• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: ANGGIANA BR SIRAIT NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: ANGGIANA BR SIRAIT NIM :"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

BEBAS KARIES SETELAH PENGAMATAN 6 BULAN DIHUBUNGKAN DENGAN

KARIES DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ANGGIANA BR SIRAIT NIM : 140600063

Pembimbing :

SITI SALMIAH, drg., Sp.KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Tahun 2018

Anggiana Br Sirait

Kondisi Saliva pada Anak Usia 2 tahun dengan Severe Early Childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies setelah Pengamatan 6 bulan Dihubungkan dengan Penambahan Karies di Kecamatan Medan Selayang.

xi + 56 halaman

Severe Early Childhood Caries (SECC) merupakan terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi kavitas, kehilangan gigi, atau adanya tambalan pada permukaan halus pada gigi apa saja untuk anak usia dibawah 3 tahun (skor defs>0).

Pada anak usia 3-5 tahun, dengan satu atau lebih kavitas, gigi hilang atau adanya tambalan pada permukaan halus di gigi anterior maksila atau nilai skornya ≥ 4 untuk usia 3 tahun, ≥ 5 untuk usia 4 tahun dan ≥ 6 untuk usia 5 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis perbandingan kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun yang dihubungkan dengan penambahan karies di Kecamatan Medan Selayang.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort prospektif. Jumlah sampel 48 orang yang diperoleh dari sampel penelitian sebelumnya. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data pengalaman karies diperoleh dengan pemeriksaan klinis rongga mulut dan

(3)

perbandingan kondisi saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun yang dihubungkan dengan penambahan karies di Kecamatan Medan Selayang. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon, Chi Square, uji korelasi pearson, uji regresi linear berganda. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa elemen dalam kondisi saliva yang terdiri dari pH, kapasitas buffer, laju alir, volume yang paling berperan dalam penambahan karies setelah 6 bulan yaitu kapasitas buffer Saliva.

Daftar Rujukan: 54 (1995-2017)

(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 23 April 2018

Pembimbing: Tanda tangan

Siti Salmiah, drg., Sp. KGA ...

NIP. 19790626 200501 2 006

(5)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 23 April 2018

TIM PENGUJI

KETUA : Essie Octiara, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela, drg., Sp.KGA., MSc 2. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

(6)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Eva Tiurmauli Boru Tobing atas segala kasih sayang, doa, dukungan, dan bantuan moril maupun materil yang senantiasa diberikan. Terima kasih kepada abang, kakak, dan adik penulis, Rian Mangapul Sirait, SH., M.Kn, Putri Angela Sirait, Skg., dan Angga Sahputra Sirait atas segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penguji, atas kesediaannya memberikan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, waktu, saran, dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc selaku dosen penguji, atas kesediaannya memberikan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

vii

5. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., PhD., Sp.Pros (K) selaku penasehat akademik, yang banyak memberikan motivasi, nasihat dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP (K) selaku ketua Komisi Etik Penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak atas saran dan bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak: Retno, Gita, Lava, Dyvia, kakak Nia, kakak Pravina, abang Yatcen, abang Angga serta teman-teman seangkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

9. Sahabat-sahabat penulis: Jessica Sonya Siahaan, Bunga Sinuaji, Dewi Afrina Marpaung, Bintang Sinaga, Monica Manurung, Dian Siregar, Mayu Sara Anggita, Claudia Valensia, Nadyne, Imelda, Lena Yosie dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan dan peningkatan ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak.

Medan, 23 April 2018 Penulis,

(Anggiana Br Sirait) NIM: 140600063

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.2.1 Masalah Umum ... 4

1.2.2 Masalah Khusus ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Definisi ECC ... 8

2.2 Definisi SECC ... 8

2.3 Etiologi ... 9

2.3.1 Faktor Host... 10

2.3.2 Faktor Mikroorganisme ... 10

2.3.3 Faktor Substrat ... 11

2.3.4 Faktor Waktu ... 11

2.4 Klasifikasi SECC dan ECC ... 12

2.5 Faktor Resiko SECC ... 12

2.6 Efek SECC Terhadap Kesehatan ... 14

2.6.1 Efek SECC Terhadap Kesehatan Rongga Mulut ... 14

2.6.2 Efek SECC Terhadap Kesehatan Umum ... 14

2.7 Saliva... 15

(9)

ix

2.7.1 Komposisi dan Fungsi Saliva... 17

2.7.2 Laju Alir dan Volume Saliva ... 17

2.7.3 pH dan Kapasitas Buffer ... 18

2.8 Kerangka Teori ... 20

2.10 Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 22

3.1 Jenis Penelitian... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2 Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

3.3.1 Populasi Penelitian ... 22

3.3.2 Sampel Penelitian ... 22

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 23

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 23

3.5 Variabel Penelitian ... 24

3.5.1 Variabel Bebas ... 24

3.5.2 Variabel Tergantung ... 24

3.5.3 Variabel Terkendali ... 24

3.6 Definisi Operasional ... 24

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 27

3.8 Cara Pengambilan Data ... 27

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.9.1 Pengolahan Data ... 30

3.9.2 Analisis Data ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 32

4.1 Distribusi Anak SECC dan Bebas Karies pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan ... 32

4.2 Analisis Statistik Perbandingan Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal SECC .. 33

4.3 Analisis Statistik Perbandingan Kondisi Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Bebas Karies ... 33

4.4 Analisis Statistik Perbandingan Kondisi Saliva Setelah 6 Bulan pada Kelompok Setelah 6 Bulan SECC dan Bebas Karies ... 34

4.5 Analisis Statistik Perbandingan Pengalaman Karies pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Anak SECC dan Bebas Karies... 35

4.6 Analisis Statistik Korelasi antara Kondisi Saliva dengan Penambahan Karies Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Anak SECC dan Bebas Karies ... 36

(10)

x

4.7 Analisis Statistik Faktor Resiko Penambahan Karies setelah 6

bulan pada Kelompok Awal Anak SECC dan Bebas Karies ... 37

4.8 Gambaran Kategori pH, Kapasitas Buffer, Laju Alir, Volume Saliva Setelah 6 Bulan Pada Anak SECC dan Bebas Karies ... 38

4.9 Analisis Statistik Perbandingan Kategori pH Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak SECC dan Bebas Karies ... 39

