dentinal bridge di permukaan pulpa yang terbuka.

Kalsium hidroksida memiliki keberhasilan klinis selama 10 tahun sebagai agen direct pulp capping sehingga menjadi gold standart sebagai bahan direct pulp capping.9,11,12

Sifat kalsium hidroksida yaitu meningkatkan kalsifikasi pada dentin dengan memberikan perlindungan pada pulpa ketika dentin yang tersisa sangat tipis dan mendekati pulpa, tidak menimbulkan iritasi pada struktur gigi atau jaringan di sekitarnya, pada perawatan endodontik digunakan pada saluran akar sebagai agen anti mikroba, merangsang perbaikan jaringan gigi atau mengaktivasi enzim jaringan, dan menghasilkan efek mineralisasi. Manfaat kalsium hidroksida yaitu dapat merangsang pembentukan dentin reparatif dan dentin sklerotik, melindungi pulpa dari agen toksik, dapat memperbaiki jaringan periapikal pada waktu penggunaan yang lama, serta menghambat proliferasi bakteri.10

Keunggulan dari kalsium hidroksida yaitu memiliki sifat anti bakteri yang sangat baik. Menurut Stuart K et al, pengurangan 100% pada mikroorganisme yang terkait dengan infeksi pulpa ditemukan setelah kontak satu jam dengan kalsium hidroksida serta kemampuan dalam menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan untuk memperbaiki perbaikan pulpa.13 Pada tahap awal pembentukan dentinal bridge pada

(25)

kalsium hidroksida akan membentuk ikatan berupa ion kalsium dari kalsium hidroksida bereaksi dengan karbon dioksida dari jaringan pulpa yang membentuk kristal kalsit (kalsium karbonat) yang selanjutnya akan berikatan dengan matriks kolagen/fibronektin.17

Kalsium hidroksida memiliki pH 12, sehingga pH yang tinggi dari kalsium hidroksida menyebabkan terbentuknya lapisan nekrosis superfisial pada pulpa dengan ketebalan mencapai sekitar 2 mm dan terjadi respon inflamasi ringan dari pulpa, dengan zona steril dari kalsium hidroksida sehingga memicu terjadinya pembentukan jaringan keras.12 Pembentukan jaringan termineralisasi setelah berkontaknya kalsium hidroksida dengan jaringan ikatdapat dilihat pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah pengaplikasian. Holland melaporkan adanya jaringan granulasi pada zona granulasi superfisial diantara zona nekrosis dan zona granulasi yang lebih dalam, dibawah zona granulasi terdapat zona proliferasi sel dan pulpa normal, dan didekat zona granulasi ini terlihat jaringan ireguler membentuk dentinal bridge.16

Kekurangan dari kalsium hidroksida adanya tunnel deffect yaitu perforasi multiple antara bahan dengan pulpa sehingga terjadinya kebocoran mikro yang menyebabkan terjadinya infeksi bakteri,21 kekuatan yang tidak memadai, kelarutan jangka panjang, kurangnya adhesi kimia dan mekanik ke jaringan sekitarnya,kurangnya melekat pada dentin serta, dapat terjadi nekrosis.12-13,28

Penelitian jangka panjang pembentukan tunnel menunujukkan tidak terbentuknya morfologi barrier dentinal bridge, sehingga gagal membentuk barrier yang baik terhadap infeksi bakteri.29 Tunnel defek ini akan menjadi celah untuk bakteri sehingga menginvasi jaringan pulpa melalui celah yang terbentuk antar gigi dan restorasi kalsium hidroksida yang akan menyebabkan inflamasi pulpa dan nekrosis.12,27,29-30

2.4. Respon Inflamasi Terhadap Penyembuhan Pulpa

Peradangan pasca perawatan merupakan suatu proses penyembuhan seiring terbentuknya dentinal bridge. Berat ringannya respon inflamasi tergantung dari jumlah

(26)

jaringan yang mengalami kerusakan dan ada tidaknya bakteri.Sel yang berhubungan dengan reaksi radang pada jaringan pulpa meliputi sel leukosit polimorfonuklear, limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast.29

