• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Etiologi

2.3.4 Faktor Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas

periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun, diperkirakan 6-48 bulan tergantung intensitas dan frekuensi serangan asam.26

2.4 Klasifikasi ECC dan SECC Tabel 1. Tahapan ECC dan SECC12,25

Keparahan Gambaran Klinis Keterangan

Ringan-sedang - Lesi “white spot”

- Lesi karies melibatkan insisivus dan molar

Sedang-berat - Lesi karies labiolingual

mempengaruhi insisivus maksila dengan atau tanpa karies pada gigi molar

- Insisivus mandibula tidak terpengaruh

Berat - Lesi karies melibatkan hampir

seluruh gigi termasuk insisivus mandibula

- Terjadinya rampan karies

2.5 Faktor Risiko SECC

Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya yaitu:

1. Kebiasaan makan / diet

Tingginya frekuensi, jumlah, dan waktu mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat atau gula terutama sukrosa, terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi mengkonsumsi gula dan peningkatan prevalensi karies.24,25 Hasil penelitian Hugar, et al juga mendapatkan bahwa 88,2%

anak terkena karies karena orang tua yang membiarkan anaknya mengonsumsi susu sebelum tidur.29 Frekuensi dan waktu minum susu menggunakan botol dengan

kandungan sukrosa yang dilakukan terutama pada malam hari sangat berpengaruh terhadap terjadinya Early Childhood Caries (ECC). Susu formula memiliki potensi kariogenik yang lebih tinggi daripada susu murni. Pada penelitian Hugar, et al menyatakan bahwa 91,4% anak terkena karies karena orang tua yang sering memberikan susu pada anak.29 Seperti diketahui bahwa susu mengandung kasein, kalsium, dan fosfat yang dapat berperan dalam mencegah demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.24,25

2. Status sosial ekonomi

Anak yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah cenderung lebih besar terkena risiko karies. Keluarga ekonomi rendah memiliki keterbatasan dalam pemenuhan pemeliharaan kesehatan rongga mulut. Penelitian di Sri Lanka, prevalensi anak yang karies dengan ibu yang memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pekerjaan sekitar 15,1% dan 84,9%, sedangkan di India, ditemukan bahwa 53,2% anak mengalami ECC pada keluarga yang berpenghasilan rendah.30,31 Anak status ekonomi rendah jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi, karena rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi.15,25

3. Streptococcus mutans

Streptoccocus mutans merupakan bakteri kariogenik, sehingga berperan sebagai faktor risiko mayor untuk perkembangan karies. Bakteri ini mungkin bertransmisi secara vertikal dari ibu kepada anak melalui kontak saliva. Anak dengan level Streptoccocus mutans yang tinggi akan lebih mudah mengalami Early Childhood Caries (ECC) daripada anak-anak yang lainnya.24

4. Saliva

Saliva merupakan salah satu faktor perlindungan penting di rongga mulut yang mengandung berbagai komponen organik dan inorganik yang terlibat dalam proses pencegahan terhadap perkembangan lesi karies. Apabila terjadi perubahan terhadap flow ataupun kualitas saliva, maka akan terjadi peningkatan Risiko karies.24,25

5. Plak

Plak memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya Early Childhood Caries (ECC), karena Streptococus mutans dan bakteri penghasil asam lainnya dapat melekat pada permukaan gigi melalui media plak.26 Tingginya insidensi karies ditemui pada anak-anak yang tidak menggosok gigi. 24,25

6. Pengalaman karies dini

Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi permanennya. Pemeriksaan gigi secara berkala dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.24,25

2.6 Efek SECC terhadap Kesehatan

2.6.1 Efek SECC terhadap Kesehatan Rongga Mulut

Karies gigi di rongga mulut biasanya dikaitkan dengan dampak negatif terhadap kualitas hidup anak prasekolah karena mereka akan mengalami nyeri. Anak-anak dengan nyeri gigi menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, seperti makan, tidur dan bermain. Selain itu, rasa nyeri bisa mengganggu kinerja sekolah dan menjadi alasan absennya sekolah. Kehilangan gigi desidui sebaiknya dihindari, karena keberadaan gigi desidui sangat penting untuk terjadinya pertumbuhan dan perkembangan lengkung rahang, penentuan hubungan oklusi yang baik, fungsi pengunyahan, dan juga fungsi bicara. Kehilangan dini gigi desidui dapat mempengaruhi gigi permanen.22

