ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA SUKABUMI
FITRI YULIANTY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
Use Change in The City of Sukabumi. Under direction of DWI PUTRO TEJO BASKORO and LA ODE SYAMSUL IMAN
Change in landuse in a city that characterized by dynamic nature and growth is very reasonable. So that, review of land use change is important enough to do in urban area that has rapid changes where generally agricultural land was acquired to meet the needs of land for residential and industrial/service area. Therefore, the purposes of this study are : 1) To Analyze the level of regional development and land use in Sukabumi, 2) To analyze the factors that causes land use changes in Sukabumi City, 3) To analyze land use in Sukabumi City compared with the land capability and the plan of spatial pattern in the Spatial Planning, and 4) To provide strategic policy of direction on land use in Sukabumi City. The result showed that there is only one district that is included in the Hierarchy I region, that is Cikole district. The form of land use in 2002 was dominated by paddy fields (35.13 %), residential (25.24 %) and non-agricultural green space (21.57 %). In the 2007, the dominance of paddy fields and non-agricultural green space are reduced to 34.62 % and 21.09 % accompanied by the increasing of residential to 26.15 %. Based on the results on Hayashi Quantification Type II, the distance to the central government, the distance to arterial roads and the region in Hierarchy II had significantly higher opportunities compared to other explanatory variables to cause land use changes from moor, non-agricultural green space, and paddy fields became the city's infrastructure and residential. From the analysis of land capability, land capability class III is the most land capability class in Sukabumi city (97.8 %). So it can be concluded that the land use in Sukabumi City still approriate with the land capability because land capability class III has a lot of land use options. However, when compared with the plan of spatial pattern in the Spatial Planning Year 2011-2031, there is a significant trend of decreasing area of farmlands from 2.321,43 ha to 375.18 ha and non-agricultural green space from 1.056,37 ha to 485.15 Ha followed by the trend of increasing area of residential from 1.282,48 ha to 2.661,26 ha and city’s infrastructures from 199.15 ha to 1.320,13 ha by the end of year 2031. The priority of strategic policy of direction on land use in Sukabumi City based on SWOT analysis is to establish area zoning with a set of determining and changing criteria of the function of urban space on the implementing of Sukabumi City’s Spatial Planning.
Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan LA ODE SYAMSUL IMAN.
Perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan yang memiliki karakteristik utama berupa sifat dinamis dan pertumbuhan merupakan hal yang wajar. Oleh karena itu, kajian perubahan penggunaan lahan di daerah perkotaan yang memiliki kecepatan perubahan yang tinggi cukup penting dilakukan dimana secara umum lahan pertanian diakuisisi menjadi lahan pemukiman dan industri/jasa. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah : 1.) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota Sukabumi, 2.) Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pemanfaatan lahan di Kota Sukabumi, 3.) Mengkaji pemanfaatan lahan di Kota Sukabumi yang dibandingkan dengan kemampuan lahan dan arahan pemanfaatan lahan dalam RTRW, dan 4.) Memberikan rekomendasi strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh berasal dari hasil interpretasi data penginderaan jauh (foto udara tahun 2002 dan citra Quickbird Tahun 2007), data hasil pengecekan lapang dan hasil kuisioner/wawancara. Data sekunder yang dikumpulkan adalah Data Potensi Desa Tahun 2003 dan Tahun 2008, peta-peta tematik, Kota Sukabumi Dalam Angka serta data maupun informasi yang diperoleh dari literatur-literatur, instansi dan lembaga penelitian.
Puyuh dan Kecamatan Citamiang. Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu termasuk ke dalam wilayah Hirarki III.
Luas penggunaan lahan tahun 2002 hasil interpretasi data penginderaan jauh adalah infrastruktur kota (208.3 ha), tegalan (468.5 ha), kolam ikan air tawar (137.1 ha), pemukiman (1,238.1 ha), peternakan (26.4 ha), RTH Non-Pertanian (1,058.0 ha), sawah (1,723.1 ha) dan sungai (45.4 ha) dengan dominasi penggunaan lahan di Kota Sukabumi yaitu sawah (35.13 %), pemukiman (25.24 %) dan RTH Non-Pertanian (21.57%). Pada tahun 2007, terjadi pengurangan lahan sawah, RTH Non-Pertanian, dan tegalan yang diikuti penambahan luas penggunaan lahan pemukiman dan infrastruktur kota. Pemusatan perubahan penggunaan lahan dari areal non terbangun yang diiringi pemusatan penambahan luas areal terbangun terjadi pada wilayah Hirarki II dan Hirarki III. Jumlah desa terbanyak yang menjadi pemusatan perubahan penggunaan lahan dari areal non terbangun menjadi areal terbangun terdapat di wilayah Hirarki III.