4.10 Analisis Statistik Perbandingan Kategori Kapasitas Buffer Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak SECC dan Bebas Karies ... 40

4.11 Analisis Statistik Perbandingan Kategori Laju Alir dan Volume Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Anak SECC dan Bebas Karies ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 51

6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tahapan ECC dan SECC ... 12 2. Definisi Operasional... 24 3. Alat dan Bahan Penelitian ... 27 4. Distribusi Anak SECC dan Bebas Karies pada Awal Pemeriksaan

dan Setelah 6 Bulan ... 32 5. Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal

Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal SECC ... 33 6. Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva pada Awal

Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Bebas

Karies ... 34 7. Analisis Statistik Perbandingan Rerata Kondisi Saliva Setelah 6

Bulan pada Kelompok 6 Bulan Anak SECC dan Bebas Karies... 35 8. Analisis Statistik Perbandingan Rerata Pengalaman Karies Setelah 6

Bulan menurut AAPD pada Kelompok 6 Bulan Anak SECC dan

Bebas Karies... 35 9. Analisis Statistik Perbandingan Rerata Pengalaman Karies menurut

AAPD pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok

Awal Anak SECC dan Bebas Karies ... 36 10. Analisis Statistik Korelasi antara Kondisi Saliva dengan

Penambahan Karies Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Anak

SECC dan Bebas Karies ... 37 11. Analisis Statistik Gambaran Kategori pH, Kapasitas Buffer, Laju

Alir, Volume Saliva Setelah 6 Bulan pada Anak SECC dan Bebas

Karies ... 38

(12)

xii

12. Analisis Statistik Perbandingan Kategori pH Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal Anak SECC

dan Bebas Karies ... 39 13. Analisis Statistik Perbandingan Kategori Kapasitas Buffer Saliva

pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok Awal

Anak SECC dan Bebas Karies ... 40 14. Analisis Statistik Perbandingan Kategori Laju Alir dan Volume

Saliva pada Awal Pemeriksaan dan Setelah 6 Bulan pada Kelompok

Awal Anak SECC dan Bebas Karies ... 41

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Severe Early Childhood Caries ... 9 2. Skema yang Menunjukkan Karies sebagai Penyakit Multifaktorial .... 9 3. Teknik Pendekatan Knee to Knee ... 28

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan kepada Orangtua/Wali Subjek Penelitian 2. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent) 3. Lembar Pemeriksaan Gigi dan Saliva Subyek Penelitian 4. Surat Persetujuan Komisi Etik (ethical clearance) 5. Lembar Hasil Uji Statistik

6. Lembar Data Responden

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu komponen dari kesehatan secara umum dan juga merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan normal dari anak. Masalah kesehatan mulut dapat mempengaruhi perkembangan umum anak, kesehatan umum dan juga berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak. Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang terjadi pada anak yaitu karies gigi. Karies gigi adalah penyakit pada gigi yang paling sering ditemui di masyarakat yang merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh demineralisasi enamel dan dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi makanan yang kariogenik.1

Menurut National Center for Health Statistics (NCHS), karies gigi dilaporkan menjadi penyakit paling umum dialami anak di Amerika Serikat, dengan prevalensi pada tahun 2011-2012 sekitar 22,7% pada usia 2–5 tahun yang mempunyai pengalaman karies.2 Prevalensi karies anak usia 2-3 tahun di Iran pada tahun 2015 sebesar 61,1%,3 sedangkan di Whenzou (China) menunjukkan 59,8% usia 3-4 tahun, 71,8% usia 4-5 tahun, dan 76,4% usia 5-6 tahun.4 Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan bahwa prevalensi penduduk yang bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya pada kelompok umur 1-4 tahun adalah 10,4%, pada kelompok umur 5-9 tahun adalah 28,9%, sedangkan di Sumatera Utara persentase penduduk yang bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulut sebesar 19,4%.5

Karies yang terjadi pada gigi desidui bayi dan anak prasekolah sering disebut Early Childhood Caries (ECC). Early Childhood Caries (ECC) merupakan masalah kesehatan gigi paling utama terjadi pada bayi dan anak-anak balita, yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan gigi anak. ECC didefinisikan sebagai terdapatnya satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non kavitas), kehilangan gigi (karena karies), atau adanya tambalan di permukaan gigi desidui pada anak usia dibawah 6 tahun. Severe Early Childhood Caries (SECC) adalah karies

(16)

yang muncul pada anak dibawah usia 3 tahun yang melibatkan permukaan halus dan sering terjadi pada gigi anterior maksila desidui.6,7,8 Pada anak usia 2-5 tahun dengan satu atau lebih kavitas, gigi hilang atau adanya tambalan pada permukaan halus di gigi anterior maksila atau nilai skor ≥ 4 (usia 3 tahun), ≥ 5 (usia 4 tahun), dan ≥ 6 (usia 5 tahun) ditegakkan diagnosis SECC.6,9,10 SECC menggambarkan karies gigi anak yang terjadi secara tiba-tiba, menyebar luas dan cepat melibatkan pulpa. Karies gigi ini sebelumnya disebut : “baby bottle tooth decay” dan “nursing bottle caries”.10,11,12

Prevalensi dan keparahan karies gigi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di beberapa negara cukup tinggi. Penelitian tahun 2010 di India menunjukkan prevalensi SECC sebesar 42,03%.9 Penelitian di Mueang Nan (Thailand) pada tahun 2015 menunjukkan prevalensi SECC sebesar 44,1% pada usia 36 bulan, sedangkan di Kamboja lebih tinggi yaitu 56 %.10,13 Penelitian pada tahun 2014 di Surabaya dengan kelompok usia 2 tahun menunjukkan 12,5% anak mengalami SECC, 33,3%

mengalami ECC, dan 54,2% anak bebas karies.14 Penelitian di kota Medan tepatnya di Kecamatan Denai persentase anak yang menderita ECC pada usia 12-36 bulan menurut kriteria AAPD sebesar 57,7% sementara anak yang menderita SECC adalah 16% .15

Penyebab SECC sama seperti karies gigi pada umumnya, perlu adanya faktor- faktor di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor tersebut adalah agen, subtrat, host, dan waktu.16 Saliva merupakan cairan protektif yang menjadi sistem pertahanan host utama terhadap karies. Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.17,18

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain pH, kapasitas buffer, laju alir saliva, dan volume saliva. Kapasitas buffer dan pH saliva naik bersamaan dengan kenaikan kecepatan sekresi saliva. Keadaan pH dan kapasitas buffer saliva mempengaruhi keberadaan karies di dalam rongga mulut.

