• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Endang Pebrina Silalahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Endang Pebrina Silalahi"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PEMBENTUKAN DENTINAL BRIDGE ANTARA PASTA ZOE-KARBONAT APATIT DENGAN

KALSIUM HIDROKSIDA SETELAH DILAKUKAN DIRECT PULP CAPPING PADA MOLAR

SATU MAKSILA TIKUS WISTAR (PENGAMATAN 4 MINGGU)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memenuhi gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Endang Pebrina Silalahi 150600152

Pembimbing:

Essie Octiara, drg., Sp. KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2019

Endang Pebrina Silalahi

Perbedaan Pembentukan Dentinal Bridge antara Pasta ZOE-Karbonat Apatit dengan Kalsium Hidroksida Setelah Dilakukan Direct Pulp Capping pada Molar Satu Maksila Tikus Wistar (Pengamatan 4 Minggu)

xi+69 Halaman

Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi dari interaksi bakteri pada permukaan gigi dengan berjalannya waktu gigi menjadi berlubang. Perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani karies yang telah mencapai dentin dan terbukanya pulpa secara iatrogenik adalah dengan melakukan direct pulp capping. Bahan perawatan gold standart pulp capping adalah Ca(OH)2. Bahan alternatif lainnya yang dapat digunakan untuk adalah karbonat apatit. Karbonat apatit adalah material bone graft yang berfungsi menginduksi sel osteoblas yang akan membantu proses pembentukan tulang dan memungkinkan dapat juga menginduksi pembentukan dentinal bridge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan reaksi inflamasi, reaksi odontoblast dan pembentukan dentinal bridge antara pasta ZOE-karbonat apatit dan Ca(OH)2.

Rancangan penelitian ini menggunakan eksperimental post test only control design secara in vivo. Penelitian ini menggunakan 30 gigi tikus dibagi masing-masing 10 gigi pada kelompok pasta ZOE-karbonat apatit, kontrol positif, dan kontrol negatif yang diamati selama 4 minggu. Pada setiap tikus, gigi molar satu maksila sebanyak dua buah kiri dan kanan dilakukan direct pulp capping, lalu bahan perawatan pulpa diaplikasikan ke kavitas gigi dan ditumpat dengan GIC. Setelah 4 minggu, tikus dimatikan dan dilakukan reseksi rahang untuk mengambil gigi molar satu yang sudah diberi perlakuan, dilakukan persiapan HE dan pembentukan dentin reparatif dilihat menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Mann-Whitney test dan didapatkan perbedaan signifikan terdapat antara kelompok pasta ZOE-karbonat apatit dan kontrol

(3)

negatif pada pemeriksaan pemeriksaan kontinuitas dentinal bridge (p=0,015), morfologi dentinal bridge (p=0,023), ketebalan dentinal bridge (p=0,011), tipe inflamasi (p=0,019), intensitas inflamasi (p=0,019), perluasan inflamasi (p=0,019), dan hasil uji statistik Kruskal-Wallis test tidak terdapat perbedaan signifikan pada pembentukan sel odontoblas antara ketiga bahan. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa pasta ZOE-karbonat apatit dapat merangsang pembentukan dentinal bridge.

Daftar Rujukan: 57 (2000-2018).

Kata kunci : pasta ZOE-karbonat apatit, dentinal bridge, direct pulp capping, Ca(OH)2

(4)
(5)

TIM PENGUJI SKRISI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 15 Mei 2019

TIM PENGUJI KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc 2. Essie Octiara, drg., Sp. KGA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Bapak Paibun Silalahi dan Ibu Damaris Purba atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada saudara-saudara penulis, Dahman Silalahi, Dian Margaretta Silalahi, Jackson Silalahi, Intan Marsaulena Hutahaean, dan keponakan penulis Anugerah Sotarduga Sidabariba dan Adriella Gervacia Sidabariba.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara periode 2016- 2021.

2. Essie Octiara, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing dan Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi ini.

3. Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort, selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.

4. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., MSc dan Siti Salmiah, drg., Sp.KGA atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi penulis.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

6. Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm.Klin., Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU, kak Tiwi selaku laboran di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USU serta dr. Jamaluddin Siregar, Sp.PA selaku ketua Departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian dan ibu Titin selaku laboran yang membantu dalam proses pembuatan slide, dan Ayu Panjaitan selaku asisten lab Animal House yang membantu dalam proses pengerjaan penelitian.

7. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

8. Kelompok Tumbuh Bersama penulis Moses Fio Eolin kak Fheby Saragih dan Febe Napitupulu, dan Kelompok Kecil Bellvania Eliora Anggie Purba, Cindy Sihombing, Ida Sihombing, Mercye Zalukhu, Rachel Clarissa, dan Stephanie Limbong, serta Kelompok Kecil Eleanor Elshadai Shinta Aprily, Delima Siburian dan Desy Manurung dan UKM KMK USU UP FKG yang telah memberi motivasi dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Kedokteran Gigi Anak Melfi Ade yang selalu menemani dan berkeluh kesah selama penelitian, Novita Sari, Nafisa Firly, Dicka, Tangse yang telah menemani penulis dalam mengerjakan penelitian. Dan juga kepada teman seperjuangan di Departemen Kedokteran Gigi Anak Anita, Irda, Elita, Sabrina, Annisa, Tania, Meilinda, dan Christa yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama pengerjaan skripsi.

10. Teman-teman penulis yang sepenuh hati memberi dukungan dan motivasi yang tiada henti-hentinya menyemangati penulis selama pengerjaan skripsi Diana Simanjuntak, Febe Napitupulu, Chaterine Badiasty, Vivi Sari Rose, Dianta Mayutami Munthe, Nathaya Doria Simare-mare, Gabriella Sitinjak, Pretty Hia, dan Mutiara Dewi serta seluruh teman-teman FKG USU 2015.

(8)

11. Teman-teman penulis yang sepenuh hati memberi dukungan dan doa Ayu Manurung, Yola Sinaga, Helmi Panjaitan, Evita Peron, Vivi Yanita, Jessica Audini, dan Meleagrina Kosay, AA Squad Agatha Yosephine dan Vinessa Grasella.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 15 Mei 2019 Penulis,

(Endang Pebrina Silalahi)

NIM : 150600152

(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karies ... 8

2.2. Karies Mencapai Dentin ... 9

2.3.Pulp Capping ... 11

2.3.1. Defenisi Pulp Capping ... 11

2.3.2. Klasifikasi Pulp Capping ... 11

2.4. Bahan Pulp Capping ... 13

2.4.1. Kalsium Hidroksida ... 13

2.4.2. Pasta Zinc Oxide Eugenol (ZOE) ... 15

2.5.Karakteristik Karbonat Apatit (®Gama-Cha) ... 16

2.6. Mekanisme Karbonat Apatit dalam Pembentukan Tulang ... 18

2.7. Respon Inflamatori pada Dentin Pulpa Kompleks ... 21

2.8. Pembentukan Dentinal Bridge ... 22

2.9. Kerangka Teori ... 27

2.10. Kerangka Konsep ... 28

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel ... 29

(10)

