• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi DELIMA SERENA SIBURIAN NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi DELIMA SERENA SIBURIAN NIM:"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TEKNIK PENJAHITAN FIGURE OF EIGHT DENGAN SIMPLE

INTERRUPTED TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PASCA ODONTEKTOMI MOLAR

TIGA MANDIBULA DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

DELIMA SERENA SIBURIAN NIM: 160600054

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)

TIM PENGUJI

Skripsi Ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 06 Juli 2020

TIM PENGUJI

KETUA : Gostry Aldica Dohude, drg. Sp. BM ANGGOTA : 1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

2. Ahyar Riza, drg., Sp.BM (K)

(4)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut Maksilofasial Tahun 2020 Delima Serena Siburian

Perbandingan Teknik Penjahitan Figure of Eight dengan Simple Interrupted Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Odontektomi Molar Tiga Mandibula di Rumah Sakit Grand Medistra Medan

viii+46

Terdapat beberapa jenis teknik penjahitan yang dapat digunakan pada bidang bedah mulut. Teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted merupakan teknik penjahitan yang dapat digunakan pada proses odontektomi. Jenis penelitian ini adalah ekperimental non-laboratorium yaitu dengan meneliti penyembuhan luka pasien odontektomi molar tiga mandibula di Rumah Sakit Grand Medistra Medan dari bulan Februari hingga April 2020. Penilaian skor penyembuhan luka dinilai pada hari pertama dan ketujuh pasca odontektomi dengan melihat tanda-tanda inflamasi secara klinis. Setiap tanda inflamasi akan diberi skor 1 dan akumulasi skor menjadi penilaian peneliti terhadap teknik penjahitan yang diteliti. Jumlah pasien yang diteliti sebanyak 11 orang dimana setiap pasien memiliki 2 jahitan yang berbeda, yaitu figure of eight dan simple interrupted. Analisis pada data penelitian ini menggunakan uji Mann- Whitney.

Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara teknik penjahitan terhadap penyembuhan luka pada hari pertama pasca odontektomi.

Pada hari pertama teknik penjahitan figure of eight memiliki skor penyembuhan 1,615±0,506, sedangkan teknik penjahitan simple interrupted memiliki skor penyembuhan 2,692±0,630. Dengan demikian, teknik penjahitan figure of eight memiliki penyembuhan luka lebih baik daripada teknik penjahitan simple interrupted.

Daftar Rujukan : 44 (2003-2020)

(5)

Faculty of Dentistry Department of Oral and Maxillofacial 2020 Delima Serena Siburian

Comparison of Figure of Eight and Simple Interrupted to Wound Healing After Third Molar Mandibular Odontectomy In Grand Medistra Medan Hospital

viii+46

There are many types of suturing technique that can be used in Oral Surgery.

Figure of eight and simple interrupted are the suturing technique that can be used in odontectomy procedures. This type of research is a non-laboratory experimental by examing wound healing on third molar mandibular odontectomy patients in Grand Medistra Medan Hospital from February to April 2020. Wound healing scores are assessed on the first and seventh day post odontectomy by observing inflammation sign clinically. Each sign of the inflammation will be scored 1 and the total score will be the researcher’s assessment of the suturing technique under study. The number of patients studied was 11 people in which each patient has two different techniques, which are figure of eight and simple interrupted. Data analysis in this study used Mann-Whitney test.

The results of this study that there is a significant relationship (p<0,005) between suturing technique and wound healing on the first day post odontectomy with a wound healing score 1,615±0,506 for figure of eight and 2,692±0,630 for simple interrupted. In conclusion, figure of eight has a better wound healing than simple interrupted.

Bibliography: 44 (2003-2020).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga laporan hasil penelitian dengan judul “Perbandingan Teknik Penjahitan Figure of Eight dengan Simple Interrupted Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Odontektomi Molar Tiga Mandibula di Rumah Sakit Grand Medistra Medan”

selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, Ibunda Meriati Rajagukguk yang memberikan motivasi, doa dan segala bantuan moral dan juga materi. Serta adik penulis yang terkasih Selly dan Sony yang memberi dukungan kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan oleh orangtua penulis.

Dalam penulisan laporan ini penulis mendapatkan bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM (K) selaku Ketua Departemen Bedah Mulut da Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Ahyar Riza, drg., Sp.BM (K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Gostry Aldica Dohude, drg. Sp. BM selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

(7)

5. Indra Basar Siregar, drg. selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis

6. Hendry Rusdy, drg., M.Kes., Sp.BM (K) sebagai dokter yang membantu penelitian serta memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan saran yang diberikan kepada penulis.

8. Nadya, Afifah dan Nurul selaku teman satu dosen pembimbing yang saling membantu dalam penyelesaian laporan penelitian ini serta teman seangkatan 2016 yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis.

9. Sahabat penulis Asri, Xena, Azis, Santa, Trima, Elsa, Siti, Octa, Yustia, Destin dan yang dukungan moril kepada penulis.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Medan, 11 Mei 2020 Penulis,

Delima Serena Siburian NIM: 160600054

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

ABSRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Gigi Impaksi ... 5

2.1.1 Definisi Gigi Impaksi ... 5

2.1.2 Klasifikasi Gigi Impaksi ... 5

2.2 Odontektomi ... 8

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi ... 8

2.2.2 Prosedur Odontektomi ... 8

2.2.3 Komplikasi Odontektomi... 9

2.3 Flep ... 10

(9)

2.3.1 Flep Envelope ... 10

2.3.2 Flep Triangular ... 11

2.4 Bahan Benang Bedah ... 12

2.5 Teknik Penjahitan ... 13

2.5.1 Teknik Simple Interrupted ... 13

2.5.2 Teknik Continuous ... 13

2.5.3 Teknik Mattress ... 14

2.5.4 Teknik Figure of Eight ... 15

2.6 Penyembuhan Luka ... 16

2.6.1 Proses Penyembuhan Luka ... 16

2.6.2 Klasifikasi Penyembuhan Luka ... 18

2.6.2.1 Penyembuhan Primer ... 18

2.6.2.2 Penyembuhan Sekunder ... 18

2.6.2.3 Penyembuhan Tersier ... 19

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ... 19

2.6.4 Penilaian Penyembuhan Luka... 20

2.7 Penilaian Kebersihan Rongga Mulut ... 21

2.8 Kerangka Teori ... 24

2.9 Kerangka Konsep... 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 26

3.2.2 Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.3.1 Populasi ... 26

3.3.2 Sampel ... 26

3.4 Alat dan Bahan ... 27

3.4.1 Alat ... 27

3.4.2 Bahan ... 28

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

3.6 Variabel Penelitian... 29

3.7 Definisi Operasional ... 29

3.8 Prosedur Pengumpulan Data... 30

3.9 Pengolahan Data ... 31

3.10 Etichal Clearance ... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 32

4.1 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Teknik Penjahitan pada Hari Pertama Pasca Odontektomi ... 32

4.2 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Teknik Penjahitan pada Hari Ketujuh Pasca Odontektomi ... 33

(10)

4.3 Hubungan Teknik Penjahitan Terhadap Penyembuhan Luka

pada Hari Pertama Pasca Odontektomi ... 34

4.4 Hubungan Teknik Penjahitan Terhadap Penyembuhan Luka pada Hari Ketujuh Pasca Odontektomi ... 35

BAB 5 PEMBAHASAN ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Klasifikasi Winter ... 6

2. Klasifikasi Pell dan Gregory ... 7

3. Flep envelop ... 11

4. Flep triangular ... 11

5. Teknik penjahitan simple interrupted... 13

6. Teknik penjahitan continuous over and over/simple continuous ... 13

7. Teknik penjahitan continuous locking ... 14

8. Teknik penjahitan horizontal mattress ... 14

9. Teknik penjahitan vertical mattress ... 15

10. Teknik figure of eight ... 15

11. Waktu dari munculnya sel yang berbeda selama proses penyembuhan ... 18

12. Respon inflamasi sampel pada hari pertama pasca odontektomi (A) Figure of Eight (B) Simple Interrupted ... 33

13. spon inflamasi sampel pada hari pertama pasca odontektomi (A) Figure of Eight (B) Simple Interrupted ... 34