Semakin rendah pH saliva, maka karies cenderung semakin tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Soesilo, derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk

(17)

menghambat pertumbuhan bakteri antara 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans. Volume saliva berbanding lurus dengan laju sekresi saliva.19

Singh, dkk. melakukan penelitian pada 80 anak usia 4-8 tahun yang dibagi menjadi 40 anak bebas karies dan 40 anak yang mengalami karies. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa nilai pH pada kelompok karies lebih rendah sebesar 5,8- 6,2 dibandingkan kelompok bebas karies sebesar 6,9-7,2, sedangkan nilai kapasitas buffer lebih tinggi pada kelompok bebas karies sebesar 10,92 dibanding kelompok karies sebesar 7,46.20 Sistem buffer berfungsi menetralkan kondisi asam yang timbul akibat pembentukan plak atau makanan dan minuman asam. Animireddy,dkk.

menyatakan bahwa pada anak bebas karies terdapat laju alir saliva yang lebih tinggi dan viskositas lebih rendah dibanding anak ECC.17

Penelitian sebelumnya pada tahun 2017 di Medan Selayang, diperoleh rerata deft pada SECC yaitu 3,29±1,94, rata-rata nilai pH pada anak SECC lebih rendah sebesar 6,20 0,56 dibandingkan pada anak bebas karies sebesar 6,98 0,37, sedangkan nilai kapasitas buffer lebih tinggi pada anak bebas karies sebesar 9,37 1,27 dibandingkan pada SECC sebesar 5,91 1,99, nilai laju alir lebih rendah pada SECC sebesar 0,15 0,04 dibandingkan pada anak bebas karies sebesar 0,31 0,07, serta nilai volume lebih rendah pada SECC sebesar 0,79 0,24 dibandingkan pada anak bebas karies sebesar 1,55 0,39.21 Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa terdapat asosiasi antara pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume saliva dengan terjadinya karies pada anak usia prasekolah. Laju alir saliva dan volume yang tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, serta pH saliva akan meningkat juga, sehingga risiko terjadinya karies semakin rendah. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kondisi saliva pada anak usia 2 tahun dengan SECC dan bebas karies setelah pengamatan 6 bulan dihubungkan dengan penambahan karies di Kecamatan Medan Selayang. Alasan penulis melakukan penelitian longitudinal setelah 6 bulan, karena proses terjadinya karies 6- 48 bulan, dan berdasarkan penelitian sebelumnya setelah 1 tahun follow up terjadi peningkatan karies pada anak SECC dan bebas karies, yang berarti proses karies pada

(18)

anak SECC berjalan sangat cepat dan bersifat progresif. Adapun penelitian yang dilakukan ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun sebelumnya mengenai kondisi saliva pada anak SECC dan bebas karies usia < 2 tahun.

1.1 Rumusan Masalah 1.2.1 Masalah Umum:

1. Apakah ada perbedaan distribusi penderita SECC dan Bebas Karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan di Kecamatan Medan Selayang?

2. Bagaimanakah perbandingan kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

3. Bagaimanakah perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

4. Bagaimana korelasi antara kondisi saliva dengan penambahan karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

5. Kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) yang manakah yang paling berperan dalam penambahan karies setelah pengamatan 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

1.2.2 Masalah Khusus:

1. Apakah ada perbedaan kategori pH saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

2. Apakah ada perbedaan kategori kapasitas buffer saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

(19)

3. Apakah ada perbedaan kategori laju alir saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

4. Apakah ada perbedaan kategori volume saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum:

1. Untuk menganalisis perbedaan distribusi penderita SECC dan Bebas Karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

2. Untuk menganalisis perbandingan kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang

3. Untuk menganalisis perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

4. Untuk menganalisis korelasi antara kondisi saliva dengan penambahan karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

5. Untuk menganalisis kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) yang manakah yang merupakan faktor risiko penyebab penambahan karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

1.3.2 Tujuan Khusus:

1. Untuk menganalisis perbedaan kategori pH saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

(20)

2. Untuk menganalisis perbedaan kategori kapasitas buffer saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

3. Untuk menganalisis perbedaan kategori laju alir saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

4. Untuk menganalisis perbedaan kategori volume saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan distribusi penderita Severe Early Childhood (SECC) dan Bebas Karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

2. Ada perbedaan kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

3. Ada perbedaan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

4. Ada korelasi antara kondisi saliva dengan penambahan karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

5. Ada salah satu dari kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) yang merupakan faktor risiko penyebab penambahan karies setelah pengamatan 6 bulan pada anak Severe Early Childhood (SECC) dan bebas karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

(21)

6. Ada perbedaan kategori pH saliva pada awal dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

7. Ada perbedaan kategori kapasitas buffer saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

8. Ada perbedaan kategori laju alir saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

9. Ada perbedaan kategori volume saliva pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early childhood Caries (SECC) dan Bebas Karies usia 2 tahun di Kecamatan Medan Selayang.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk pencegahan dini kepada masyarakat khususnya orang tua tentang kondisi saliva yaitu pH, kapasitas buffer, laju alir, volume sebagai faktor risiko terjadinya SECC pada anak.

2. Penelitian ini diharapkan sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang kondisi saliva pada anak usia 2 tahun dengan SECC dan bebas karies setelah 6 bulan dihubungkan dengan karies.

3. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran gigi anak tentang kondisi saliva pada anak usia 2 tahun dengan SECC dan bebas karies setelah 6 bulan dihubungkan dengan karies.