3.3.3 Besar Sampel ... 30

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 30

3.4.1 Variabel Penelitian ... 30

3.4.2 Defenisi Operasional ... 31

3.5 Prosedur Penelitian ... 35

3.6 Metode Analisis Data ... 47

3.7 Etika Penelitian ... 47

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pemeriksaan Tipe Inflamasi ... 49

4.2 Pemeriksaan Intensitas Inflamasi ... 51

4.3 Pemeriksaan Perluasan Inflamasi ... 52

4.4 Pemeriksaan Sel Odontoblast ... 54

4.5 Pemeriksaan Kontinuitas Dentinal Bridge ... 55

4.6 Pemeriksaan Morfologi Dentinal Bridge ... 56

4.7 Pemeriksaan Ketebalan Dentinal Bridge ... 58

BAB 5 PEMBAHASAN ... 61

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Defenisi Operasional ... 31 2. Pengamatan tipe inflamasi setiap kelompok percobaan pada setiap

periode waktu 4 minggu ... 50 3. Pengamatan intensitas inflamasi setiap kelompok percobaan pada setiap

periode waktu 4 minggu ... 52 4. Pengamatan perluasan inflamasi setiap kelompok percobaan pada setiap

periode waktu 4 minggu ... 53 5. Pengamatan lapisan sel odontoblast setiap kelompok percobaan pada

setiap periode waktu 4 minggu ... 54 6. Pengamatan kontinuitas dentinal bridge setiap kelompok percobaan pada

setiap periode waktu 4 minggu ... 56 7. Pengamatan morfologi dentinal bridge setiap kelompok percobaan pada

setiap periode waktu 4 minggu ... 57 8. Pengamatan ketebalan dentinal bridge setiap kelompok percobaan pada

setiap periode waktu 4 minggu ... 59

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pulpa normal ... 23

2. Bagian superfisial dari koagulasi nekrosis ... 23

3. Dilatasi pembuluh darah yang menunjukkan respon inflamasi ... 24

4. Proses inflamasi yang terlihat pada pulpa yang terbuka ... 24

5. Terlihat adanya barier jaringan keras yang baru terbentuk dengan lapisan sel odontoblas dibawahnya pada daerah eksposur ... 24

6. Terlihat adanya lapisan sel odontoblas di sekitar pulpa ... 24

7. Terlihat defek tunnel pada dentin reparatif yang terbentuk (tanda panah) D=dentin, R=reparatif Dentin, P=pulpa ... 25

8. Ditemukannya inflamasi sedang tanpa disertai pembentukan jembatan dentin ... 25

9. Pulpa normal dengan odontoblast cell layer ... 25

10. Pembentukan dentinal bridge yang sempurna tanpa sel inflamasi ... 25

11.Pembentukan dentinal bridge yang tidak sempurna ... 26

12. Tidak terbentuk dentinal bridge ... 26

13. Anastesi tikus Wistar secara IM ... 35

14.Pembukaan mulut tikus Wistar ... 35

15. Disenfeksi molar ... 36

16. Preparasi gigi dengan round bur ... 36

17. Kavitas pada gigi molar yang sudah dipreparasi ... 37

18. Pembersihan kavitas ... 37

19. Karbonat apatit ... 38

20.Karbonat apatit dihaluskan ... 38

21. Butiran karbonat apatit ditimbang ... 38

22.Karbonat apatit dibagi empat ... 39

23. Penimbangan ZOE ... 39

24. Perbandingan bubuk karbonat apatit dan zinc oxide (1:5) ... 39

(13)

25. Pencampuran bahan karbonat apatit dan ZOE ... 40

26. Pengisian kavitas ... 40

27. Kavitas diisi dengan pasta ZOE-karbonat apatit ... 40

28. Perbandingan bahan GIC 1:1 ... 41

29. Pengambilan GIC dengan plastic instrument ... 41

30. Cara mematikan tikus ... 42

31. Tikus pada parafin ... 43

32. Pencucian sampel ... 43

33. Sampel dalam formalin 10% ... 44

34. Parafin blok ... 44

35. Pengisian cairan parafin ... 45

36. Pemotongan blok jaringan... 45

37. Perendaman dalam waterbath ... 45

38. Perendaman kaca objek ... 46

39. Pewarnaan kaca objek ... 46

40. Gambaran histologi gigi molar tikus Wistar setelah dilakukan direct pulp capping dan observasi selama 4 minggu ... 49

41. Gambaran histologi gigi molar tikus Wistar setelah pengamatan 4 minggu dengan menggunakan bahan pasta ZOE-karbonat apatit... 59

(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Lembar Pencatatan Hasil Pengamatan 2. Hasil Analisis uji Kruskall-Walis 3. Ethical Clearance

4. Surat Izin Penelitian Lab Farmakologi Fakultas Farmasi

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit gingiva, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit lainnya, sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial. Salah satu kesehatan mulut adalah kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi hal yang penting, khususnya bagi perkembangan anak.1

Karies adalah suatu penyakit infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri.

Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi dari interaksi bakteri pada permukaan gigi. Bakteri bersifat asam sehingga dalam periode waktu tertentu, asam akan merusak enamel gigi dan menyebabkan gigi menjadi berlubang. Karies pada gigi sulung sering menyerang gigi molar rahang bawah, gigi molar rahang atas, dan gigi anterior rahang atas. Pada masa periode gigi bercampur karies gigi sering menyerang pada gigi molar permanen rahang bawah dibandingkan dengan gigi rahang atas.2

Menurut WHO Global Oral Health, indeks karies gigi global diantara anak usia 12 tahun dan rata-rata 1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang mengalami kerusakan gigi lebih dari satu gigi.3 Hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, didapatkan prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi mulut adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan seluruh gigi aslinya adalah 1,6%, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6%.3 Penderita karies gigi di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan penderita terbesar adalah golongan balita.1

Pada anak sekolah penyakit gigi merupakan masalah yang sangat mengganggu, karena tidak saja menyebabkan keluhan rasa sakit tetapi juga menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga mengakibatkan menurunnya produktifitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu konsentrasi

(16)

belajar, mempengaruhi nafsu makan dan asupan makanan sehingga dapat mempengaruhi status gizi, pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia sebagai penerus generasi bangsa. Dalam dunia kedokteran gigi, telah ditemukan bahwa infeksi pada gigi dan jaringan pendukungnya dapat menyebarkan kuman ke organ tubuh lain melalui aliran darah seperti ke jantung dan organ lainnya sehingga menimbulkan infeksi.4

Indonesia dengan segala kemajuan dalam ilmu teknologinya, pengobatan penyakit karies gigi masih ada ketinggalannya. Meskipun banyak yang telah dicapai, prevalensi penyakit karies ternyata masih tinggi dan tidak menurun seperti di negara maju. Penting bagi dokter gigi untuk membiasakan belajar dan menguasai teknik memelihara dan merestorasi kembali gigi sulung jika tidak sehat, dan salah satunya dengan perawatan pulp capping.3,4

