• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi ELITA ELISABET SIHOMBING NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi ELITA ELISABET SIHOMBING NIM :"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RASA PENGECAPAN DENGAN PENGALAMAN KARIES DAN BMI (BODY MASS INDEX) ANAK USIA 12-13 TAHUN DI KECAMATAN MEDAN PETISAH DAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi. ELITA ELISABET SIHOMBING NIM : 150600088. FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2019. Elita Elisabet Sihombing Hubungan Persepsi Rasa Pengecapan dengan Pengalaman Karies dan BMI (Body Mass Index) Anak Usia 12-13 Tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. x + 56 halaman Karies gigi merupakan masalah gigi yang utama khususnya pada kelompok anak usia sekolah yang dapat berdampak pada pola makan dan tumbuh kembang anak. Persepsi rasa pengecapan dapat menjadi salah faktor yang menentukan sikap anak dalam pemilihan jenis makanan sehingga berdampak pada kondisi rongga mulut serta BMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi rasa pengecapan dengan pengalaman karies dan BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pemilihan sampel penelitian menggunakan metode random sampling dan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada 152 anak. Penelitian meliputi pemeriksaan karies gigi permanen dengan indeks Klein, persepsi rasa pahit dengan menggunakan lembaran PROP (6-n propylthiouracil), dan persepsi rasa manis menggunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,625% sampai 40%. Penilaian BMI dilakukan dengan menggunakan stadiometer untuk mengukur tinggi badan dan timbangan untuk mengukur berat badan anak. Variabel-variabel penelitian diuji dengan statistik non-parametrik. Berdasarkan hasil uji analisis Kruskal-Wallis ditemukan perbedaan bermakna antara persepsi rasa pahit dengan karies (p = 0,003) dan persepsi rasa manis dengan karies (p = 0,001). Berdasarkan hasil uji analisis Chi-Square tidak ditemukan perbedaan signifikan antara persepsi rasa pahit dengan BMI (p = 0,757) sama halnya dengan persepsi rasa manis dengan BMI (p = 1,131).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) Dapat disimpulkan bahwa persepsi rasa pahit dan manis mempunyai pengaruh akan kejadian karies gigi tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap pola BMI anak. Anak kategori super taster memiliki tingkat ambang rasa yang lebih peka dan memiliki indeks karies yang lebih rendah dibandingkan dengan anak kategori medium taster dan non taster.. Daftar Rujukan. : 44 (2003 – 2018). Kata Kunci. : karies, persepsi rasa, BMI. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) PERNYATAAN PERSETUJUAN. Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi. Medan, 23 Juli 2019. Pembimbing:. Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA., MSc NIP. 19780426 200312 2 002. Tanda Tangan. .............................. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) TIM PENGUJI SKRIPSI. Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 23 Juli 2019. TIM PENGUJI. Ketua. : Essie Octiara, drg., Sp.KGA. Anggota. : 1. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA 2. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan berkat-Nya skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Penulis mendapat banyak pertolongan dan dorongan semangat selama penyusunan skripsi. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada orang tua penulis, Ayahanda Alm. Eksaudi Sihombing dan Ibunda Yuliana Roreng br Silaban, yang telah memberikan kasih sayang serta membesarkan, mendidik, menjaga, membimbing penulis baik secara moral maupun materil. Terima kasih kepada abang – adik penulis, Bripda Esthon Mark Sihombing, S.H dan Erico Endra Sihombing yang juga telah memberikan kasih sayang serta dukungan yang begitu besar. Bimbingan, bantuan, arahan, didikan, motivasi, dukungan serta doa juga penulis dapatkan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penguji, atas kesediaannya memberikan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA selaku dosen penguji, atas kesediaannya memberikan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian yang besar dan banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran, dan dukungan yang sangat berharga untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) 5. Seluruh staf Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis 6. Sahabat-sahabat dan teman-teman sejawat angkatan 2015 terkhusus buat bocah buaya (Reny, Trifena, Yessi), girls squad (Masdalila, Elkana, Rahma, Ghina), julid (Ruth, Desy, Stepaninta), Youth Anugrah (Octa, kak Siska, bg Darwin, Eka, bg Boby, kak Nibe, Jeni, kak Esna, bg Putra, bg Niko, bg Daniel, Jeni dll), Kelompok Kecil Nathania Leonora (Kak Laura, Meita, Mutiara, Siska, dan teman-teman seperjuangan skripsi (Anita, Tania, Shabrina) yang senantiasa mendukung, membantu, dan mendoakan proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari di dalam kerendahan hati bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk semakin menyempurnakan penulisan ini. Akhirnya, penulis sangat berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu dan masyarakat.. Medan, 23 Juli 2019 Penulis,. (Elita Elisabet Sihombing) NIM: 150600088. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ............................................................ KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv. DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi. DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 1 3 3 4 4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies ......................................................................................... 2.1.1 Etiologi Karies ........................................................................... 2.1.2 Patofisiologis Karies .................................................................. 2.1.3 Faktor Risiko Karies................................................................... 2.2 Lidah ........................................................................................... 2.2.1 Anatomi Lidah ........................................................................... 2.2.2 Papila Lidah ............................................................................... 2.2.3 Taste Buds .................................................................................. 2.2.4 Persepsi dan Mekanisme Rasa ................................................... 2.3 Body Mass Index (BMI) ................................................................. 6 6 9 10 13 13 14 15 16 19. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) 2.4 Hubungan antara Persepsi Rasa dengan Pengalaman Karies ........ 2.5 Hubungan antara Persepsi rasa dengan BMI................................. 2.6 Kerangka Teori .............................................................................. 2.7 Kerangka Konsep ........................................................................... 20 22 24 24. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 3.4 Variabel dan definisi Operasional ............................................... 3.5 Alur Penelitian dan Metode Pengumpulan Data ......................... 3.6 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 3.6.1 Pengolahan Data ......................................................................... 3.6.2 Analisis Data .............................................................................. 3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 25 25 25 27 31 31 32 32 33. BAB 4 HASIL 4.1 Analisis Univariat 4.1.1 Demografi Sampel Penelitian.................................................... 4.1.2 Distribusi Kategori Persepsi Rasa Pahit .................................... 4.1.3 Distribusi Kategori Persepsi Rasa Manis .................................. 4.1.4 Distribusi Pengalaman Karies ................................................... 4.1.5 Distribusi Kategori BMI............................................................ 4.2 Analisis Bivariat 4.2.1 Hubungan antara Persepsi Rasa Pahit dengan Pengalaman Karies 4.2.2 Hubungan antara Persepsi Rasa Manis dengan Pengalaman Karies 4.2.3 Hubungan antara Persepsi Rasa Pahit dengan BMI .................. 4.2.4 Hubungan antara Persepsi Rasa Manis dengan BMI ................. 34 35 36 37 38 39 41 42 43. BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan.................................................................................... 6.2. Saran ............................................................................................. 52 52. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53. LAMPIRAN. vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) DAFTAR TABEL. Tabel. Halaman. 1.. Keterangan Status Berat Badan Kemenkes RI 2010 ............................... 20. 2.. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................................ 