Kehilangan dini gigi desidui di daerah anterior atas, menyebabkan terganggunya proses menelan dan produksi suara ketika berbicara, penundaan atau percepatan erupsi gigi permanen, kesulitan makan dan kemungkinan mengalami masalah ortodontik, serta gangguan psikologis. Kehilangan dini gigi desidui di daerah posterior menyebabkan kesulitan mengunyah, serta kemungkinan hilangnya ruang untuk gigi permanen.23,24

2.6.2 Efek SECC terhadap Kesehatan Umum

Severe Early Childhood juga dapat mempengaruhi kesehatan umum anak.

Gangguan makan yang disebabkan oleh SECC lebih sering terdeteksi karena dampak langsungnya, namun ada juga masalah yang mempengaruhi kesehatan umum anak, seperti ditemukan bahwa anak-anak dengan SECC memiliki berat badan yang lebih rendah daripada anak-anak yang bebas karies. 22

Ahyan, dkk. menyatakan bahwa anak-anak dengan SECC memiliki berat badan kurang dari 80% dari berat optimalnya, berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol. Ketika anak yang mengalami SECC tumbuh dewasa, kesempatan mereka untuk memiliki persentase berat badan rendah juga meningkat. Anak-anak dengan SECC juga secara signifikan lebih pendek bila dibandingkan dengan anak-anak tanpa karies.32 Kemungkinan anak-anak yang lebih muda yang memiliki SECC pada tahap awal, sebelum mengalami sakit dan infeksi, tidak mengubah kebiasaan makan mereka, terutama dalam hal tingginya konsumsi karbohidrat yang terkait dengan karies. Namun, seiring bertambahnya usia anak-anak dan perkembangan lesi karies, terjadinya rasa sakit dan infeksi bisa mengubah kebiasaan makan mereka.

Penurunan konsumsi makanan tertentu akibat rasa sakit bisa mengakibatkan pola pertumbuhan abnormal. Karies dini pada anak yang tidak diobati sering berlanjut dan mengganggu pola perkembangan anak.22,23

Robke et al menyatakan, bahwa hilangnya vertikal dimensi pada 63,3% anak-anak dengan lesi karies yang banyak pada gigi insisivus atas yang disebabkan oleh SECC.33 Bila terdapat kehilangan dini gigi anterior atas, menyebabkan abnormalnya proses menelan dan produksi suara, penundaan atau percepatan erupsi gigi permanen, kesulitan makan dan perkembangan masalah ortodontik yang mungkin terjadi, serta gangguan psikologis. SECC mengganggu kualitas hidup anak dan keluarga. Penyakit ini memiliki dampak langsung dan lambat, menyebabkan penurunan kemampuan belajar anak dan ketidakhadiran sekolah. Patologi semacam itu juga bisa berakibat pada perilaku sosial anak, karena sering diganggu oleh teman sekelas mereka.22,23,24

2.7 Saliva

Saliva adalah cairan sekresi eksokrin di dalam mulut yang berkontak dengan mukosa dan gigi, yang berasal dari tiga pasang kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor.18,34 Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual, sedangkan kelenjar saliva minor terletak pada bagian bawah, lidah, palatum, pipi dan faring.35 Tiap kelenjar saliva berkontribusi terhadap total volume sebanyak 30% dari kelenjar parotid, 60% dari kelenjar submandibular, 5% dari sublingual dan 5% dari kelenjar minor.18