Terdapat dua jenis perawatan pulp capping yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping. Indirect pulp capping adalah perawatan yang diberikan pada pulpa gigi tidak terbuka atau masih tertutup oleh lapisan dentin yang tipis, kemudian diberi bahan pelindung, sedangkan direct pulp capping merupakan suatu prosedur penutupan pulpa dengan dressing atau basis protektif yang diletakkan langsung diatas daerah pulpa yang terbuka. Direct pulp capping diaplikasikan sesegera mungkin pada pulpa yang terbuka oleh karena faktor trauma atau tereksposnya pulpa secara tidak sengaja selama preparasi kavitas. Tujuan dari pulp capping adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dan merangsang proses penyembuhan didalamnya.4,5

Suatu syarat keberhasilan perawatan pulp capping adalah tidak ditemukannya tanda-tanda patologi pada gigi seperti pembengkakan dan pada pemeriksaan radiografi ditemukan adanya pembentukan dentinal bridge.5,6 Bahan pulp capping haruslah bersifat bakterisidal, tidak berbahaya bagi struktur pulpa dan jaringan disekitarnya, meningkatkan penyembuhan pada daerah pulpa radikular dan tidak menghambat proses fisiologis akar. Bahan pulp capping yang paling sering digunakan di klinik adalah kalsium hidroksida dan MTA (Mineral Trioxide Aggregate).6,7

Kalsium hidroksida adalah merupakan bahan yang paling standar digunakan untuk bahan direct pulp capping dengan sifat antibakteri yang dapat mendisfeksi bagian

(17)

superfisial pulpa. Kalsium hidroksida menyebabkan adanya respon inflamasi dan vaskular menandakan dimulainya proses perbaikan dari tahap proliferasi sel dan pembentukan kolagen baru. Pada penelitian jangka panjang menunjukkan hasil perawatan kalsium hidroksida tidak dapat beradaptasi dengan dentin sehingga pembentukan dentinal bridge menyebabkan adanya defek tunnel. Defek tunnel dapat menyebabkan suatu celah penetrasi mikroorganisme terhadap sel imun aktif, menginduksi iritasi pulpa dan membentuk kalsifikasi distrofi.8

Karbonat apatit (®Gama-Cha) adalah produk material subtitusi tulang berbentuk komposit padat silinder yang mengandung karbonat apatit dan gelatin.9 Karbonat apatit ini digunakan sebagai material subtitusi tulang (bone graft) dimana dalam proses pembentukan tulang, material graft berfungsi menginduksi sel osteoblas yang akan membantu proses mineralisasi kartilago dan sekresi kolagen. Proses ini mirip dengan proses pembentukan dentinal bridge yang juga diawali dengan diinduksinya sel odontoblas (sel khas pada pulpa) yang kemudian akan membentuk osteodentin yang merupakan salah satu lapisan dentin reparatif.10,11.

Produk karbonat apatit ini akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai material bone graft dalam berbagai perawatan dalam kedokteran gigi. Berdasarkan laporan kasus pada tahun 2016, produk karbonat apatit ini digunakan dalam penanganan kasus lesi periodontitis kronis pada gigi anterior rahang atas di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjajaran, dan dinilai karbonat apatit ini dapat beradaptasi dengan baik dalam meregenerasi tulang dan memperbaiki kepadatan tulang pasien dengan mekanisme osteogenic, osteokonduksi dan osteoinduksi.12

Pada tahun 2016, karbonat apatit ini juga digunakan dalam menginduksi pertumbuhan tulang pada penanganan kasus reseksi apeks pada laporan kasus ini pasien tidak ada keluhan pasien dan tulang dapat beregenerasi dengan baik yang dievaluasi dengan menggunakan radiografi periapikal tiga bulan pasca perawatan.13

Zinc Oxide Eugenol (ZOE) adalah bahan perekat sementara yang biasanya digunakan untuk bahan restorasi dan pelindung pulpa. Komposisi dari ZOE ini terdiri dari zinc oxide, magnesium oxide dalam jumlah yang kecil. Kekuatan ZOE dalam bahan pelapis restorasi adalah 3 sampai 55 Mpa yang kurang kuat dalam merestorasi.14 Pasta

(18)

ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai kemampuan dalam pembentukan odontoblas. Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis setelah aplikasi pasta ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblas yang baru dan terbentuklah dentin sekunder.15

Berdasarkan tingkat keberhasilan karbonat apatit dalam peregenerasian tulang, dimana tahapan peregenerasian tulang yang hampir sama dengan pembentukan osteoblas dalam perawatatan direct pulp capping dan penelitian ZOE yang dapat membentuk lapisan odontoblas maka peneliti ingin mengetahui apakah bahan bone graft karbonat apatit yang dicampur dengan pasta ZOE dapat digunakan sebagai bahan alternatif lain dalam perawatan direct pulp capping.

1.2 Rumusan Masalah Umum

1. Apakah ada perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu?

2. Apakah ada perbedaan reaksi sel odontoblas antara campuran pasta ZOE- Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu?

3. Apakah ada perbedaan respon inflamasi antara campuran pasta ZOE- Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu?

Khusus

1. Apakah ada perbedaan kontinuitas dentinal bridge, morfologi dentinal bridge, ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta

(19)

kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu?

2. Apakah ada perbedaan tipe inflamasi, intesitas inflamasi, perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu?

1.3 Tujuan Penelitian Umum

1. Mengetahui perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

2. Mengetahui perbedaan reaksi sel odontoblas antara campuran pasta ZOE- Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

3. Mengetahui perbedaan respon inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

Khusus

1. Mengetahui perbedaan kontinuitas dentinal bridge, morfologi dentinal bridge, ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

2. Mengetahui perbedaan tipe inflamasi, intesitas inflamasi, perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

(20)

1.4 Hipotesis Penelitian Umum

1. Ada perbedaan pembentukan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE- Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

2. Ada perbedaan reaksi sel odontoblas antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

3. Ada perbedaan respon inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

Khusus

1. Ada perbedaan kontinuitas dentinal bridge, morfologi dentinal bridge, ketebalan dentinal bridge antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

2. Ada perbedaan tipe inflamasi, intesitas inflamasi, perluasan inflamasi antara campuran pasta ZOE-Karbonat apatit dengan pasta kalsium hidroksida sebagai bahan direct pulp capping pada molar satu maksila tikus Wistar setelah pengamatan selama 4 minggu.

1.5 Manfaat Penelitian a. Bagi masyarakat

Sebagai informasi kepada orang tua agar ikut berperan untuk memperhatikan, menjaga, dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan rongga mulut.

b. Bagi ilmu pengetahuan

Sebagai informasi bahan alternatif lain yang dapat digunakan dalam perawatan direct pulp capping.