27. 3.. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan ................................................... 35. 4.. Distribusi Kategori Rasa Pahit ................................................................ 36. 5.. Distribusi Kategori Persepsi Rasa Manis ................................................ 37. 6.. Distribusi Pengalaman Karies.................................................................. 37. 7.. Distribusi Kategori BMI ......................................................................... 38. 8.. Hubungan antara Persepsi Rasa Pahit dengan Pengalaman Karies ........ 39. 9.. Hubungan antara Persepsi Rasa Pahit dengan Indeks Karies .................. 40. 10.. Hubungan antara Persepsi Rasa Manis dengan Pengalaman Karies ....... 41. 11.. Hubungan antara Persepsi Rasa Manis dengan Indeks Karies ................ 42. 12.. Hubungan Persepsi Rasa Pahit dengan BMI ........................................... 43. 13.. Hubungan Persepsi Rasa Manis dengan BMI ......................................... 43. viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR GAMBAR. Gambar. Halaman. 1.. Etiologi Karies ......................................................................................... 8. 2.. Makroskopik Lidah .................................................................................. 14. ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1.. Lembar Pemeriksaan. 2.. Penjelasan Kepada Orang tua/Wali Subjek. 3.. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent). 4.. Tabel Z Score Usia 12-13 Tahun. 5.. Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan. 6.. Surat Persetujuan Sekolah Lingkar Dalam SMPS Kalam Kudus di Kecamatan Medan Petisah dan Sekolah Lingkar Luar SMPN 21 di Kecamatan Medan Tuntungan.. 7.. Data Sampel Anak. 8.. Hasil Uji Statistik. 9.. Foto Dokumentasi Penelitian. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) 1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di dunia. Karies gigi dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang umum di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dengan dampak sosial yang signifikan.1 Karies pada anak berdampak pada pola makan, tumbuh kembang anak dan konsentrasi belajar. World Health Organization (WHO) melaporkan 60%- 90% anak sekolah di seluruh dunia mengalami karies dan banyak ditemukan di Asia dan Amerika Latin.2 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi rata-rata penduduk Indonesia yang mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%. Prevalensi karies dihitung melalui indeks decayed, missing, dan filling-teeth (DMFT) di Indonesia adalah 4,6% sehingga dikatakan rata-rata penduduk Indonesia mengalami karies sebanyak 4-5 buah gigi per orang. Karies disebabkan oleh empat faktor utama yang saling berinteraksi yaitu host, substrat atau diet, mikroorganisme yang terakumulasi pada gigi, dan durasi waktu untuk proses demineralisasi pada host.3 Salah satu faktor yang berhubungan sehingga terjadinya karies adalah Body Mass Index (BMI). BMI telah menjadi standar di dunia medis untuk mendefinisikan keadaan status gizi anak salah satunya adalah obesitas.4 Berat badan berlebih dan obesitas merupakan keadaan tidak normal berupa akumulasi lemak berlebih dalam tubuh yang disebabkan karena tidak seimbangnya asupan makanan dan pemakaian energi. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi obesitas yaitu faktor genetik, lingkungan, gaya hidup, dan psikososial.5 Kesehatan rongga mulut memiliki efek terhadap pemilihan makanan yang dapat berpengaruh terhadap berat badan.6 Keadaan ekonomi, sosial, budaya, dan faktor perilaku merupakan hal yang dikaitkan dalam pemilihan asupan makanan.7 Makanan merupakan simbol hubungan dalam sosial dan budaya pada kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh pilihan dan kebiasaan makan.8. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) 2. Pemilihan makanan juga erat kaitannya dengan indera pengecapan.7 Pengecapan adalah salah satu dari lima indera pada manusia. Hal ini memainkan peran penting dalam tubuh manusia dan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Kemampuan untuk memilih makanan yang aman dan enak membutuhkan kemampuan kerja chemosensory yaitu indera penciuman dan indera perasa serta kemampuan kerja somatosensory yaitu tekstur permukaan, nosisepsi, dan iritasi. Selain dirasakan oleh indera pengecapan sensasi pengecapan juga dipengaruhi oleh rangsangan suhu, bentuk, ukuran tekstur, elastisitas, kualitas, intensitas bahan kimia, fungsi indera pembau, dan gaya kinestetika rahang beserta otot-otot yang mendukung. Selain itu terdapat juga hubungan antara sistem pencernaan dengan sentra oblongata yang mengatur aktivitas kelenjar saliva dan sistem pencernaan untuk mempersiapkan saliva dan asam sebelum menerima makanan.9 Hal lain yang memengaruhi persepsi rasa terhadap pengecapan adalah dibutuhkan hubungan taste buds dengan sistem limbik. Sistem saraf pusat juga mempunyai peran penting dalam memungkinkan individu untuk mengenali rasa yang berbeda dari diet yang dikonsumsi yaitu sebagi memori terhadap makanan, sedangkan sistem saraf perifer berfungsi untuk menentukan reseptor indera pengecapan. Reseptorreseptor tersebut berada di dalam rongga mulut terutama pada lidah digambarkan dalam bentuk dan struktur anatomi yang berbeda.9 Ada lima jenis rasa yaitu pahit, asin, asam, manis, dan umami serta berbagai rasa lainnya misalnya rasa air, rasa logam, dan rasa kalsium.9 Kegemaran terhadap rasa manis adalah naluri yang dimulai saat usia dini dan dapat berubah sepanjang waktu dengan angka kegemaran tertinggi terjadi pada saat kanak-kanak dan akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Sensitivitas rasa memiliki peran yang penting ketika memilih makanan dan untuk melihat efek yang ditimbulkan dari pola makan yang salah. Jika pola makan yang salah terus dibiarkan, dapat berdampak pada kesehatan khususnya kesehatan rongga mulut.10 Kesehatan rongga mulut yang buruk akibat karies gigi dapat memberikan efek jangka panjang terhadap status gizi anak dan kemampuan anak untuk menikmati makanan dikemudian hari.9 Begitu banyak penelitian yang meneliti tentang pengaruh. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) 3. persepsi rasa pengecapan tetapi belum ada penelitian yang di lakukan di Kota Medan. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan persepsi rasa pengecapan dengan pengalaman karies dan BMI anak usia 12-13 tahun. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling dari 2 (dua) sekolah yang berdomisil di satu sekolah kecamatan lingkar dalam dan satu kecamatan lingkar luar.. 1.2 Rumusan masalah Rumusan Umum : Apakah ada hubungan persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan pengalaman karies dan BMI anak usia 12-13 di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan ? Rumusan Khusus : 1. Bagaimanakah status persepsi rasa pengecapan manis dan pahit anak usia 1213 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan? 2. Berapa rerata pengalaman karies anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan? 3. Bagaimanakah kategori BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan? 4. Bagaimanakah hubungan antara persepsi rasa manis dan pahit dengan pengalaman karies anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan? 5. Bagimanakah hubungan persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan perbedaan persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan pengalaman karies dan BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 4. Tujuan Khusus : 1. Mengetahui status persepsi rasa pengecapan manis dan pahit anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. 2. Mengetahui rerata pengalaman karies anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. 3. Mengetahui kategori BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. 4. Mengetahui hubungan antara persepsi rasa manis dan pahit dengan pengalaman karies anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan 5. Mengetahui hubungan persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. 1.5 Hipotesis Penelitian Mayor : Ada hubungan antara persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan pengalaman karies dan BMI anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. Minor : 1. Ada hubungan antara karies dengan persepsi rasa pengecapan anak usia 1213 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. 2. Ada hubungan antara BMI dengan persepsi rasa pengecapan anak usia 12-13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan.. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Praktis : 1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk anak dan orang tua anak mengenai persepsi rasa pengecapan manis dan pahit. 2. Memberikan informasi untuk anak dan orang tua anak mengenai karies dan faktor risiko penyebab karies.