Berdasarkan hasil analisis Hayashi Kuantifikasi Tipe II, perubahan penggunaan lahan menjadi infrastruktur kota dan pemukiman dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas (jarak ke pusat pemerintahan dan jarak ke jalan arteri), tingkat perkembangan wilayah (Hirarki I dan Hirarki II) serta faktor fisik (kemiringan lereng 2-15 %). Selain itu, perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman juga disebabkan oleh faktor aksebilitas (jarak ke jalan kolektor), tingkat perkembangan wilayah (Hirarki III) dan faktor fisik (kemiringan lereng 0-2 %).
Lahan di Kota Sukabumi terdiri dari kelas kemampuan lahan kelas III, kelas IV dan kelas VI. Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan di Kota Sukabumi masih sesuai dengan kondisi kemampuan lahan. Alokasi penggunaan lahan serta persepsi masyarakat mengenai alokasi penggunaan lahan yang masih cocok dengan kriteria teknis kemampuan lahan adalah penggunaan lahan pada kelas kemampuan III dikarenakan lahan kelas III memiliki pilihan yang luas untuk pertanian maupun penggunaan lain. Kelas kemampuan IV dan kelas kemampuan VI memiliki faktor pembatas kemiringan lereng > 15% yang menjadi penghambat dalam penggunaan lahan pertanian secara umum serta bangunan (infrastruktur kota dan pemukiman). Penggunaan lahan yang cocok baik berdasarkan penggunaan lahan yang ada maupun berdasarkan persepsi masyarakat dengan kriteria teknis adalah RTH Non-Pertanian karena memiliki fungsi konservasi bagi daerah dengan kondisi kemiringan lereng > 15%.
kepadatan sedang, pemukiman kepadatan tinggi dan rencana pemukiman. Kecenderungan peningkatan luas penggunaan lahan infrastruktur kota dan pemukiman diiringi oleh kecenderungan penurunan luas penggunaan lahan pertanian secara umum (sawah, tegalan, perikanan air tawar dan peternakan) dan RTH Non-Pertanian. Hingga tahun 2031, luas penggunaan lahan pertanian secara umum dapat mengalami penurunan dari 2.321,43 ha menjadi 375.18 ha sedangkan luas penggunaan lahan RTH Non-Pertanian dapat mengalami penurunan dari 1.056,37 ha menjadi 485.15 ha (sekitar 10 % dari total luas wilayah Kota Sukabumi).
Metode SWOT digunakan untuk menganalisis strategi dalam penggunaan lahan di Kota Sukabumi. Pengambilan keputusan dilakukan dengan merujuk kembali pada matriks internal dan eksternal yang menghasilkan posisi Pemerintah Kota Sukabumi pada saat ini sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang tepat. Posisi Pemerintah Kota Sukabumi saat ini berada pada kuadran II, sehingga strategi yang dipilih adalah strategi diversifikasi yaitu S-T (strategi Strengths Threats yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman). Berdasarkan perhitungan nilai kepentingan dan ranking, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan berturut-turut sebagai berikut menetapkan zonasi wilayah dengan menetapkan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan wilayah dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang dan memanfaatkan investasi di kawasan strategis kota dan kawasan lintas kota bekerjasama dengan pemerintah daerah.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA SUKABUMI
FITRI YULIANTY
TESIS
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Karya ini kupersembahkan teristimewa untuk ayahandaku
H. Abdul Halim, S.H (alm.)
yang dengan ketegarannya telah mengantarku menggapai cita-cita Serta kepada ibundaku Hj. Sri Sumiati, suamiku Andri Setiawan,SP dan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro dan La Ode Syamsul Iman, S.P., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini 2. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini
3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis
5. Walikota Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini
6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materiil selama studi dan penulisan Tesis ini
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Besar harapan penulis akan adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.