Respon inflamasi diawali dengan dilatasi pembuluh darah diikuti odem dan akumulasi sel leukosit polimorfonuklear, selama peradangan sel tersebut akan berdiferensiasi menjadi makrofag. Sel makrofag tampak 48 jam-5 hari setelah jejas yang berperan dalam proses fagositosis bakteri yang ada serta mensekresi protein atau peptida dan sebagai mitogen spesifik dari sel fibroblas. Sel fibroblas yang tidak mengalami kerusakan dan sel mesenkim yang tidak bediferensiasi akan berdiferensiasi menghasilkan sel fibroblas baru. Sel fibroblas baru ini akan mengalami proliferasi dan pembentukan kolagen baru, kolagen baru mengalami mineralisasi bersamaan dengan kalsifikasi distrofik pada daerah yang mengalami nekrosis koagulasi dan membentuk deposisi mineral pada kolagen.22,23,29

2.5.Mekanisme Pembentukan Dentinal Bridge

Pembentukan dentinal bridge sering dianggap sebagai indikasi keberhasilan pulp capping. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dentinal bridge dapat dibentuk setelah perawatan pulp capping dengan berbagai bahan.16 Kegagalan pembentukan dentinal bridge pada perawatan pulp capping berhubungan dengan usia pasien, derajat trauma, bahan kaping pulpa, adanya mikroorganisme yang mengontaminasi pada pulpa tebuka. Pembentukan dentinal bridge dipengaruhi oleh besar daerah pulpa yang terbuka dan bahan yang digunakan.17,23

Mekanisme yang terjadi pada pembentukan dentinal bridge yaitu sel progenitor merupakan sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, sel progenitor tersebut bersifat pluripoten yaitu dapat berdiferensiasi menjadi bermacam jenis sel sesuai kebutuhan.

Sel tersebut dapat menjadi sel fibroblas maupun odontoblas. Sel fibroblas yang tidak mengalami jejas membelah menjadi sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi atau sel progenitor.23,24 Sel progenitor tersebut berdiferensiasi kembali atau rediferensiasi menjadi sel odontoblas, atau sel fibroblas maupun sel pulpa baru. Sel fibrobals menghasilkan serabut kolagen menjadi suatu lapisan kolagen.22 Kolagen merupakan

(27)

komponen utama pada pulpa yaitu kolagen tipe I yang disinstesis oleh odontoblas sama dengan tipe kolagen yang ditemukan pada dentin dan tipe III disintesis oleh fibroblast yang terdapat pada zona cells rich pulpa.22-24

Sel odontoblas pada daerah jejas mengalami nekrosis menyebabkan kematian pada odontoblas, karena odontoblas merupakan post miotic terminally differentiated cells yang tidak dapat terperbaiki setelah terkena jejas, sehingga digantikan dengan odontoblast like cells yang berasal dari progenitor sel pulpa yang mengalami diferensiasi atau disebut migrasi sel progenitor pulpa kesisi cedera.22 Sel progenitor ini menginduksi signal molekuler untuk menginduksi proliferasi, migrasi dan diferensiasi odontoblast like cells.23,34 Mekanisme ini disebut signaling difrensiasi odontoblas like cells. Setelah odontoblas berdiferensiasi sebagai signal molekuler proses pembentukan dentin reparatif yang akan terdeposisi membentuk jembatan denin pada pulpa yang terekspos.24 Pembentukan dentinal bridge dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : (1) tahap eksudasi berlangsung selama 1-5 hari setelah perawatan, (2) tahap proliferasi berlangsung selama 3-7 hari setelah perawatan, (3) tahap pembentukan osteodentin berlangsung selama 5-14 hari setelah perawatan, dan (4) tahap pembentukan dentin tubular > 14 hari setelah perawatan.23

Gambaran histologi setelah dilakukan direct pulp capping pada kalsium hidroksida :

1. Tahap eksudasi, yaitu adanya bagian superfisial dari zona koagulasi nekrosis.

Biasanya terjadi 1-5 hari setelah perawatan (Gambar 1).

(28)

2. Tahap proliferasi, yaitu terjadinya dilatasi pembuluh darah yang menunjukkan respon inflamasi dan infiltrasi sel PMN, serta proses inflamasi yang terlihat pada pulpa terbuka. Biasanya 3-7 hari setelah perawatan (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 1. Tahap eksudasi31

(29)

3. Tahap pembentukan osteodentin, terlihat adanya barrier jaringan keras yang baru terbentuk dengan lapisan sel odontoblas dibawahnya pada daerah tereksposur serta terlihat adanya lapisan sel odontoblas disekitar pulpa, dan terlihat defek tunnel pada dentin yang terbentuk. Biasanya 5-14 hari setelah perawatan (Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6).