(21)

c. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian tentang bahan alternatif lain yang dapat dipakai dalam perawatan direct pulp capping pada hewan coba serta dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies

Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat. Karies ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat terganggunya keseimbangan enamel dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi.16

Karies gigi adalah suatu penyakit dari jaringan kapur (kalsium) gigi, yang ditandai dengan jaringan gigi yang dimulai pada permukaan gigi yang mana prevalensi yang paling banyak terjadi pada daerah yaitu pit, fisur, kontak proksimal dan secara progresif menyerang ke daerah pulpa. Kerusakan gigi termasuk di dalamnya dekalsifikasi dari bahan-bahan anorganik dan desintegrasi dari bahan-bahan anorganik dari jaringan gigi.17

Karies merupakan kelainan gigi yang bersifat progresif, diawali proses demineralisasi oleh asam hasil produksi bakteri dan merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Karies gigi di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Dalam beberapa dekade terakhir prevalensi karies gigi dan mulut di Indonesia meningkat akibat terbatasnya sarana pelayanan kesehatan gigi dan rendahnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan rongga mulut.18

Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 melaporkan 2% penduduk berusia 33-34 tahun dan 29% penduduk berumur >65 tahun kehilangan seluruh gigi.

Peningkatan prevalensi karies gigi mencapai 90,05% lebih tinggu dibandingkan negara

(23)

berkembang lain. Tingginya prevalensi karies di Indonesia menjadi bukti bahwa kesehatan rongga mulut masyarakat Indonesia masih rendah.18

Etiologi penyakit karies ini bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan faktor- faktor penting seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.17 Dekalsifikasi disebabkan oleh asam yang dihasilkan dari reaksi antara bakteri asidogenik dengan gula (karbohidrat). Bakteri asidogenik misalnya laktobasilus, asidurik streptokokus, Streptokokus mutans.18 Faktor yang berperan mempengaruhi aktivitas karies gigi adalah host (gigi), karbohidrat, mikroorganisme dan waktu. Keempat faktor ini harus ada, bila salah satu faktor tidak ada maka karies tidak terbentuk, Ini disebabkan keempat faktor ini merupakan lingkaran yang saling terkait dengan karies ditengahnya.19,20

Faktor lain yang berperan mengambil bagian dalam pembentukan karies adalah kurangnya perhatian terhadap kebersihan mulut dapat mempermudah perkembangan karies dan juga susunan makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan jarang memakan makanan yang berserat yang dapat membersihkan gigi.20

2.2 Karies Mencapai Dentin

Karies mencapai dentin adalah karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum mencapai setengah dentin. Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limfosit dan sisa makanan serta bakteri.

Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi tempat bertumbuhnya bakteri.21,22

Selain karena adanya plak, karies gigi bisa juga terjadi karena sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi enamel yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitas baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas

(24)

yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima.22

Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya asam (H+) terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam (H+) dan dextran yang akan melekatkan asam (H+) yang terbentuk pada permukaan enamel gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam (H+) yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ±5 (Chemiawan, 2004).22

Asam (H+) dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam enamel melalui ekor enamel port (port d’entre). Tapi permukaan enamel lebih banyak mengandung kristal fluor apatit yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam hanya dapat melewati permukaan enamel dan akan masuk ke bagian bawah permukaan enamel. Asam yang masuk ke bagian bawah permukaan enamel akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut:21

Ca10(PO4)6 (OH)2 + 8H+ 10 Ca++ + 6HPO4 + 2H2O Apabila asam yang masuk kebawah permukaan enamel sudah banyak, maka reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan Ca akan keluar dari enamel. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah enamel maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan.21

(25)

2.3 Pulp capping

2.3.1 Defenisi Pulp capping

Pulp capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka . Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya sehingga dapat menghindari terbukanya pulpa. Teknik pulp capping ini ada dua yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping. 22

2.3.2 Klasifikasi Pulp capping a) Indirect Pulp capping

Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas sisa dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi kavitas dengan bur bulat dengan kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa.

Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu pasta ZOE atau dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan bereaksi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari inflamasi. Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi).22,23

Tujuan utama dari pulp capping indirect adalah menahan proses karies yang telah terjadi dengan menstimulasi dentin reaksioner dengan remineralisasi dentin yang terkena karies untuk menjaga vitalitas pulpa. Hal ini didasari teori yang mengatakan affected zone, dentin yang teremenirealisasi berada di antara infected zone dari dentin dengan pulpa. Ketika infected zone dibuang, maka affected zone dapat teremineralisasi

(26)

dan odontoblas membentuk dentin reaksioner untuk menjaga vitalitas pulpa untuk mencegah terjadinya mikroleakage, dan penting untuk membuang semua jaringan dentin yang terkena karies dari dentinoenamel junction (DEJ) dan dari dinding lateral dari kavitas sehingga tercapai segel interfasial yang optimal antara gigi dan bahan restorasi yang digunakan.24

b) Direct Pulp capping

Direct pulp capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa. Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida dapat ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc okside eugenol dapat diletakkan di atas seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada daerah perforasi bila gigi di restorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik jika membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa di sekitar daerah terbuka tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan.25

Direct pulp capping melibatkan aplikasi bahan medikamen, dressing, atau material dental pada pulpa yang terbuka untuk memelihara vitalitas pulpa. Karena sel odontoblas pada area pulpa yang terbuka akan hilang, sel progenitor dari pulpa harus diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi sel odontoblas-like cells yang bertanggung jawab untuk sekresi matriks dentin yang baru.24,25

Dentin dan pulpa membentuk pulp-dentinal complex. Pulpa pada gigi desidui secara histologis sama dengan gigi permanen. Sel odontoblas membatasi bagian perifer pulpa dan memperluas prosesus sitoplasmiknya kedalam tubulus dentin. Sel-sel odontoblas memiliki beberapa junction yang menjadi perantara komunikasi interseluler sel yang berada dibawah lapisan odontoblasik berisi perpanjangan pleksus saraf yang bertanggung jawab dalam pembentukan dentin dan predentin (immature mineralized tissue), sehingga sel ini memegang peran penting dalam pulp-dentinal-complex. Ketika ada kerusakan pada kompleks ini akibat dari iritasi maupun prosedur operatif maka sel odontobas akan bereaksi untuk mempertahankan vitalitas pulpa.24

(27)

Pada saat melakukan pembuangan jaringan karies untuk dilakukan pulp capping, maka preparasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak membuat beberapa bagian dentin terlepas dan terdorong masuk ke dalam jaringan pulpa yang tersisa. Adanya ekposur mekanis pada pulpa, akan menyebabkan inflamasi akut terjadi pada daerah yang terbuka. Pembuluh darah akan berdilatasi, terjadi edema, dan PMN leukosit akan megalami inflamasi kronis sehingga terjadi nekrosis. Terbukanya pulpa karena prosedur mekanis memiliki prognosis yang lebih baik daripada terbukanya pulpa karena proses karies. Perbaikan yang terjadi bergantung dari banyaknya jaringan yang rusak, adanya perdarahan, usia pasien, ketahanan host dan beberapa faktor lain yang terlibat dalam perbaikan jaringan ikat. 24,25

2.4 Bahan Pulp Capping 2.4.1 Kalsium Hidroksida

Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Dalam bahasa Inggris, kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime (kapur yang di-airkan). Suspensi partikel halus kalsium hidroksida dalam air disebut juga milk of lime (Bahasa Inggris: milk = susu, lime=kapur). Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Kalsium hidrokida berupa bubuk putih.26 Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk putih.

Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air.26 Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12- 13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa.26

Sifat bahan kalsium hidroksida yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas akan terhenti karena asam yang

(28)

dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk diatap pulpa.26

Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi lisis, baik dari bakteri maupun produknya.26

Mekanisme kerja kalsium hidroksida pada jaringan, mendorong pengendapan jaringan mineralisasi, merupakan aspek yang sangat penting untuk indikasi kalsium hidroksida, karena menunjukkan kompatibilitas biologis dari kalsium hidroksida.26 Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida sangat toksik terhadap sel-sel pada kultur jaringan. Kalsium hidroksida pada pH tinggi menurunkan ukuran pulpa yang berdekatan sampai 0,7 mm. Semakin tinggi pH kalsium hidroksida maka efek tunnel semakin meningkat. Kelemahannya yaitu perlu beberapa kali kunjungan dan membutuhkan kepatuhan pasien untuk datang berobat, dan rentan terjadinya fraktur pada servikal gigi selama perawatan.26,27

Selama beberapa dekade terakhir kalsium hidroksida telah menjadi bahan standar untuk perawatan pulpa vital. Baik secara klinis dan histologis memberikan hasil yang sangat memuaskan pada perawatan direct maupun indirect pulp capping, karena ia mampu mensitimulus pembentukan dentin tersier. Berkontaknya dengan jaringan pulpa berkontribusi untuk menghasilkan dentin reparatif, khususnya dentir tersier degan cara pembentukan jaringan keras baru pada lapisan yang terbuka. Hal ini telah didokumentasikan pada banyak penelitian dan studi kasus yang melaporkan tingkat keberhasilan perawatan sampai 80% untuk direct pulp capping. Saat ini kalsium hidroksida paling memungkinkan untuk perawatan direct pulp capping dan sebagai standar utama pengujian pada bahan baru.27

Namun demikian, kalsium hidroksida memiliki beberapa kelemahan seperti ikatan yang jelek terhadap dentin, bahan yang mudah resorpsi, serta ikatan mekanis yang tidak stabil. Akibatnya, kalsium hidroksida tidak dapat mencegah microleakage dalam jangka panjang. Porositas baru tersebut (tunnel defects) pada jaringan keras gigi dapat bertindak sebagai jalan masuk bagi mikroorganisme. Hal ini dapat menyebabkan

(29)

inflamasi sekunder sehingga mengkibatkan kegagalan perawatan gigi vital. Selain itu, pH tinggi (12,5) kalsium hidroksida dapat menyebabkan pencairan nekrosis pada permukaan jaringan pulpa.27

2.4.2 Pasta Zinc Oxide Eugenol (ZOE)

ZOE adalah bahan yang dibuat oleh kombinasi seng oksida dan eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh. Reaksi asam-basa terjadi dengan pembentukan khelat seng eugenolat. Reaksi ini dikatalis oleh air dan dipercepat oleh kehadiran garam logam. ZOE dapat digunakan sebagai bahan pengisi atau bahan semen di kedokteran gigi. Senyawa ini sering digunakan dalam kedokteran gigi saat kerusakan sangat dalam atau sangat dekat dengan saraf atau ruang pulpa. Jaringan di dalam gigi, yaitu pulpa, bereaksi buruk dengan stimulus mekanik pengeburan (panas dan getaran), sering menjadi sangat meradang dan endapan kondisi yang disebut dengan pulpitis akut atau kronis.28

Kondisi ini biasanya menyebabkan sensivitas gigi kronis yang parah atau sakit gigi yang sebenarnya dan kemudian hanya dapat diobati dengan penghilangan saraf (pulpa) yang disebut dengan terapi saluran akar. Pemakaian ZOE selama beberapa hari sebelum penempatan bahan pengisi saluran akar biasanya mencegah sensitivitas atau sakit gigi. ZOE diklasifikasikan sebagai material restoratif perantara dan memiliki sifat anastetik dan antibakteri.28

Jenis-jenis ZOE menurut ANSI/ADA Keterangan no. 30 (ISO 3107) tergantung pada penggunaan yang dimaksudkan dan formulasi individu yang diperlukan. Tipe I adalah ZOE luting semen sementara, tipe II adalah ZOE luting dalam waktu jangka panjang, Tipe III adalah ZOE untuk restorasi sementara.28 Komposisi powder Zinc Oxide adalah Zinc Oksida (ZnO) sebanyak 69%, resin putih 29,3%, Magnesium Oksida (MgO) dalam jumlah yang kecil dan Zinc Asetat (CH3COO)2 1%, sedangkan komposisi cairannya adalah eugenol terutama minyak cengkeh 85%, minyak olive 15% dan kadang diberi asam asetat/cuka sebagai akselerator.28

ZOE pernah juga digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai kemampuan dalam pembentukan odontoblas. Eugenol, secara biologis merupakan

(30)

bagian yang paling aktif dari bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblas yang baru dan terbentuklah dentin sekunder.29

Keuntungan dari ZOE ini adalah bersifat antiseptik, memiliki sifat analgesik ringan, dan memiliki perlekatan yang baik dengan dinding saluran akar, bersifat radiopaque, dan tidak menyebabkan diskolorisasi terhadap gigi yang dirawat. Kerugian ZOE adalah adanya resiko dapat melukai benih gigi permanen pengganti yang sedang berada dalam proses erupsi akibat kekerasan ZOE dan adanya perbedaan kecepatan resorpsi akar dengan bahan ZOE ini sehingga menyebabkan partikel pasta akan tertinggal dalam tulang alveolar saat akar sudah teresorpsi dan mengganggu erupsi gigi permanen. ZOE ini juga bisa mengiritasi jaringan periapikal dan dapat menyebabkan nekrosis pada tulang dan sementum serta dapat menimbulkan sitotoksik bila kontak dengan jaringan yang masih vital.30

2.5 Karakteristik Karbonat Apatit (®Gama-Cha)

Karbonat apatit (®Gama-Cha) merupakan produk bone graft Indonesia pertama didunia yang mempunyai struktur identik dengan tulang manusia. Karbonat apatit (®Gama-Cha) mengandung karbonat apatit (yang merupakan komponen tulang) serta polimer berupa kolagen terdenaturasi. Terutama digunakan dalam bidang implan kedokteran gigi, pengganti kehilangan struktur tulang pada trauma, tumor, maupun kelainan bawaan. Pertama kali diperkenalkan pada tanggal 18 Agustus 2014, hasil riset dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Terdiri dari dua varian, varian pertama berisi tube 70mg, diameter 6 mm dengan tinggi 10 mm sementara varian kedua berisi 2 tube 50 mg dengan diameter 6 mm dan tinggi 5 mm.9