4. Sebagai informasi tambahan bagi penyelenggara kesehatan untuk program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat mengeani pencegahan terjadinya karies pada anak.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Early Childhood Caries

Early Childhood Caries (ECC) merupakan masalah kesehatan gigi paling utama terjadi pada bayi dan anak-anak balita, yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan gigi anak.14 The American Academy of Pediatric Dentistry (AADP) mendefinisikan ECC sebagai terdapatnya satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non kavitas), kehilangan gigi, atau adanya tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak usia dibawah 6 tahun (71 bulan).6,7,8,14 Early Childhood Caries biasanya pertama kali melibatkan permukaan labial dan palatal gigi insisivus desidui rahang atas bahkan seluruh gigi desidui. Gigi insisivus rahang bawah jarang terkena karies, kecuali dalam kasus yang paling parah. Anak-anak sering mengalami kerusakan pada gigi insisivus rahang atasnya.14

2.2 Definisi Severe Early Childhood Caries

Severe Early Childhood Caries (SECC) merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi ECC yang lebih parah. SECC adalah pengalaman karies yaitu terdapatnya satu atau lebih kerusakan berupa lesi kavitas, kehilangan gigi, atau adanya tambalan pada permukaan halus pada gigi apa saja untuk anak usia dibawah 3 tahun (skor defs>0).14 Pada anak usia 3-5 tahun, SECC adalah pengalaman karies pada permukaan halus gigi insisivus maksila dengan skor defs ≥ 4 untuk usia 3 tahun, defs≥ 5 untuk usia 4 tahun dan defs ≥ 6 untuk usia 5 tahun.15 Istilah Severe Early Childhood Caries (SECC) digunakan untuk pola karies yang terjadi secara “tidak teratur”, “progresif”, “akut”, atau “rampan”.22 Diagnosis Early Childhood Caries (ECC) atau Severe Early Childhood Caries (SECC) tidak tergantung pada jumlah gigi yang terlibat, tetapi tergantung pada usia anak, gigi dan posisi yang terlibat serta luasnya pengalaman karies (gigi berlubang, gigi hilang, dan tambalan pada permukaan gigi).23,24

(23)

Gambar 1. Severe Early Childhood Caries25

2.3 Etiologi

Faktor penyebab SECC sama dengan faktor penyebab karies pada umumnya yaitu multifaktorial.22 SECC mempunyai empat faktor etiologi yaitu host, mikroorganisme, substrat dan waktu, dimana keempat faktor tersebut mempengaruhi terjadinya karies.16 Permukaan gigi dan saliva sebagai host, bakteri pada plak dan substrat yang saling berinteraksi pada jangka waktu tertentu sehingga kadar demineralisasi melebihi kadar remineralisasi yang menyebabkan karies. Keempat faktor ini harus ada, bila salah satu faktor tidak ada maka karies tidak terbentuk. Ini disebabkan keempat faktor ini merupakan lingkaran yang saling terkait, dengan karies ditengahnya.26

Gambar 2. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit

multifaktorial26

(24)

2.3.1 Faktor Host

Beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Gigi posterior lebih rentan terkena karies daripada gigi anterior karena gigi posterior lebih susah dijangkau pada saat dibersihkan dibanding gigi anterior.

Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi

.

27 Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna, mengandung banyak fluor dan fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.

Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen. Hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristralografis kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen.27

2.3.2 Faktor Mikroorganisme

Faktor agen atau mikroorganisme yaitu adanya bakteri plak gigi. Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis dan Streptococcus salivarius serta Lactobaccilus pada plak gigi.27 Pada kondisi asam sangat disukai oleh Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp,

(25)

yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies.

Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi, sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies.28

2.3.3 Faktor Substrat

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Faktor diet mencakup seringnya mengkonsumsi minuman yang mengandung karbohidrat fermentasi (laktosa, fruktosa, sukrosa) khususnya dengan botol (dot) saat tidur. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi.27 Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan insiden terjadinya karies. Hal ini disebabkan sukrosa merupakan substansi kariogenik yang menaikkan indikasi karies paling besar. Hal ini disebabkan karena sintesa ekstra sel sukrosa lebih cepat daripada gula lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa sehingga cepat diubah oleh mikroorganisme dalam rongga mulut menjadi asam. Ketika pH rongga mulut turun menjadi asam, konsentrasi kalsium dan fosfat yang mempengaruhi kapasitas buffer juga akan turun sehingga risiko terjadinya demineralisasi gigi meningkat. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.26

2.3.4 Faktor Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas

(26)

periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun, diperkirakan 6-48 bulan tergantung intensitas dan frekuensi serangan asam.26

2.4 Klasifikasi ECC dan SECC Tabel 1. Tahapan ECC dan SECC12,25

Keparahan Gambaran Klinis Keterangan

Ringan-sedang - Lesi “white spot”

- Lesi karies melibatkan insisivus dan molar

Sedang-berat - Lesi karies labiolingual

mempengaruhi insisivus maksila dengan atau tanpa karies pada gigi molar

- Insisivus mandibula tidak terpengaruh

Berat - Lesi karies melibatkan hampir

seluruh gigi termasuk insisivus mandibula

- Terjadinya rampan karies

2.5 Faktor Risiko SECC

Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya yaitu:

1. Kebiasaan makan / diet

Tingginya frekuensi, jumlah, dan waktu mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat atau gula terutama sukrosa, terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi mengkonsumsi gula dan peningkatan prevalensi karies.24,25 Hasil penelitian Hugar, et al juga mendapatkan bahwa 88,2%

anak terkena karies karena orang tua yang membiarkan anaknya mengonsumsi susu sebelum tidur.29 Frekuensi dan waktu minum susu menggunakan botol dengan

(27)

kandungan sukrosa yang dilakukan terutama pada malam hari sangat berpengaruh terhadap terjadinya Early Childhood Caries (ECC). Susu formula memiliki potensi kariogenik yang lebih tinggi daripada susu murni. Pada penelitian Hugar, et al menyatakan bahwa 91,4% anak terkena karies karena orang tua yang sering memberikan susu pada anak.29 Seperti diketahui bahwa susu mengandung kasein, kalsium, dan fosfat yang dapat berperan dalam mencegah demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.24,25

2. Status sosial ekonomi

Anak yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah cenderung lebih besar terkena risiko karies. Keluarga ekonomi rendah memiliki keterbatasan dalam pemenuhan pemeliharaan kesehatan rongga mulut. Penelitian di Sri Lanka, prevalensi anak yang karies dengan ibu yang memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pekerjaan sekitar 15,1% dan 84,9%, sedangkan di India, ditemukan bahwa 53,2% anak mengalami ECC pada keluarga yang berpenghasilan rendah.30,31 Anak status ekonomi rendah jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi, karena rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi.15,25