Berdasarkan stimulasi, ada dua jenis saliva yaitu unstimulated saliva dan stimulated saliva. Unstimulated saliva adalah saliva yang dihasilkan dalam keadaan istirahat tanpa stimulasi eksogen atau farmakologis, yang memiliki aliran yang kecil namun kontinu. Stimulated saliva adalah saliva yang dihasilkan karena stimulasi mekanik, gustatori, olfaktori.18 Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva terbesar, yang menghasilkan serous. Duktus kelenjar parotid disebut duktus stensen yang bermuara di daerah setinggi molar dua atas. Pada stimulated saliva, kelenjar parotid memiliki peran dominan dalam merespon stimulus yang kuat seperti asam sitrat. Laju alir saliva parotid sama dengan laju alir saliva kelenjar submandibula, sedangkan saat mengunyah laju alir saliva dari kelenjar parotid 2 kali lebih besar dibandingkan laju alir saliva yang berasal dari kelenjar submandibula. Kelenjar submandibula disebut juga kelenjar seromucous, yang terdiri dari 10% sel mucous. Kelenjar submandibula bermuara di duktus Warthon yang terletak di dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingualis.18

Kelenjar saliva yang berukuran paling kecil adalah kelenjar sublingual, yang terletak di dalam dasar mulut. Kelenjar sublingual tidak memiliki duktus dominan, namun terdapat drainase 10 duktus kecil yang disebut duktus rivinus. Kelenjar saliva minor terletak di submukosal di bawah lamina propria dan paling banyak ditemukan di bibir, lidah, mukosa pipi, dan palatum, tonsil, supragiotis, dan sinus paranasal.

Kelenjar saliva minor dinamakan berdasarkan lokasinya. Terdapat 600 sampai 1000 kelenjar saliva minor pada rongga mulut. Pada manusia, hanya kelenjar saliva minor

yang mensekresikan saliva secara spontan. Saliva yang dihasilkan beraliran lambat pada siang hari dan saat istirahat. Kelenjar sublingual dan kelenjar minor merupakan kelenjar mucous.18

2.7.1 Komposisi dan Fungsi Saliva

Saliva terdiri dari 99% air dan 1% bahan padat yang didominasi oleh protein dan elektrolit.18,35,36 Elektrolit yang paling banyak terdapat di saliva adalah natrium, klorida, bikarbonat, kalsium fosfat dan magnesium, dan juga mengandung beberapa protein, enzim, musin, immunoglobulun dan faktor antimikrobial lainnya, glikoprotein mukosa, sedikit albumin dan beberapa polipeptida dan oligopeptida yang penting untuk kesehatan rongga mulut, sedangkan komponen organik utama adalah protein. Selain itu ditemukan juga lipida, glukosa, asam amino, ureum, amoniak, dan vitamin.18,35,36 Komponen saliva berperan penting dalam menjalankan fungsi-fungsi saliva.18

Fungsi saliva antara lain: 34

1. Melembabkan mukosa mulut. Lapisan musin pada mukosa mulut diketahui memiliki mekanisme pertahanan non imun yang paling penting di rongga mulut.

2. Mineralisasi dari geligi baru dan perbaikan lesi-lesi enamel precarious.

Saliva mempunyai kalsium dan fosfat yang tinggi.

3. Bersifat buffer rongga mulut. Saliva mempunyai ion-ion bikarbonat dengan konsentrasi tinggi.

4. Mengontrol flora bakteri dari rongga mulut.

5. Melindungi gigi dengan membentuk suatu protective pellicle. Hal ini berarti suatu protein saliva yang melapisi gigi geligi mengandung komponen antibakteri.