Bogor, Mei 2012
Penulis dilahirkan di Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat pada tanggal 3 Juli 1980 dari pasangan orang tua yaitu Bapak H. Abdul Halim, SH (alm.) dan Ibu Hj. Sri Sumiati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kota Sukabumi. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sukabumi dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK). Penulis diterima di Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2003.
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan ... 6
2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan ... 8
2.3. Evaluasi Kemampuan Lahan ... 11
2.4. Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi ... 12
2.5. Penataan Ruang ... 14
III. METODOLOGI ... 17
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17
3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 17
3.2.1. Pengumpulan Data ... 18
3.2.2. Analisis Data ... 19
A. Identifikasi Perkembangan Wilayah ... 22
B. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan ... 23
C. Identifikasi Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan ... 24
D. Identifikasi Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan ... 25
E. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan ... 26
F. Identifikasi Kemampuan Lahan ... 29
G. Analisis Alokasi Penggunaan Lahan Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 29
H. Analisis Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan Menggunakan SWOT ... 31
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 34
4.1. Kondisi Fisik ... 34
4.1.1. Geografi dan Administrasi ... 34
4.1.2. Kondisi Iklim ... 36
4.1.3. Topografi dan Kemiringan Lereng ... 37
4.1.4. Jenis Tanah ... 37
Halaman
4.2. Sosial dan Budaya ... 38
4.2.1. Demografi ... 38
4.2.2. Pendidikan ... 41
4.2.3. Ketenagakerjaan ... 44
4.3. Perekonomian ... 45
4.4. Kondisi Penataan Ruang dan Sarana Prasarana Daerah ... 47
4.4.1. Kondisi Penataan Ruang ... 47
4.4.2.Sarana dan Prasarana Daerah... 49
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
5.1. Perkembangan Wilayah Kota Sukabumi ... 53
5.1.1. Perkembangan Wilayah Kecamatan ... 53
5.1.2. Perkembangan Wilayah Kelurahan ... 58
5.2. Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi ... 62
5.2.1. Penggunaan Lahan Tahun 2002 dan Tahun 207 ... 64
5.2.2. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan ... 70
5.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan ... 78
5.3.1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Sawah ... 79
5.3.2 . Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan ... 80
5.3.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Kolam Ikan Air Tawar ... 81
5.3.4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Peternakan... 82
5.3.5. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan RTH Non-Pertanian ... 83
5.3.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman ... 84
5.4. Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi pada Berbagai Kelas Kemampuan Lahan dan Menurut Rencana Pola Ruang 2011-2031 ... 87
5.5. Arahan Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi .... 92
5.5.1. Identifikasi Faktor-faktor Strategis ... 92
A. Identifikasi Faktor Strategis Internal ... 92
B. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal ... 93
5.5.2. Evaluasi Faktor-faktor Strategis ... 93
A. Evaluasi Faktor Internal ... 93
B. Evaluasi Faktor Eksternal ... 95
VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 101
6.1. Simpulan ... 101
6.2. Saran ... 102
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ... 19 Tabel 2. Matriks Hubungan Antara Tujuan, Data, Metode, dan Keluran
Pada Setiap Tahap Penelitian ... 20 Tabel 3. Matriks Transformasi Penggunaan Lahan ... 24 Tabel 4. Format Data Dasar untuk Analisis Kuantifikasi Hayashi II
Menggunakan Pendekatan II ... 28 Tabel 5. Skala Pengisian Matriks Perbandingan Berpasangan ... 30 Tabel 6. Matriks SWOT untuk Menentukan Strategi Kebijakan ... 32
Tabel 7. Kecamatan dan Kelurahan dalam Wilayah Administrasi Kota
Sukabumi ... 36 Tabel 8. Nama Sungai yang Melintas di Kota Sukabumi ... 38 Tabel 9. Jumlah Penduduk Kota Sukabumi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2009 ... 39 Tabel 10. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia di Kota Sukabumi
Tahun 2009 ... 43 Tabel 11. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat
Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota
Sukabumi Tahun 2008-2009 ... 43 Tabel 12. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan
Utama dan Jenis Kelamin di Kota Sukabumi Tahun 2009 ... 44 Tabel 13. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Kota Sukabumi Tahun
2009 ... 45 Tabel 14. Distribusi Persentase PDRB Kota Sukabumi Atas Dasar Harga
Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2009 ... 46 Tabel 15. Gambaran Terminal di Kota Sukabumi Tahun 2007 ... 50 Tabel 16. Jumlah Penduduk yang Menggunakan Air Bersih di Kota
Sukabumi Tahun 2003-2007 ... 51 Tabel 17. Jumlah Pengguna Jaringan Listrik di Kota Sukabumi Tahun
2003-2007 ... 52 Tabel 18. Jumlah Prasarana Telekomunikasi di Kota Sukabumi Tahun
2003-2007 ... 52
Tebal 19. Tingkat Perkembangan Wilayah Kecamatan Tahun 2003 dan
Halaman
Tabel 21. Tipe Penggunaan Lahan yang Teridentifikasi dan Deskripsi
Masing-masing Tipe Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi ... 63 Tabel 22. Penggunaan Lahan Tahun 2002 dan Tahun 2007 di Kota Sukabumi . 64 Tabel 23. Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi Tahun
2002-2007 dalam Hektar (Ha) ... 68 Tabel 24. Nilai Proportional Shift Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi
Dalam Kurun Waktu 2002-2007 ... 71 Tabel 25. Lokasi Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan
Di Kota Sukabumi ... 72
Tabel 26. Jumlah Desa Tiap Hirarki pada Masing-masing Tipe
Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi ... 77 Tabel 27. Variabel-variabel yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan Sawah (Axis 1 dan Axis 2) ... 80 Tabel 28. Variabel-variabel yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan Tegalan (Axis 1 dan Axis 2) ... 81 Tabel 29. Variabel-variabel yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan Kolam Ikan Air Tawar (Axis 1 dan Axis 2) ... 82
Tabel 30. Variabel-variabel yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan RTH Non-Pertanian (Axis 1 dan 2) ... 84 Tabel 31. Variabel-variabel yang Berpengaruh Nyata Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan Pemukiman (Axis 1) ... 85 Tabel 32. Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi pada Berbagai Kelas
Kemampuan Lahan ... 87 Tabel 33. Kecocokan Antara Penggunaan Lahan Aktual dengan Kriteria
Teknis Masing-masing Kelas Kemampuan Lahan ... 89
Tabel 34. Kecocokan Antara Persepsi Masyarakat Mengenai Alokasi Penggunaan Lahan dengan Kriteria Teknis Kelas Kemampuan
Lahan ... 90 Tabel 35. Perkembangan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Pola
Ruang Tahun 2011-2031 ... 91 Tabel 36. Hasil Perhitungan Evaluasi Faktor Internal ... 94 Tabel 37. Hasil Perhitungan Evaluasi Faktor Eksternal ... 96 Tabel 38. Alternatif Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi . 98 Tabel 39. Pemilihan Alternatif Strategi Kebijakan Penggunaan Lahan di
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian ... 17
Gambar 2. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian ... 21
Gambar 3. Posisi Organisasi dan Strategi Yang Dapat Dipilih ... 33
Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Kota Sukabumi ... 35
Gambar 5. Kepadatan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2009 ... 40
Gambar 6. Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 41
Gambar 7. Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2009/2010 ... 42
Gambar 8. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap PDRB Tahun 2009 ... 46
Gambar 9. Peta Sebaran Hirarki Kecamatan Kota Sukabumi ... 57
Gambar 10. Grafik Perbandingan Hirarki Kelurahan Tahun 2003 dan Tahun 2008 ... 60
Gambar 11. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2002 Kota Sukabumi ... 65
Gambar 12. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2007 Kota Sukabumi ... 66
Gambar 13. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan ... 73
Gambar 14. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Infrastruktur Kota ... 74
Gambar 15. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Sawah ... 75
Gambar 16. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan RTH Non-Pertanian ... 75
Gambar 17. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman ... 76
Gambar 18. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Peternakan ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Foto Udara Kota Sukabumi Tahun 2002 ... 106
Lampiran 2. Peta Citra Quickbird Kota Sukabumi Tahun 2007 ... 107
Lampiran 3. Klasifikasi Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas ... 108
Lampiran 4. Jenis Data yang Dipergunakan dalam Analisis Skalogram ... 109
Lampiran 5. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan Hirarki Kecamatan Tahun 2003 ... 110
Lampiran 6. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan Hirarki Kecamatan Tahun 2008 ... 112
Lampiran 7. Indeks Perkembangan Desa (IPD) dan Hirarki Desa Tahun 2003 ... 114
Lampiran 8. Indeks Perkembangan Desa (IPD) dan Hirarki Desa Tahun 2008 ... 118
Lampiran 9. Peta Hirarki Wilayah Kota Sukabumi Tahun 2003 ... 122
Lampiran 10. Peta Hirarki Wilayah Kota Sukabumi Tahun 2008 ... 123
Lampiran 11. Titik Koordinat Lokasi Pengecekan Lapang Penggunaan Lahan Tahun 2012 ... 124
Lampiran 12. Peta Cek Lapang Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi Tahun 2012 ... 126
Lampiran 13. Pemusatan dan Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan Di Kota Sukabumi ... 127
Lampiran 14. Nama Desa Tiap Hirarki pada Masing-masing Tipe Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi ... 129
Lampiran 15. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Sawah ... 130
Lampiran 16. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan ... 131
Lampiran 17. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Kolam Ikan Air Tawar ... 132
Lampiran 18. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Peternakan ... 133
Lampiran 19. Skor Kategori Variabel-variabel dalam Identifikasi Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan RTH Non-Pertanian ... 134
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan
campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et
al., 2009). Hal ini sejalan dengan pengertian kawasan perkotaan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang, dimana dalam pasal 1
disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sebagai sistem yang kompleks, kota
memiliki 2 (dua) karakteristik utama yaitu sifat dinamik dan pertumbuhan
(Barredo et al., 2003) sehingga perubahan termasuk perubahan penggunaan lahan
merupakan hal yang sangat wajar. Oleh karenanya, kajian perubahan penggunaan
lahan cukup penting dilakukan pada wilayah perkotaan yang memiliki kecepatan
perubahan yang cukup tinggi dimana umumnya perubahan yang terjadi adalah
lahan pertanian diakuisisi untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk permukiman
dan industri/jasa (Trisasongko et al., 2009).
Pada dasarnya, perubahan yang terjadi dapat dipandang sebagai suatu
bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan
struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perubahan tersebut
tercermin melalui pertumbuhan aktivitas pemanfaaatan sumberdaya alam akibat
meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak
peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita serta adanya pergeseran
kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer (khususnya
sektor pertanian dan pengolahan sumber daya alam) ke aktivitas sektor sekunder
(manufaktur) dan tersier (jasa).
Menurut Rustiadi et al. (2009), perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi lahan pemukiman atau lahan industri/jasa terkait pula dengan nilai sewa
ekonomi tanah (land rent) dimana fenomena perubahan penggunaan lahan juga
merupakan konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu
perbandingan nilai land rent untuk penggunaan pertanian adalah 1 : 500 terhadap
penggunaan lahan untuk sektor industri, 1 : 622 terhadap penggunaan lahan untuk
perumahan, dan 1 : 14 terhadap penggunaan lahan untuk pariwisata sehingga
konversi lahan pertanian ke bentuk lain tidak dapat dihindarkan (Rustiadi dan
Wafda, 2007).
Wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran wilayah dari
5 (lima) kecamatan dan 33 (tiga puluh tiga) kelurahan (tahun 1995) menjadi 7
(tujuh) kecamatan dan 33 (tiga puluh tiga) kelurahan berdasarkan Perda No. 15
Tahun 2000. Kecamatan hasil pemekaran tersebut diistilahkan dengan kota baru
sementara kecamatan yang sudah ada (existing) diistilahkan dengan Kota Lama.
Sebagai daerah yang mengalami pemekaran, terdapat tingkat perkembangan
wilayah yang berbeda dimana hal ini mendorong pengembangan wilayah Kota
Baru sehingga perkembangan Kota Sukabumi dapat lebih merata. Dasar
pengembangan wilayah Kota Baru yang terletak di selatan Kota Sukabumi adalah
Urban Development sedangkan dasar pengembangan wilayah Kota Lama yang terletak di utara Kota Sukabumi adalah Urban Renewal.
Pemekaran wilayah menjadikan Kota Sukabumi memiliki karakteristik
wilayah perkotaan yang dinamis yaitu jumlah penduduk dan perkembangan
ekonomi. Jumlah penduduk Kota Sukabumi tahun 2009 adalah 282.228 jiwa
dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 2,69% per tahun sedangkan
rata-rata laju pertumbuhan perekonomian Kota Sukabumi adalah sebesar 6,20%
per tahun. Terdapat beberapa sektor perekonomian yang memiliki laju
pertumbuhan diatas laju pertumbuhan ekonomi kota yaitu sektor industri
pengolahan (9,67% per tahun), sektor listrik, gas, dan air bersih (8,76% per
tahun), sektor bangunan (7,52% per tahun), dan sektor pengangkutan dan
komunikasi (8,35% per tahun) (Draft RTRW Kota Sukabumi 2011-2031).
Secara umum, bentang alam Kota Sukabumi didominasi oleh daerah yang
relatif datar atau sedikit bergelombang dan pemanfaatan lahan didominasi oleh
lahan non terbangun dimana lahan sawah/pertanian lahan basah menempati urutan
pertama pemanfaatan lahan non terbangun yaitu sekitar 34,49% dari total luas
wilayah. Berdasarkan Statistik Pertanian Kota Sukabumi Tahun 1996-2007,
menjadi 1858,86 ha (Tahun 2007) dengan laju pengurangan kurang lebih 42 ha
per tahun. Lahan sawah tersebut mayoritas dialihfungsikan menjadi lahan
permukiman.
Dalam konstelasi regional, untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan
pembangunan dan merealisasikan tata ruang yang merupakan salah satu
kebijakan, pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui
pembagian 6 Wilayah Pengembangan (WP). Kota Sukabumi termasuk dalam WP
Sukabumi dan sekitarnya, bersama dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur yang ditetapkan untuk mendorong perkembangan koridor Sukabumi –
Cianjur dan PKN Pelabuhanratu, serta membatasi perkembangan di bagian
Selatan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Adapun sektor unggulan
yang diarahkan di WP Sukabumi dan sekitarnya meliputi pertanian, perkebunan,
perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan dan bisnis kelautan, serta
pertambangan mineral. Selain itu, dalam kebijakan struktur tata ruang Provinsi
Jawa Barat, Kota Sukabumi bersama Pelabuhanratu,
Cikampek-Cikopo-Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan Pangandaran diarahkan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala
nasional (Draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2011-2031).
Untuk menunjang rencana pengembangan WP Sukabumi, terdapat rencana
pengembangan infrastruktur wilayah di WP Sukabumi dan sekitarnya.
Pengembangan infrastruktur wilayah di Kota Sukabumi terdiri atas
pengembangan infrastruktur jalan, pengembangan infrastruktur perhubungan,
pengembangan infrastruktur sumberdaya air, pengembangan infrastruktur energi
pengembangan energi mandiri serta pengembangan pengembangan infrastruktur
permukiman yang dapat meningkatkan permintaan terhadap lahan sehingga
memicu perubahan penggunaan lahan. Hal tersebut menunjukkan sumberdaya
lahan menjadi semakin penting seiring bertambahnya jumlah penduduk dengan
laju yang tinggi serta akibat berkembangnya suatu wilayah yang membawa
konsekuensi tekanan terhadap permintaan lahan untuk berbagai keperluan seperti
untuk pemukiman/perumahan, pertambangan maupun untuk lokasi kegiatan
perdagangan/bisnis dan industri serta keperluan pembangunan infrastruktur
1.2. Perumusan Masalah
Pemekaran wilayah yang terjadi di Kota Sukabumi pada tahun 2000 telah
menyebabkan adanya tingkat perkembangan wilayah yang berbeda antara wilayah
eksisting (diistilahkan dengan Kota Lama) dan wilayah hasil pemekaran (diistilahkan dengan Kota Baru) dimana pembangunan fisik kota dilaksanakan
secara terkonsentrasi di wilayah Kota Lama sehingga pemanfaatan ruang di Kota
Sukabumi menjadi tidak optimal (RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013).
Agar tercipta keberimbangan antar wilayah Kota Lama dan Kota Baru,
Pemerintah Kota Sukabumi melakukan berbagai upaya yaitu dengan menciptakan
pusat kegiatan baru berskala regional di wilayah Kota Baru yang akan
menyebabkan perubahan pada sumberdaya fisik wilayah (lahan), struktur
ekonomi, dan penduduk. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muiz (2008)
bahwa pemekaran wilayah dapat meningkatkan perkembangan ekonomi maupun
perubahan penggunaan lahan.
Sejalan dengan perkembangan wilayah Kota Sukabumi serta peran Kota
Sukabumi sebagai salah satu pusat koleksi dan distribusi Wilayah Sukabumi dan
Sekitarnya telah mendorong dibangunnya berbagai infrastruktur pendukung.
Pemekaran wilayah, pertumbuhan penduduk dan ekonomi serta kebijakan dalam
pengembangan wilayah Kota Sukabumi dalam konstelasi regional Propinsi Jawa
Barat disamping adanya sifat kelangkaan pada sumberdaya lahan serta nilai sewa
ekonomi lahan (land rent) pada sumberdaya lahan itu sendiri telah menimbulkan
tekanan terhadap lahan dan meningkatkan laju perubahan penggunaan lahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu instrumen yang
mengatur dan mengorganisasikan perencanaan pola dan struktur ruang yang juga
merupakan instrumen yang mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang
wilayah kota diharapkan dapat mengendalikan laju perubahan penggunaan lahan
sehingga perubahan penggunaan lahan yang terjadi tidak menimbulkan dampak
Berdasarkan uraian tersebut, maka terdapat empat pertanyaan penelitian
dalam tesis ini yaitu :
1. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota
Sukabumi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di
Kota Sukabumi?
3. Bagaimana penggunaan lahan di Kota Sukabumi apabila dibandingkan dengan
kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan dalam RTRW?
4. Bagaimana strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah dan penggunaan lahan di Kota
Sukabumi,
2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan
di Kota Sukabumi,
3. Mengkaji penggunaan lahan di Kota Sukabumi dibandingkan dengan
kemampuan lahan dan arahan penggunaan lahan dalam RTRW,
4. Memberikan rekomendasi strategi arahan kebijakan penggunaan lahan di Kota
Sukabumi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai tingkat perkembangan wilayah dan perubahan
penggunaan lahan di Kota Sukabumi diharapkan dapat menjadi masukan dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan
Konsep lahan memiliki arti yang berbeda untuk setiap orang, tergantung
pada pandangan dan ketertarikan mereka pada suatu waktu. Konsep lahan yang
paling banyak diterima adalah bagian padat dari permukaan bumi, dan secara
lebih luas lagi konsep lahan meliputi semua permukaan bumi termasuk air dan es
sebagaimana tanah yang terdapat pada permukaan bumi (Barlowe, 1986). Lebih
lanjut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa lahan adalah
suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi,
dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk
didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun
sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan
akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial
dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini. Terdapat 2
(dua) jenis penggunaan lahan yaitu pengunaan lahan secara umum (major kind of
land use) dan penggunaan lahan secara terperinci (tipe penggunaan lahan atau land utilization type). Penggunaan lahan secara umum adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi,
kehutanan atau daerah rekreasi. Penggunaan lahan secara terperinci adalah tipe
penggunaan lahan yang dirinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu
daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu.
Pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting
untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan
permukaan bumi. Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis penampakan
yang ada di permukaan bumi sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan
dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Dengan demikian,
pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan menjadi hal yang
penting untuk perencanaan lahan dan kegiatan pengelolaan tanah (Lillesand dan
Kiefer, 1990).
Penggunaan lahan (land use) dari suatu lokasi dipengaruhi dari land rent
dimana land rent merupakan sewa ekonomi tanah yang ditentukan oleh biaya angkut produk. Dalam mekanisme pasar, kegiatan yang mempunyai nilai land
rent yang lebih tinggi menggeser kegiatan dengan nilai land rent yang lebih rendah dikarenakan land rent yang lebih tinggi mempunyai posisi tawar lebih
tinggi pula sehingga terbentuk land rent gradient. Dalam penggunaan lahan, land
rent gradient akan mempengaruhi dinamika penggunaannya. Aktivitas industri mempunyai nilai land rent paling besar disusul perdagangan, pemukiman,
pertanian internal, pertanian eksternal dan kehutanan (Rustiadi et al., 2009).