3. Streptococcus mutans

Streptoccocus mutans merupakan bakteri kariogenik, sehingga berperan sebagai faktor risiko mayor untuk perkembangan karies. Bakteri ini mungkin bertransmisi secara vertikal dari ibu kepada anak melalui kontak saliva. Anak dengan level Streptoccocus mutans yang tinggi akan lebih mudah mengalami Early Childhood Caries (ECC) daripada anak-anak yang lainnya.24

4. Saliva

Saliva merupakan salah satu faktor perlindungan penting di rongga mulut yang mengandung berbagai komponen organik dan inorganik yang terlibat dalam proses pencegahan terhadap perkembangan lesi karies. Apabila terjadi perubahan terhadap flow ataupun kualitas saliva, maka akan terjadi peningkatan Risiko karies.24,25

(28)

5. Plak

Plak memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya Early Childhood Caries (ECC), karena Streptococus mutans dan bakteri penghasil asam lainnya dapat melekat pada permukaan gigi melalui media plak.26 Tingginya insidensi karies ditemui pada anak-anak yang tidak menggosok gigi. 24,25

6. Pengalaman karies dini

Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya. Pemeriksaan gigi secara berkala dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.24,25

2.6 Efek SECC terhadap Kesehatan

2.6.1 Efek SECC terhadap Kesehatan Rongga Mulut

Karies gigi di rongga mulut biasanya dikaitkan dengan dampak negatif terhadap kualitas hidup anak prasekolah karena mereka akan mengalami nyeri. Anak- anak dengan nyeri gigi menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, seperti makan, tidur dan bermain. Selain itu, rasa nyeri bisa mengganggu kinerja sekolah dan menjadi alasan absennya sekolah. Kehilangan gigi desidui sebaiknya dihindari, karena keberadaan gigi desidui sangat penting untuk terjadinya pertumbuhan dan perkembangan lengkung rahang, penentuan hubungan oklusi yang baik, fungsi pengunyahan, dan juga fungsi bicara. Kehilangan dini gigi desidui dapat mempengaruhi gigi permanen.22

Kehilangan dini gigi desidui di daerah anterior atas, menyebabkan terganggunya proses menelan dan produksi suara ketika berbicara, penundaan atau percepatan erupsi gigi permanen, kesulitan makan dan kemungkinan mengalami masalah ortodontik, serta gangguan psikologis. Kehilangan dini gigi desidui di daerah posterior menyebabkan kesulitan mengunyah, serta kemungkinan hilangnya ruang untuk gigi permanen.23,24

(29)

2.6.2 Efek SECC terhadap Kesehatan Umum

Severe Early Childhood juga dapat mempengaruhi kesehatan umum anak.

Gangguan makan yang disebabkan oleh SECC lebih sering terdeteksi karena dampak langsungnya, namun ada juga masalah yang mempengaruhi kesehatan umum anak, seperti ditemukan bahwa anak-anak dengan SECC memiliki berat badan yang lebih rendah daripada anak-anak yang bebas karies. 22

Ahyan, dkk. menyatakan bahwa anak-anak dengan SECC memiliki berat badan kurang dari 80% dari berat optimalnya, berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol. Ketika anak yang mengalami SECC tumbuh dewasa, kesempatan mereka untuk memiliki persentase berat badan rendah juga meningkat. Anak-anak dengan SECC juga secara signifikan lebih pendek bila dibandingkan dengan anak- anak tanpa karies.32 Kemungkinan anak-anak yang lebih muda yang memiliki SECC pada tahap awal, sebelum mengalami sakit dan infeksi, tidak mengubah kebiasaan makan mereka, terutama dalam hal tingginya konsumsi karbohidrat yang terkait dengan karies. Namun, seiring bertambahnya usia anak-anak dan perkembangan lesi karies, terjadinya rasa sakit dan infeksi bisa mengubah kebiasaan makan mereka.

Penurunan konsumsi makanan tertentu akibat rasa sakit bisa mengakibatkan pola pertumbuhan abnormal. Karies dini pada anak yang tidak diobati sering berlanjut dan mengganggu pola perkembangan anak.22,23

Robke et al menyatakan, bahwa hilangnya vertikal dimensi pada 63,3% anak- anak dengan lesi karies yang banyak pada gigi insisivus atas yang disebabkan oleh SECC.33 Bila terdapat kehilangan dini gigi anterior atas, menyebabkan abnormalnya proses menelan dan produksi suara, penundaan atau percepatan erupsi gigi permanen, kesulitan makan dan perkembangan masalah ortodontik yang mungkin terjadi, serta gangguan psikologis. SECC mengganggu kualitas hidup anak dan keluarga. Penyakit ini memiliki dampak langsung dan lambat, menyebabkan penurunan kemampuan belajar anak dan ketidakhadiran sekolah. Patologi semacam itu juga bisa berakibat pada perilaku sosial anak, karena sering diganggu oleh teman sekelas mereka.22,23,24

(30)

2.7 Saliva

Saliva adalah cairan sekresi eksokrin di dalam mulut yang berkontak dengan mukosa dan gigi, yang berasal dari tiga pasang kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.18,34 Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual, sedangkan kelenjar saliva minor terletak pada bagian bawah, lidah, palatum, pipi dan faring.35 Tiap kelenjar saliva berkontribusi terhadap total volume sebanyak 30% dari kelenjar parotid, 60% dari kelenjar submandibular, 5% dari sublingual dan 5% dari kelenjar minor.18

Berdasarkan stimulasi, ada dua jenis saliva yaitu unstimulated saliva dan stimulated saliva. Unstimulated saliva adalah saliva yang dihasilkan dalam keadaan istirahat tanpa stimulasi eksogen atau farmakologis, yang memiliki aliran yang kecil namun kontinu. Stimulated saliva adalah saliva yang dihasilkan karena stimulasi mekanik, gustatori, olfaktori.18 Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva terbesar, yang menghasilkan serous. Duktus kelenjar parotid disebut duktus stensen yang bermuara di daerah setinggi molar dua atas. Pada stimulated saliva, kelenjar parotid memiliki peran dominan dalam merespon stimulus yang kuat seperti asam sitrat. Laju alir saliva parotid sama dengan laju alir saliva kelenjar submandibula, sedangkan saat mengunyah laju alir saliva dari kelenjar parotid 2 kali lebih besar dibandingkan laju alir saliva yang berasal dari kelenjar submandibula. Kelenjar submandibula disebut juga kelenjar seromucous, yang terdiri dari 10% sel mucous. Kelenjar submandibula bermuara di duktus Warthon yang terletak di dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingualis.18

Kelenjar saliva yang berukuran paling kecil adalah kelenjar sublingual, yang terletak di dalam dasar mulut. Kelenjar sublingual tidak memiliki duktus dominan, namun terdapat drainase 10 duktus kecil yang disebut duktus rivinus. Kelenjar saliva minor terletak di submukosal di bawah lamina propria dan paling banyak ditemukan di bibir, lidah, mukosa pipi, dan palatum, tonsil, supragiotis, dan sinus paranasal.