2.7.2 Laju Alir dan Volume Saliva

Laju alir saliva merupakan paramater yang menentukan normal, tinggi, rendah aliran saliva yang dinyatakan dalam satuan ml/menit. Laju alir saliva berubah-ubah

pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak diproduksi dalam jumlah besar secara tetap, hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istirahat, 150 ml/jam pada saat makan dan 20–50 ml selama tidur. Kenaikan sekresi saliva dapat mempengaruhi susunan ion-ion dalam saliva, hal ini disebabkan saat terjadi kenaikan kecepatan sekresi saliva, ion-ion banyak dikeluarkan menuju muara kelenjar saliva.37

Beberapa studi tentang laju alir saliva yang tidak distimulasi pada individu sehat adalah 0,3 ml/menit, sedangkan dibawah 0,1 ml/menit disebut hiposalivasi.36 Laju alir saliva yang tidak distimulasi antara dewasa dengan anak memiliki perbedaan. Laju alir saliva pada anak berkisar dari 0,22-0,82 ml/menit sedangkan pada orang dewasa 0,33-1,42 ml/menit. Penelitian yang dilakukan oleh Katie P. Wu et al di Taiwan, laju alir saliva yang tidak distimulasi pada anak usia pra sekolah (3-5 tahun) menunjukkan hasil 0,75-1,42 ml/menit.38 Pada saat stimulasi, laju alir saliva normal sekitar 1-3 ml/menit, sedangkan dibawah 0,7 ml/menit dianggap hiposalivasi.36 Pengukuran laju alir saliva sebaiknya diambil saat pagi menjelang siang mengingat circadian rhythms pada tubuh, yang menyebabkan volume saliva akan meningkat maksimal dan tidak ada perubahan komposisi saliva di waktu tersebut sehingga lebih akurat.39

2.7.3 pH dan Kapasitas Buffer Saliva

Pada kondisi normal tanpa stimulasi, pH saliva berada di antara 6,7-7,4. pH kritis saliva yang dapat mempengaruhi keseimbangan mineral saliva berkisar antara 5,5 sampai 6,5. Kondisi pH saliva dalam kondisi kritis dapat menyebabkan demineralisasi yaitu hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel karena larut dalam asam, semakin rendah pH maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidroksiapatit enamel.40,41 Jika pH saliva terlalu rendah, maka keadaan di dalam rongga mulut akan menjadi asam sehingga memudahkan terjadinya karies pada gigi.41

Kapasitas buffer saliva memegang peranan yang sangat penting dalam mempertahankan pH saliva dan plak.40,18 Semakin meningkat kapasitas buffer maka semakin rendah akan kejadian karies.41 Kapasitas buffer saliva dalam keadaan tidak terstimulasi maupun terstimulasi melibatkan tiga komponen besar sistem buffer yaitu sistem bikarbonat, fosfat, dan protein. Sistem bikarbonat (HCO3-) memegang peranan paling penting dalam kapasitas buffer saliva. Konsentrasi bikarbonat pada saliva tidak terstimulasi paling tinggi mencapai 50% dari kapasitas buffer total, sedangkan dalam keadaan terstimulasi konsentrasi bikarbonat mencapai 85% dari keseluruhan kapasitas buffer saliva.18

Konsentrasi kadar bikarbonat pada saliva saat tidak terstimulasi sebesar 1 mmol/L, dan jumlah ini meningkat menjadi 50 mmol/L pada keadaan terstimulasi.

Peningkatan kadar bikarbonat dalam saliva akan diikuti peningkatan pH dan kapasitas buffer saliva. Peningkatan kadar bikarbonat saliva selain meningkatkan pH dan kapasitas buffer saliva, juga dapat memfasilitasi terjadinya remineralisasi serta menghambat pertumbuhan dan pembentukan asam oleh bakteri kariogenik.18

Sistem buffer yang kedua adalah sistem fosfat, yang memberi kontribusi pada kapasitas buffer disaat sekresi saliva sedikit. Mekanisme sistem fosfat dalam kapasitas buffer adalah dengan kemampuan ion fosfat yang kedua (HPO4

2-) mengikat ion hidrogen menjadi H2PO4- . Sistem buffer ketiga adalah sistem protein. Konsentrasi protein dalam saliva sangat sedikit sehingga protein memberi peran kecil terhadap kapasitas buffer saliva. Kandungan protein di dalam saliva hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer saliva yaitu melalui peptida dalam bentuk sialin membantu pembentukan amina dengan memecah protein saliva dan bakteri rongga mulut. Amina berfungsi sebagai pembentuk suasana basa dari saliva. Urea pada saliva juga dapat dipecah menjadi amonia yang memberi suasana basa saliva.40