Gambar 2. Terjadinya dilatasi pembuluh darah yang

menunjukkan respon inflamasi (a) dan infiltrasi PMN (b) (setelah 1

minggu)32

Gambar 3. Proses inflamasi yang terlihat pada pulpa yang terbuka (setelah 1 minggu)12

(30)

Gambar 5. Terlihat adanya lapisan sel odontoblas

disekitar pulpa (setelah 2 minggu)34 Gambar 4. Terlihat adanya barrier

jaringan keras yang baru dengan lapisan sel odontoblas dibawahnya pada daerah eksposur.

Gambaran dari tahap pembentukan

osteodentin

( setelah 2 minggu)33

(31)

4. Tahap pembentukan dentin tubular, >14 hari setelah perawatan (Gambar 7).

2.6 Karbonat Apatit

Karbonat apatit merupakan biomaterial kelompok biokeramik yang telah digunakan dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi, karena memiliki kemampuan untuk berikatan dengan struktur tulang dan dapat menstimulasi pembentukan jaringan keras, serta mampu membentuk formasi lapisan hidroksi apatit yang menyerupai fase mineral tulang serta menghasilkan adaptasi yang baik antara semen apatit dan jaringan tulang.19,20 Karbonat apatit dengan merk dagang ®Gama-Cha merupakan produk hasil penelitian jangka panjang dari tim riset UGM, yang telah terdaftar secara resmi di Kementrian Kesehatan Republik Indonesia karena telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan izin edar. Karbonat apatit adalah suatu bone graft materaial pengganti tulang yang diproduksi sesuai dengan kondisi fisiologis tubuh dan identik dengan tulang asli manusia.18,19

Gambar 6. Terlihat defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk (tanda panah).D=dentin, R=reparatif dentin,

P=pulpa (setelah 2 minggu)35

Gambar 7. Ditemukannya inflamasi sedang tanpa disertai pembentukan jembatan dentin (setelah 15 hari)36

(32)

Kandungan dari ®Gama-Cha yaitu karbonat apatit serta polimer berupa kolagen terdenaturalisasi untuk mempercepat proses regenerasi jaringan tulang. Karbonat apatit adalah hasil substitusi ion karbonat dengan gugus fosfat dari hidroksi apatit, dengan rumus kimia karbonat apatit: Ca10(PO4CO3)6(OH)2. Indikasi dari karbonat apatit yaitu sebagai material pengganti tulang untuk memperbaiki tulang. Karbonat apatit berfungsi untuk mempercepat proses regenerasi jaringan tulang, memiliki sifat osteokonduksi, osteoinduksi dan osteogenesis.19,20

Kelebihan sifat karbonat apatit yaitu tidak mengandung bahan kimiawi sehingga unggul dari segi keamanan, identik dengan tulang manusia atau komposisi tulang manusia, kemampuan kelarutan yang baik pada kondisi asam lemah sehingga dapat diresorbsi dengan baik oleh osteoklas untuk meresorbsi tulang dengan mengeluarkan ion H+, tidak menyebabkan reaksi penolakan dari sistem kekebalan tubuh, mengandung unsur kristal yang rendah, disintesis pada sushu dibawah 37ºC, sifat bikompatibel dan osteoinduktif, dan dapat memacu pertumbuhan tulang secara sempurna.19 Pembentukan tulang diawali dengan tahap proliferasi dan diferensiasi osteoblast dengan tujuan untuk membentuk tulang yang sempurna sehingga dapat diresorbsi dengan baik oleh osteoklas. Fungsi karbonat apatit untuk menambah stabilitas dan mempercepat penyembuhan tulang karena karbonat apatit suatu graft sintetik yang mengandung kolagen dan karbonat apatit, sehingga kolagen tersebut merupakan komponen padat utama pada tulang manusia dan substitusi kolagen dan karbonat apatit memiliki kemampuan untuk meniru dan menggantikan tulang.18,19

Proses pembentukan tulang diawali dengan proses inflamasi, sel-sel inflamasi dan fibroblast menginfiltrasi daerah luka bersamaan dengan osteoblast membentuk jaringan granulasi dan meningkatkan pertumbuhan vaskuler serta migrasi sel-sel mesenkim. Osteoblast berasal dari sel osteoprogenitor yang merupakan sel pembentuk tulang yang berperan dalam pembentukan dan proses mineralisasi tulang. Tahap proliferasi dan diferensiasi osteoblast pada pembentukan tulang dengan tujuan membentuk tulang baru yang erat kaitannya dengan sifat osteokonduktivitas dari apatit sehingga dapat diresorbsi dengan baik oleh osteoklast.18-20

(33)
(34)