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) 5. 3. Memberikan informasi untuk anak dan orang tua anak mengenai kategori BMI anak. 4. Memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi rasa pengecapan manis dan pahit dengan pengalaman karies anak usia 12-13 tahun. Manfaat Teoritis : 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya mengenai persepsi rasa pengecapan. 2. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan persepsi rasa pengecapan dengan pengalaman karies dan BMI anak serta memberikan edukasi kepada anak serta orang tua anak.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) 6. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karies Karies gigi adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum dengan penyebab yang multifaktorial.11,12 Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat. Tanda terjadinya karies adalah adanya demineralisasi bagian anorganik gigi diikuti oleh kerusakan bahan organik gigi akibat terganggunya keseimbangan enamel dan sekelilingnya yang menyebabkan terjadinya invasi bakteri serta kematian pulpa.11,13. 2.1.1 Etiologi Karies Kejadian karies memerlukan beberapa faktor di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor tersebut adalah host, agent, substrat, diet, dan waktu.11 Digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Karies dapat terjadi jika faktor-faktor tersebut saling mendukung yaitu host yang rentan terhadap karies, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan lama waktu yang dibutuhkan untuk terjadi karies. Kapasitas setiap faktor dalam kejadian karies berbeda pada setiap individu maupun kelompok. Ditandai dengan adanya perbedaan struktur gigi, jenis bakteri yang dominanan dalam rongga mulut, dan kualitas maupun kuantitas makanan yang berbeda secara individual.13 a. Faktor host atau tuan rumah Proses terjadinya karies pada gigi dimulai dengan adanya faktor host yaitu gigi, saliva. Gigi yang mendukung terjadinya karies dihubungkan dengan morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia, dan kristalografis. Bagian gigi yang lebih rentan terhadap risiko karies yaitu kawasan pit dan fisur, karena adanya perbedaan kandungan mineral terutama fluoride.13. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) 7. Saliva memiliki peran penting dalam rongga mulut karena berbagai kandungannnya.14 Saliva. bertindak. sebagai. self. cleansing. sehingga. dapat. membersihkan sisa-sisa makanan dan mikroorganisme yang tidak melekat pada permukaan gigi. Saliva juga memiliki kapasitas buffer yang tinggi, sehingga cenderung dapat menetralisir asam yang dihasilkan oleh plak bakteri pada permukaan gigi. Saliva bersifat jenuh dengan adanya ion kalsium dan fosfor yang berperan penting dalam proses remineralisasi untuk menghambat pembentukan lesi menjadi white spot. Bertindak sebagai perantara untuk mendistribusikan fluoride pada setiap gigi yang ada di rongga mulut.13 Individu yang fungsi salivanya berkurang, maka aktvitas karies akan meningkat secara signifikan.15 b. Faktor agen atau mikroorganisme Faktor agen atau mikroorganisme yaitu adanya bakteri plak gigi. Biofilm pada permukaan gigi sering disebut sebagai dental plak. Dental plak merupakan sekumpulan beranekaragam mikroorganisme pada permukaan gigi, yang melekat kuat pada matriks ekstraseluler host dan polimer mikroba.16 Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Awal pembentukan plak, bakteri kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Streptococcus salivarius serta Lactobaccilus pada plak gigi.17 Bakteri Streptococcus mutans merupakan penyebab utama terjadinya karies. karena. Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik (memproduksi asam) dan asidurik (resisten terhadap asam).17 c. Faktor substrat atau diet Faktor substrat atau diet dapat memengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Substrat dapat memengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan aktif lainnya sehingga menyebabkan karies gigi. Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel.16 Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat dari pada glukosa, fruktosa, dan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 8. laktosa. Gula yang bersifat paling kariogenik adalah sukrosa. Sukrosa bersifat sangat larut dan mudah berdifusi menjadi plak kemudian berperan sebagai substrat untuk memproduksi polisakarida ekstraseluler dan asam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.13,17 d. Faktor waktu Karies dianggap sebagai penyakit kronis progresif pada manusia yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun tergantung pada frekuensi dan intensitas paparan asam. Hal ini berarti bahwa di dalam rongga mulut terjadi siklus proses demineralisasi dan remineralisasi dan apabila demineralisasi terjadi lebih sering dibandingkan remineralisasi akan terbentuk karies. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan membutuhkan waktu 6-48 bulan.17. Gambar 1. Skema karies. yang. menunjukkan. sebagai. penyakit. multifaktorial yang disebabkan oleh faktor host, agen, substrat, dan waktu17. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) 9. 2.1.2 Patofisiologis Karies Karies gigi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan siklus kehilangan mineral (demineralisasi) dan perolehan mineral (remineralisasi). Faktor protektif dan faktor-faktor patologi saling berhubungan yang mengontrol keseimbangan kesehatan atau penyakit. Permukaan gigi yang sehat didukung oleh dynamic equilibrium dengan kondisi lingkungan rongga mulut dimana demineralisasi dan remineraslisasi seimbang. Proses karies mengarah pada kondisi rongga mulut yang lebih dominan terhadap proses demineralisasi daripada hasil remineralisasi kehilangan mineral. Fase demineralisasi dimulai dengan pembentukan asam organik, terutama asam laktat, sebagai hasil akhir dari metabolisme gula.19 Asam yang menumpuk di biofilm menyebabkan pH rongga mulut menjadi turun ke fase dimana mineral gigi yang tersusun dari hydroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2) mulai larut. Proses ini terjadi ketika kondisinya cukup tidak stabil terhadap mineral gigi dan menyebabkan terjadi difusi mineral keluar dari gigi. Nilai pH yang rendah akibat kerusakan gigi, mengakibatkan kondisi rongga mulut menjadi asam sehingga terjadinya proses demineralisasi.18,20 Saat pH rongga mulut turun, ion asam akan bereaksi dengan fosfat pada saliva dan plak. Demineralisasi enamel gigi dimulai saat pH berkisar 5-6 dengan nilai ratarata pH 5,5 dan secara umum disebut pH kritis yang menyebabkan larutnya enamel gigi. Namun, hal tersebut tidak selalu dianggap sebagai nilai mutlak, karena pH kritis setiap individu bervariasi bergantung pada konsentrasi ion fluorida, kalsium, dan fosfat serta sifat kelarutan mineral pada gigi tersebut. Nilai pH kritis pada dentin dianggap lebih tinggi, nilai pH 6.18,21 Permukaan enamel menerima ion-ion dari kalsium dan konsentrasi fosfat dibangun diatas biofilm sebagai reaksi produksi difusi dari permukaan bawah enamel (dentin). Hal ini dapat menjelaskan, mengapa proses demineralisasi lebih besar terjadi pada dentin daripada permukaan enamel. Perubahan kondisi permukaan enamel dari yang tidak stabil menjadi stabil, asam yang berdifusi dari biofilm tidak dapat bereaksi dengan kristal-kristal pada lapisan permukaan enamel dan selanjutnya masuk ke bagian lebih dalam di bawah permukaan enamel yaitu dentin yang kondisinya tidak stabil.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) 10. Dengan demikian, demineralisasi dan remineralisasi dapat terjadi di lokasi lesi yang berbeda tetapi pada waktu yang sama.16 Lesi awal yang tampak sebagai sebagai hasil dari hilangnya kalsium, fosfat, dan karbonat akan membentuk lesi demineralisasi di permukaan bawah enamel sering disebut sebagai white spot, terutama pada daerah yang terakumulasi plak. Jika terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi maka akan terbentuk lesi atau kavitas.20 Ketika proses metabolisme gula tidak terjadi, pH biofilm cenderung pada kondisi netral dan fase fluida dari biofilm cukup stabil. Proses remineralisasi terjadi jika terdapat ion Ca2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Kelarutan flouroapatite dapat menjadi netral akibat adanya sistem buffer, dengan kata lain Ca2+ dan PO43+ pada saliva dapat mencegah proses kelarutan tersebut. Proses tersebut dapat membangun kembali bagian-bagian dari kristal apatit yang larut sehingga terjadi proses rediposisi mineral yang disebut remineralisasi. Kandungan fluor yang rendah dapat mengurangi mineral selama adanya rangsangan asam dan dapat meningkatkan proses pengendapan sebagai mekanisme kerja utama fluoride.15,18 Reaksi kimianya adalah sebagai berikut:. Ca10 ( PO4 )6 + ( OH )2 + 14H+ Hidroksiapatit. ion Hidrogen. 