Kelenjar saliva minor dinamakan berdasarkan lokasinya. Terdapat 600 sampai 1000 kelenjar saliva minor pada rongga mulut. Pada manusia, hanya kelenjar saliva minor

(31)

yang mensekresikan saliva secara spontan. Saliva yang dihasilkan beraliran lambat pada siang hari dan saat istirahat. Kelenjar sublingual dan kelenjar minor merupakan kelenjar mucous.18

2.7.1 Komposisi dan Fungsi Saliva

Saliva terdiri dari 99% air dan 1% bahan padat yang didominasi oleh protein dan elektrolit.18,35,36 Elektrolit yang paling banyak terdapat di saliva adalah natrium, klorida, bikarbonat, kalsium fosfat dan magnesium, dan juga mengandung beberapa protein, enzim, musin, immunoglobulun dan faktor antimikrobial lainnya, glikoprotein mukosa, sedikit albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting untuk kesehatan rongga mulut, sedangkan komponen organik utama adalah protein. Selain itu ditemukan juga lipida, glukosa, asam amino, ureum, amoniak, dan vitamin.18,35,36 Komponen saliva berperan penting dalam menjalankan fungsi-fungsi saliva.18

Fungsi saliva antara lain: 34

1. Melembabkan mukosa mulut. Lapisan musin pada mukosa mulut diketahui memiliki mekanisme pertahanan non imun yang paling penting di rongga mulut.

2. Mineralisasi dari geligi baru dan perbaikan lesi-lesi enamel precarious.

Saliva mempunyai kalsium dan fosfat yang tinggi.

3. Bersifat buffer rongga mulut. Saliva mempunyai ion-ion bikarbonat dengan konsentrasi tinggi.

4. Mengontrol flora bakteri dari rongga mulut.

5. Melindungi gigi dengan membentuk suatu protective pellicle. Hal ini berarti suatu protein saliva yang melapisi gigi geligi mengandung komponen antibakteri.

2.7.2 Laju Alir dan Volume Saliva

Laju alir saliva merupakan paramater yang menentukan normal, tinggi, rendah aliran saliva yang dinyatakan dalam satuan ml/menit. Laju alir saliva berubah-ubah

(32)

pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak diproduksi dalam jumlah besar secara tetap, hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istirahat, 150 ml/jam pada saat makan dan 20–50 ml selama tidur. Kenaikan sekresi saliva dapat mempengaruhi susunan ion-ion dalam saliva, hal ini disebabkan saat terjadi kenaikan kecepatan sekresi saliva, ion-ion banyak dikeluarkan menuju muara kelenjar saliva.37

Beberapa studi tentang laju alir saliva yang tidak distimulasi pada individu sehat adalah 0,3 ml/menit, sedangkan dibawah 0,1 ml/menit disebut hiposalivasi.36 Laju alir saliva yang tidak distimulasi antara dewasa dengan anak memiliki perbedaan. Laju alir saliva pada anak berkisar dari 0,22-0,82 ml/menit sedangkan pada orang dewasa 0,33-1,42 ml/menit. Penelitian yang dilakukan oleh Katie P. Wu et al di Taiwan, laju alir saliva yang tidak distimulasi pada anak usia pra sekolah (3-5 tahun) menunjukkan hasil 0,75-1,42 ml/menit.38 Pada saat stimulasi, laju alir saliva normal sekitar 1-3 ml/menit, sedangkan dibawah 0,7 ml/menit dianggap hiposalivasi.36 Pengukuran laju alir saliva sebaiknya diambil saat pagi menjelang siang mengingat circadian rhythms pada tubuh, yang menyebabkan volume saliva akan meningkat maksimal dan tidak ada perubahan komposisi saliva di waktu tersebut sehingga lebih akurat.39

2.7.3 pH dan Kapasitas Buffer Saliva

Pada kondisi normal tanpa stimulasi, pH saliva berada di antara 6,7-7,4. pH kritis saliva yang dapat mempengaruhi keseimbangan mineral saliva berkisar antara 5,5 sampai 6,5. Kondisi pH saliva dalam kondisi kritis dapat menyebabkan demineralisasi yaitu hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel karena larut dalam asam, semakin rendah pH maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel.40,41 Jika pH saliva terlalu rendah, maka keadaan di dalam rongga mulut akan menjadi asam sehingga memudahkan terjadinya karies pada gigi.41

(33)

Kapasitas buffer saliva memegang peranan yang sangat penting dalam mempertahankan pH saliva dan plak.40,18 Semakin meningkat kapasitas buffer maka semakin rendah akan kejadian karies.41 Kapasitas buffer saliva dalam keadaan tidak terstimulasi maupun terstimulasi melibatkan tiga komponen besar sistem buffer yaitu sistem bikarbonat, fosfat, dan protein. Sistem bikarbonat (HCO3-) memegang peranan paling penting dalam kapasitas buffer saliva. Konsentrasi bikarbonat pada saliva tidak terstimulasi paling tinggi mencapai 50% dari kapasitas buffer total, sedangkan dalam keadaan terstimulasi konsentrasi bikarbonat mencapai 85% dari keseluruhan kapasitas buffer saliva.18

Konsentrasi kadar bikarbonat pada saliva saat tidak terstimulasi sebesar 1 mmol/L, dan jumlah ini meningkat menjadi 50 mmol/L pada keadaan terstimulasi.