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria dan skor penyembuhan luka ... 21 2. Skor debris ... 22 3. Skor kalkulus ... 22 4. Distribusi skor penyembuhan luka berdasarkan teknik penjahitan

pada hari pertama pasca odontektomi ... 32 5. Distribusi skor penyembuhan luka berdasarkan teknik penjahitan

pada hari ketujuh pasca odontektomi ... 33 6. Rerata skor penyembuhan luka pada hari pertama pasca

odontektomi ... 35 7. Rerata skor penyembuhan luka pada hari pertama pasca

Odontektomi ... 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar riwayat hidup 2. Jadwal kegiatan penelitian 3. Rincian biaya

4. Lembar penjelasan calon subjek penelitian 5. Lembar persetujuan setelah penjelasan 6. Lembar pemeriksaan penyembuhan luka 7. Etichal clearance

8. Surat selesai penelitian 9. Foto intraoral hasil penelitian 10. Hasil penelitian

11. Data output SPSS

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Impaksi adalah terhentinya erupsi yang diakibatkan oleh keterbatasan fisik ataupun posisi ektopik dari gigi. Gigi impaksi adalah gigi yang tidak erupsi sempurna ataupun sebagian pada posisi yang seharusnya, dan erupsi tidak sesuai dengan waktu erupsi yang sesungguhnya dalam lengkung rahang dan kemungkinan erupsinya menghilang.1,2 Gigi yang paling sering mengalami impaksi ataupun kesulitan erupsi menurut kurva erupsinya yang normal adalah gigi molar ketiga. Hal ini terjadi karena gigi molar ketiga adalah gigi terakhir yang erupsi sehingga dapat mengalami impaksi bila ruang pada lengkung rahang tidak mencukupi. Gigi molar ketiga sering tumbuh dengan arah erupsi di bawah servikal gigi molar kedua, hal ini menyebabkan gigi tidak dapat erupsi atau hanya mengalami erupsi sebagian.3,4,5

Penelitian oleh Margaret Richardson mengungkapkan bahwa terdapat sebesar 28% insiden terjadinya gigi molar ketiga yang impaksi, baik 1 ataupun 2 gigi.6 Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Delsy T Shetapy,dkk yang dilakukan pada masyarakat desa Totabuan disimpulkan bahwa gigi impaksi molar ketiga partial erupted yang paling banyak ditemukan pada perempuan yaitu sebesar 60% dan banyak ditemukan pada usia 25-35 tahun yaitu sebesar 62%. Gigi impaksi molar ketiga paling banyak ditemukan pada rahang bawah yaitu 53%.7 Pada laporan penelitian oleh Erlinda Amaliyana yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun 2013 bahwa usia yang sering mengalami impaksi molar ketiga berada pada usia ≤ 25 tahun.8

Studi lain mengungkapkan bahwa frekuensi kejadian impaksi molar ketiga sebesar 65,6% terjadi pada laki-laki dan rata-rata terjadi pada usia 19,5 tahun dengan kasus 1-4 gigi molar ketiga yang impaksi yang terbagi pada empat kuadran lengkung rahang.3 Pada penelitian yang dilakukan oleh Abu-Hussein Muhamad dan Watted Nazar tahun 2015 menunjukkan 19,2% pasien dari Arab Israeli mengalami impaksi gigi molar ketiga. Dengan persentase kelompok usia tertingi yaitu 21-30 tahun sebesar

(15)

50%. Dan perbandingan antara wanita dan laki-laki yang mengalami impaksi gigi molar ketiga adalah 1:1,7.9 Penelitian lain yang dilakukan oleh Samira M,dkk di Oman pada tahun 2011 menunjukkan sebesar 54,3 % memiliki paling sedikit 1 gigi molar ketiga yang impaksi. Dan jumlah gigi molar ketiga yang impaksi paling sering dijumpai yaitu sebanyak 2 gigi, dengan 41%. Selain itu penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa impaksi gigi molar ketiga 4,1 kali lebih sering terjadi pada mandibula daripada maksila.10

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sonti Sri Harsha tahun 2014 disimpulkan bahwa mesioangular merupakan tipe impaksi molar ketiga yang paling sering ditemukan. Serta paling banyak terjadi pada laki-laki.11 Penelitian lain oleh Ananthalakshmi Ramamurthy, dkk membuktikan bahwa impaksi bilateral lebih sering terjadi dibandingkan dengan impaksi unilateral.12

Gigi impaksi yang disertai gejala ataupun rasa sakit memerlukan pencabutan.

Beberapa diantaranya seperti karies yang tidak dapat direstorasi, penyakit periapikal, perikoronitis, infeksi odontogenik. Gigi impaksi juga dapat dicabut atas permintaan ortodontis, perencanaan pembuatan gigi tiruan cekat jembatan dengan molar kedua sebagai abuntment ataupun sebagai tindakan pencegahan timbulnya kelainan patologis atau yang juga disebut dengan pencabutan propilaksi.1,2,3,4,13

Odontektomi merupakan suatu istilah yang dipakai untuk tindakan bedah di bidang bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan untuk mengeluarkan gigi-gigi yang tertanam atau impaksi yang tidak dapat dilakukan prosedur pencabutan biasa.

Cara yang dilakukan adalah dengan membuat flep dengan teknik khas yang dapat terbuka secara adekuat, dilanjutkan dengan melakukan pengambilan tulang yang menutup gigi yang impaksi, mengeluarkan gigi yang impaksi tersebut secara utuh maupun terbagi menjadi bagian-bagian kecil.4

Semakin tajam sayatan dan sedikit trauma pada tepi luka, semakin besar kemungkinan luka sembuh melalui penyembuhan luka primer. Bila jarak antara 2 tepi luka minimal maka penyembuhan luka akan semakin cepat.14 Penjahitan diindikasikan untuk memperbaiki bekas pembedahan, mempertahankan tepi luka menyatu sampai

(16)

proses penyembuhan menghasilkan kekuatan yang cukup untuk mempertahankannya tanpa bantuan mekanis. Penjahitan juga mengisolasi pusat penyembuhan, menghasilkan proses kontraksi jaringan fibrous, mengembalikan posisi flep yang digunakan sebagai akses sehingga dapat mengontrol pendarahan, menjaga luka dari kontaminasi eksternal dan meningkatkan kenyamanan pasien.14,15 Bila jaringan lunak di bawahnya mengalami pendarahan yang signifikan, permukaan mukosa dan kulit tidak seharusnya tertutup, karena pendarahan pada jaringan lunak dapat berlanjut dan mengakibatkan hematoma. Pada beberapa kasus, hemostasis yang baik harus tercapai sebelum penutupan luka, jaringan lunak tidak seharusnya dijahit dengan ketat untuk meningkatkan hemostasis dari soket gigi yang berdarah. Jahitan dapat digunakan untuk membantu mempertahankan klot darah pada soket alveolar. Jahitan khusus seperti figure of eight dapat menghasilkan barrier terhadap perpindahan klot. Figure of eight dapat membantu menahan prokoagulan dan zat lainnya pada soket.14

Hasil penelitian Khamila,dkk tentang perbandingan penyembuhan luka ekstraksi gigi antara figure of eight dan simple interrupted menunjukkan sampel dengan penjahitan teknik figure of eight memiliki nilai rerata selisih lebar soket paling tinggi.16 Selain itu penelitian Acar dkk mengenai teknik penjahitan horizontal mattress dengan simple interrupted menunjukkan bahwa horizontal mattress mempunyai nilai penyembuhan luka yang lebih baik dibandingkan dengan simple interrupted.17Saat ini teknik penjahitan yang paling sering dipakai di bidang bedah mulut adalah simple interrupted, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti perbandingan teknik penjahitan figure of eight dengan simple interrupted terhadap penyembuhan luka pasca odontektomi molar tiga mandibular di Rumah Sakit Grand Medistra Medan. 14

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka pasca odontektomi terhadap teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted?

1.3 Hipotesis

H0: Tidak terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka pasca odontektomi terhadap teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted.

(17)

Ha: Terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka pasca odontektomi terhadap teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan waktu penyembuhan luka (jaringan lunak) pasca odontektomi terhadap teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui waktu penyembuhan luka (jaringan lunak) pasca odontektomi dengan menggunakan teknik figure of eight.

2. Untuk mengetahui waktu penyembuhan luka (jaringan lunak) pasca odontektomi dengan menggunakan teknik simple interrupted.

3. Untuk mengetahui hubungan teknik penjahitan terhadap waktu penyembuhan luka (jaringan lunak) pasca odontektomi.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Diketahuinya perbedaan waktu penyembuhan luka (jaringan lunak) pasca odontektomi terhadap teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted diharapkan mampu menjadi bahan acuan dan pengembangan terhadap penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih teknik penjahitan yang lebih efektif khususnya dalam prosedur gigi impaksi

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi pengetahuan baru tentang perbedaan waktu penyembuhan dengan teknik penjahitan, sehingga dapat dilakukan prosedur perawatan gigi impaksi yang lebih efektif.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi

2.1.1 Definisi Gigi Impaksi

Gigi impaksi adalah gigi yang erupsi sebagian atau gigi yang tidak erupsi, diluar waktu erupsi sesungguhnya, dan pada akhirnya tidak akan memiliki hubungan yang normal dengan gigi dan jaringan disekitarnya. Gigi yang tidak erupsi dapat dinyatakan sebagai gigi impaksi hanya apabila pembentukan akar gigi sudah sempurna tetapi gigi belum erupsi pada tempatnya.2 Gigi impaksi terjadi karena proses erupsi gigi terhalang oleh penghalang fisik seperti gigi yang jaraknya berdekatan, tulang diatasnya yang padat, jaringan lunak yang berlebihan.5

Gigi molar ketiga adalah gigi yang erupsi paling akhir. Gigi molar ketiga merupakan gigi yang paling sering mengalami kesulitan erupsi menurut kurva erupsinya yang normal, sering tumbuh dengan arah erupsi di bawah servikal gigi molar kedua, hal ini menyebabkan gigi tidak dapat erupsi atau hanya akan erupsi sebagian.

Gigi molar ketiga sering megalami impaksi disebabkan karena lengkung rahang yang tidak adekuat (panjang lengkung rahang lebih kecil dibandingkan dengan total lengkung gigi).3,4

2.1.2 Klasifikasi Gigi Impaksi

Gigi molar ketiga mandibular dan maksila diklasifikasikan secara radiografi berdasarkan angulasi, kedalaman, panjang lengkung dan hubungannya ke aspek anterior puncak ramus mandibular.1 Pengklasifikasian posisi gigi molar ketiga yang impaksi secara sistematik dan teliti dapat membantu menentukan cara yang paling baik untuk mengekstraksi gigi impaksi. Selain itu juga menentukan tingkat kesulitan selama mengekstraksi gigi. Terdapat beberapa klasifikasi gigi impaksi, yaitu klasifikasi berdasarkan jaringan diatasnya, klasifikasi menurut Winter, Klasifikasi menurut Pell dan Gregory.1,2

(19)

Klasifikasi berdasarkan jaringan di atasnya,yaitu:1,2

• Impaksi jaringan lunak, yaitu keberadaan jaringan fibrous yang padat di atas gigi terkadang menghalangi erupsi normal. Keadaan ini paling sering dijumpai pada gigi insisivus sentral permanen, yang disebabkan karena kehilangan dini gigi desidui yang di ikuti trauma mastikasi hingga linggir mengalami fibromatosis.

• Impaksi jaringan keras, yaitu ketika gigi impaksi sampai obstruksi disebabkan jaringan tulang diatasnya. Keadaan tersebut merupakn impaksi jaringan keras. Gigi impaksi tertanam seluruhnya pada tulang, ketika jaringan lunak disingkapkan gigi tidak akan terlihat. Pada kasus ini diperlukan pembuangan tulang.

Klasifikasi Winter dikelompokkan berdasarkan inklinasi gigi impaksi molar ketiga terhadap panjang aksis molar kedua. Klasifikasi Winter, yaitu:1,2

• Mesioangular: gigi impaksi miring menghadap ke gigi molar kedua pada arah mesial;

• Distoangular: panjang aksis dari molar ketiga miring ke arah distal atau posterior mejauh dari molar kedua;

• Vertikal: panjang aksis gigi impaksi searah dengan panjang aksis gigi molar kedua;

• Bukal atau lingual:disertai dengan tipe impaksi mesioangular,distoangular dan vertikal;

• Transversal: gigi yang impaksi secara keseluruhan pada arah bukolingual;

Klasifikasi Pell dan Gregory berdasarkan batas mandibula, yaitu:1,2

Gambar 1 Klasifikasi Winter1

(20)

Klasifikasi Pell dan Gregory berdasarkan hubungannya dengan batas anterior mandibula, yaitu:

• Kelas I: diameter anteroposterior dari gigi seimbang dengan ruang di antara batas ramus dari mandibula dengan permukaan distal dari molar kedua.

• Kelas II: terdapat sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak mencukupi untuk erupsi.

• Kelas III: gigi seluruhnya berada pada ramus mandibular, dengan akses yang sempit.

Klasifikasi Pell dan Gregory berdasarkan banyaknya tulang yang menutupi gigi impaksi, yaitu:

• Posisi A: dataran oklusal gigi impaksi sejajar dengan dataran oklusal molar kedua;

• Posisi B: dataran oklusal gigi impaksi berada di tengah dari garis servikal dan dataran oklusal molar kedua;

• Posisi C: dataran oklusal gigi impaksi berada di bawah garis servikal gigi molar kedua.

Gambar 2 Klasifikasi Pell dan Gregory5

(21)

2.2 Odontektomi

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi

Terdapat banyak faktor yang mengindikasikan odontektomi. Walaupun demikian odontektomi sebaiknya tidak dilakukan apabila resiko yang dihasilkan lebih besar daripada manfaat yang akan didapat. Beberapa indikasi untuk melakukan odontektomi adalah sebagai berikut:1,2,3,4,5

• Perikoronitis yang berulang,perikoronitis adalah infeksi jaringan lunak yang biasanya berada di sekitar mahkota gigi impaksi sebagian;

• Penyakit periodontal di antara gigi impaksi dan molar kedua. Keadaan ini dapat berkembang menjadi resesi klinis dan terdapatnya poket, yang dapat mengarah pada karies akar dan mobiliti;

• Terdapat kista dentigerous ataupun patologi oral lain yang terkait;

• Terjadinya resopsi akar gigi molar kedua;

• Kepentingan perawatan ortodontik, untuk mengontrol gigi berjejal pada mandibula;

• Untuk kepentingan bedah ortognatik;

• Untuk kepentingan perawatan preprostetik, sebelum pembuatan protesa;

• Gigi impaksi pada garis fraktur;

• Pasien mengeluh rasa sakit di sekitar daerah impaksi;

• Tindakan pencegahan atau propilaksi.

Odontektomi memiliki risiko dan juga berpotensi mengalami komplikasi. Pada dasarnya tidak terdapat kontraindikasi absolut untuk tindakan odontektomi, kecuali menyangkut keadaan kesehatan umum atau pada penderita yang telah lanjut usia sebaiknya tindakan odontektomi lebih dipertimbangkan.4

2.2.2 Prosedur Odontektomi

Pembedahan ekstaksi gigi impaksi molar ketiga meliputi:5,13

1. Pemberian anestesi lokal, penggunaan anestesi standar yang dianjurkan adalah lidokain 2% dengan 1:100.000 epinefrin dalam 1,8 ml cartridge.

2. Pembuatan flep.

(22)

3. Pembuangan tulang, agar mahkota gigi terlihat dengan membuang tulang di atasnya serta memberi akses untuk mengeluarkan gigi.

4. Luksasi.

5. Memotong gigi.

6. Mengeluarkan gigi.

7. Menghaluskan tulang 8. Penutupan luka.

2.2.3 Komplikasi Odontektomi

Banyak komplikasi pasca operasi yang dapat dihindari dengan melakukan prosedur bedah secara hati-hati. Tetapi, beberapa diantaranya tetap terjadi meskipun dilakukan oleh operator yang sangat teliti. Beberapa komplikasi odontektomi diantaranya:4,5

• Kerusakan jaringan lunak: kerusakan jaringan lunak dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti sobekan, tertusuk dalam flep, abrasi ataupun laserasi dari bibir atau mukosa selama prosedur.

• Rasa sakit dan pembengkakan: bengkak pasca operasi sering diperkirakan terjadi, terutama ketika prosedur membutuhkan manipulasi jaringan lunak, pembuangan tulang, dalam jumlah signifikan pada satu waktu. Pasien sering mengalami rasa sakit dan rasa tidak nyaman setelah operasi.

• Infeksi: prosedur dentoalveolar biasanya tidak mengalami infeksi pasca operasi tetapi ketika flep jaringan lunak diangkat atau tulang dibuang maka kerentanannya terhadap infeksi meningkat.

• Alveolar osteolitis (Dry Socket): keadaan ini dipicu oleh berbagai factor termasuk didalamnya merokok, ekstraksi yang sulit, kontaminasi bakteri, pil KB, penyembuhan host yang menyimpang.

• Pendarahan: pendarahan pasca operasi diperkirakan sampai 72 jam setelah prosedur operasi.

(23)

• Kerusakan gigi dan jaringan disekitarnya: pembedahan gigi molar ketiga memiliki tantangan yaitu akses yang paling terbatas dari seluruh ekstraksi, sehingga meningkatkan resiko kerusakan jaringan disekitarnya.

• Kegagalan fungsi saraf: meskipun jarang terjadi kegagalan fungsi saraf alveolar inferior dan lingual merupakan salah satu komplikasi yang paling buruk yang dapat timbul dari odontektomi pada gigi mandibula.

• Berpindahnya gigi atau akar: pada mandibula akar molar ketiga dapat berpindah ke ruang submandibula atau kanal alveolar inferior.

• Fraktur rahang: walaupun jarang terjadi tetapi keadaan ini dapat mempersulit odontektomi.

2.3 Flep

Penggunaan flep jaringan lunak pada pencabutan dapat memfasilitasi dalam mengeluarkan gigi dan menurunkan trauma pada pasien. Seluruh flep molar ketiga didesain untuk memisahkan periosteum dari tulang untuk mendapatkan akses bedah.

Para ahli bedah mengklasifikasikan berbagai jenis flep,tetapi pada pembedahan gigi molar ketiga terdapat tiga tipe desain flep. Dan pada dasarnya semua flep merupakan modifikasi dari satu desain flep. Semua desain flep memiliki prinsip yang sama. Flep harus memiliki ketebalan penuh dan memiliki basis yang luas, yang menjamin suplai darah yang baik pada tepi flep. Flep harus bebas tekanan dan cukup lebar untuk mendapatkan akses ke tempat bedah.5

2.3.1 Flep Envelope

Flep ini dapat dibagi menjadi short envelope dan long envelope. Flep ini biasanya digunakan untuk kasus impaksi yang relatif superfisial Untuk mengekspos gigi impaksi pada mandibular. Flep envelope di mulai dari insisi bagian distal. Insisi harus di tempatkan pada bagian bukal, karena kebanyakan gigi impaksi ditemukan pada bagian bukal rahang. Dan juga menurunkan peluang terjadinya komplikasi seperti cedera iatrogenik pada saraf lingual, pendarahan, dan sebagainya.5,13

(24)

2.3.2 Flep Triangular

Pada impaksi yang seluruhnya terbenam akan memerlukan pembukaan yang lebih besar daripada pembukaan yang dihasilkan flep envelope. Pada beberapa kasus flep triangular mungkin diperlukan. Flep triangular adalah flep envelope dengan tambahan insisi pembukaan vertikal. Insisi pada flep ini dimulai dari batas anterior ramus dengan berhati-hati pada nervus lingual dan memperpanjang sampai bagian distal dari molar kedua, ketika pembukaan insisi vertikal dibuat miring ke bawah dan ke depan, bagian akhir vestibula akan melipat. Pada gigi impaksi molar bawah, dimulai dengan insisi yang mirip dengan flep envelope. Contohnya pada impaksi yang dalam, untuk memastikan bidang untuk pembedahan baik atau ketika gigi impaksi menutupi akar dari gigi molar kedua, insisi dapat dilanjutkan sepanjang garis servikal gigi terakhir sedangkan insisi vertikal dimulai dari bagian distal molar pertama.5,13

Gambar 3 Flep envelope5

Gambar 4 Flep Triangular5

(25)

2.4 Bahan Benang Bedah

Bahan benang bedah dapat dikelompokkan berdasarkan penyerapan, dan tipe filamen. Berdasarkan penyerapannya bahan benang bedah dapat dibagi menjadi 1,2,13,14

• Absorbable: semua benang bedah yang diserap oleh enzim tubuh atau terhidrolisis oleh cairan jaringan. Benang absorbable dibedakan menjadi dua jenis yaitu bahan alami dan sintesis. Salah satu contoh benang absorbable adalah catgut.

• Non-absorbable: benang yang tidak dapat diserap oleh enzim jaringan. Dan harus dilepaskan setelah luka sembuh. Benang non-absorbable dibedakan menjadi bahan alami, sintesis dan metalik. Salah satu contoh benang non-absorbable adalah silk Berdasarkan tipe filamen bahan benang bedah dapat dikelompokkan menjadi:1,2

• Monofilamen: dibuat dari untai tunggal. Beberapa contoh benang yang termasuk monofilamen adalah benang gut plain chromic, polyamide, stainless steel.

• Multifilamen: benang terdiri dari beberapa filamen yang di putar dan dijalin bersamaan. Beberapa contoh benang yang termasuk multifilamen adalah silk, polyglicolid acid,polyester braided, polyester braided coated.

Benang multifilamen memiliki keunggulan lebih mudah mudah dalam pengerjaannya yaitu dari segi mudah diikat serta ikatan cenderung tidak lepas. Tetapi karena benang ini multifilamen maka benang cenderung mengalami wick sepanjang jahitan dan jaringan di bawahnya. Efek wick ini dapat membawa bakteri melalui saliva.

Bahan monofilament tidak menghasilkan efek wick tetapi benang ini lebih sulit diikat serta adanya kecenderungan ikatan lepas. Selain itu juga ujung jahitan yang kaku dan lebih mengiritasi lidah dan jaringan lunak lain disekitarnya.14

Bahan benang bedah yang paling sering digunakan adalah benang silk dengan ukuran 3,0. Ukuran 3.0 memiliki besar kekuatan yang tepat, serts termasuk jenis multifilamen sehingga mudah diikat dan dapat ditoleransi dengan baik oleh lidah pasien karena ujung-ujung jahitan cenderung rata dan tidak menonjol. Benang silk menghasilkan akumulasi bakteri yang lebih banyak dari pada catgut (monofilament) tetapi bila dibandingkan dari segi kemudahan untuk mengikat serta mempertahankan ikatan tidak lepas benang silk lebih unggul. Selain itu benang silk juga lebih dipilih

(26)

untuk digunakan dari segi cost-effetiveness karena benang silk lebih murah dibandingkan dengan benang non-absorable 14,18

2.5 Teknik Penjahitan

2.5.1 Teknik Simple Interrupted

Teknik simple interrupted adalah teknik penjahitan yang paling sering digunakan. Jahitan ini bergerak dari 1 sisi luka, keluar menuju sisi lain luka, kemudian diikat dengan simpul. Jahitan ini dapat dibuat dengan cepat dan tekanan pada masing- masing jahitan dapat diatur. Jahitan berdiri sendiri. Jarak antar jahitan dan garis insisi bervariasi tergantung pada kebutuhan dan kenyamanan. Jahitan ini menghasilkan kekuatan yang baik.1,2,13,14

2.5.2 Teknik Continuous

Teknik ini menghasilkan penutupan yang aman dengan distribusi tekanan yang merata sepanjang luka, mencegah jahitan terlalu ketat pada satu area. Jahitan ini biasa digunakan pada luka yang superfisial dan panjang. Teknik ini diaplikasikan dengan cara : setelah melewatkan jarum ke kedua tepi flep, knot awal dibuat seperti pada jahitan interrupted tapi hanya bagian akhir jahitan yang dipotong. Keuntungan dari jahitan continuous adalah dapat dibuat dengan cepat dan membutuhkan sedikit knot sehingga tepi luka tidak terlalu ketat. Kekurangan dari teknik jahitan ini adalah apabila ada salah satu bagian benang yang terputus maka akan mempengaruhi bagian benang lainnya.1,2,13,14

Gambar 5 Teknik penjahitan simple interrupted 1,13

(27)

2.5.3 Teknik Mattress

Teknik mattress dapat berupa jahitan horizontal dan vertikal. Jahitan ini digunakan ketika penutupan flep bebas tekanan tidak tercapai. Pada jahitan horizontal, jarum dilewatkan dari satu tepi insisi ke sisi lainnya, kemudian dari bagian tepi akhir ke bagian tepi awal, lalu kemudian disimpul. Jarak penetrasi jarum dari tepi insisi dan kedalaman penetrasi jarum sama pada setiap jahitan, tetapi jarak horizontal titik penetrasi berbeda. Jahitan vertikal pada dasarnya mirip dengan horizontal hanya berbeda pada variasi kedalaman penetrasi.1,2,13,14

Gambar 7 Teknik penjahitan continuous locking1,13

Gambar 6 Teknik penjahitan continuous over and over/simple continuous1,13

(28)

2.5.4 Teknik Figure of Eight

Teknik figure of eight dapat digunakan untuk penutupan soket bekas pencabutan serta untuk adaptasi papilla gingiva di sekitar gigi. Jahitan ini berfungsi untuk menahan kembali papilla yang ditinggikan pada posisi yang tepat dan membantu menjaga selulosa teroksidasi pada soket gigi dan menghasilkan koagulasi.1,2,14

Gambar 8 Teknik penjahitan horizontal mattress13

Gambar 9 Teknik penjahitan vertical mattress13

(29)

2.6 Penyembuhan Luka

2.6.1 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka terjadi dalam 3 fase, yaitu fase inflamsi, fase proliferasi dan fase remodeling. Perbedaan biochemical dan fisiologis mengkarakteristikkan setiap fase.19,20,21

• Fase inflamasi: Fase ini dikarakteristikkan dengan peningkatan permeabilitas vaskuler, pelepasan sitokin melalui daya tarik sel pada mekanisme selektif. Pada umumnya proses ini dipicu oleh platelet yang melepas kemotaksis sitokin untuk sel polymorphonuclear leukocytes (PMNs) dan makrofag, yang akan melepas faktor pelarut termasuk TNF- α dan IL-1. Fase ini berlangsung kira-kira selama 3 hari.

Sel utama yang terlibat adalah PMNs dan makrofag. PMNs merupakan sel pertama yang muncul dan akan menjadi sel dominan selama 48 jam. PMNs merupakan asal dari banyak mediator inflamasi, seperti komplemen. Monosit muncul setelah PMNs, dan akan mencapai jumlah maksimum selama 24 jam. Monosit akan berkembang menjadi makrofag yang akan membersihkan luka. Sebagian kecil bakteri dapat dihancurkan oleh makrofag. Tetapi bila dalam jumlah banyak maka leukosit tidak dapat mengatasinya dan akan terjadi infeksi.

• Fase proliferasi: setelah debris dan bakteri pada luka dihancurkan, substrat untuk sintesis kolagen dibentuk. Fase ini dikarakteristikkan migrasi dan proliferasi sel tambahan, angiogenesis, dan produksi kolagen pada luka yang menghasilkan peningkatan kekuatan luka. Sel utama pada fase ini adalah sel fibroblas. Growth factor dari derivat makrofag bertindak pada level yang berbeda pada fibroblas, mendukung migrasi, menyebabkan proliferasi dan mendukung aktivitas sintesis kolagen.

Kontinuitas jaringan diperbaiki selama fase ini, secara umum melibatkan neo- angiogenesis dan re-epitelisasi. Matriks sementara yang telah berada pada luka menghasilkan tempat sitokin, sinyal ini dapat menyambungkan sel spesifik untuk menjalankan tugasnya. Selama fase ini, protein bekerja sebagai reseptor untuk faktor kemotaktik dan memiliki peran terpenting. Protein ini diatur pada permukaan sel dan berhubungan dengan kolagen serta fibronektin dari matriks sementara. Aktivitas dari

(30)

sel mesenkim sangat penting dan terbatasnya faktor yang memungkinkan pembentukan jaringan granulasi. Fase ini terjadi 3 hari setelah fase inisial. Kunci dari sitokin untuk kemotaksis dan aktivitas sel mesenkim adalah PDGF dan THF-β. PDGF dilepaskan oleh granula platelet, di mana TGF-β diproduksi dari jaringan makrofag. Dengan adanya stimulus, sel mesenkim bergerak menuju area lesi dan setelah mencapai fibroblast dan makrofag mulai memproduksi protein dan matriks ekstraseluler yang kemudian terdapat banyak faktor, seperti glycosamicanes, proteoglycans. Sejalan dengan ini neo-angiogenesis diaktifkan. Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblast growth factor (β-FGF) adalah faktor pelarut paling penting untuk memacu neo-angiogenesis. Fibroblas dari jaringan granulasi dangat fleksibel dan dapat juga berubah menjadi miofibroblas yang akan mengaktifkan kontraksi area sekitar luka.

• Fase remodeling: fase ini disebut juga fase maturasi. Fase ini dikarakteristikkan dengan pembentukan kembali dan memperkuat kolagen pada luka melalui cross-linking intermolekul. Fase ini termasuk menyusun kembali kolagen yang sudah disintesis sebelumnya. Fase remodeling adalah fase terpanjang dari proses penyembuhan dan mungkin berakhir antara beberapa minggu hingga beberapa bulan.

Pada orang dewasa, maturasi luka dapat berlangsung selama 9 sampai 12 bulan. Durasi dari fase ini mempengaruhi jaringan. Karakteristik selanjutnya fase ini terdiri dari penurunan bertahap neo-vaskularisasi dan penggantian matriks sementara. Awalnya terbentuk sebagai serat longgar dan kemudian digantikan secara bertahap oleh jaringan kolagen. Kolagen juga diatur ulang melalui proses proteolisis dan neosintesis. Selama hari pertama pembentukan bekas luka, yang terutama diproduksi adalah kolagen tipe III. Melalui kolagenase ini selanjutnya akan digantikan kolagen tipe I yang memberikan kekuatan tarik dan elastisitas yang lebih baik. Bekas luka menjadi lebih rata, kurang menonjol, lebih pucat dan fleksibel.

(31)

2.6.2 Klasifikasi Penyembuhan Luka 2.6.2.1 Penyembuhan Primer

Metode yang paling sering menghasilkan penyembuhan primer adalah penutupan luka primer. Hal ini terjadi pada semua insisi dan laserasi yang ditutup dengan jahitan, staples, adesif. Kelebihan dari cara ini pasien lebih mudah menangani lukanya, luka lebih cepat sembuh, hasil akhir bekas luka sangat baik. Kekurangan yang paling utama dari cara ini adalah resiko infeksi luka dapat terjadi pada ruang yang ditutup.19

2.6.2.2 Penyembuhan Sekunder

Alternatif lain untuk penutupan luka primer dari luka yang besar adalah dengan membiarkannya terbuka dan akan terjadi proses penyembuhan sekunder. Sel-sel epitel tidak dapat bermigrasi melewati jaringan granulasi, akan tetapi penyembuhan pada penyembuhan sekunder terjadi melalui kontraksi luka. Miofibroblas pada tepi luka secara bertahap menarik tepi luka bersamaan. Kekurangan membiarkan luka terbuka

Gambar 11 Waktu dan munculnya sel yang berbeda selama proses penyembuhan22

(32)

adalah dressing luka harus diganti secara berulang sampai luka sembuh. Biayanya lebih mahal, penggantian dressing memberikan rasa tidak nyaman pada pasien.19 Pada akhir penyembuhan menghasilkan jarak (gap) pada tepi insisi ataupun laserasi.20

2.6.2.3 Penyembuhan Luka Tersier

Luka ini awalnya ditangan sebagai luka sekunder. Setelah kira-kira 5 hari, ketika luka sudah bersih dan terdapat banyak jaringan granulasi, tepi luka diperkirakan akan aktif. Cara ini berhasil disebabkan oleh jaringan granulasi yang pada saat luka tidak steril terjadi vaskularisasi yang tinggi, sehingga terjadi resistensi yang tinggi.19

Beberapa ahli menggunakan istilah penyembuhan luka tersier sebagai penyembuhan luka yang menggunakan jaringan transplantasi untuk menutup luka yang besar serta sebagai penghubung jarak yang lebar di antara tepi luka.20

2.6.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Banyak faktor yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka. Secara umum, faktor yang dapat mempengaruhi dikategorikan menjadi faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang mempengaruhi luka secara langsung.

Sedangkan faktor sistemik mencakup kesehatan secara keseluruhan dan keadaan penyakit dari individu yang mempengaruhi kemampuan penyembuhan lukanya.

Beberapa faktor yang termasuk ke dalam faktor lokal adalah oksigenasi dan infeksi.

Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor sistemik adalah umur, jenis kelamin, stres, diabetes, obesitas, obat-obatan, kondisi imunokompresi dan nutrisi.19,22

Molekul oksigen sangat dibutuhkan pada pembentukan kolagen. Pada keadaan hipoksia, energi yang berasal dari glikolisis mungkin cukup untuk memulai sintesis kolagen, tetapi adanya oksigen sangat penting untuk pasca translasi hidroksi dari prolyl dan residu lysyl yang diperlukan untuk pembentukan tripel heliks dan cross linking dari serat kolagen. Pada luka yang oksigenasi nya tidak diperbaiki, proses penyembuhan akan terganggu.19,22

Infeksi luka adalah faktor penyebab tertundanya penyembuhan yang paling sering terjadi. Jenis bakteri yang ditemukan adalah beta-hemolitik streptococci mencegah penyembuhan luka dengan berbagai cara, termasuk penutupan flep, skin

(33)

graft placement, ataupun penjahitan. Infeksi bakteri akan memperlambat fase inflamasi, dan menggangu epitelisasi. Bakteri endotoksin menstimulasi fagositosis dan melepaskan kolagenase, yang akan menurunkan kolagen dan memicu kerusakan jaringan sekitarnya. Perawatan secara mekanis dan pemberian antibiotik diperlukan untuk menurunkan jumlah bakteri, mengurangi inflamasi, dan mempermudah penutupan luka.19,22

Pasien usia tua lebih memungkinkan mengalami penundaan penyembuhan luka dan wound dehiscence. Penundaan penyembuhan luka pada usia tua berhubungan dengan berubahnya respon inflamasi. Hormon seks memiliki peran pada penurunnan penyembuhan pada usia tua. Pada perbandingan dengan wanita tua, laki-laki tua mengalami penundaan penyembuhan luka pada luka akut. Esterogen mempengaruhi penyembuhan luka dengan mengatur variasi gen yang berhubungan dengan regenerasi, produksi matriks, penghambatan protease, fungsi epidermal, dan gen utama yang berkaitan dengan inflamasi.19,22

Diabetes dapat menghambat penyembuhan luka dengan beberapa cara.

Diabetes berhubungan dengan gangguan pembuluh darah, kematian organ mikroangiopati yang menyebabkan iskemik dan infeksi. Beberapa obat yang dapat mengganggu pembentukan bekuan darah atau fungsi platelet, atau respon inflamasi dan proliferasi sel berkapasitas dalam menghambat penyembuhan luka. Obat-obatan yang sering dipakai dan memiliki dampak signifikan di anatarnya adalah glucocorticoid steroid, non-steroidal anti-inflamatory drugs, dan obat kemoterapi.22

2.6.4 Penilaian Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat dinilai secara klinis. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria yang dinilai secara objektif dan juga subjektif.

Penilaian luka pasca operasi dilakukan pada hari ketiga, kelima,ketujuh, kesembilan dan kesebelas. Dengan memperhatikan panjang insisi, warna, suhu lokal, suhu sistemik, pembengkakan, nyeri, dehisensi, dan abses pada jahitan. Pada penelitian Sultana dkk, dilakukan penilaian penyembuhan luka dengan memodifikasi wound check list menurut Elbanna Haneya, Tolba Kawther G dan Darwish Olfat A. Penilaian

(34)

ini melibatkan kriteria lokal dan umum penyembuhan luka yang tidak adekuat. Skor 1 diberikan pada masing-masing tanda kemerahan, edema, tenderness, discharge, dehiscence, abses dan meningkatnya temperatur sistemik di bawah 38C. Skor 2 diberikan jika temperatur sistemik meningkat diatas 38C. Kemudian skor dijumlahkan. Skor 3-5 adalah baik, skor 6-9 adalah sedang dan skor lebih dari 9 adalah buruk.23

Tabel 1 Kriteria dan skor penyembuhan luka

2.7 Penilaian Kebersihan Rongga Mulut

Kebersihan rongga mulut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Kebersihan rongga mulut dinilai dengan menggunakan Oral Hygiene Index Simplified ( OHI-S ), dengan pemeriksaan debris dan kalkulus pada 6 gigi. Keenam gigi tersebut yaitu 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, dan 31 yang dilihat permukaan bukalnya. Untuk gigi 36 dan 46 yang dilihat adalah permukaan lingualnya. Indeks yang dipakai adalah debris indeks Green dan Vermillion.

Lokal

Kriteria Skor

Ditemukan Tidak ditemukan

Kemerahan 0 1

Edema 0 1

Tenderness 0 1

Discharge 0 1

Dehiscence 0 1

Abses 0 1

Sistemik Kriteria

Skor

< 38C > 38C

Suhu tubuh 1 2

(35)

Tabel 2. Skor Debris

Skor Deskripsi

0 Tidal ada debris lunak

1 Terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2

Terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi

tidak lebh dari 2/3 permukaan gigi 3 Terdapat selapis debris lunak menutupi

lebih dari 2/3 permukaan gigi

Kriteria penilaian debris mengikuti ketentuan jumlah penilaian debris dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Penilaian debris indeks dapat dikelompokkan menjadi baik dengan nilai indeks berada diantara 0-0,6, sedang dengan nilai indeks berada diantara 0,7-1,8, buruk dengan nilai indeks berada diantara 1,9-3,0. Sedangkan untuk kalkulus menggunakan indeks kalkulus Green dan Vermillion.

Tabel 3. Skor Kalkulus

Skor Deskripsi

0 Tidal ada kalkulus

1 Kalkulus supragingival menutupi lebih

dari 1/3 permukaan gigi

2

Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebh

dari 2/3 permukaan gigi

3

Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus

subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau keduanya

(36)

Kriteria penilaian kalkulus mengikuti ketentuan jumlah penilaian kalkulus dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Penilaian kalkulus indeks dapat dikelompokkan menjadi baik dengan nilai indeks berada diantara 0-0,6, sedang dengan nilai indeks berada diantara 0,7-1,8, buruk dengan nilai indeks berada diantara 1,9-3,0.

Kriteria penentuan OHI-S mengikuti ketentuan nilai debris ditambahkan dengan nilai kalkulus. Skor 0-1,2 dikategorikan baik, skor 1,3-3,0 dikategorikan sedang dan skor 3,1-6,0 dikategorikan buruk.24,25

(37)

2.8 Kerangka Teori

Odontektomi

Teknik Penjahitan Luka

Teknik Simple Interrupted

Penyembuhan Luka

Fase Penyembuhan Luka:

1. Fase Inflamasi 2. Fase Proliferasi 3. Fase Remodeling

Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka:

1. Faktor Lokal 2. Faktor Sistemik

Klasifikasi Penyembuhan Luka:

1. Penyembuhan Luka Primer 2. Penyembuhan Luka Sekunder 3. Penyembuhan Luka Tersier Gigi Impaksi

Flep Triangular Flep Envelope

Penjahitan Luka

Teknik Continuous

Teknik Mattress

Teknik Figure of Eight

(38)

2.9 Kerangka Konsep

Penjahitan dengan teknik figure of eight

pada luka flep pasca odontektomi molar tiga

mandibula

Penyembuhan Luka

Penjahitan dengan teknik simple interrupted pada luka flep pasca odontektomi

molar tiga mandibula Odontektomi

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental non laboratorium, yaitu kajian penelitian dalam situasi yang sebenarnya dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel bebas dalam kondisi yang dikontrol dengan baik. Dan rancangan penelitiannya adalah post-test only. Faktor risiko penelitian ini adalah penggunaan teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted pada odontektomi molar ketiga mandibula dan yang menjadi efek adalah penyembuhan luka pada pasien berdasarkan wound healing checklist menurut Sultana.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Medan yang berlokasi di Jl. Raya Medan KM 25 No. 66 Perdamaian, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa. Alasan pemilihan lokasi adalah RS Grand Medistra Medan melayani perawatan odontektomi dengan operator spesialis bedah mulut, serta jumlah pasien yang cukup untuk dilakukan penelitian.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2020.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien odontektomi di RS Grand Medistra Medan.

3.3.2 Sampel

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis beda rata-rata 2 kelompok independen, yaitu:

n

=

2𝜎2𝜎[𝑍1−𝛼 2 + 𝑍1−𝛽]2 (𝜇1−𝜇2)2

(40)

σ

2

=

(𝑛1−1)𝑠(𝑛 12+ (𝑛2−1)𝑠22

1−1)+(𝑛2−1) Dimana:

n = besar sampel

Z1-α = nilai z pada interval kepercayaan 1-α/2 atau batas kemaknaan a (95%) Z1-β = nilai z pada kekuatan uji (power) 1-β (80%)

µ1 = estimasi rata-rata kelompok 1 µ2 = estimasi rata-rata kelompok 2 σ2= varians gabungan

s12= varians pada kelompok 1 s22= varians pada kelompok 2 Maka, n ≥ 10,4 ≈ 11 orang

Berdasarkan pertimbangan diatas maka besar sampel minimum adalah 11 orang. Artinya paling sedikit 11 pasien akan dilakukan penjahitan pasca odontektomi dengan teknik figure of eight dan 11 pasien akan dilakukan penjahitan pasca odontektomi dengan teknik simple interrupted.

3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat

1. Head cap;

2. Masker;

3. Sarung tangan;

4. Kaca mulut, sonde, pinset;

5. Disposible syringe;

6. Handle dan scalpel;

7. Rasparatorium;

8. Pinset anatomis;

9. High speed bur;

10. Diamond bur;

11. Chisel dan Hammel;

(41)

12. Bein lurus (besar dan kecil);

13. Bein bengkok;

14. Cryer;

15. Tang mahkota gigi molar rahang bawah;

16. Needle holder;

17. Needle cutting edge;

18. Gunting;

19. Pinset Chirurgis;

20. Termometer Digital;

21. Alat tulis;

22. Lembar pemeriksaan penyembuhan luka.

3.4.2 Bahan

1.Pehacain 2% epinefrin 1:80.000;

2. Cefadroksil;

3. Asam Mefenamat ; 4. Benang bedah.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah 1. Pasien odontektomi rentang usia 20-45 tahun;

2. Pasien odontektomi dengan klasifikasi Pell dan Gregory klas 1 dan 2 posisi A vertikal/mesioangular;

3. Pasien odontektomi dengan gigi impaksi bilateral;

4. Pasien odontektomi dengan oral hygiene baik hingga sedang;

5. Pasien odontektomi tidak dipengaruhi penyakit sistemik;

6. Pasien odontektomi yang bersedia diperiksa hari pertama dan hari ketujuh secara kooperatif.

Kriteria eksklusi sampel penelitian ini adalah 1. Pasien odontektomi dengan oral hygiene buruk;

(42)

2. Pasien dengan penyakit sistemik (diabetes melitus tidak terkontrol, agranulositosis, leukemia, hamil, hipertensi tidak terkontrol, AIDS);

3. Pasien odontektomi yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan hari pertama dan hari ketujuh.

3.6 Variabel Penelitian 3.6.1 Variabel Bebas

Teknik penjahitan figure of eight dan teknik penjahitan simple interrupted.

3.6.2 Variabel Terikat Waktu penyembuhan luka.

3.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Skala

Odontektomi Metode pengeluaran gigi molar ketiga yang tertanam dengan pembuatan flep dan pengambilan tulang yang mengelilingi gigi.

Nominal

Teknik

Figure of eight

Teknik jahitan yang memungkinkan luka tertutup pada 2 bidang secara simultan dengan 2 bagian dari jahitan.

Nominal

Teknik

Simple interrupted

Teknik jahitan ini bergerak dari 1 sisi luka, keluar menuju sisi lain luka, kemudian diikat dengan simpul. Jahitan ini dapat dibuat dengan cepat dan tekanan pada masing-masing

Nominal

(43)

jahitan dapat diatur. Jahitan berdiri sendiri

Penyembuhan Luka Luka yang sudah melewati fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling.

Rasio

3.8 Prosedur Pengumpulan Data

Pengambilan data waktu penyembuhan luka dilakukan pada hari pertama dan ketujuh. Prosedur pengambilan data hari pertama yaitu:

1. Pasien datang ke Rumah Sakit Grand Medistra Medan.

2. Setiap pasien diperiksa dengan peralatan steril berupa sarung tangan, sonde, dan kaca mulut.

3. Pasien dengan diagnosis gigi impaksi sesuai dengan kriteria inklusi diberikan informed consent tentang prosedur dan penelitian yang akan dilakukan.

4. Bila pasien setuju, dilakukan perawatan odontektomi pada gigi impaksi.

5. Setelah pencabutan dilakukan penjahitan simple interrupted pada salah satu rahang dan teknik figure of eight pada sisi lainnya.

6. Pasien yang telah selesai dilakukan perawatan odontektomi beserta penjahitan akan diobservasi pada kedua sisi rahang dengan kriteria observasi klinis menurut Sultana.

7. Parameter yang digunakan adalah kriteria observasi klinis menurut Sultana.

8. Pengumpulan data di lapangan dilakukan oleh tim peneliti yang bertugas sebagai pemeriksa dan pencatat.

Prosedur pengambilan data hari ketujuh yaitu:

1. Pasien datang ke Rumah Sakit Grand Medistra Medan.

2. Pasien diobservasi pada kedua sisi rahang dengan kriteria klinis menurut Sultana.

3. Pembukaan benang jahitan.

(44)

3.9 Pengolahan Data

Semua hasil diperiksa untuk memastikan penilaian sesuai dengan skor dan kriteria yang dipakai. Hasil akhir setiap pemeriksaan dihitung secara manual dan data diolah secara komputerisasi. Jika data yang diperoleh adalah data yang terdistribusi normal, uji analisis yang dipakai adalah independent t-test (unpaired). Jika data yang diperoleh adalah data yang tidak terdistribusi normal maka uji analisis yang dipakai adalah uji Mann-Whitney.

3.10 Etichal Clearance

Sebelum melakukan penelitian, skripsi ini diajukan ke Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan persetujuan etik. Hal ini bertujuan agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan legitimasi.

Setelah memeroleh persetujuan dari Komisi Etik, peneliti akan memberi penjelasan dan meminta persetujuan dari subjek, yaitu berupa informed consent. Penelitian akan dilaksanakan jika informed consent telah disetujui subjek.

(45)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengenai perbandingan teknik penjahitan figure of eight dengan simple interrupted terhadap penyembuhan luka pasca odontektomi molar tiga mandibula di RS Grand Medistra Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2020. Prosedur penelitian ini adalah membandingkan skor penyembuhan luka dengan teknik figure of eight dengan teknik simple interrupted secara klinis pada hari pertama dan hari ketujuh pasca odontektomi. Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien odontektomi molar tiga mandibula di RS Grand Medistra Medan pada bulan Februari hingga April 2020 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.1 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Teknik Penjahitan pada Hari Pertama Pasca Odontektomi

Berdasarkan tabel 4 diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan sebanyak 38,5% sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan figure of eight memiliki skor baik dan 61,5% memiliki skor sedang. Kemudian sebanyak 7,7% sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan simple interrupted memiliki skor baik, 15,4% sampel memiliki skor sedang dan sebanyak 76,9% sampel memiliki skor buruk.

Tabel 4. Distribusi skor penyembuhan luka berdasarkan teknik penjahitan pada hari pertama pasca odontektomi

Teknik Penjahitan

Skor Penyembuhan Luka

Total

Baik Sedang Buruk

n % N % n % n %

Figure of eight 5 38,5 8 61,5 0 0 13 100

Simple Interrupted 1 7,7 2 15,4 10 76,9 13 100

(46)

4.2 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Teknik Penjahitan pada Hari Ketujuh Pasca Odontektomi

Berdasarkan tabel 5 diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan sebanyak 100% sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan figure of eight memiliki skor baik.

Kemudian sebanyak 84,6% sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan simple interrupted memiliki skor baik, dan sebanyak 15,4% memiliki skor buruk.

Tabel 5. Distribusi skor penyembuhan luka berdasarkan teknik penjahitan pada hari ketujuh pasca odontektomi

Teknik Penjahitan

Skor Penyembuhan Luka

Total

Baik Sedang Buruk

n % N % n % n %

Figure of eight 13 100 0 0 0 0 13 100

Simple Interrupted 11 84,6 2 15,4 0 0 13 100

A

B

Gambar 12. Respon Inflamasi sampel pada hari pertama pasca odontektomi (A) Figure of eight (B) Simple Interrupted

(47)

4.3 Hubungan Teknik Penjahitan Terhadap Penyembuhan Luka pada Hari Pertama Pasca Odontektomi

Berdasarkan tabel 6 diperoleh bahwa nilai rerata skor penyembuhan luka pada sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan figure of eight sebesar 1,615±0,506 sementara nilai rerata skor penyembuhan luka pada sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan simple interrupted sebesar 2,692±0,630 dengan nilai p sebesar 0,000.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyembuhan luka dengan teknik penjahitan luka pada hari pertama pasca odontektomi.

A

B

Gambar 13. Respon Inflamasi sampel pada hari ketujuh pasca odontektomi (A) Figure of eight (B) Simple Interrupted

(48)

Tabel 6. Rerata skor penyembuhan luka pada hari pertama pasca odontektomi

Teknik Penjahitan Mean±SD N % p-value

Figure of Eight 1,615±0,506

13 100 0,000

Simple Interrupted 2,692±0,630

4.4 Hubungan Teknik Penjahitan Terhadap Penyembuhan Luka pada Hari Ketujuh Pasca Odontektomi

Berdasarkan tabel 7 diperoleh bahwa nilai rerata skor penyembuhan luka pada sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan figure of eight sebesar 0,864±0,375 dan nilai rerata skor penyembuhan luka pada sampel yang dijahit dengan teknik penjahitan simple interrupted sebesar 1,153±0,375 dengan nilai p sebesar 0,05. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penyembuhan luka dengan teknik penjahitan luka pada hari ketujuh pasca odontektomi.

Tabel 7. Rerata skor penyembuhan luka pada hari ketujuh pasca odontektomi

Teknik Penjahitan Mean±SD N % p-value

Figure of Eight 0,864±0,375

13 100 0,05

Simple Interrupted 1,153±0,375

(49)

BAB 5 PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyembuhan luka jaringan lunak pada hari pertama dan hari ketujuh pasca odontektomi molar tiga mandibula dengan menggunakan teknik penjahitan figure of eight dan simple interrupted. Penelitian terdahulu membandingkan teknik jahitan pada sampel yang berbeda. Penelitian lainnya juga membandingkan teknik jahitan hanya dengan melakukan pengukuran lebar soket.16 Pada penelitian ini, peneliti akan membandingkan dua teknik jahitan pada sampel yang sama dan dengan menilai tanda- tanda inflamasi. Pada penelitian ini akan dilihat tanda inflamasi pada hari pertama dan hari ketujuh. Hal ini berkaitan dengan proses inflamasi yang terjadi pada hari pertama dan untuk hari ketujuh akan dilihat apakah masih terdapat tanda inflamasi yang seharusnya sudah selesai pada hari keenam.

Untuk menghindari terjadinya bias pada penelitian ini, maka proses odontektomi serta penjahitan luka dilakukan oleh satu operator. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir faktor lain yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka pasien.

Seluruh prosedur bedah melibatkan pembentukan luka dan penutupan luka melalui reposisi dan perapatan flep bedah dengan menggunakan penjahitan untuk menghasilkan penyembuhan yang optimal. Pada penelitian ini juga, setelah dilakukan proses odontektomi diharapkan terjadi penyembuhan yang optimal (penyembuhan primer). Luka dengan penyembuhan sekunder umumnya tidak membutuhkan drainase serta menunjukkan penurunan persentase komplikasi pasca operasi. Penyembuhan primer pasca operasi disebut juga sebagai penutupan luka primer. Luka biasanya ditutup dengan menggunakan teknik steril dengan melakukan penjahitan. Jahitan bertujuan untuk menstabilkan pinggiran luka.26,27

Terdapat beberapa jenis teknik penjahitan, salah satu yang paling sering digunakan pada bidang bedah mulut yaitu simple interrupted. Kelebihan dari teknik jahitan ini adalah jahitan ini bersifat independen. Dengan demikian apabila salah satu

(50)

jahitan longgar atau lepas tidak akan mempengaruhi jahitan lainnya. Namun, teknik jahitan ini juga memiliki kekurangan yaitu jahitan ini akan meninggalkan bekas setelah terjadinya bengkak pasca operasi. Selain itu karena jahitan ini memiliki banyak simpul, maka hal tersebut akan mengurangi kekuatan benang hingga 50%.2,13

Teknik jahitan figure of eight merupakan teknik jahitan yang digunakan pada bidang yang membutuhkan teknik jahitan yang stabil, aman, dan dapat menutup dengan cepat. Keuntungan dari teknik jahitan ini adalah kecepatan serta kemungkinan penutupan luka pada dua bidang, dan juga teknik jahitan ini menyatukan dua permukaan. Kekurangan terbesar dari teknik jahitan ini adalah terdapat cukup banyak bagian benang yang terperangkap di dalam jaringan yang kemungkinan dapat menggangu proses penyembuhan.27

Penilaian penyembuhan luka dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh pasca odontektomi. Proses penyembuhan luka merupakan proses kompleks yang terdiri dari 3 fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Menurut Lawrence dkk, PMNs merupakan sel pertama yang muncul dan akan menjadi sel dominan selama 48 jam. PMNs merupakan asal dari banyak mediator inflamasi, seperti komplemen. Monosit muncul setelah PMNs, dan akan mencapai jumlah maksimum selama 24 jam. Menurut Prasetyono dkk, fase pertama penyembuhan luka (fase inflamasi) dimulai ketika luka terjadi dan terus berlanjut selama empat hingga enam hari. Fase ini dimaksudkan untuk membuang jaringan yang mengalami devitalisasi dan mencegah infeksi. Fase ini juga dikarakteristikkan dengan peningkatan permeabilitas vaskuler. Sel PMN akan membersihkan bakteri yang menyerang dan juga debris sel.

Monosit akan masuk ke daerah luka dan berubah menjadi makrofag. Makrofag akan memfagosit debris dan bakteri. Makrofag juga berperan dalam produksi growth factor yang diperlukan untuk pembentukan matriks ekstraseluler dan juga pembentukan pembuluh darah baru. Beberapa tanda klinis yang mengkarakteristikkan fase inflamasi adalah panas, edema, sakit, dan penurunan fungsi.19,28,29 Pada penelitian ini akan didapati tanda inflamasi yang signifikan pada hari pertama daripada hari ketujuh. Hal ini terjadi karena proses inflamasi dimulai sejak saat terjadi luka hingga hari keenam,

Gambar

Gambar 1 Klasifikasi Winter 1
Gambar 2 Klasifikasi Pell dan Gregory 5
Gambar 3 Flep envelope 5
Gambar 5 Teknik penjahitan simple interrupted  1,13
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause, yang berpengaruh sangat kuat berkaitan dengan kondisi gigi geligi terbanyak yaitu pada Stage IV Grade B dan pada fase menopause

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua dan perilaku membersihkan gigi dengan status kebersihan rongga mulut (oral hygiene)

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Denga nmengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga penelitian ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan mengenai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar

Bersama dengan surat ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Perbandingan

Ditinjau dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa HAp cangkang keong unam dengan suhu kalsinasi 900ºC merupakan sampel yang paling baik di antara ketiga

Tarigan AN melakukan penelitian mengenai sintesis hidroksiapatit dari cangkang keong unam (Pugilina cochlidium) hasil sintesis metode sol-gel dengan suhu