10 Ca2+ + 6HPO4- + H2O Calsium Hidrogen phospat Air. 2.1.3 Faktor Risiko Karies Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, OH yang buruk, jumlah bakteri, saliva, umur, jenis kelamin, dan pola makan. Adanya hubungan sebab akibat antara faktor risiko dengan terjadinya karies.17 a. Pengalaman karies Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen.17. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 11. b. Kurangnya Penggunaan Fluor Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi jumlah 18 kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.17 c. Oral hygiene buruk Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Green dan Vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang menentukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi.17 Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat membantu mengontrol kesehatan gigi dan sebagai deteksi dini pada gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak terjadi.17 d.. Jumlah Bakteri. Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki Streptoccus mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidui.17 e. Saliva Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat pada anak sampai umur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.17. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) 12. f. Usia Peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi. Anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies pada bagian akar. Penelitian Tarigan membagi faktor umur menjadi 3 fase yaitu (a) periode gigi bercampur, molar 1 paling sering terkena karies; (b) periode pubertas, berkisar antara umur 14-20 tahun terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gingiva dan kurang terjaganya kebersihan mulut sehingga dapat meningkatkan risiko terbentuknya karies; dan (c) periode pada umur 40-50 tahun, akibat terjadi retraksi atau menurunnya fungsi dari mukosa mulut dan papila lidah yang menyebabkan sisa-sisa makanan lebih sulit untuk dibersihkan.17 g. Jenis Kelamin Nilai DMFT wanita pada masa kanak-kanak dan remaja jauh lebih tinggi dibandingkan pria. Komponen gigi yang hilang (M atau missing) lebih sedikit dari pada pria umumnya karena oral higiene wanita lebih baik. Sebaliknya, pria mempunyai komponen tumpatan pada gigi (F atau filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.17 h. Pola Makan Nutrisi dalam pola makan dapat berhubungan dengan asimilasi makanan dan pengaruhnya terhadap proses metabolisme tubuh.22 Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Kadar kariogenik dalam makanan tergantung pada komponenkompnennya dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Karbohidrat akan dimetabolisme oleh bakteri plak menjadi asam dengan kadar yang berbeda. Seseorang dengan kebiasaan diet gula terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya dibandingkan kebiasaan diet lemak dan protein.17 Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat yang diragikan, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai untuk memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 13. berlangsung selama 20- 30 menit setelah makan. Diantara periode jam makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.17 Konsistensi makanan juga dapat memengaruhi kecepatan pembentukan plak. Jenis makanan yang lengket akan mudah melekat ke gigi seperti coklat dan permen. Terjadinya karies akibat lamanya makanan tersebut melekat pada gigi. Mengonsumsi makanan yang mengandung gula bukan hanya terdapat pada makanan saja, tetapi juga terdapat pada minuman. Minuman yang mengandung gula seperti jus dan soft drink dapat berpotensi menyebabkan demineralisasi enamel yang menyebabkan nilai pH menjadi rendah, sehingga memengaruhi perkembangan bakteri di rongga mulut.17. 2.2 Lidah Rongga mulut dianggap cermin kesehatan umum seseorang yang sering membantu dalam diagnosis dini dan gangguan penyakit.24 Lidah merupakan salah satu organ di rongga mulut yang paling peka terhadap perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Permukaan lidah adalah daerah yang paling banyak terpapar oleh iritasi dan keperluan dasar hidup sehari-hari seperti makan dan minum.23 Fungsi lidah berhubungan dengan proses indera pengecap, alat berbicara, mengatur letak makanan, membantu menelan, dll. Fungsi utamanya adalah untuk proses penelanan dan membentuk kata-kata saat berbicara.24 Sebagian besar lidah berada di dalam kavum oris dan sebagiannya lagi berada di dalam orofaring. Letak lidah ideal untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut karena anatomi lidah dekat dengan sistem gastrointestinal dan sistem pernapasan.24,25. 2.2.1 Anatomi lidah Mukosa normal pada lidah berwarna merah muda dan lembab. Dasar lidah melekat pada tulang hyoid dan tulang mandibula diantaranya ada kontak inferior dengan geniohyoid dan otot-otot mylohyoid.24 Dorsum lidah terbagi oleh sulkus. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 14. terminal yang berbentuk huruf V menjadi pars oral yang terletak di anterior dan pars faringeal di posteriornya. Apeks berbentuk huruf V yang mengarah ke posterior dan letaknya di bidang median sedangkan kedua kakinya mengarah ke anterior secara divergen. Pars oral lingual membentuk kira-kira 2/3 bagian anterior dorsum lingua, sedangkan pars faringeal atau radiks meliputi kira-kira 1/3 bagian posterior. Apeks sulkus terminal terdapat foramen sekum, yaitu suatu cekungan kecil di bidang median yang merupakan sisa dari muara duktus tiroglosus pada masa embrional.23,26. Gambar 2. Makroskopik lidah34 2.2.2 Papila Lidah Permukaan dorsal dari bagian anterior sampai ke sulkus terminalis terdapat corak mukosa yang iregular dan tonjolan yang disebut papila lidah. Papila lidah dan taste buds menyusun organ indera pengecap di kavum oris. Terdapat empat jenis papila lidah, yaitu papila filiformis, papila fungiformis, papila sirkumvalata, dan papila foliata. Papila filiformis ialah papila terkecil tetapi papila yang paling banyak dibandingkan dengan papila lainnya.9,27 Terletak diatas dorsum lidah anteror dan posterior.27 Papila ini merupakan tonjolan jaringan ikat berbentuk kerucut, kecil, tinggi 2-3 mm, dan dilapisi oleh epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk yang cukup keras, tetapi tidak mempunyai kuncup kecap. Papila ini berfungsi mekanis dan terdistribusi pada bagian anterior permukaan dorsal lidah dengan ujung menghadap ke posterior.27. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 15. Papila fungiformis berbentuk jamur terletak pada permukaan dorsal lidah, tersebar di antara papila filiformis dan jumlahnya makin banyak ke arah ujung lidah. Bentuknya seperti jamur dengan tangkai pendek dengan bagian atas yang lebih lebar. Jaringan ikat di tengah-tengah papil berbentuk papil sekunder, sedangkan epitel diatasnya tipis sehingga pleksus pembuluh darah di dalam lamina propia menyebabkan papil berwarna merah atau merah muda. Papila fungiformis mengandung satu atau lebih taste buds di dalam epitel dengan jumlah lima taste buds per papila fungiformis dan teletak pada puncak papila.9,27 Papila sirkumvalata pada manusia berjumlah 10-14 papila dan terletak di sepanjang sulkus terminalis. Setiap papila lidah menonjol sedikit ke atas permukaan dan dibatasi oleh suatu saluran melingkar dengan banyak taste buds pada epitel dinding lateral. Kelenjar serosa terletak pada lapisan yang lebih dalam. Dan bermuara pada dasar saluran. Sekret serosa yang cair dapat membersihkan permukaan lidah dari sisa bahan makanan, sehingga memungkinkan penerimaan rangsang yang baru oleh taste buds. Papila foliata terletak pada bagian samping dan belakang lidah, berbentuk lipatan-lipatan mirip daun. Taste buds berada di dalam lekukan epitel yang terdapat pada lipatan. Sama seperti pada papila sirkumvalata kelenjar-kelenjar serosa bermuara pada dasar saluran dan taste buds terdapat pada semua papila, kecuali pada papila filiformis.9. 2.2.3 Taste Buds Taste buds merupakan struktur yang berbentuk goblet seperti bawang, pada bagian apeks terdapat prosesus mikrovili yang menonjol melaui taset pore masuk ke dalam rongga mulut. Setiap taste buds memiliki 50-150 sel pengecapan berbentuk spindel yang dapat berubah bentuk, bermodifikasi, dan meluas dari membran basal sampai ke epitel permukaan.9,27 Taste buds berfungsi membantu proses pengecapan di dalam rongga mulut dan masing–masing taste buds memiliki diantaranya precursor cells, supporting cells, dan taste receptor cells (TRCs). Mikrovili dianggap sebagai permukaan reseptor indera pengecapan. Dasar taste buds terdapat akson aferen yang masuk ke dalam buds dan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) 16. membentuk ramifikasi secara ekstensif. Setiap serabut secara khusus bersinaps dengan reseptor multipel ke dalam taste buds. Reseptor indera rasa pengecapan membentuk sinaps dengan dendrit neuron sensoris yang membawa informasi ke otak.9 Taste buds pada papila dalam rongga mulut menurun jumlahnya sesuai peningkatan usia, semakin tua akan semakin banyak penurunan jumlah papila dan semakin menurun kepekaannya akibat proses penuaan. Keadaan hiposmia (penurunan kepekaan indera rasa pembau) terjadi penurunan kepekaan terhadap rasa makanan. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan kinerja impuls saraf untuk menerima informasi dari indera pembau dan indera pengecap pada korteks orbito frontalis.9. 2.2.4 Persepsi dan Mekanisme Rasa Persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang diinterpretasikan sehingga individu dapat mengerti tentang stimulus yang diterimanya. Mekanisme rasa merupakan proses cara kerja untuk merasakan stimulus yang diterima. a. Persepsi Rasa Manis Rasa manis merupakan salah satu dari lima rasa dasar dan lebih dianggap sebagai suatu rasa yang menyenangkan. Nilai ambang rasa manis dinilai menggunakan metode dari Nilsson dan Holm.28 Proses pengecapan manis dapat terdeteksi melalui reseptor matabotropik. Sebagian senyawa kimia seperti aldehid dan keton dapat menyebabkan rasa manis. Diantara bahan substansi biologi yang umum, semua karbohidrat sederhana memberikan rasa manis beberapa derajat. Respon terhadap rasa manis adalah bersifat unimodal yang berarti dapat dirasakan oleh semua orang, meskipun rasa manis tersebut terbuat dari bahan struktur substansi kimia baik manis alami maupun buatan. Sukrosa adalah contoh prototipikal suatu zat manis. Sukrosa dalam larutan memiliki persepsi peringkat manis yang digunakan sebagai patokan atau standar dan zat lainnya dinilai relatif terhadap ini.9 Beberapa asam amino juga memberikan rasa manis seperti alanin, glisin, dan serin yang merupakan asam amino termanis. Hampir semua zat kimia organik dapat menimbulkan rasa manis. Beberapa zat kimia anorganik juga dapat menyebabkan rasa manis yaitu dari garam - garam, timah hitam, dan berilium.9. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 17. b. Mekanisme Rasa Manis Berbagai zat kimia yang dikenal menyebakan rasa manis dan kemampuan merasakan rasa manis harus berada dalam pengecapan di lidah, mekanisme biomolekuler proses pengecapan rasa manis itu cukup sulit dipahami. Mekanisme biomolekuler proses pengecapan rasa manis ini disebut metabotropik. Diawali dengan pengikatan substansi rasa manis tersebut oleh gen protein reseptor rasa manis T1R3 dan T1R2 untuk membentuk suatu GPCR. T1R termasuk anggota dari superfamili GPCRs. Subunit T1R terdapat di dalam taste buds, bergabung untuk membentuk reseptor heterodimer (T1R2+T1R3) dan dibentuk dalam sel HEK293. Homodimer T1R3 (T1R3+T1R3) juga berfungsi sebagi reseptor rasa manis.9,10 Proses penghantaran implus rasa manis ini dimulai dengan adanya bahan manis yang terdapat di dalam rongga mulut selanjutnya dirasakan dan di terima oleh resptor gen yang berperan terhadap rasa manis yang mengaktivasi G-Protein. Setelah GProtein teraktivasi akan memediasi perubahan dari ATP menjadi cAMP yang kemudian mengaktivasi phospokinase A sehingga memediasi fosforilasi dan inhibisi K+ channels yang dapat menyebabab depolarisasi membran yang merangsang pelepasan Ca2+. Pelepasan Ca2+ menyebabkan kenaikan Ca2 intraseluler yang menyebabkan masuknya kation (Na+), depolarisasi membran, dan mengarah pada pelepasan neurotransmitter. Serat aferen dalam saraf pengecapan mempunyai kontak sinaptik dengan sel pengecapan yang ditransfer ke area gustatory pada lobus parietal, hipotalamus, dan sistem batang otak. Bagian otak tersebut berfungsi mempersepsikan rasa manis sehingga individu dapat membedakan rasa manis dengan rasa yang lain, serta dapat mengukur kadar rasa manis yang dikecap.9 c. Persepsi Rasa Pahit Pengecapan rasa pahit memiliki fungsi sebagai proteksi diri namun rasa pahit sering ditolak karena rasanya yang tidak enak. Proses pengecapan rasa pahit dapat melalui reseptor metabotropik. Rasa pahit secara alami banyak ditemukan pada kopi dan ibuprofen sebagai pemati rasa nyeri dan juga di dapat pada buah anggur. Bahan pahit berinteraksi dengan reseptor indera pahit yang diperankan oleh taste buds yang terlektak pada papila lidah. Papila yang mengandung taste buds ini yaitu papila. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 18. sirkumvalata dan papila fungiformis. Selain itu saliva mempunyai peran penting untuk melarutkan makanan agar dapat dirasakan oleh lidah. Bila saliva berkurang karena berbagai hal, maka oksigen juga berkurang.9,10 Kurangnya oksigen, akan memicu pertumbuhan bakteri anaerob yang menjadi penyebab timbulnya sensasi pahit pada lidah. Rasa pahit disebabkan oleh dua kelas zat yaitu nitrogen dan alkaloid yang merupakan zat bahan organik rantai panjang yang cenderung menimbulkan sensasi rasa pahit. Alkaloid terdapat pada banyak obat-obatan yang digunakan seperti kina, kafein, stychnini, dan nikotin.9 d. Mekanisme Rasa Pahit Rasa pahit timbul akibat adanya ikatan antara bahan kimia dimulai dengan adanya bahan perangsang pengecapan rasa pahit pada reseptor indera rasa pahit yang menyebabkan ikatan dengan enzim serta IP3 (inositol trifosfat). Reaksi ini mengakibatkan G-protein melepas unit alpa, khusus pada reseptor indera pengecap rasa pahit disebut Gustducin. Gustducin mengaktivasi enzim sehingga pada keadaan ini menyebabkan tertutupnya saluran K+ pada saat ini Ca2+ic dikeluarkan dari endoplasmik retikum sehingga timbul depolarisasi.9 Peningkatan konsentrasi Ca2+ di dalam sel reseptor rasa pengecap pahit menyebabkan peningkatan rasa pahit yang diteruskan ke memori di dalam otak. Bila ada rangsangan bahan pahit (quinine, iso-a acid, L-triptopan, dan L-fenilalanine) maka bahan tersebut akan direspon lebih kuat oleh Nervus Glossofaringeus dibandingkan dengan chorda tymphani. Bahan pahit lainnya termasuk kation divalen, menghambat apikal saluran K+. Transduksi rasa pahit dapat dihambat dengan cara memberikan bahan gula, garam, dan lemak melalui beberapa proses pembuatan makanan dan minuman.9. 2. 3 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan salah satu indeks pengukuran status gizi yang biasa digunakan untuk mengukur status gizi usia remaja dan dewasa.29 Penilaian status gizi dengan BMI adalah nilai dari perhitungan antara berat badan (dalam kilogram) dan tinggi badan (dalam meter) seseorang atau diukur dari persentil tubuh. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 19. berdasarkan usia dan jenis kelamin.7,30,31 Interpretasi BMI tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Berbeda dengan orang dewasa, BMI pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan. BMI digunakan untuk penilaian obesitas akan tetapi bukan merupakan indeks adipositas karena tidak membedakan jaringan tanpa lemak (lean tissue) dan tulang dari jaringan lemak.4,7 World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. BMI merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2).32 Body Mass Index (BMI) dapat diperoleh dengan perhitungan rumus sebagai berikut: BB (kg) BMI = TB x TB (m2) Keterangan : BMI = Body Mass Index; BB = Berat Badan; TB = Tinggi Badan.7 Perhitungan hasil BMI yang didapat, disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia terlebih dahulu. Hasil BMI lalu dimasukkan ke rumus Z-score dengan rumus umum sebagai berikut.. Z-score =. BMI Subjek-Nilai Median Buku Rujukan Nilai Simpang Buku Rujukan. Keterangan : Z-score = Ambang Batas. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 20. Hasil Z-score yang didapat kemudian disesuaikan dengan kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks. Kategori Body Mass Index (BMI) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Keterangan Status Berat Badan Kemenkes RI 2010.35 Kategori status berat badan. Z-score. Sangat Kurus. Lebih kecil dari -3 SD. Kurus. -3 SD sampai dengan kurang dari -2 SD. Normal. -2 SD sampai dengan 1 SD. Gemuk. Lebih dari 1 SD sampai dengan 2 SD. Obesitas. Lebih dari 2 SD. Penelitian Markam et al. mengkategorikan BMI menjadi empat yaitu BMI kurang dari 5 persentil termasuk dalam kategori kurus, BMI antara 5 - 85 persentil termasuk kategori normal, BMI diatas 85 persentil dan kurang dari 95 persentil termasuk kategori gemuk, dan BMI diatas 95 persentil termasuk kategori obesitas.7 Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini juga membagi BMI menjadi empat kategori yaitu kurus, normal, gemuk, dan obesitas.. 