Peningkatan kadar bikarbonat dalam saliva akan diikuti peningkatan pH dan kapasitas buffer saliva. Peningkatan kadar bikarbonat saliva selain meningkatkan pH dan kapasitas buffer saliva, juga dapat memfasilitasi terjadinya remineralisasi serta menghambat pertumbuhan dan pembentukan asam oleh bakteri kariogenik.18

Sistem buffer yang kedua adalah sistem fosfat, yang memberi kontribusi pada kapasitas buffer disaat sekresi saliva sedikit. Mekanisme sistem fosfat dalam kapasitas buffer adalah dengan kemampuan ion fosfat yang kedua (HPO42-

) mengikat ion hidrogen menjadi H2PO4- . Sistem buffer ketiga adalah sistem protein. Konsentrasi protein dalam saliva sangat sedikit sehingga protein memberi peran kecil terhadap kapasitas buffer saliva. Kandungan protein di dalam saliva hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer saliva yaitu melalui peptida dalam bentuk sialin membantu pembentukan amina dengan memecah protein saliva dan bakteri rongga mulut. Amina berfungsi sebagai pembentuk suasana basa dari saliva. Urea pada saliva juga dapat dipecah menjadi amonia yang memberi suasana basa saliva.40

(34)

2.9 Kerangka Teori

Keadaan Gigi Anak

Severe Early Childhood Caries (SECC) Bebas Karies

Etiologi

Host Mikroorganisme Substrat Waktu

Saliva Gigi

Laju Alir Kapasitas Buffer Volume

pH

(35)

2.10 Kerangka Konsep

Setelah 6 bulan Pemeriksaan anak SECC dan

Bebas Karies < 2 Tahun 1. Pengalaman Karies 2. Kondisi saliva

- pH Saliva - Kapasitas Buffer

Saliva

- Volume Saliva - Laju Alir Saliva

Pemeriksaan anak SECC dan Bebas Karies

1. Pengalaman Karies 2. Kondisi saliva

- pH Saliva - Kapasitas Buffer

Saliva

- Volume Saliva - Laju Alir Saliva

(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort prospektif mengenai perbandingan kondisi saliva pada anak SECC dan bebas karies usia 2 tahun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu, dari rumah kerumah di lingkungan Kecamatan Medan Selayang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 2 tahun pada Kecamatan Medan Selayang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua kelompok data kategorik

{ √ √ ( ) ( )}

( )

{ √ √ ( ) ( )}

( )

(37)

* + Keterangan:

N = jumlah subjek penelitian.

Zα = derajat batas atas untuk α, untuk α = 0,05 zα = 1,96 Zβ = derajat batas bawah untuk β, untuk β = 0,1 zβ = 1,282

P1 = proporsi penelitian sebelumnya, prevalensi SECC di Kota Medan = 16% (0,16) P2 = proporsi yang diharapkan oleh peneliti, yaitu 14% (0,14)

P = (P1 + P2) / 2 Q = 1 - P

P1 - P2 = 30% (0,3)

Berdasarkan perhitungan, besar sampel minimum yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 30 orang. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel jenis purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Anak berusia 2 tahun yang telah dilakukan penelitian sebelumnya 2. Anak sehat

3. Mendapat persetujuan orangtua

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Anak memiliki penyakit sistemik 2. Anak yang mengonsumsi obat-obatan

(38)

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, volume).

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah anak SECC dan bebas karies.

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah Usia.

3.6 Definisi Operasional Tabel 2. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala Ukur 1. Anak

SECC

Adanya tanda-tanda karies di permukaan halus gigi pada anak usia dibawah 3 tahun, yang telah dilakukan penelitian sebelumnya

Visual Skor dmfs pada smooth surface 1≥ pada anak usia 6 bulan.

2. Anak Bebas Karies

Anak yang tidak memiliki karies.

Visual Bebas karies/

tidak ada deft

3. Usia 2 tahun

Usia 24 bulan sampai 1 hari sebelum 36 bulan

Kuisioner - Nominal

(39)

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala Ukur 4. Pengalaman

Karies Anak

Jumlah deft tiap anak dengan menggunakan indeks AAPD

-d (decay) : gigi karies berupa lesi kavitas maupun non kavitas - e (extracted): gigi yang hilang akibat karies

- f (filling): adanya permukaan tambalan pada gigi

Visual Skor deft anak Ordinal

5. pH saliva Angka keasaman saliva

Penampungan unstimulated saliva di dalam saliva collection cup dan

penentuan pH dengan

menyesuaikan warna pada kertas pH dengan indikator GC Saliva Check Buffer Kit

-Normal = 6,8- 7,8

-Asam = 6,0- 6,6

-Sangat Asam = 5,0-5,8

Ordinal

(40)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala Ukur 6. Kapasitas

buffer

Angka yang menunjukkan kemampuan saliva untuk

mempertahankan pH konstan

Pengukuran kapasitas buffer saliva dilakukan dengan menggunakan Saliva Check Buffer Kit.

-Hijau: 4 poin -Biru

kehijauan: 3 poin

-Biru: 2 poin -Merah kebiruan: 1 poin -Merah: 0 poin Hasil pengukuran adalah penjumlahan dari 3 pad buffer strip.

-Normal = 10- 12

-Rendah = 6-9 -Sangat Rendah

= 0-5

Ordinal

7. Laju alir Saliva

Kecepatan aliran saliva yang dinyatakan dalam ml/menit

Hasil dari volume unstimulated saliva yang dikumpulkan dalam waktu 5 menit

laju alir saliva Unstimulated:36 -normal = ≥0,3 ml/menit -tidak normal =

<0,3 ml/menit

Ordinal

(41)

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala Ukur 8. Volume

Saliva

Banyaknya

unstimulated saliva yang dikumpulkan selama 5 menit dan dicatat dalam ml

Penampungan unstimulated saliva di dalam saliva collection cup lalu ditunggu selama 5 menit dan dicatat hasilnya di lembar pemeriksaan.

-Tidak normal =

<1.5 ml/5 menit -Normal =

≥1,5ml/5 menit

Ordinal

3.7 Alat dan Bahan Penelitian Tabel 3. Alat dan Bahan Penelitian

Alat Penelitian Bahan Penelitian 1. GC Saliva Check Buffer Kit

2. Sonde 3. Masker 4. Sarung tangan 5. Kaca mulut

6. Spuit / Pipa Suction 7. Senter

1. Tisu 2. Kain kasa

3.8 Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah:

1. Penelitian dapat dimulai setelah mendapat persetujuan pelaksanaan penelitian dari Dinas Kesehatan, Komisi Etik Penelitian FK USU, kantor lurah, dan persetujuan dari Fakultas Kedokteran Gigi USU untuk pengambilan data sampel di beberapa perumahan yang ada di Kecamatan Medan Selayang

(42)

2. Pengambilan data dilakukan di beberapa perumahan yang ada di Kecamatan Medan Selayang dengan terlebih dahulu memberikan informed consent kepada orangtua atau wali.