Karbonat apatit adalah komposit dengan fitur karbonat apatit blok dengan struktur porositas tiga dimensi , komponen organik dan anorganik yang identik dengan tulang manusia , kristalinitas rendah sehingga mudah menyatu dengan proses remodeling tulang yang merupakan karbonat apatit tipe B (tulang manusia adalah

(31)

karbonat apatit tipe B). Karbonat apatit memiliki osteo konduktivitas sangat baik dan mampu memacu pertumbuhan tulang baru dengan cepat.9

Karbonat apatit juga sangat mudah dikombinasikan dengan molekul obat, molekul aktif, termasuk antibiotik dan memiliki daya resorbabilitas dan bio degradabilitas yang sangat baik, serta tidak menyebabkan toksisitas (karena identik dengan kandungan tulang). Kandungan utama karbonat apatit adalah karbonat apatit (Ca10(PO4CO3)6(OH)2) dan gelatin (denaturalized collagen).32

Karbonat apatit biasa digunkan sebagai material subtitusi tulang untuk mempertahankan ruang (bone defect maintenance) pada tulang yang rusak/hilang, sebagai material substitusi tulang untuk menggantikan matriks esktraseluler yang hilang dan memiliki kandungan yang identik dengan matriks ekstraseluler yang hilang pada tulang yang rusak/ hilang dan sebagai material substitusi tulang untuk memacu dan menginduksi pertumbuhan tulang baru.32

Karbonat apatit (®Gama-Cha) memiliki fitur sebagai berikut: 32 1. Karbonat apatit blok dengan stuktur porositas tiga dimensi

2. Komponen organik dan anorganik yang identik dengan tulang manusia

3. Kristalinitas rendah sehingga mudah menyatu dengan proses remodelling tulang.

4. Merupakan karbonat apatit tipe B (tulang manusia karbonat apatit tipe B) 5. Memiliki osteokonduktivitas sangat baik dan mampu memacu pertumbuhan tulang baru dengan cepat

6. Mudah dikombinasikan dengan molekul obat, molekul aktif, termasuk antibiotik.

7. Memiliki daya resorbabilitas dan biodegrabilitas yang sangat baik, serta tidak menyebabkan toksisitas (karena identik denngan kandungan tulang).

Kelebihan produk karbonat apatit (®Gama-Cha) ini adalah graft tulang pertama di dunia yang identik dengan tulang asli manusia (biomimetik), dan telah melalui serangkaian uji laboratoris dan klinis pada pasien, dan terbukti memiliki kualitas yang baik, memiliki daya osteo konduktivitas yang unggul, memiliki variasi aplikasu yang sangat beragam, dan memiliki kemampuan pelepasan terkontrol, memiliki sertifikat

(32)

halal dari LPOM MUI, merupakan produk yang dikembangkan berdasar GMP (CPAKB), memiliki izin edar dari Kemenkes RI, terjangkau, produk nasional yang jelas dan aman, serta mudah didapat.9,32

2.6 Mekanisme Karbonat Apatit dalam Pembentukan Tulang

Karbonat apatit yang mengandung hidroksiapatit dengan formula kimia Ca10(PO4)6(OH)2 adalah satu keramik yang biokompatibel, karena secara kimia dan fisika kandungan mineralnya sama tulang manusia dan gigi. Hidroksiapatit (HA) adalah keramik bioaktif yang sudah luas penggunaannya pada reparasi tulang seperti pelapisan logam prostese untuk meningkatkan sifat biologi dan mekanik. Ada dua sumber utama serbuk HA yaitu dari material sintetik secara kimia dan dari sumber biologi alami seperti cangkang sotong, koral, cangkang telur, gipsum alami, kalsit alami dan tulang sapi. Hidroksiapatit mempunyai sifat biokompatibel, bioaktif, dan osteokonduktif.

Secara termodinamik pH, temperatur dan komposis fisiologi fluida pada hidroksiapatit sangat stabil.33

HA sudah banyak digunakan pada bidang kedokteran termasuk sebagai penghantaran obat (drug delivery). Adanya kesamaan struktur kimia dengan tulang mineral pada jaringan manusia, maka hidroksiapatit sintetik menunjukkan daya afinitasnya (daya tarik) sangat kuat pada tempat jaringan keras. Pembentukan ikatan kimia dengan tempat jaringan yang bagus memberikan keuntungan yang besar pada hidroksiapatit dalam aplikasi klinik sebagai material pengganti tulang, seperti allograft atau sebagai pelapis implan logam. Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dengan P63/m dan dimensi selnya a = b= 9,42 Å dan c = 6,88 Å. HA secara stokiometri Ca/P rationya 1,67an secara kimia sama dengan mineral tulang manusia.33

Hidroksiapatit sintetik memiliki sifat mekanik yang sangat rendah dibanding dengan tulang. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat mekanik HA adalah dengan cara pelapisan dengan logam, komposit dengan polimer, dan komposit dengan keramik.

Material bone graft adalah material yang berfungsi untuk membantu rekonstruksi, menstabilkan struktur dan ikatan pada tulang serta menstimulasi proses osteogenesis serta penyembuhan defek tulang yang besar. HA memiliki kemampuan osteokonduksi,

(33)

dan osteoinduksi sehingga dapat menstimulasi osteogenesis. Pengertian osteokonduksi adalah dalam fungsinya sebagai perancah (scaffold) bone graft mampu menjadi media bagi sel-sel punca dan osteoblast untuk melekat, hidup dan berkembang dengan baik di dalam defek tulang.34,35

Scaffold juga membantu pembentukan pembuluh darah dalam pembentukan tulang baru. Graft osteokonduktif dapat merangsang pertumbuhan tulang dan menyebabkan aposisi tulang dari tulang yang telah ada. Sifat osteokonduksi suatu material dipengaruhi oleh bentuk dan strukturnya, antara lain derajad porositas, ukuran porus, hubungan antar porus, dan kekasaran permukaan HA bersifat osteokonduksi, yaitu mampu menginduksi dan menstimulasi sel-sel punca dan osteoblas untuk berproliferasi dan diferensiasi dalam pembentukan tulang baru atau proses regenerasi tulang. Proses osteoinduksi berfungsi untuk menstimulasi osteogenesis, artinya bone graft aktif menstimulasi dan menginduksi sel-sel punca dan osteoblas dari jaringan sekitar untuk berproliferasi dan diferensiasi dalam pembentukan tulang baru. Beberapa growth factor berperan dalam proses diferensiasi dan proliferasi osteoblas antara lain Bone Morphogenic Proteins (BMPs), platelet-derived growth factors, insulin-like growth factors (I danII), fibroblast growth factors (acidic dan basic) epidermal growth factor, TGF-β (β1 danβ2) dan retinoic acid.33