2.9 Kerangka Teori

Keadaan Gigi Anak

Severe Early Childhood Caries (SECC) Bebas Karies

Etiologi

Host Mikroorganisme Substrat Waktu

Saliva Gigi

Laju Alir Kapasitas Buffer Volume

pH

2.10 Kerangka Konsep

Setelah 6 bulan Pemeriksaan anak SECC dan

Bebas Karies < 2 Tahun 1. Pengalaman Karies 2. Kondisi saliva

- pH Saliva - Kapasitas Buffer

Saliva

- Volume Saliva - Laju Alir Saliva

Pemeriksaan anak SECC dan Bebas Karies

1. Pengalaman Karies 2. Kondisi saliva

- pH Saliva - Kapasitas Buffer

Saliva

- Volume Saliva - Laju Alir Saliva

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain cohort prospektif mengenai perbandingan kondisi saliva pada anak SECC dan bebas karies usia 2 tahun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu, dari rumah kerumah di lingkungan Kecamatan Medan Selayang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 2 tahun pada Kecamatan Medan Selayang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua kelompok data kategorik

{ √ √ ( ) ( )}

( )

{ √ √ ( ) ( )}

( )

* + Keterangan:

N = jumlah subjek penelitian.

Zα = derajat batas atas untuk α, untuk α = 0,05 zα = 1,96 Zβ = derajat batas bawah untuk β, untuk β = 0,1 zβ = 1,282

P1 = proporsi penelitian sebelumnya, prevalensi SECC di Kota Medan = 16% (0,16) P2 = proporsi yang diharapkan oleh peneliti, yaitu 14% (0,14)

P = (P1 + P2) / 2 Q = 1 - P

P1 - P2 = 30% (0,3)

Berdasarkan perhitungan, besar sampel minimum yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 30 orang. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel jenis purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Anak berusia 2 tahun yang telah dilakukan penelitian sebelumnya 2. Anak sehat

3. Mendapat persetujuan orangtua

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Anak memiliki penyakit sistemik 2. Anak yang mengonsumsi obat-obatan

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kondisi saliva (pH, kapasitas buffer, laju alir, volume).

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah anak SECC dan bebas karies.

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah Usia.

3.6 Definisi Operasional Tabel 2. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala Ukur

Visual Skor dmfs pada smooth surface

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Kategori Skala

3.7 Alat dan Bahan Penelitian Tabel 3. Alat dan Bahan Penelitian

Alat Penelitian Bahan Penelitian 1. GC Saliva Check Buffer Kit

Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah:

1. Penelitian dapat dimulai setelah mendapat persetujuan pelaksanaan penelitian dari Dinas Kesehatan, Komisi Etik Penelitian FK USU, kantor lurah, dan persetujuan dari Fakultas Kedokteran Gigi USU untuk pengambilan data sampel di beberapa perumahan yang ada di Kecamatan Medan Selayang

2. Pengambilan data dilakukan di beberapa perumahan yang ada di Kecamatan Medan Selayang dengan terlebih dahulu memberikan informed consent kepada orangtua atau wali.

3. Setelah mendapat surat persetujuan menjadi responden penelitian lalu dilakukan pemeriksaan karies dan kondisi saliva pada anak. Pemeriksaan gigi akan dilakukan dengan menggunakan sonde, kaca mulut, senter dan pus-pus.

Pemeriksaan kondisi saliva akan dilakukan dengan menggunakan GC Saliva Check Buffer Kit dan stopwatch. Penelitian disertai dengan orangtua atau wali subjek.