2.7 Kerangka Teori

Indirect Pulp Capping

Direct Pulp Capping Perawatan Karies

Gigi

Pembentukan Dentinal Bridge Karies Gigi Karies Dentin

Indikasi:

Karies yang belum mengenai pulpa dan meninggalkan selapis tipis dentin diatas kamar pulpa

Indikasi:

Pulpa yang terbuka akibat karies, trauma atau iatrogenik

Bahan

Kalsium Hidroksida Karbonat Apatit

Reaksi awal terhadap pulpa memperngaruhi vaskularitas serta migrasi, poliferasi, dan nekrosis pulpa sehingga menginduksi mineralisai biomaterial dan diferensiasi sel.

Memiliki osteokonduktivitas yang memicu pertumbuhan tulang baru.

ZOE

Memiliki perlekatan yang baik dengan dinding saluran akar, bersifat antiseptik serta bersifat analgesik ringan.

Respon Inflamasi Sel Odontoblast

(35)

2.8 Kerangka Konsep

Direct Pulp Capping

Pasta ZOE-Karbonat

apatit Respon Inflamasi

Terhadap Pulpa

Waktu: 14 hari Kalsium Hidroksida

Sel Odontoblas

Pembentukan Dentinal Bridge

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental secara in vivo dengan rancangan penelitian post test only control group design untuk mengetahui efek campuran pasta ZOE-Karbonat apatit terhadap pembentukan dentinal bridge pada gigi molar satu maksila tikus Wistar jantan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2019.

3.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus Wistar.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Jenis kelamin jantan.

b. Berat badan 200-250 gram.

c. Umur 8-9 minggu.

d. Tikus dalam keadaan sehat dan tidak cacat.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel penelitian ditentukan dengan rumus Federer (1963) yaitu:

( n – 1 ) ( t - 1 ) ≥ 15. Dengan keterangan t = jumlah perlakuan; n = jumlah sampel.

Jumlah sampel untuk tiap perlakuan yangdiperoleh adalah:

(n-1) (t-1) ≥ 15

(37)

(n-1) (3-1) ≥ 15 (n-1)2 ≥ 15 2n-2 ≥ 15 n ≥ 8,5

Berdasarkan perhitungan tersebut, jumlah sampel minimal yang diperlukalan adalah 9 sampel tiap kelompok percobaan dan ditambah 10% dari total sampel, maka total sampelnya adalah 30 gigi molar tikus Wistar jantan dengan 3 kelompok percobaan. Adapun 3 kelompok percobaan itu yaitu kelompok perlakuan diberi karbonat apatit-pasta ZOE dengan perbandingan 1:5, yang nantinya akan ditumpat dengan GIC dan dilakukan pengamatan selama 2 minggu, dan kelompok kontrolnya yaitu kontrol positif diberi pasta kalsium hidroksida, dan kontrol negatif diberi pasta ZOE, yang nantinya akan ditumpat dengan GIC dan dilakukan pengamatan selama 2 minggu. Teknik pengambilan sampel pada tiap kelompok percobaan adalah simple random sampling yaitu dilakukan secara acak.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas : Pasta ZOE-Karbonat apatit , kalsium hidroksida, kontrol negatif (ZOE)

b. Variabel Terikat : Pembentukan dentinal bridge. respon peradangan, odontoblas, c. Variabel Terkendali : - Jenis tikus

- Elemen gigi tikus yang dipreparasi.

(38)

3.4.2 Definisi Operasional Tabel 1. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Pasta ZOE-

Karbonat apatit (®Gama- Cha)

Pasta merupakan campuran bubuk

karbonat apatit dalam ®Gama- Cha dan bubuk Zink Oxie dalam ®Zitemp (perbandingan 1:5) dan setetes eugenol

Penim- bangan

Timba- ngan mikro

Miligram Numerik

2. Kaslium Hidroksida (®dycal)

Bahan medikamen intrakanal berbentuk serbuk atau bubuk putih dengan pH 12- 13 dan

mengandung kalsium klorida dan natrium hidroksida

Penim- bangan

Timba- ngan mikro

Miligram Numerik

(39)

No Variabel Definisi Operasiol

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 3. Zink Oxide

Eugenol (®Zitemp)

ZOE adalah bahan yang dibuat oleh kombinasi seng oksida dan eugenol digunakan sebagai bahan pengisi atau bahan semen kedokteran gigi