2.4 Hubungan antara Persepsi Rasa dengan Pengalaman Karies Karies dental adalah salah satu dari dua penyakit infeksi utama yang secara langsung dipengaruhi oleh diet dan gizi. Persepsi rasa dapat memengaruhi pola makan sehingga subjek mempertimbangkan rasa sebagai faktor yang penting dalam pemilihan makanan, khususnya makanan yang mengandung rasa manis dan cemilan dengan kandungan lemak gula yang tinggi. Diet karbohidrat seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa serta beberapa pati dicerna oleh amilase pada saliva. Kemudian bakteri dalam rongga mulut mulai melakukan proses metabolisme. Inilah yang menyebabkan mengapa beberapa diet karbohidrat dianggap sebagai karbohidrat terfermentasi.9 Penelitian telah menemukan bahwa risiko karies gigi terkait dengan peningkatan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) 21. asupan gula. Selain menjadi salah satu sumber bahan utama yang disukai bakteri dalam rongga mulut, gula juga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian menurut Wan, melaporkan bahwa kolonisasi gigi oleh Streptoccus mutans didukung dengan adanya sukrosa. Kandungan gula terdapat secara alami dalam makanan seperti buah, madu, produk susu, dan gula dapat ditambahkan ke dalam makanan selama proses pembuatan suatu makanan. Contoh gula yang dibuat dalam proses pembuatan makanan yaitu gula putih atau coklat dan sirup jagung tinggi fruktosa.9 Secara luas dapat diterima bahwa asupan makanan dari gula dan fermentasi karbohidrat dikaitkan dengan peningkatan risiko karies gigi. Asupan karbohidrat dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk mengonsumsi makanan khususnya makanan dengan rasa manis. Banyak penelitian yang meneliti tentang pengaruh status pengecapan pada asupan makanan dan minuman yang mengandung gula atau sukrosa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, individu PROP taster yang memiliki penurunan persepsi pengecapan terhadap makanan dan minuman manis menyebabkan terjadinya penurunan konsumsi dari makanan yang mengandung bahan tersebut. Hanya ada satu penelitian sampai saat ini yang sudah meneliti hubungan antara sensitivitas PROP dan karies gigi pada anak.9 Hasil penelitian tersebut mendukung hubungan positif antara status PROP non taster dan karies gigi. Menunjukkan bahwa anak dengan kategori non taster memiliki lebih banyak karies gigi dibandingan dengan anak kategori super taster. Namun, data pemilihan makanan tidak dikumpulkan sehingga, perbedaaan yang diamati tidak dapat membedakan prevalensi karies gigi pada individu super taster dan non taster sebagai perannya dalam mengonsumsi asupan gula atau frekuensi makanan yang mengandung gula dan pati. Hubungan antara prevalensi karies super taster dan non taster dalam pemilihan makanan dan konsumsi bahan makanan yang mengandung gula memiliki peran yang penting karena dapat berfungsi untuk mengidentifikasi individu tersebut tergolong dalam risiko karies tinggi atau rendah. Skrining dini untuk mengidentifikasi individu berisiko tinggi dan pengembangan strategi intervensi, ditargetkan dapat berguna untuk mengurangi prevalensi karies pada masa remaja dan dewasa.9. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 22. 2.5 Hubungan antara Persepsi Rasa dengan BMI Individu yang tergolong kategori super taster dan non taster, PROP menunjukkan kategori super taster lebih peka terhadap rasa pahit dan kategori non taster kurang peka terhadap rasa pahit.7,10 Gen mempunyai pengaruh terhadap banyak aspek mengenai kebiasaan pola makan termasuk sensivitas terhadap rasa, pilihan makanan, dan asupan makanan. Memiliki sensitivitas tinggi, PROP menunjukkan ada hubungan yang tinggi terhadap BMI. Terbukti dari kemampuan individu untuk dapat merasakan rasa pahit yang kemungkinan dapat dikaitkan dengan status BMI.33 Berdasarkan penelitian terdahulu ditemukan adanya hubungan yang signifikan anatara BMI dengan kelompok super taster dan kelompok non taster. Penelitian menurut Markam et al. melaporkan, adanya hubungan yang signifikan antara BMI dan persepsi rasa. Kategori kelebihan berat badan memiliki persentase yang tinggi pada individu non taster sebesar 73,30% dan persentase yang lebih rendah dari non taster terdapat pada individu yang kekurangan berat badan. Jumlah individu super taster lebih tinggi pada kategori kekurangan berat badan dan nilai yang lebih rendah dari non taster terdapat pada individu yang kelebihan berat badan.7 Berat badan normal memiliki kategori pengecapan yang normal disebut medium taster atau tingkat sensitivitas rasanya sedang.7,10 Penelitian menurut Markam et al. menunjukkan hasil signifikan yang kurang jelas antara persepsi rasa dengan berat badan tetapi menunjukkan ada pengaruh sebab akibat dari konsumsi makanan yang mengandung lemak atau yang tidak mengandung lemak. Kegemaran individu terhadap makanan yang berlemak dapat menyebabkan individu tersebut berisiko tinggi terkena obesitas. Jumlah taste buds yang sedikit pada kategori non taster dapat berpengaruh terhadap sinyal yang diberikan ke saraf trigeminal dan kemampuannya mengonsumsi makanan berlemak dalam porsi yang besar untuk dapat menyeimbangi level pengecapan yang sama dengan kategori super taster.32 Penelitian Hedge dan Sharma menunjukkan bahwa kebanyakan anak obesitas dan gemuk tergolong dalam kategori non taster dan individu tersebut lebih suka mengonsumi makanan yang manis dan berlemak.33 Penelitian Keller, menemukan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 23. bahwa anak kategori non taster memiliki peningkatan nilai BMI dibanding dengan kategori super taster.32 Asupan makanan lemak yang tinggi adalah faktor risiko terjadinya obesitas. Penelitian Markam et al. menyatakan bahwa kategori non taster cenderung lebih banyak. mengonsumsi makanan yang mengandung lemak yang. menyebabkan peningkatan nilai BMI pada kondisi gemuk dan obesitas sedangkan pada kategori kurus kebanyakan anak adalah super taster. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa kategori non taster memiliki lebih banyak jumlah papila fungiformis dan memiliki nilai ambang rasa yang rendah terhadap persepsi rasa yang menyebabkan terjadinya perbedaan individu dalam memilih tipe atau jenis makanan.7. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 24. 2.6. Kerangka Teori Lidah Karies. Asam Papila Lidah. Manis. Taste Buds. Pahit. BMI. Asin. Persepsi Rasa. Umami. 2.7. Kerangka Konsep Persepsi Rasa . Manis. . Pahit. Pengalaman Karies. Persepsi Rasa . Manis. . Pahit. BMI. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 25. BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional dengan menggunakan kuesioner dan lembaran pemeriksaan.. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VII dan VIII di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan.. 3.2.2 Waktu Penelitian Proposal penelitian dilaksanakan pada September 2018 – Desember 2018. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2019 – Februari 2019. Penyusunan hasil penelitian dilaksanakan pada Maret 2019 – Juli 2019.. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada penelitian ini adalah anak berusia 12 – 13 tahun di Kota Medan. Sampel Sampel dari penelitian ini adalah anak sekolah berusia 12 – 13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan yang memenuhi kriteria inklusi. Penentuan kecamatan dan sekolah menggunakan metode purposive sampling dan random sampling. Penentuan besar sampel menggunakan uji hipotesis beda rata-rata dua kelompok independen karena data dari penelitian sebelumnya dalam skala pengukuran numerikal berupa mean dan standar deviasi (SD). Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel yang didapat dari perhitungan data. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 26. penelitian sebelumnya antara persepsi rasa dengan BMI. Rumus : 𝛿2 =. =. (n1-1)S12 + (n2-1)S22 (n1-1) + (n2-1) (93-1)1,32 + (8-1)1,62 (93-1) + (8-1). n. =. 1,75. =. 2 𝛿 2(Z1-α/2 + Z1-β)2 ( 𝜇 1 −𝜇2)2. =. 2 . 1,75 (1,96 + 1,28 )2 (2,9 – 2 )2. =. 45,36. =. 46. Besar sampel = =. 3 x n = 138 ( 3 x n ) + 10% = 152. Keterangan : 𝛿2. : varians gabungan. n1. : jumlah pada kelompok 1. n2. : jumlah pada kelompok 2. S1. : varians pada kelompok 1. S2. : varians pada kelompok 2. Z1-α/2. : nilai z pada derajat kepercayaan 1-α/2 (α = 95%). Z1-β. : nilai z pada kekuatan uji ( power) 1-β (β = 90%). μ1. : estimasi rata-rata kelompok 1. μ2. : estimasi rata-rata kelompok 2 Mengantisipasi adanya sampel yang drop-out maka ditambahkan dari 10% besar. sampel yang didapat. Jumlah sampel minimum pada penelitian ini adalah 152 orang. Jumlah subjek penelitian kemudian didistribusikan merata pada masing - masing. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 27. sekolah yang dipilih yaitu 76 anak di Kecamatan Medan Petisah dan 76 anak di Medan Tuntungan.. 3.3.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi kelompok sampel ini : 1. Anak berusia 12-13 tahun 2. Status fisik ASA I 3. Tidak mempunyai alergi ataupun reaksi terhadap PROP 4. Tidak sedang menggunakan obat-obatan sistemik seperti antibiotik 5. Tidak sedang mengonsumsi NSAID yang dapat menurunkan produksi saliva 6. Tidak menggunakan perawatan orthodonti 7. Anak memberikan informed consent untuk mengikuti prosedur penelitian 8. Tidak menggunakan obat kumur minimal 2 jam sebelumnya 9. Tidak mengonsumsi makanan 2 jam sebelum penelitian.. 3.3.2 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi kelompok sampel ini : 1. Anak menolak untuk diperiksa 2. Anak tidak ada informed consent. 