Proses pembentukan tulang baru diawali oleh fase inflamasi, pada fase ini terjadi pembentukan jendalan darah. Fase inflamasi terjadi antara minggu pertama sampai minggu ke-2. Pada tingkat seluler, sel-sel inflamasi (neutrofil, makrofag dan fagosit) dan fibroblas akan menginfiltrasi daerah luka yang distimulasi oleh prostaglandin. Sel- sel inflamasi bersama dengan osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, serta untuk mempersiapkan fase reparasi. Infiltrasi sel-sel ini menimbulkan jaringan granulasi, meningkatkan pertumbuhan vaskuler serta migrasi sel-sel mesenkimal agar area yang mangalami fraktur mendapat suplai oksigen dan nutrisi dengan baik.34,35

Selanjutnya terjadi fase reparasi, bone graft akan merangsang pertumbuhan dengan cara menginduksi dan menjadi media bagi sel-sel punca dan osteoblas untuk melekat, hidup dan berkembang dengan baik di dalam defek tulang. Kemudian luka

(34)

akan distabilisasi oleh kartilago (soft callus) yang nantinya akan menjadi tulang (hard callus). Fase ini terjadi dalam hitungan beberapa bulan. Karakteristik fase reparatif yaitu terjadinya diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial.35

Chondroblast dan fibroblas juga akan menginvasi daerah hematom fraktur dan kemudian membawa matriks pada daerah luka. Kemudian pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6 terbentuk soft callus, yang tersusun oleh jaringan fibrous dan kartilago.

Dalam penelitian yang sudah ada, HA ternyata mampu menciptakan suasana yang cocok serta menjadi media perlekatan sel-sel punca di dalam defek tulang sehingga dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas yang matur sehingga proses osteogenesis dapat dihasilkan oleh hidroksiapatit sebagai perancah (scaffold) dalam proses regenerasi tulang. Osteoblas ini akan membantu proses mineralisasi soft callus dengan cara mensekresi matriks (kolagen tipe l) yang nantinya akan menjadi hard callus atau woven bone. Tulang pada fase ini masih imatur, masih lemah terhadap kekuatan putar dan kekuatan tekan. Fase reparasi ini menentukan kecepatan proses penyembuhan jaringan tulang. Proses penyembuhan tulang berakhir ketika tercapai fase remodelling tulang.

Fase ini berlangsung beberapa bulan sampai tahun dan berfungsi untuk memperbaiki bentuk, struktur, serta sifat-sifat mekanis tulang.34

Pada fase ini, aktivitas osteoblas dan osteoklas merubah tulang imatur menjadi matur, dan woven bone yang susunannya tidak beraturan menjadi lebih beraturan, dengan membentuk lamella yang lebih terorganisir serta menjadikan daerah fraktur lebih stabil. Osteoblas sebagai sel sekretori yang aktif secara metabolik, menghasilkan sejumlah BMPs, antara lain BMP-2, BMP-7, dan perubahan faktor β, dengan tambahan IGF-I dan IGF-II, Platelet-Derived Growth Factor (PDGF), Fibroblastic Growth Factors (FGF), TGF-β, interleukin I, dan osteoid yang sebagian terdiri dari kolagen tipe-I untuk proses mineralisasi matriks tulang dengan cara mensekresi osteosit dan matriks tulang. Terjadi pembentukan medullary canal, dan pembentukan permukaan tulang baru dengan proses resorpsi dari bentuk cembung menjadi bentuk yang lebih lurus, sehingga pembentukan tulang yang baru menjadi lebih baik dan lebih stabil.34,35

(35)

2.7 Respon Inflamatori pada Dentin-Pulpa Kompleks

Dalam perawatan pulp capping ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang mempengaruhi keberhasilan perawatan seperti : ukuran pulpa yang terbuka, lokasi terbukanya pulpa, fragmen dentin, kontrol perdarahan, kontaminasi bakteri dan kontaminasi saliva. Keberhasilan perawatan pulp capping akan berkurang bila ukuran dari pulpa yang terbuka besar. Hal ini disebabkan karena kontaminasi bakteri telah terjadi menjadi inflamasi yang menjadi lebih berat. Selain itu, jaringan yang mengalami rusak dan perdarahan yang terjadi juga banyak.36

Bila pulpa terbuka akibat jejas mekanis, maka yang terjadi adalah respon inflamasi dan respon sel fibroblas dan mesenkimal yang tidak berdiferensiasi. Sel –sel immunokompeten yang berada pada jaringan ikat pulpa dapat memberi respon terhadap jumlah situasi klinis yang menyebabkan hilangnya integritas jaringan keras gigi seperti karies, fraktur gigi, dan preparasi kavitas. Serabut-serabut saraf sensoris memegang peranan penting dalam memacu sel-sel immunokompeten memasuki jaringan pulpa.

Infiltrasi awal sel-sel inflamasi terdiri dari limfosit, makrofag, sel-sel plasma, dan neutrofil.36

Respons inflamasi akut menimbulkan reaksi sebagian besar sistem vaskularisasi pulpa, terbebasnya mediator-mediator seperti serotonin, histamin, neuropeptide yang mempengaruhi aliran darah pulpa dan meningkatnya permeabilitas kapiler-kapiler pulpa.Stadium seluler peradangan dimulai setelah sel PMN berpindah ke area infeksi atau cedera. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi.PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu leukosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari pergerakan leukosit ke pembuluh darah (margination), lalu leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu leukosit keluar dari pembuluh darah.36,37

(36)

2.8 Pembentukan Dentinal Bridge

Pembentukan dentinal bridge sering dianggap sebagai indikasi keberhasilan kaping pulpa. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dentinal bridge dapat dibentuk setelah perawatan kaping pulpa dengan berbagai bahan. Pembentukan dentinal bridge dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu : Tahap eksudasi (1-5 hari setelah perawatan), tahap proliferasi (3-7 hari setelah perawatan), tahap pembentukan osteodentin (5 hari-14 hari setelah perawatan) dan tahap pembentukan dentin tubular (>14 hari setelah perawatan).38

Mekanisme terbentuknya dentin reparatif hingga saat ini belumlah diketahui secara pasti, namun demikian Yamamura dan Tzlafas mengajukan mekanisme yang mungkin pada saat pembentukan dentin reparatif. Menurutnya, terdapat 2 mekanisme pembentukan dentin reparatif yang berbeda pada pulpa gigi yang terbuka akibat jejas akan mengalami mitosis (replikasi DNA) secara intensif pada siklus sel dan menjadi sel mesenkimal yang tidak berdifensiasi. Mekanisme ini dibantu oleh sel odontoprogenitor yang mengalami metaplasia. Sel ini kemudian memerlukan faktor induksi (multipotensial) untuk berdiferensiasi kembali menjadi sel odontoblas/sel pulpa yang baru. Penelitian oleh Fitzgerald dkk menunjukkan bahwa paling sedikit diperlukan 2 kali replikasi DNA dari sel pulpa dapa siklus sel setelah tindakan direct pulp capping sebelum sel tersebut bermigrasi dan menempati tempat ekspresinya sebagai fenotip baru.38