Penim- bangan

Timba- ngan mikro

Miligram Numerik

4. Respon Inflamasi

Ditemukannya sel-sel

peradangan pada daerah

tereksposur yang dapat berbentuk sel satu atau lebih inti yang dikalsifikasikan menjadi sel inflamasi akut (ditandai dengan adalanya sel PMNL yaitu neutrophil, basophil dan eosinophil) dan inflamasi kronis

Pengamat- an dengan metode histologis mengguna kan pewarnaan HE dari jaringan setebal 2- 3 mikron yang dipotong dari arah vertikal

Mikros- kop cahaya dengan perbe- Saran 400x

a. Jenis inflamasi skor 1: tidak ada

inflamasi, skor 2:

inflamasi kronis, skor 3: inflamasi akut, skor 4:

inflamasi akut dan kronis b. Intensitas

inflamasi skor 1: tidak ada

inflamasi atau hanya sedikit inflamasi, skor 2:

ringan, skor 3:

sedang, skor 4:

berat c. Perluasan

inflamasi skor 1: tidak ada

perluasan, skor 2:

ringan, skor 3:

sedang, skor 4:

berat

Ordinal

(40)

No Variabel Definisi Operasiol

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur (ditandai

dengan adanya limfosit). Ada 3 aspek yang dinilai yaitu jenis inflamasi, intensitas inflamasi, dan perluasan inflamasi 5. Reaksi sel

odontoblas

Ditemukannya sel-sel

berbentuk kolumnar dengan inti yang lebih besar dari sel inflamasi pada tepi pulpa yang tereksposur

Pengamat- an dengan metode histologis mengguna kan pewarnaan HE dari jaringan setebal 2- 3 mikron yang dipotong dari arah vertikal

Mikros- kop cahaya dengan perbe- saran 400x

Skor 1: terdapat sel odontoblas yang tersusun rapi/palisade Skor 2: adanya sel odontoblas dan odontoblast like cells

Skor : hanya terdapat

odontoblast like cells

Skor 4: tidak terdapat sel odontoblast

Ordinal

(41)

No Variabel Definisi Operasiol

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 6. Pemben-

tukan dentinal bridge

Pembentukan jaringan keras diatas daerah pulpa terbuka dilihat dari 3 aspek yaitu kontinuitas dentinal bridge, morfologi dentinal bridge, dan ketebalan dentinal bridge

Pengamat- an dengan metode histologis mengguna kan pewarnaan HE dari jaringan setebal 2- 3 mikron yang dipotong dari arah vertikal

Mikros- kop cahaya dengan perbe- saran 400x

a. Kontinuitas dentinal bridge:

skor 1: sudah terbentuk dentinal bridge secara

sempurna, skor 2: sudah terbentuk dentinal bridge lebih dari setengah

menutup daerah eksposur, skor 3: sudah terbentuk inisiasi dentinal bridge, skor 4:

tidak terbentuk dentinal bridge b. Morfologi dentinal bridge:

skor 1: sudah terbentuk dentin secara

sempurna, skor 2: hanya terben-

Ordinal

(42)

No Variabel Definisi Operasiol

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur Terbentuk

deposisi jaringan keras yang tidak teratur, skor 3:

hanya terbentuk lapisam tipis dari deposisi jaringan keras, skor 4: tidak terbentuk deposisi jaringan keras c. Ketebalan dentinal bridge:

skor 1: >0,25 mm, skor 2:

0,1-0,25 mm, skor 3 <0,1mm, skor 4: tidak terbentuk dentinal bridge 7. Jenis tikus Tikus Wistar

jantan putih dengan berat 200-250 gram

Penim- bangan

Timba- ngan

Gram Numerik

(43)

No Variabel Definisi Operasiol

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 8. Elemen

gigi tikus yang dipreparasi

Gigi molar satu kan dan kiri maksila

Penga- matan

- - Nominal

3.5 Prosedur Penelitian A. Persiapan Hewan Coba:

1. Hewan coba diberi anastesi umum dengan injeksi intramuskular mengunakan Ketamin HCL (0,2 ml/injeksi) menggunakan spuit ukuran 1 ml pada paha tikus dan tunggu selama 3-4 menit sampai tikus Wistar lemas. Lama kerja bahan anastesi Ketamin HCL dalam tubuh tikus Wistar selama ± 20 menit (Gambar 8).

2. Buka mulut tikus Wistar dengan benang yang dikaitkan pada gigi depan tikus Wistar atas dan bawah. Gunakan pinset untuk meretraksi pipi dan spatula lidah untuk mengontrol posisi lidah. Pembukaan maksimal pada mulut tikus Wistar adalah ± 2-3 cm (Gambar 9).