3. Setelah mendapat surat persetujuan menjadi responden penelitian lalu dilakukan pemeriksaan karies dan kondisi saliva pada anak. Pemeriksaan gigi akan dilakukan dengan menggunakan sonde, kaca mulut, senter dan pus-pus.

Pemeriksaan kondisi saliva akan dilakukan dengan menggunakan GC Saliva Check Buffer Kit dan stopwatch. Penelitian disertai dengan orangtua atau wali subjek.

4. Pemeriksaan yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan gigi dimana pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi gigi anak yang memenuhi kriteria SECC maupun bebas karies. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan menggunakan sonde, kaca mulut, dan senter. Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah knee to knee. Peneliti dan orangtua/wali subjek duduk berhadapan dengan lutut saling bersentuhan atau sedikit berpautan. Pertama instruksikan kepada orangtua/wali subjek agar subjek duduk diatas pangkuan dengan menghadap orangtua/wali subjek. Kemudian subjek ditidurkan secara perlahan sampai subjek menengadah keatas dengan kepala subjek di pangkuan peneliti. Setelah itu instruksikan kepada orangtua/wali subjek untuk memegang kaki subjek dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang tangan subjek. Lalu peneliti menginstruksikan subjek agar membuka mulut.

Gambar 3. Teknik Pendekatan “Knee to Knee”7

(43)

5. Pemeriksaan dilakukan dari bagian distal gigi paling belakang regio kanan atas subjek dengan menggunakan sonde, kaca mulut dan senter. Bila terlihat gigi yang ada karies atau white spot, maka gigi tersebut dikeringkan dengan menggunakan kapas. Karies, tumpatan, dan pencabutan gigi dicatat dan dijumlahkan pada form yang telah disediakan.

6. Setelah pemeriksaan gigi, dilakukan pemeriksaan kondisi saliva pada hari yang sama apabila memungkinkan. Pemeriksaan dilakukan antara jam 9-11 pagi di ruangan dengan penerangan yang cukup. Penelitian ini akan menggunakan unstimulated saliva. Anak diinstruksikan untuk duduk dalam posisi tegak dalam pangkuan orangtua/wali dengan kepala sedikit menunduk dalam pengumpulan saliva selama 5 menit. Jika anak kurang kooperatif dan pengumpulan saliva tidak bisa dilakukan selama 5 menit maka pengumpulan saliva dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama saliva dikumpulkan selama 3 menit kemudian sesi kedua saliva dikumpulkan selama 2 menit. Pengumpulan saliva kedalam saliva collection cup dilakukan dengan metode suction dengan menggunakan pipet steril. Saliva yang diperoleh diukur volumenya dan dicatat dalam satuan mililiter.

7. Pengukuran laju alir saliva, total volume yang terkumpul dibagi 5 menit.

Hasil laju alir saliva yang diperoleh dicatat dalam ml/menit.

8. Strip pH dicelupkan kedalam saliva selama 10 detik, kemudian dikeluarkan. Bandingkan strip pH saliva subjek penelitian dengan kertas indikator pH pada GC Saliva Check Buffer Kit. Penghitungan skor pH harus dilakukan segera sebelum strip pH mengering karena ini akan memperngaruhi interpretasi visual warna kertas.

9. Pengukuran kapasitas buffer saliva, saliva diambil dengan pipet kemudian diteteskan pada buffer strip, masing-masing 1 tetes untuk kolom pad pada tes strip.

Setelah 2 menit, perubahan warna pada buffer strip dibandingkan dengan indikator kapasitas buffer pada GC Saliva Check Buffer Kit yang telah disediakan dan skor dari tiap pad pada strip buffer dijumlahkan untuk mendapatkan kategorinya.

(44)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program komputer meliputi:

1. Editing (Penyuntingan Data)

Proses penyuntingan data bertujuan untuk memastikan semua variabel terisi.

Selama proses ini dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada responden yang bersangkutan

2. Coding (Pengkodean Data)

Proses pengkodean dilakukan terhadap variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu status karies, kondisi saliva. Pada proses ini peneliti memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban.

3. Entry Data (Pemasukkan Data)

Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk dilakukan analisis.

4. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Proses ini akan melakukan pemeriksaan kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam melakukan entry data.

3.9.2 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan:

1. Uji Wilcoxon

Uji wilcoxon (uji hipotesis komparatif variabel numerik sebaran tidak normal dua kelompok berpasangan) untuk mengetahui perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (SECC), perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak bebas karies, dan perbandingan pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (SECC), serta perbandingan

(45)

pengalaman karies pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Bebas Karies.

2. Uji Chi Square

Uji Chi Square (uji hipotesis variabel kategorik) digunakan untuk mengetahui hubungan kategori kondisi saliva antara anak SECC dan bebas karies pada awal pemeriksaan, dan hubungan kategori kondisi saliva antara anak SECC dan bebas karies setelah 6 bulan.

3. Uji Korelasi Spearman

Uji korelasi spearman (uji hipotesis korelasi variabel numerik-numerik distriusi tidak normal) digunakan untuk mengetahui korelasi kondisi saliva dengan penambahan karies setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (SECC) dan bebas karies.

4. Uji Regresi Linear Berganda

Uji regresi linear berganda merupakan uji yang digunakan bila variabel bebasnya lebih dari satu, dengan skala datanya numerik. 42 Uji regresi linear berganda untuk mengetahui kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, volume) yang manakah yang paling berperan terhadap penambahan karies setelah 6 bulan pada anak SECC dan Bebas Karies.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan karakteristik saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir dan volume) dan pengalaman karies pada awal

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa HAp cangkang keong unam dengan suhu kalsinasi 900ºC merupakan sampel yang paling baik di antara ketiga

Tarigan AN melakukan penelitian mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) hasil sintesis metode sol-gel dengan suhu

Pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause, yang berpengaruh sangat kuat berkaitan dengan kondisi gigi geligi terbanyak yaitu pada Stage IV Grade B dan pada fase menopause

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dan perilaku membersihkan gigi dengan status kebersihan rongga mulut (oral hygiene)

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Denga nmengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan