Variabel Kategori
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4
Skor KategoriRange Korelasi Pastial Skor KategoriRange Korelasi Pastial Skor KategoriRange Korelasi Pastial Skor KategoriRange Korelasi Pastial Faktor Aksesibilitas (X1)
Jarak ke Pusat Pemerintahan 0.72 1.36 0.54 0.24 1.38 0.26 2.84 3.20 0.17 -1.38 1.54 0.07
Jarak ke Jalan Arteri 0.76 -0.85 -0.08 0.06
Jarak ke Jalan Kolektor -0.61 0.53 -0.36 0.16
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % 0.18 1.46 0.38 -0.14 0.39 0.06 -0.41 1.27 0.09 -0.43 1.37 0.10 2 - 15 % 0.15 0.13 0.28 0.68 15 - 25 % -1.20 0.11 0.86 -0.69 25 - 40 % -1.29 0.25 0.47 0.24 > 40 % -1.29 0.25 0.47 0.24 Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3) Hirarki I 0.03 0.39 0.17 2.25 3.33 0.36 0.35 0.71 0.07 2.88 3.30 0.13 Hirarki II -0.23 -1.08 0.40 0.26 Hirarki III 0.16 0.57 -0.31 -0.42 Perubahan Penggunaan Lahan (Y)
Sawah - Infrastruktur Kota 0.56 -0.93 -0.20 0.04
Sawah - Kebun Campuran 0.43 -0.13 0.37 -0.48
Sawah - Kolam Ikan Air Tawar 0.00 0.74 -0.89 -0.49
Sawah - Pemukiman 0.48 0.24 0.03 0.10
Sawah - Sawah -1.08 -0.05 0.02 0.02
Eta-square 0.51 0.15 0.04 0.03
Batas r-kritis (selang kepercayaan 0.01) 0.210
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Lampiran 16. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan
Variabel Kategori
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4
Skor Kategori Range Korelasi Partial Skor Kategori Range Korelasi Partial Skor Kategori Range Korelasi Partial Skor Kategori Range Korelasi Partial Faktor Aksesibilitas (X1)
Jarak ke Pusat Pemerintahan 1.23 1.99 0.64 -1.74 1.98 0.16 -1.05 1.34 0.10 1.88 2.65 0.06
Jarak ke Jalan Arteri 1.20 0.16 -0.21 -0.77
Jarak ke Jalan Kolektor -0.76 0.24 0.28 0.01
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % 0.25 0.72 0.21 0.38 1.83 0.15 -0.53 1.51 0.16 -0.33 0.68 0.03 2 - 15 % -0.13 -0.04 0.70 0.35 15 - 25 % -0.48 -1.45 -0.82 -0.11 Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3) Hirarki I -0.03 0.35 0.12 2.69 3.98 0.22 1.83 2.26 0.18 0.95 1.56 0.03 Hirarki II 0.28 -1.29 1.13 -0.60 Hirarki III -0.07 0.10 -0.43 0.07 Perubahan Penggunaan Lahan (Y)
Tegalan - Infrastruktur Kota 0.32 -0.05 0.41 -0.15
Tegalan - Kolam Ikan Air Tawar -0.62 -0.77 0.44 0.21
Tegalan - Pemukiman 0.56 0.18 -0.01 0.06
Tegalan - Peternakan 0.74 -0.61 -0.51 -0.08
Tegalan - Tegalan -0.82 0.09 -0.11 -0.02
Eta-square 0.43 0.08 0.06 0.01
Batas r-kritis (selang kepercayaan 0.01) 0.215
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Lampiran 17. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Kolam Ikan Air Tawar
Variabel Kategori
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4
Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Faktor Aksesibilitas (X1)
Jarak ke Pusat Pemerintahan -2.34 2.85 0.85 3.73 5.25 0.38 0.77 0.87 0.04 0.98 1.09 0.01
Jarak ke Jalan Arteri -1.91 -1.52 0.23 0.18
Jarak ke Jalan Kolektor 0.51 -0.02 -0.10 -0.11
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % -0.10 0.33 0.18 -0.12 1.71 0.12 -0.05 1.73 0.05 0.86 3.15 0.04 2 - 15 % 0.13 0.26 0.16 -1.08 15 - 25 % 0.23 -1.45 -1.56 -2.28 Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3) Hirarki I 0.10 0.27 0.16 -4.87 4.98 0.23 -4.29 6.35 0.18 -1.94 2.06 0.01 Hirarki II 0.23 -0.10 2.06 -0.43 Hirarki III -0.04 0.11 -0.30 0.12 Perubahan Penggunaan Lahan (Y)
Kolam Ikan Air Tawar - Infrastruktur Kota -0.59 -0.70 1.00 -0.23
Kolam Ikan Air Tawar - Kebun Campuran -2.26 4.09 0.63 0.02
Kolam Ikan Air Tawar - Pemukiman -1.56 -0.14 -0.11 0.00
Kolam Ikan Air Tawar - Sawah -0.27 -0.48 0.51 0.14
Kolam Ikan Air Tawar - Kolam Ikan Air Tawar 0.50 0.04 -0.03 0.00
Eta-square 0.73 0.15 0.03 0.00
Batas r-kritis (selang kepercayaan 0.01) 0.225
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Lampiran 18. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Peternakan
Variabel Kategori
Axis 1
Skor Kategori Range Korelasi Pastial
Faktor Aksesibilitas (X1) Jarak ke Pusat Pemerintahan -0.37567 1.52952 0.06094
Jarak ke Jalan Arteri 1.15385
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % 1 2 0.02857
2 - 15 % -1
Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3)
Hirarki II -0.10011 0.10568 -0.01214
Hirarki III 0.00556
Perubahan Penggunaan Lahan (Y) Peternakan - Kebun Campuran -1.07369
Peternakan - Peternakan 0.01917
Eta-square 0.02059
Batas r-kritis (selang kepercayaan 0.01) 0.338
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Lampiran 19. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan RTH Non-Pertanian
Variabel Kategori
Axis 1 Axis 2 Axis 3 Axis 4
Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Skor Kategori Range Korelasi Pastial Faktor Aksesibilitas (X1)
Jarak ke Pusat Pemerintahan -0.94 2.13 0.76 1.70 2.08 0.24 -2.69 3.17 0.07 -0.23 0.26 0.00
Jarak ke Jalan Arteri -0.64 0.06 0.48 0.03
Jarak ke Jalan Kolektor 1.19 -0.38 -0.31 -0.01
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % -0.11 0.47 0.18 0.34 1.58 0.26 0.15 0.49 0.01 0.37 2.92 0.02 2 - 15 % 0.08 -0.59 -0.12 -0.83 15 - 25 % 0.35 0.99 -0.34 2.08 Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3) Hirarki I -0.08 0.61 0.36 0.56 1.37 0.33 -0.71 1.22 0.05 -1.17 1.74 0.01 Hirarki II -0.35 -0.81 -0.64 0.56 Hirarki III 0.26 0.54 0.51 -0.32 Perubahan Penggunaan Lahan (Y)
Hutan Kota/PL - Infrastruktur Kota -0.61 -0.30 0.02 -0.05
Hutan Kota/PL - Kebun Campuran -0.41 0.90 -0.03 0.00
Hutan Kota/PL - Pemukiman 0.54 -0.04 0.16 0.02
Hutan Kota/PL - Sawah -0.77 -0.41 -0.06 0.04
Hutan Kota/PL - Hutan Kota/PL 1.36 -0.11 -0.11 -0.01
Eta-square 0.64 0.21 0.01 0.00
Eta-square 0.260
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Lampiran 20. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman
Variabel Kategori
Axis 1
Skor Kategori Range Korelasi Pastial
Faktor Aksesibilitas (X1) Jarak ke Pusat Pemerintahan -0.58 0.72 0.89
Jarak ke Jalan Arteri -0.07
Jarak ke Jalan Kolektor 0.14
Faktor Fisik (X2) 0 - 2 % 0.00 0.00 0.14
2 - 15 % 0.00
15 - 25 % 0.00
25 - 40 % 0.00
Faktor Tingkat Perkembangan Wilayah (X3)
Hirarki I -1.19 2.28 -0.56
Hirarki II 1.09
Hirarki III -0.41
Perubahan Penggunaan Lahan (Y) Pemukiman - Infrastruktur Kota -0.69
Pemukiman - Pemukiman 0.29
Eta-square 0.60
Batas r-kritis (selang kepercayaan 0.01) 0.313
Sumber : Hasil Analisis (2012)
Use Change in The City of Sukabumi. Under direction of DWI PUTRO TEJO BASKORO and LA ODE SYAMSUL IMAN
Change in landuse in a city that characterized by dynamic nature and growth is very reasonable. So that, review of land use change is important enough to do in urban area that has rapid changes where generally agricultural land was acquired to meet the needs of land for residential and industrial/service area. Therefore, the purposes of this study are : 1) To Analyze the level of regional development and land use in Sukabumi, 2) To analyze the factors that causes land use changes in Sukabumi City, 3) To analyze land use in Sukabumi City compared with the land capability and the plan of spatial pattern in the Spatial Planning, and 4) To provide strategic policy of direction on land use in Sukabumi City. The result showed that there is only one district that is included in the Hierarchy I region, that is Cikole district. The form of land use in 2002 was dominated by paddy fields (35.13 %), residential (25.24 %) and non-agricultural green space (21.57 %). In the 2007, the dominance of paddy fields and non- agricultural green space are reduced to 34.62 % and 21.09 % accompanied by the increasing of residential to 26.15 %. Based on the results on Hayashi Quantification Type II, the distance to the central government, the distance to arterial roads and the region in Hierarchy II had significantly higher opportunities compared to other explanatory variables to cause land use changes from moor, non-agricultural green space, and paddy fields became the city's infrastructure and residential. From the analysis of land capability, land capability class III is the most land capability class in Sukabumi city (97.8 %). So it can be concluded that the land use in Sukabumi City still approriate with the land capability because land capability class III has a lot of land use options. However, when compared with the plan of spatial pattern in the Spatial Planning Year 2011-2031, there is a significant trend of decreasing area of farmlands from 2.321,43 ha to 375.18 ha and non-agricultural green space from 1.056,37 ha to 485.15 Ha followed by the trend of increasing area of residential from 1.282,48 ha to 2.661,26 ha and city’s infrastructures from 199.15 ha to 1.320,13 ha by the end of year 2031. The priority of strategic policy of direction on land use in Sukabumi City based on SWOT analysis is to establish area zoning with a set of determining and changing criteria of the function of urban space on the implementing of Sukabumi City’s Spatial Planning.
Keyword : Regional Development, Land use change, Land use pattern, Urban planning
Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan LA ODE SYAMSUL IMAN.
Perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan yang memiliki karakteristik utama berupa sifat dinamis dan pertumbuhan merupakan hal yang wajar. Oleh karena itu, kajian perubahan penggunaan lahan di daerah perkotaan yang memiliki kecepatan perubahan yang tinggi cukup penting dilakukan dimana secara umum lahan pertanian diakuisisi menjadi lahan pemukiman dan industri/jasa. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah : 1.) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota Sukabumi, 2.) Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pemanfaatan lahan di Kota Sukabumi, 3.) Mengkaji pemanfaatan lahan di Kota Sukabumi yang dibandingkan dengan kemampuan lahan dan arahan pemanfaatan lahan dalam RTRW, dan 4.) Memberikan rekomendasi strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh berasal dari hasil interpretasi data penginderaan jauh (foto udara tahun 2002 dan citra Quickbird Tahun 2007), data hasil pengecekan lapang dan hasil kuisioner/wawancara. Data sekunder yang dikumpulkan adalah Data Potensi Desa Tahun 2003 dan Tahun 2008, peta-peta tematik, Kota Sukabumi Dalam Angka serta data maupun informasi yang diperoleh dari literatur-literatur, instansi dan lembaga penelitian.
Penggunaan lahan di Kota Sukabumi tahun 2002 dan 2007 diperoleh dari hasil interpretasi Foto Udara Tahun 2002 dan Citra Quickbird Tahun 2007. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi diperoleh dari analisa tumpang tindih peta penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007. Tabulasi silang dilakukan pada data atribut luas penggunaan lahan sehingga diperoleh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan. Lokasi yang menjadi pemusatan dan pergeseran perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Shift-Share Analysis (SSA). Adapun tingkat perkembangan wilayah pada 2 (dua) titik tahun tersebut diperoleh dari analisis Skalogram Tipe IV. Faktor-faktor yang perperan dalam meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan metode Hayashi Kuantifikasi Tipe II. Kajian mengenai penggunaan lahan yang dibandingkan dengan kemampuan lahan dan rencana pola ruang dilakukan dengan menggunakan metode tumpang tindih peta antara peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan dan peta rencana pola ruang. Selain itu dilakukan pula analisis Analytical Hierarchy
Process (AHP) untuk memperoleh persepsi masyarakat mengenai alokasi
penggunaan lahan. Hasil dari analisis yang dilakukan adalah strategi kebijakan dalam penggunaan lahan di Kota Sukabumi yang diperoleh dari metode SWOT.
Puyuh dan Kecamatan Citamiang. Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu termasuk ke dalam wilayah Hirarki III.
Luas penggunaan lahan tahun 2002 hasil interpretasi data penginderaan jauh adalah infrastruktur kota (208.3 ha), tegalan (468.5 ha), kolam ikan air tawar (137.1 ha), pemukiman (1,238.1 ha), peternakan (26.4 ha), RTH Non-Pertanian (1,058.0 ha), sawah (1,723.1 ha) dan sungai (45.4 ha) dengan dominasi penggunaan lahan di Kota Sukabumi yaitu sawah (35.13 %), pemukiman (25.24 %) dan RTH Non-Pertanian (21.57%). Pada tahun 2007, terjadi pengurangan lahan sawah, RTH Non-Pertanian, dan tegalan yang diikuti penambahan luas penggunaan lahan pemukiman dan infrastruktur kota. Pemusatan perubahan penggunaan lahan dari areal non terbangun yang diiringi pemusatan penambahan luas areal terbangun terjadi pada wilayah Hirarki II dan Hirarki III. Jumlah desa terbanyak yang menjadi pemusatan perubahan penggunaan lahan dari areal non terbangun menjadi areal terbangun terdapat di wilayah Hirarki III.
Berdasarkan hasil analisis Hayashi Kuantifikasi Tipe II, perubahan penggunaan lahan menjadi infrastruktur kota dan pemukiman dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas (jarak ke pusat pemerintahan dan jarak ke jalan arteri), tingkat perkembangan wilayah (Hirarki I dan Hirarki II) serta faktor fisik (kemiringan lereng 2-15 %). Selain itu, perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman juga disebabkan oleh faktor aksebilitas (jarak ke jalan kolektor), tingkat perkembangan wilayah (Hirarki III) dan faktor fisik (kemiringan lereng 0-2 %).
Lahan di Kota Sukabumi terdiri dari kelas kemampuan lahan kelas III, kelas IV dan kelas VI. Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan di Kota Sukabumi masih sesuai dengan kondisi kemampuan lahan. Alokasi penggunaan lahan serta persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan yang masih cocok dengan kriteria teknis kemampuan lahan adalah penggunaan lahan pada kelas kemampuan III dikarenakan lahan kelas III memiliki pilihan yang luas untuk pertanian maupun penggunaan lain. Kelas kemampuan IV dan kelas kemampuan VI memiliki faktor pembatas kemiringan lereng > 15% yang menjadi penghambat dalam penggunaan lahan pertanian secara umum serta bangunan (infrastruktur kota dan pemukiman). Penggunaan lahan yang cocok baik berdasarkan penggunaan lahan yang ada maupun berdasarkan persepsi masyarakat dengan kriteria teknis adalah RTH Non-Pertanian karena memiliki fungsi konservasi bagi daerah dengan kondisi kemiringan lereng > 15%.
Dari rencana pola ruang, dapat terjadi peningkatan luas lahan infrastruktur kota dari 199.15 ha menjadi 1.320,13 ha hingga tahun 2031 yang terdiri dari penggunaan lahan industri, jalan, jalan kereta api, kesehatan, pariwisata, pemerintahan/perkantoran, pendidikan, perdagangan dan jasa, pergudangan dan
kepadatan sedang, pemukiman kepadatan tinggi dan rencana pemukiman. Kecenderungan peningkatan luas penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman diiringi oleh kecenderungan penurunan luas penggunaan lahan pertanian secara umum (sawah, tegalan, perikanan air tawar dan peternakan) dan RTH Non-Pertanian. Hingga tahun 2031, luas penggunaan lahan pertanian secara umum dapat mengalami penurunan dari 2.321,43 ha menjadi 375.18 ha sedangkan luas penggunaan lahan RTH Non-Pertanian dapat mengalami penurunan dari 1.056,37 ha menjadi 485.15 ha (sekitar 10 % dari total luas wilayah Kota Sukabumi).
Metode SWOT digunakan untuk menganalisis strategi dalam penggunaan lahan di Kota Sukabumi. Pengambilan keputusan dilakukan dengan merujuk kembali pada matriks internal dan eksternal yang menghasilkan posisi Pemerintah Kota Sukabumi pada saat ini sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang tepat. Posisi Pemerintah Kota Sukabumi saat ini berada pada kuadran II, sehingga strategi yang dipilih adalah strategi diversifikasi yaitu S-T (strategi Strengths
Threats yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman). Berdasarkan
perhitungan nilai kepentingan dan ranking, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan berturut-turut sebagai berikut menetapkan zonasi wilayah dengan menetapkan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan wilayah dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang dan memanfaatkan investasi di kawasan strategis kota dan kawasan lintas kota bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Kata Kunci : perkembangan wilayah, perubahan penggunaan lahan, pola penggunaan ahan, perencanaan kota
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan dengan pengertian kawasan perkotaan dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang, dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sebagai sistem yang kompleks, kota memiliki 2 (dua) karakteristik utama yaitu sifat dinamik dan pertumbuhan (Barredo et al., 2003) sehingga perubahan termasuk perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang sangat wajar. Oleh karenanya, kajian perubahan penggunaan lahan cukup penting dilakukan pada wilayah perkotaan yang memiliki kecepatan perubahan yang cukup tinggi dimana umumnya perubahan yang terjadi adalah lahan pertanian diakuisisi untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk permukiman dan industri/jasa (Trisasongko et al., 2009).
Pada dasarnya, perubahan yang terjadi dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perubahan tersebut tercermin melalui pertumbuhan aktivitas pemanfaaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita serta adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer (khususnya sektor pertanian dan pengolahan sumber daya alam) ke aktivitas sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).
Menurut Rustiadi et al. (2009), perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman atau lahan industri/jasa terkait pula dengan nilai sewa ekonomi tanah (land rent) dimana fenomena perubahan penggunaan lahan juga merupakan konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi yang mengarah pada penggunaan lahan dengan land rent tertinggi. Adapun
perbandingan nilai land rent untuk penggunaan pertanian adalah 1 : 500 terhadap penggunaan lahan untuk sektor industri, 1 : 622 terhadap penggunaan lahan untuk perumahan, dan 1 : 14 terhadap penggunaan lahan untuk pariwisata sehingga konversi lahan pertanian ke bentuk lain tidak dapat dihindarkan (Rustiadi dan Wafda, 2007).
Wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran wilayah dari 5 (lima) kecamatan dan 33 (tiga puluh tiga) kelurahan (tahun 1995) menjadi 7 (tujuh) kecamatan dan 33 (tiga puluh tiga) kelurahan berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2000. Kecamatan hasil pemekaran tersebut diistilahkan dengan kota baru sementara kecamatan yang sudah ada (existing) diistilahkan dengan Kota Lama. Sebagai daerah yang mengalami pemekaran, terdapat tingkat perkembangan wilayah yang berbeda dimana hal ini mendorong pengembangan wilayah Kota Baru sehingga perkembangan Kota Sukabumi dapat lebih merata. Dasar pengembangan wilayah Kota Baru yang terletak di selatan Kota Sukabumi adalah Urban Development sedangkan dasar pengembangan wilayah Kota Lama yang terletak di utara Kota Sukabumi adalah Urban Renewal.
Pemekaran wilayah menjadikan Kota Sukabumi memiliki karakteristik wilayah perkotaan yang dinamis yaitu jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi. Jumlah penduduk Kota Sukabumi tahun 2009 adalah 282.228 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 2,69% per tahun sedangkan rata-rata laju pertumbuhan perekonomian Kota Sukabumi adalah sebesar 6,20% per tahun. Terdapat beberapa sektor perekonomian yang memiliki laju pertumbuhan diatas laju pertumbuhan ekonomi kota yaitu sektor industri pengolahan (9,67% per tahun), sektor listrik, gas, dan air bersih (8,76% per tahun), sektor bangunan (7,52% per tahun), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (8,35% per tahun) (Draft RTRW Kota Sukabumi 2011-2031).
Secara umum, bentang alam Kota Sukabumi didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang dan pemanfaatan lahan didominasi oleh lahan non terbangun dimana lahan sawah/pertanian lahan basah menempati urutan pertama pemanfaatan lahan non terbangun yaitu sekitar 34,49% dari total luas wilayah. Berdasarkan Statistik Pertanian Kota Sukabumi Tahun 1996-2007, terdapat pengurangan luas baku lahan sawah yaitu dari 2316,53 ha (Tahun 1996)
menjadi 1858,86 ha (Tahun 2007) dengan laju pengurangan kurang lebih 42 ha per tahun. Lahan sawah tersebut mayoritas dialihfungsikan menjadi lahan permukiman.
Dalam konstelasi regional, untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pembangunan dan merealisasikan tata ruang yang merupakan salah satu kebijakan, pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui pembagian 6 Wilayah Pengembangan (WP). Kota Sukabumi termasuk dalam WP Sukabumi dan sekitarnya, bersama dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur yang ditetapkan untuk mendorong perkembangan koridor Sukabumi – Cianjur dan PKN Pelabuhanratu, serta membatasi perkembangan di bagian Selatan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Adapun sektor unggulan yang diarahkan di WP Sukabumi dan sekitarnya meliputi pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan dan bisnis kelautan, serta pertambangan mineral. Selain itu, dalam kebijakan struktur tata ruang Provinsi Jawa Barat, Kota Sukabumi bersama Pelabuhanratu, Cikampek-Cikopo- Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan Pangandaran diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala nasional (Draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2011-2031).
Untuk menunjang rencana pengembangan WP Sukabumi, terdapat rencana pengembangan infrastruktur wilayah di WP Sukabumi dan sekitarnya. Pengembangan infrastruktur wilayah di Kota Sukabumi terdiri atas pengembangan infrastruktur jalan, pengembangan infrastruktur perhubungan, pengembangan infrastruktur sumberdaya air, pengembangan infrastruktur energi pengembangan energi mandiri serta pengembangan pengembangan infrastruktur permukiman yang dapat meningkatkan permintaan terhadap lahan sehingga memicu perubahan penggunaan lahan. Hal tersebut menunjukkan sumberdaya lahan menjadi semakin penting seiring bertambahnya jumlah penduduk dengan laju yang tinggi serta akibat berkembangnya suatu wilayah yang membawa konsekuensi tekanan terhadap permintaan lahan untuk berbagai keperluan seperti untuk pemukiman/perumahan, pertambangan maupun untuk lokasi kegiatan perdagangan/bisnis dan industri serta keperluan pembangunan infrastruktur (Rustiadi et al.,2009).
1.2. Perumusan Masalah
Pemekaran wilayah yang terjadi di Kota Sukabumi pada tahun 2000 telah menyebabkan adanya tingkat perkembangan wilayah yang berbeda antara wilayah eksisting (diistilahkan dengan Kota Lama) dan wilayah hasil pemekaran (diistilahkan dengan Kota Baru) dimana pembangunan fisik kota dilaksanakan secara terkonsentrasi di wilayah Kota Lama sehingga pemanfaatan ruang di Kota Sukabumi menjadi tidak optimal (RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013). Agar tercipta keberimbangan antar wilayah Kota Lama dan Kota Baru, Pemerintah Kota Sukabumi melakukan berbagai upaya yaitu dengan menciptakan pusat kegiatan baru berskala regional di wilayah Kota Baru yang akan menyebabkan perubahan pada sumberdaya fisik wilayah (lahan), struktur ekonomi, dan penduduk. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muiz (2008) bahwa pemekaran wilayah dapat meningkatkan perkembangan ekonomi maupun perubahan penggunaan lahan.
Sejalan dengan perkembangan wilayah Kota Sukabumi serta peran Kota Sukabumi sebagai salah satu pusat koleksi dan distribusi Wilayah Sukabumi dan Sekitarnya telah mendorong dibangunnya berbagai infrastruktur pendukung. Pemekaran wilayah, pertumbuhan penduduk dan ekonomi serta kebijakan dalam pengembangan wilayah Kota Sukabumi dalam konstelasi regional Propinsi Jawa Barat disamping adanya sifat kelangkaan pada sumberdaya lahan serta nilai sewa ekonomi lahan (land rent) pada sumberdaya lahan itu sendiri telah menimbulkan tekanan terhadap lahan dan meningkatkan laju perubahan penggunaan lahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu instrumen yang mengatur dan mengorganisasikan perencanaan pola dan struktur ruang yang juga merupakan instrumen yang mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kota diharapkan dapat mengendalikan laju perubahan penggunaan lahan sehingga perubahan penggunaan lahan yang terjadi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka terdapat empat pertanyaan penelitian dalam tesis ini yaitu :
1. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota Sukabumi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi?
3. Bagaimana penggunaan lahan di Kota Sukabumi apabila dibandingkan dengan kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan dalam RTRW?
4. Bagaimana strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota Sukabumi,
2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi,
3. Mengkaji penggunaan lahan di Kota Sukabumi dibandingkan dengan kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan dalam RTRW,
4. Memberikan rekomendasi strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai tingkat perkembangan wilayah dan perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi diharapkan dapat menjadi masukan dalam penataan dan penyusunan kebijakan penggunaan lahan bagi pemerintah daerah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan
Konsep lahan memiliki arti yang berbeda untuk setiap orang, tergantung pada pandangan dan ketertarikan mereka pada suatu waktu. Konsep lahan yang paling banyak diterima adalah bagian padat dari permukaan bumi, dan secara lebih luas lagi konsep lahan meliputi semua permukaan bumi termasuk air dan es sebagaimana tanah yang terdapat pada permukaan bumi (Barlowe, 1986). Lebih lanjut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-