Gambar 8. Anastesi ketamin secara Intramuskular

(44)

B. Prosedur Preparasi

1. Preparasi gigi molar satu maksila dimulai dengan melakukan disinfeksi dengan menggunakan cotton pellet yang sudah dibasahi dengan alkohol 70% dengan bantuan pinset (Gambar 10).

2. Dilakukan preparasi gigi molar dengan menggunakan round diamond bur di bagian oklusal ( klas 1 ) sedalam kepala bur (±0,5 mm) sampai terlihat adanya setitik pendarahan. Pengamatan pembukaan atap pulpa dibantu dengan menggunakan loop.

Prosedur preparasi dihentikan sebanyak ±3-4 kali untuk mencegah terjadinya stress pada tikus Wistar selama ±30-60 detik. Sebelum dan sesudah prosedur preparasi diberhentikan, kavitas disterilkan dengan menggunakan cotton pellet yang sudah

Gambar 9. Pembukaan mulut tikus Wistar

Gambar 10. Disenfeksi gigi molar sebelum preparasi

(45)

dibasahi dengan larutan salin dengan bantuan pinset untuk mencegah terjadinya kontaminasi saliva (Gambar 11 dan Gambar 12).

3. Bersihkan debris dan darah yang ada menggunakan cotton pellet yang sudah dibasahi larutan salin dengan menggunakan pinset (Gambar 13).

4. Karbonat apatit (®Gama-CHA) dibuka dari kemasan lalu dihaluskan dengan menggunakan lumpang sampai menjadi butir-butir halus. (Gambar 14, Gambar 15).

Gambar 11. Preparasi gigi tikus

dengan round bur Gambar 12. Kavitas pada gigi molar yang sudah dipreparasi

Gambar 13. Pebersihan kavitas dengan cotton pellet dibasahi larutan salin

(46)

Gambar 14. Produk Karbonat apatit Gambar 15. Penghalusan karbonat apatit (®Gama-CHA) dengan lumpang

5. Kemudian ditimbang dengan timbangan mikro sebanyak ±10mg dan perbandingan pencampuran dengan bubuk zink oxide adalah 1:5 yang dicampur dengan setetes eugenol sampai konsistensinya padat dan dapat dilipat dengan menggunakan spatula semen dengan glass plate (Gambar 16, Gambar 17).

6. Pada grup perlakuan: kavitas diisi dengan campuran Karbonat apatit (®Gama- CHA) dengan pasta ZOE ±1/3 dari dalamnya kavitas (0,15-0,2 mm) dan sisanya ±2/3 dari dalamnya kavitas ditumpat dengan GIC. Karbonat apatit (®Gama-CHA)-pasta ZOE diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas dengan plastic filling instrument lalu ditekan menggunakan ball applicator (Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20).

Gambar 17. Pencampuran bubuk karbonat apatit dengan ZOE

Gambar 16. Perbandingan bubuk karbonat apatit-pasta ZOE 1:5

(47)

7. GIC diaduk menggunakan spatel agate di atas papper pad dengan perbandingan antara powder dan liquid adalah 1:1 sampai homogen dengan teknik melipat. Bahan tumpatan diambil menggunakan plastic filling instrument, tumpatan diratakan dengan tangan yang sudah diolesi dengan vaselin atau cocoa butter (Gambar 21, Gambar 22, dan Gambar 23).

Gambar 18. Pengambilan bahan pulp capping

Gambar 19. Pengisian kavitas

Gambar 20. Kavitas diisi dengan pasta ZOE-Karbonat apatit (®Gama-Cha)

(48)

8. Pada kontrol positif, kavitas diisi dengan kalsium hidroksida. Perbandingan basis dan katalis adalah 1:1. Basis dan katalis diaduk diatas papper pad dengan menggunakan semen spatel sampai tercampur merata, lalu diambil dan dimasukkan ke dalam kavitas menggunakan plastic filling instrument dan ditekan menggunakan ball applicator.

9. Pada kontrol negatif, kavitas diisi dengan pasta ZOE dengan perbandingan Zink Oxide : Eugenol adalah 1:1 diaduk dengan menggunakan semen spatula diatas glass plate dan dimasukkan kedalam kavitas dengan menggunakan plastic filling instrument dan ditekan dengan menggunakan ball applicator. Kavitas ditumpat dengan menggunakan GIC (sama seperti cara sebelumnya).

Gambar 21. Perbandingan untuk pengadukan GIC 1:1

Gambar 22. Pengambilan bahan GIC

Gambar 23. Penumpatan kavitas dengan GIC

(49)

10. Lakukan preparasi dengan cara yang sama pada gigi molar satu rahang sebelahnya.

11. Tikus Wistar diobservasi selama 20 menit sampai tikus mulai sadar kemudian tikus dimasukkan ke dalam kandang.

12. Dibuat cadangan tikus Wistar untuk mengantisipasi kematian tikus selama perawatan sebanyak 3 ekor tikus Wistar yang mana masing-masing tikus dibagi menjadi cadangan untuk kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif dan kontrol negatif.

13. Tikus diamati selama 2 minggu dan dipelihara di animal house oleh pihak Laboratorium Farmasi USU, Peneliti melakukan observasi keadaan tikus 2-3 kali seminggu untuk memastikan tikus dalam keadaan sehat dan tidak mati.

C. Surgical Method

1. Hewan coba dimatikan dengan klorofom secara inhalasi. Hewan coba dimasukkan ke dalam sebuah wadah tertutup yang sudah dimasukkan tumpukkan kapas yang sebelumnya sudah dibasahi dengan klorofom. Hewan coba akan mati ±3-5 menit (Gambar 24). Hewan coba diletakkan terlentang di atas paraffin (Gambar 25).

2. Kepala dan badan tikus Wistar dipisahkan dengan menggunakan pisau bedah, lalu kepala tikus dikuliti dengan menggunakan gunting yang dibantu dengan pinset

Gambar 24. Cara mematikan tikus

Gambar 25. Tikus diletakkan di paraffin

(50)

sampai bersih. Maksila dipisahkan dari kepala tikus dengan bantuan pisau bedah dan gunting. Segmen maksila dicuci dengan menggunakan larutan salin untuk mebersihkan sampel dari darah dan kontaminasi bakteri. Masukkan segmen maksila ke dalam wadah berisi formalin 10% untuk menjaga keutuhan sampel (Gambar 26, dan Gambar 27).

D. Pembuatan Slide Pengamatan

1. Maksila dibagi menjadi dua bagian kanan dan kiri dengan pisau bedah.

2. Sampel didekalsifikasikan dengan larutan HCL selama 1-4hari. Kemudian larutan diganti setiap hari. Cuci dengan air mengalir selama 24 jam. Kemudian dinetralkan dengan formalin 10%.

3. Sampel yang sudah lunak dimasukkan ke dalam paraffin blok. Kemudian diinfiltrasi dengan cairan paraffin (lilin) dilakukan selama 15 menit dengan suhu 62ºC (Gambar 28 dan Gambar 29).

Gambar 26. Pencucian sampel Gambar 27. Sampel direndam dalam formalin 10%

(51)

4. Dilakukan proses pemotongan blok jaringan dengan menggunakan pisau mikrotom setebal 5-6 𝜇m dan diletakkan pada kaca objek (Gambar 30).

5. Jaringan yang sudah didapat melalui proses sectioning dimasukkan ke dalam waterbath (45ºC) (Gambar 31).

Gambar 28. Paraffin blok

Gambar 30. Pemotongan blok jaringan

Gambar 29. Pengisian cairan paraffin

(52)

6. Pemisahan jaringan dengan paraffin dilakukan dengan pemanasan di atas mesin pemanas sehingga jaringan seluruhnya tertinggal pada kaca objek (Gambar 32).

7. Kaca objek direndam di dalam larutan xylol masing-masing 2 kali, alkohol masing-masing 2 kali selama 1 menit, alkohol 95% masing-masing selama 1 menit, larutan iodin selama 10 menit, kemudian dicelupkan 4 kali dalam air mengalir (Gambar 32).

Gambar 32. Pemisahan jaringan dan paraffin Gambar 31. Perendaman dalam

waterbath

(53)

8. Kaca objek diberi pewarnaan dengan hematoksilin selama 3-5 menit, lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian diberi pewarna eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci lagi di air mengalir (Gambar 34).

9. Lalu kaca objek ditutup dengan deck glass dan diberi perekat dengan Canada Balsem. Kaca objek siap diamati di bawah mikroskop cahaya.

E. Pengamatan Sediaan Histopatologi

Histomorfologis dievaluasi dengan pengamatan kaca objek di bawah mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan oleh dr. Jamaluddin Siregar Sp.PA, adapun yang diamati adalah kontinuitas dentinal bridge, morfologi dentinal bridge, ketebalan dentinal bridge, tipe inflamasi, intensitas inflamasi, perluasan inflamasi, dan lapisan sel odontobalast dengan pemberian skor 1-4 pada setiap masing-masing yang mau diamati.