3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel bebas pada penelitian ini adalah persepsi rasa pengecapan.Variabel terikat pada peneltian ini adalah pengalaman karies dan BMI. Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Persepsi Rasa. Defenisi Operasional Persepsi adalah proses memasukkan stimulus berupa pengalaman. Cara Pemeriksaan. Hasil Ukur. Skala. Pengukuran persepsi - Rasa manis : menggunakan sukrosa dengan berbagai konsentrasi mulai dari. Persepsi rasa manis dan pahit terbagi menjadi 3 kategori: Rasa manis. Ordinal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 28. Variabel. Defenisi Operasional sensori ke dalam otak untuk menentukan respon yang diberikan kepada stimulus tersebut. Menentukan persepsi pengecapan rasa manis menggunakan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi 0,625%, 1,25%, 2,5 %, 5%, 10%, 20%, dan 40%. Rasa pahit diukur menggunakan PROP (6-npropyltiouracil). Cara Pemeriksaan. Hasil Ukur. 0,625%, 1,25%, 2,5 %, 5%, 10%, 20%, dan 40 %. Gunting kertas Whatman dengan ukuran 2x2 cm. Teteskan larutan sukrosa mulai dari konsentrasi terendah 0,625% pada kertas Whatman dan letakkan pada apeks lidah. Apabila subjek tidak merasakan rasa manis, intruksikan untuk berkumur dengan air lalu lakukan prosedur yang sama untuk konsentrasi 1,25%, 2,5 %, 5%, 10%, 20%, dan 40%. Lakukan pencatatan pada konsentrasi manis pertama yang 2. dirasakan subjek. - Rasa pahit: menggunakan lembaran PROP yang diletakkan pada dorsal lidah (2/3 anterior lidah) selama 30 detik. Pada saat subjek merasakan intensitas paling pahit, subjek melakukan penilaian pada facial 7- point hedonic scale.. 1. Super taster apabila subjek Merasakan manis pada konsentrasi 0,625% - 1,25% 2. Medium taster apabila subjek merasakan manis pada konsentrasi 2,5% - 5 % 3. Non taster apabila subjek merasakan manis pada konsentrasi 10% - 40)% - Rasa pahit: 1. Super taster apabila subjek menilai PROP sangat pahit 2. Medium taster apabila subjek menilai PROP pahit dan biasa saja 3. Non taster apabila subjek menilai PROP tidak berasa dan ragu – ragu. Skala. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 29. Variabel Pengalaman karies. Kategori Massa Tubuh. Jenis Kelamin. Usia. Defenisi Operasional. Cara Pemeriksaan. Hasil Ukur. Skala. Pemeriksaan menggunakan kaca mulut, pinset, sonde, dan probe pada semua gigi. Pemeriksaan dilakukan dengan penerangan yang memadai. Dinilai dengan kriteria: 1. D (decayed) = gigi yang mengalami karies dan belum ditambal; sisa akar 2. M (missing) = gigi yang dicabut karena karies 3. F (filling) = gigi yang direstorasi karena karies BMI adalah a. Pengukuran tinggi hasil badan anak perhitungan menggunakan berat badan (kg) stadiometer dibagi kuadrat b. Pengukuran berat tinggi badan badan anak (m), yang menggunakan kemudian timbangan badan dibandingkan Pengukuran BMI : dengan diagram berat badan (kg) BMI sesuai jenis tinggi badan (m2) kelamin dan usia anak.. Perhitungan DMFT yaitu penjumlahan D, M, dan F pada gigi permanen. Rasio. Tanda fisik (sex) yang teridentifikasi dan dibawa sejak lahir. Usia dihitung dari ulang tahun sampai. Melalui lembar pemeriksaan (kuesioner). 1. Laki-laki 2. Perempuan. Nominal. Melalui lembar pemeriksaan (kuesioner). 1. 12 tahun 2. 13 tahun. Nominal. Ditentukan berdasarkan kriteria Klein dengan melihat jumlah gigi yang tergolong kategori decayed, missing, dan filling (DMFT). 1. Kurus : (BMI Ordinal < -2 SD) 2. Normal : (BMI -2 s.d 1 SD) 3. Gemuk :BMI ≥ 1 − 2 SD) 4. Obesitas : (BMI ≥ 2 SD). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) 30. Variabel. Kuesioner. Definisi Operasional pencatatan terakhir responden Kuesioner sebagai alat bantu pemeriksaan meliputi pemeriksaan persepsi rasa pengecapan, pengalaman karies dan BMI. Sebelum melakukan pemeriksaan terlebih dahulu perlu didapat informed consent dari orang tua subjek. Subjek yang mengikuti penelitian adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi.. Cara Pemeriksaan. Pemeriksaan langsung di rongga mulut subjek. Pemeriksaan persepsi rasa manis dengan larutan sukrosa dan rasa pahit dengan PROP. Pemeriksaan karies dengan kriteria Klein.. Hasil Ukur. Hasil ukur dikategorikan untuk memudahkan pemindahan data.. Skala. Nominal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 31. 3.5 Alur Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Alur penelitian dan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini : 1. Kecamatan yang diteliti adalah Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan 2. Pendataan sekolah berdasarkan kecamatan 3. Kalibrasi sebanyak dua kali yang diawasi oleh dosen pembimbing untuk menyamakan persepsi 4.. Peneliti mendapatkan surat keterangan dari pihak Fakultas Kedokteran Gigi. USU. 5. Peneliti mendapatkan surat izin dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan dari Fakultas Kedokteran USU 6. SMP Swasta Kalam Kudus dan SMP Negeri 21 merupakan pemilihan sekolah berdasarkan purposive sampling 7. Peneliti mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian dari pihak sekolah 8. Persetujuan telah diperoleh dari orang tua 9. Pendataan subjek setelah mengembalikan informed consent dan data diri orang tua 10. Pemeriksaan dengan alat bantu kuesioner pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi 11. Pencatatan hasil pemeriksaan 12. Penginputan data, pengolahan data, dan analisis data. 13. Penyusunan hasil penelitian.. 3.6 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 32. 3.6.1 Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian akan diolah secara komputerisasi. Pengolahan data secara komputerisasi meliputi : 1. Editing (Penyuntingan Data) Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan lembaran pemeriksaan. 2. Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet) Coding dilakukan untuk mengubah data yang telah terkumpul dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. Proses pengkodean dilakukan berdasarkan komponen – komponen yang ada pada lembaran pemeriksaan. 3. Memasukkan data (Data Entry) Memasukkan data lembaran pemeriksaan dan perawatan gigi anak yang lengkap ke Microsoft Excel. 4. Saving Merupakan proses penyimpanan data sebelum data dianalisis. 5. Tabulasi Merupakan proses penyusunan data dalam bentuk tabel dan selanjutnya diolah dengan komputer. 6. Cleaning Kegiatan pengetikan kembali data yang sudah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. 3.6.2 Analisis Data Data diolah secara deskriptif dan analitik. Data deskriptif yaitu data univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dan dihitung dalam bentuk tabel dan persentase. Data analitik yaitu data bivariat yang juga disajikan dalam bentuk tabel berupa ada tidaknya hubungan terhadap tiap variabel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 22. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data yang diperoleh tidak terdistribusi sempurna. Analisis data kategorik dengan kategorik menggunakan uji analisis Chi-Square. Analisis data kategorik dengan numerik menggunakan uji analisis Kruskal-Wallis dan post hoc Mann-Whitney.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 33. 3.7 Etika Penelitian Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar Persetujuan (informed consent) Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan pelaksanaan penelitian. Setelah itu peneliti memberikan lembar persetujuan kepada orang tua /wali dari responden yang akan ditanda tangani. 2. Ethical Clearance Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 34. BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian yang telah dilakukan pada sekolah SMP Swasta Kalam Kudus dan SMP Negeri 21 mendapatkan berbagai data. Data tersebut akan dilakukan berbagai analisis seperti analisis univariat dan bivariat.. 4.1 Analisa Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi dari setiap variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti meliputi karateristik demografi responden (usia dan jenis kelamin) dan karateristik klinis (persepsi rasa pengecapan, karies, dan BMI) pada dua kecamatan.. 4.1.1 Demografi Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah anak berusia 12 - 13 tahun di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan dengan jumlah sampel 152 anak. Gambaran demografis sampel penelitian meliputi usia dan jenis kelamin di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan. Tabel 3 memperlihatkan jumlah anak yang berusia 12 tahun 86 anak (56,6%) dan yang berusia 13 tahun sebanyak 66 anak (43,4%). Anak berusia 12 tahun jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan usia 13 tahun karena sampel penelitian lebih banyak pada anak kelas VII yang rata – rata berusia 12 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah anak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 62 anak (40,8%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 90 anak (59,2%). Anak berjenis kelamin perempuan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan anak berjenis kelamin laki - laki karena mayoritas anak pada sekolah yang diteliti kebanyakan adalah perempuan. Berdasarkan kecamatan, anak yang berasal dari Kecamatan Medan Petisah sebanyak 72 anak (47,4%) dan yang berasal dari Kecamatan Medan Tuntungan sebanyak 80 orang (52,6%).