4. Pemeriksaan yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan gigi dimana pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi gigi anak yang memenuhi kriteria SECC maupun bebas karies. Pemeriksaan gigi dilakukan dengan menggunakan sonde, kaca mulut, dan senter. Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah knee to knee. Peneliti dan orangtua/wali subjek duduk berhadapan dengan lutut saling bersentuhan atau sedikit berpautan. Pertama instruksikan kepada orangtua/wali subjek agar subjek duduk diatas pangkuan dengan menghadap orangtua/wali subjek. Kemudian subjek ditidurkan secara perlahan sampai subjek menengadah keatas dengan kepala subjek di pangkuan peneliti. Setelah itu instruksikan kepada orangtua/wali subjek untuk memegang kaki subjek dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang tangan subjek. Lalu peneliti menginstruksikan subjek agar membuka mulut.

Gambar 3. Teknik Pendekatan “Knee to Knee”7

5. Pemeriksaan dilakukan dari bagian distal gigi paling belakang regio kanan atas subjek dengan menggunakan sonde, kaca mulut dan senter. Bila terlihat gigi yang ada karies atau white spot, maka gigi tersebut dikeringkan dengan menggunakan kapas. Karies, tumpatan, dan pencabutan gigi dicatat dan dijumlahkan pada form yang telah disediakan.

6. Setelah pemeriksaan gigi, dilakukan pemeriksaan kondisi saliva pada hari yang sama apabila memungkinkan. Pemeriksaan dilakukan antara jam 9-11 pagi di ruangan dengan penerangan yang cukup. Penelitian ini akan menggunakan unstimulated saliva. Anak diinstruksikan untuk duduk dalam posisi tegak dalam pangkuan orangtua/wali dengan kepala sedikit menunduk dalam pengumpulan saliva selama 5 menit. Jika anak kurang kooperatif dan pengumpulan saliva tidak bisa dilakukan selama 5 menit maka pengumpulan saliva dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama saliva dikumpulkan selama 3 menit kemudian sesi kedua saliva dikumpulkan selama 2 menit. Pengumpulan saliva kedalam saliva collection cup dilakukan dengan metode suction dengan menggunakan pipet steril. Saliva yang diperoleh diukur volumenya dan dicatat dalam satuan mililiter.

7. Pengukuran laju alir saliva, total volume yang terkumpul dibagi 5 menit.

Hasil laju alir saliva yang diperoleh dicatat dalam ml/menit.

8. Strip pH dicelupkan kedalam saliva selama 10 detik, kemudian dikeluarkan. Bandingkan strip pH saliva subjek penelitian dengan kertas indikator pH pada GC Saliva Check Buffer Kit. Penghitungan skor pH harus dilakukan segera sebelum strip pH mengering karena ini akan memperngaruhi interpretasi visual warna kertas.

9. Pengukuran kapasitas buffer saliva, saliva diambil dengan pipet kemudian diteteskan pada buffer strip, masing-masing 1 tetes untuk kolom pad pada tes strip.

Setelah 2 menit, perubahan warna pada buffer strip dibandingkan dengan indikator kapasitas buffer pada GC Saliva Check Buffer Kit yang telah disediakan dan skor dari tiap pad pada strip buffer dijumlahkan untuk mendapatkan kategorinya.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program komputer meliputi:

1. Editing (Penyuntingan Data)

Proses penyuntingan data bertujuan untuk memastikan semua variabel terisi.

Selama proses ini dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada responden yang bersangkutan

2. Coding (Pengkodean Data)

Proses pengkodean dilakukan terhadap variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu status karies, kondisi saliva. Pada proses ini peneliti memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban.

3. Entry Data (Pemasukkan Data)

Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program komputer untuk dilakukan analisis.

4. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Proses ini akan melakukan pemeriksaan kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam melakukan entry data.

3.9.2 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan:

1. Uji Wilcoxon

Uji wilcoxon (uji hipotesis komparatif variabel numerik sebaran tidak normal dua kelompok berpasangan) untuk mengetahui perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (SECC), perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak bebas

Uji wilcoxon (uji hipotesis komparatif variabel numerik sebaran tidak normal dua kelompok berpasangan) untuk mengetahui perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak Severe Early Childhood Caries (SECC), perbandingan kondisi (pH, kapasitas buffer, laju alir, dan volume) pada awal pemeriksaan dan setelah 6 bulan pada anak bebas