Gambar 33. Perendaman kaca objek

Gambar 34. Pewarnaan kaca objek

(54)

1. Penilaian terhadap kontinuitas dentinal bridge:

Skor 1: Sudah terbentuk jembatan dentin secara sempurna (menutup penuh daerah eksposur.

Skor 2: Sudah terbentuk inisiasi jembatan dentin yang belum menutupi setengah dari daerah eksposur.

Skor 3: Sudah terbentuk jembatan dentin lebih dari setengah menutupi daerah eksposur.

Skor 4 : Tidak ada terbentuk jembatan dentin.

2. Penilaian morfologi dentinal bridge:

Skor 1: Sudah terbentuk dentin secara sempurna (terdapat tubulus-tubulus dentin/dentin tubular).

Skor 2 : Hanya terbentuk deposisi jaringan keras yang tidak teratur.

Skor 3 : Hanya terbentuk lapisan tipis dari deposisi jaringan keras.

Skor 4 : Tidak terbentuk deposisi jaringan keras.

3. Penilaian ketebalan dentinal bridge:

Skor 1: >0,25 mm.

Skor 2 : 0,1-0,25 mm.

Skor 3 : <0,1 mm.

Skor 4 : Tidak terbentuk dentinal bridge.

4. Penilaian tipe inflamasi:

Skor 1 : Tidak ada inflamasi.

Skor 2 : Inflamasi kronis (sel-sel inflamasi tidak bergranular).

Skor 3 : Inflamasi kronis dan akut.

Skor 4 : Inflamasi akut.

5. Penilaian intensitas inflamasi :

Skor 1 : Tidak ada atau sangat sedikit sel inflamasi yang ditemukan.

Skor 2 : Ringan (rata-rata jumlah sel inflamasi <10).

Skor 3 ; Sedang (rata-rata jumlah sel inflamasi 10-25).

Skor 4 : Berat (rata-rata jumlah sel inflamasi >25).

(55)

6. Penilaian perluasan inflamasi : Skor 1 : Tidak ada perluasan inflamasi.

Skor 2 : Ringan (sel inflamasi hanya terdapat dekat dengan daerah eksposur pulpa/dentinal bridge).

Skor 3 : Sedang (sel inflamasi ditemukan pada 1/3 atau lebih dari atap pulpa sampai pertengahan pulpa).

Skor 4 : Berat (semua pulpa terinfiltrasi sel inflamasi atau nekrosis pulpa).

7. Penilaian lapisan sel odontoblast :

Skor 1 : Terdapat sel odontoblast yang tersusun rapi/palisade.

Skor 2 : Adanya sel odontoblast dan odontoblast like cells.

Skor 3 : Hanya sel odontoblast like cells.

Skor 4 : Tidak terbentuk sel odontoblas

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diediting lalu ditabulasi, kemudian dilakukan statistik non parametrik yaitu Uji Kruskal Wallis test dengan derajat kemaknaan 95% (α= 0,05), dan dilakukan uji lanjutan (post hoc) dengan menggunakan Mann-Whitney test.

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup : Ethical clearance dimana peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian FK USU berdasarkan ketentuan etik yang ada.

Gambar

Gambar 1. Tahap eksudasi 31
Gambar 2. Terjadinya dilatasi                  pembuluh darah yang
Gambar 5.  Terlihat adanya lapisan   sel odontoblas
Gambar 6. Terlihat defek tunnel  pada    dentin reparatif  yang terbentuk (tanda  panah).D=dentin,                    R=reparatif dentin,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan partikel hidroksiapatit yang dihasilkan diharapkan memiliki morfologi permukaan yang mendekati tulang asli untuk

Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan gigi premolar rahang atas yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti sebanyak 30 sampel yang dibagi secara random ke

Pada daerah perkotaan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan p = 0.005 sedangkan pada daerah pedalaman menunjukkan tidak adanya hubungan persepsi rasa pahit dengan karies p

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga penelitian ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan mengenai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kasus-kasus maloklusi Klas I, II dan III skeletal di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU berdasarkan Index of

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi terhadap bakteri di udara dalam ruang kerja mahasiswa kepaniteraan klinik dan kamar bedah minor di Departemen Bedah

Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang cukup tinggi yaitu 86,1% dari 137 orang sampel menderita penyakit periodontal (tabel 5) bila