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 35. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Petisah dan Medan Tuntungan No. 1. 2. 3. Karateristik Usia 12 tahun 13 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kecamatan Medan Petisah Medan Tuntungan Total. n. %. 86 66. 56,6 43,4. 62 90. 40,8 59,2. 72 80 152. 47,4 52,6 100. 4.1.2 Distribusi kategori persepsi rasa pahit Penilaian persepsi rasa pahit dibagi menjadi lima yaitu sangat pahit, pahit, raguragu, biasa saja, dan tidak berasa berdasarkan penggunaan Linkert Scale. Berdasarkan Tabel 4, penilaian persepsi rasa pahit terhadap PROP, 59 anak (38,8%) merasakan pahit diikuti dengan penilaian sangat pahit 47 anak (30,9%), biasa saja dan tidak berasa memiliki jumlah yang sama 17 anak (11,2%). Penilaian ragu-ragu merupakan penilaian paling sedikit diberikan oleh 12 anak (7,9%). Berdasarkan penilaian rasa pahit pada Tabel 4, penilaian rasa pahit dikategorikan menjadi tiga yaitu super taster, medium taster, dan non taster. Kategori super taster adalah kategori untuk penilaian persepsi rasa yang menyatakan bahwa PROP berasa sangat pahit karena anak merasakan rasa pahit yang tak tertahankan dan membuat anak mual sehingga ada reaksi spontan untuk memuntahkan PROP tersebut. Kategori medium taster untuk penilaian persepsi rasa yang menyatakan PROP berasa pahit dan biasa saja karena rasanya sama seperti minum obat. Kategori non taster untuk penilaian persepsi rasa menyatakan PROP tidak berasa atau ragu – ragu terhadap rasa karena anak kesulitan untuk mendeteksi rasa PROP tersebut. Berdasarkan Tabel 4, persepsi rasa pahit kategori medium taster merupakan kategori yang paling banyak dengan jumlah 76 anak (50%) dan kategori non taster merupakan kategori paling sedikit dengan jumlah 29 anak (19,1%).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 36. Tabel 4. Distribusi Kategori Rasa Pahit No 1. 2. Rasa pahit Penilaian Sangat pahit Pahit Ragu-ragu Biasa saja Tidak berasa Total Kategori Super taster Medium taster Non taster Total. n. %. 47 59 12 17 17 152. 30,9 38,8 7,9 11,2 11,2 100. 47 76 29 152. 30,9 50 19,1 100. 4.1.3 Distribusi kategori persepsi rasa manis Distribusi persepsi rasa manis diukur berdasarkan nilai ambang rasa (taste threshold) manis dengan menggunakan tujuh konsentrasi manis yaitu 0,625; 1,25; 2,5; 5;10; 20; dan 40%. Berdasarkan Tabel 4, pada konsentrasi dapat disimpulkan dengan konsentrasi 1,25% sampel sudah bisa merasakan manis walaupun kebanyakan 32,9% merasakan ambang rasa manis dengan konsentrasi 10% diikuti oleh konsentrasi 2,5(27,0%); 1,25(20,4%); 5(19,1%) dan 20(0,7%). Pada konsentrasi 0,625% disimpulkan bahwa anak atau sampel belum bisa merasakan manis. Berdasarkan tujuh konsentrasi tersebut, dikategorikan menjadi tiga kategori persepsi manis yaitu super taster, medium taster, dan non taster. Kategori super taster terdiri dari konsentrasi manis 0,625 dan 1,25%. Kategori medium taster terdiri dari konsentrasi manis 2,5 dan 5%. Kategori non taster terdiri dari konsentrasi manis 10,20, dan 40%. Berdasarkan Tabel 5, kategori manis medium taster merupakan kategori paling banyak dengan jumlah 70 anak (46,1%). Diikuti dengan kategori non taster memiliki jumlah yaitu 51 anak (33,6%) dan kategori super taster memliki jumlah yaitu 31 anak (20,4%. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ambang rasa konsentrasi manis berada pada konsentrasi 1,25-10%.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 37. Tabel 5. Distribusi Kategori Persepsi Rasa Manis No 1. 2. Rasa Manis Penilaian 0,625 1,25 2,5 5 10 20 40 Total Kategori Super taster Medium taster Non taster Total. n. %. 0 31 41 29 50 1 0 152. 0 20,4 27,0 19,1 32,9 0,7 0 100. 31 70 51 152. 20,4 46,1 33,6 100. 4.1.4 Distribusi Pengalaman Karies Berdasarkan Tabel 6, distribusi pengalaman karies (DMFT > 0) memiliki nilai mean sebesar 2,35 ± 2,58, dengan nilai minumum sebesar 0 gigi dan nilai maksimum sebesar 14 gigi. Jumlah karies merupakan hasil dari pertumbuhan DMFT pada gigi permanen. Indeks karies anak dibagi menjadi enam kelompok yaitu bebas karies, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil rata-rata indeks karies berada pada kategori rendah. Penelitian ini menemukan bahwa jumlah indeks karies terbesar merupakan anak bebas karies sebanyak 44 anak (28,9%) dan jumlah indeks karies paling sedikit merupakan anak kategori sangat tinggi sebanyak 10 anak (6,6%).. Tabel 6. Distribusi Pengalaman Karies No 1. Pengalaman Karies Jumlah 0 1 2 3 4. n. %. 44 27 25 20 10. 28,9 17,8 16,4 13,2 6,6. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) 38. No. Pengalaman Karies. n. %. Total. 7 9 4 1 1 1 2 1 152. 4,6 5,9 2,6 0,7 0,7 0,7 1,3 0,7 100. 44 27 25 30 16 10 152. 28,9 17,8 16,4 19,7 10,5 6,6 100. 5 6 7 8 9 10 11 14 2. Indeks Karies (Skor) Bebas Karies (0) Sangat Rendah (0,1 – 1,1) Rendah (1,2 – 2,6) Sedang (2,7 – 4,4) Tinggi (4,5 – 6,5) Sangat Tinggi (> 6,5) Total. 4.1.5 Distribusi Kategori BMI Berdasarkan Tabel 7, distribusi kategori BMI dibagi menjadi tiga yaitu normal, gemuk, dan obesitas dengan nilai mean BMI sebesar 21,53 ± 5,06 kg. Nilai minimum sebesar 15,13 kg dan nilai maksimum sebesar 34,97 kg. Kategori BMI dengan frekuensi terbanyak yaitu kategori normal 99 anak (65,1%) diikuti kategori gemuk 33 anak (21,7%) dan kategori obesitas 20 anak (13,2%). Tidak dijumpai kriteria kurus pada BMI.. Tabel 7. Distribusi Kategori BMI No. Kategori BMI. n. %. 1 2 3. Normal Gemuk Obesitas Total. 99 33 20 152. 65,1 21,7 13,2 100. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 39. 4.2 Analisa Bivariat Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mencari adanya hubungan antara dua faktor. Sebelum melakukan uji tersebut uji normalitas dapat dilakukan uji KolmogorovSmirnov. Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai signifikansi <0,05 sehingga data tidak terdistribusi normal.. 4.2.1 Hubungan antara Persepsi Rasa Pahit dengan Pengalaman Karies Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan hasil uji statistik Kruskal-Wallis memperoleh nilai p sebesar 0,003 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi rasa pahit dengan pengalaman karies. Hasil menunjukkan bahwa kategori super taster berada pada rata-rata indeks karies rendah (1,51 ± 1,89) sama halnya dengan kategori medium taster (2,50 ± 2,78). Berbeda halnya dengan kategori non taster yang berada pada indeks karies sedang (3,31 ± 2,66). Hasil uji lanjutan (post hoc) antara ketiga kelompok kategori pahit menggunakan Mann-Whitney test dengan derajat α= 0,05 untuk menentukan perbedaan signifikan antara ketiga kelompok kategori pahit. Didapatkan hasil bahwa kelompok kategori super taster dan medium taster memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0,044) sama halnya dengan kelompok kategori super taster dan non taster juga menunjukkan perbedaan yang signifikan (p = 0,000). Berbeda halnya dengan kelompok kategori medium taster dan non taster diperoleh hasil yang tidak signifikan (p = 0,078).. Tabel 8. Hubungan Persepsi Rasa Pahit dengan Pengalaman Karies Kategori Pahit (n = 152). n. Super taster Medium taster Non taster * p < 0,05. 47 76 29. DMFT Mean 1,51 ± 1,89 2,50 ± 2,78 3,31 ± 2,66. p*. 0,003. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Gambar

Gambar 2. Makroskopik lidah 34
Tabel 1. Keterangan Status Berat Badan Kemenkes RI 2010. 35   Kategori status berat badan  Z-score
Tabel 2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian  Variabel  Defenisi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin di Kecamatan  Medan Petisah dan Medan Tuntungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika materi sistem

Skripsi dengan judul ” Perbedaan Hasil Pemeriksaan CT-Scan (Computed Tomography Scan) Kepala Antara Stroke Hemoragik dan Stroke Non-Hemoragik Pada Penderita Hipertensi di

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis perbandingan kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan

Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes., Sp.KG(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing penulis

Pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause, yang berpengaruh sangat kuat berkaitan dengan kondisi gigi geligi terbanyak yaitu pada Stage IV Grade B dan pada fase menopause

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa HAp cangkang keong unam dengan suhu kalsinasi 900ºC merupakan sampel yang paling baik di antara ketiga

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga penelitian ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan mengenai