Selanjutnya sel yang telah mengalami diferensiasi kembali, terutama sel fibroblas, akan menghasilkan serabut kolagen yang kemudian membentuk suatu lapisan pada tempat mengalami mineralisasi membentuk dentin tubular. Mekanisme yang kedua, sel odontoprogenitor yang terdapat subodontoblasik daerah kaya sel pulpa yang berasal dari sel preodontoblas, dan mengalami diferensiasi terminal menjadi sel odontoblas bila mendapat rangsangan berupa signal molekul yang spesifik tanpa mereplikasi DNA-nya. Sel odontoblas ini selanjutnya akan membentuk osteodentin.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa dentin reparatif pada dasarnya terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan tubular yang berbatasan langsung dengan pulpa

(37)
(38)
(39)
(40)

Gambar 11. Pembentukan dentinal bridge yang Gambar 12. Tidak terbentuknya dentinal tidak sempurna dan tidak adanya bridge, terbentuk fibroblast47

sel-sel inflamasi47

(41)

2.9 Kerangka Teori

Karies Dentin Patofisiologi

Etiologi

Pulp Capping

Direct Pulp Capping

Indirect Pulp Capping

Karbonat apatit (®Gama-Cha)

Ca(OH) Pasta ZOE

-Perforasi pulpa

<1mm -Pulpa masih

vital -Iatrogenik

-Karies dalam tetapi belum mengenai pulpa

-Pulpa belum terbuka -DTR <2mm

-merupakan gold standard dalam direct pulp capping

-memiliki sifat antibakteri yang

baik

-bersifat antiseptik, -memiliki sifat analgesik ringan, - memiliki perlekatan

yang baik dengan dinding saluran akar.

-memiliki struktur yang sama dengan

tulang -mengandung kalsium dan fosfat,

daya osteokonduktivitas

Pembentukan dentinal bridge (Sebagai salah satu indikasi keberhasilan perawatan direct pulp capping)

(42)

2.10 Kerangka Konsep

Perbedaan kalsium hidroksida dan pasta ZOE-

Karbonat apatit (®Gama- Cha) sebagai bahan pulp

capping direct

Pembentukan dentinal bridge dilihat dari 3 aspek :

-Tidak adanya peradangan atau inflamasi pulpa.

-Ditemukan lapisan sel odontoblas pada daerah eksposur.

-Ditemukan deposisi jaringan keras pada daerah yang tereksposur.

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental laboratorium in vivo. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control design.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Mei 2019.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini tikus Wistar jantan (Sprague Dawley).47

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah molar satu kanan dan kiri maksila tikus Wistar. Tikus Wistar yang digunakan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Tikus Wistar jantan putih b. Berat badan 200-250 gram c. Usia tikus 8-9 minggu d. Tikus dalam keadaan sehat47

(44)

3.3.3 Besar Sampel

Jumlah sampel dari tiap kelompok perlakuan akan dihitung menggunakan rumus Federer. Kelompok sampel yang akan diteliti terdiri dari 3 kelompok.

Rumus Federer (1963) :

(n-1)(t-1) > 15 (dimana t=jumlah kelompok dan n=jumlah sampel) (n-1)(3-1) > 15

(n-1)2> 15 n> 8,5

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 9 tiap kelompok percobaan dan ditambah 10% dari total sampel.

Maka total sampelnya adalah 30 gigi molar tikus Wistar jantan dengan 3 kelompok percobaan. Adapun tiga kelompok percobaan itu adalah kelompok kontrol positif dengan menggunakan bahan pulp capping Ca(OH) sebagai bahan gold standard, kelompok kontrol negatif dengan menggunakan Zinc Oxide Eugenol sebagai bahan pulp capping dan kelompok perlakuan menggunakan campuran pasta ZOE-Karbonat apatit (®Gama-Cha).Teknik pengambilan sampel pada tiap kelompok percobaan adalah simple random sampling. Simple random sampling merupakan suatu teknik sampling yang dipilih secara acak.

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas : Pasta ZOE-Karbonat apatit, kalsium hidroksida, pasta ZOE (kontrol negatif).

b. Variabel Terikat : Respon inflamasi, reaksi sel odontoblast, pembentukan dentinal bridge.

c. Variabel Terkendali : Jenis tikus, elemen gigi tikus putih yang dipreparasi

(45)

3.4.2 Defenisi Operasional Tabel 1. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Pasta

ZOE- Karbona t apatit (®Gama- Cha)

Pasta merupakan campuran bubuk karbonat apatit dalam

®Gama-Cha dan bubuk Zinc Oxide dalam

®Zitemp (perbandingan 1:5) dan setetes eugenol.

Penimbangan Timbangan mikro

mg Num-

erik

2. Kalsium Hidrok- sida (®dycal)

Bahan medikamen intrakanal berbentuk serbuk atau bubuk putih dengan pH 12- 13 dan

mengandung kalsium klorida dan natrium hidroksida.

Penimbangan Timbangan mikro

mg Num-

erik

3. Zinc Oxide Eugenol (®Zite- mp)

ZOE adalah bahan yang dibuat oleh kombinasi seng oksida dan eugenol digunakan sebagai bahan pengisi atau bahan semen di kedokteran gigi.

Penimbangan Timbangan mikro

mg Num-

erik

4. Respon Infla- Masi

Ditemukannya sel-sel

peradangan

Pengamatan dengan metode

Mikroskop cahaya dengan

a. Tipe inflamasi Skor 1 : Tidak ada inflamasi

Ordi- nal

Gambar

Gambar 11. Pembentukan dentinal bridge yang     Gambar 12. Tidak terbentuknya dentinal         tidak sempurna dan tidak adanya                 bridge, terbentuk fibroblast 47
Gambar 13. Anastesi tikus Wistar secara IM
Gambar 15. Disenfeksi molar dengan cotton       pellet yang dibasahi alkohol 70%
Gambar 17. Kavitas pada gigi molar tikus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru &amp; Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Pada daerah perkotaan menunjukkan adanya hubungan yang signifikan p = 0.005 sedangkan pada daerah pedalaman menunjukkan tidak adanya hubungan persepsi rasa pahit dengan karies p

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dengan sadar dan tanpa paksaan, dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, didapatkan pada penelitian yang berjudul

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dan perilaku membersihkan gigi dengan status kebersihan rongga mulut (oral hygiene)

Kelompok yang terorganisir yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-undang No.21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang Pasal 16 bahwa yang

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Tarigan AN melakukan penelitian mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) hasil sintesis metode sol-gel dengan suhu