Konsep lain yang terkait dengan konsep land rent adalah konsep kapasitas
penggunaan lahan (land use-capacity) yang mengukur potensi produktif setiap
unit lahan yang digunakan untuk penggunaan tertentu pada waktu tertentu dengan
kondisi teknologi dan produksi tertentu. Land use-capacity meliputi kemampuan
relatif pada unit sumberdaya lahan tertentu untuk memproduksi surplus hasil dan
atau tingkat kepuasan di atas biaya dari penggunaan lahan yang memiliki 2 (dua)
komponen utama yaitu aksesibilitas dan kualitas sumberdaya. Aksesibilitas
meliputi kenyamanan, waktu, dan penghematan biaya transportasi terkait dengan
lokasi spesifik yang berkaitan dengan pasar, fasilitas pengiriman, dan sumberdaya
lainnya, dengan kata lain terkait dengan optimasi biaya transportasi dan
komunikasi serta pertimbangan jarak dan waktu. Kualitas sumberdaya meliputi
kemampuan relatif lahan untuk menghasilkan produk yang diinginkan,
keuntungan atau kepuasan dapat berupa kesuburan alami atau kemampuan untuk
merespon input pupuk, iklim dan unsur estetika.
Konsep Land use-capacity digunakan dalam ekonomi lahan untuk membedakan kemampuan komparatif dari setiap unit sumberdaya lahan untuk
menyediakan keuntungan bersih dan kepuasan lain. Secara keseluruhan, konsep
ini meliputi semua faktor yang mempengaruhi kemampuan sumberdaya lahan
untuk memproduksi keuntungan bersih apabila dibandingkan dengan unit lahan
yang lain. Kerusakan kota atau habisnya sebuah tambang dapat menurunkan land
use-capacity sedangkan program pembangunan dapat meningkatkan land use-capacity. Mengubah peluang dan pergeseran ke penggunaan yang baru seperti perubahan dari lahan pertanian ke permukiman memiliki dampak terhadap
dapat digunakan untuk beragam penggunaan dimana alokasi penggunaannya
didasarkan pada konsep highest and best use yang terdiri dari economic highest
and best use serta social highest and best use sehingga dapat memberikan hasil yang optimum kepada pengguna atau masyarakat. Economic highest and best use
terkait dengan beragam penggunaan dalam dunia komersial sedangkan social
highest and best use terkait dengan beragam aspirasi, tujuan, dan penilaian dari individu atau kelompok berbeda (Barlowe, 1986).
2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Menyebabkan
Perubahan Penggunaan Lahan
Salah satu sifat intrinsik yang melekat pada sumberdaya lahan yaitu
struktur kelangkaannya yang terdiri dari dua bentuk yaitu kelangkaan mutlak dan
kelangkaan relatif. Kelangkaan mutlak disebabkan sifat persediaan lahan yang
tetap sedangkan kelangkaan relatif disebabkan adanya distribusi lahan yang tidak
merata. Sifat persediaan lahan yang tetap (fixed) itulah yang dapat menimbulkan
persaingan dalam penggunaannya (Rustiadi dan Wafda, 2007). Selain itu,
Budiyanto (2011) menyatakan bahwa fenomena dikorbankannya suatu
pemanfaatan lahan untuk pemanfaatan lainnya ditimbulkan oleh sifat lahan yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan dimana pola pemanfaatannya dapat
berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia.
Proses alih fungsi lahan pada dasarnya suatu bentuk konsekuensi logis dari
adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat yang sedang berkembang, yang tercermin dari (1) pertumbuhan
aktivitas pemanfaaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan
kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah
penduduk dan kebutuhan per kapita dan (2) adanya pergeseran kontribusi
sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor-sektor-sektor primer (khususnya sektor-sektor pertanian dan
pengolahan sumber daya alam) ke aktivitas sektor sekunder (manufaktur) dan
tersier (jasa) (Rustiadi dan Wafda, 2007). Perubahan penggunaan lahan juga dapat
diakibatkan oleh perubahan kualitas sumberdaya lahan, perubahan teknologi dan
perubahan dari permintaan lahan (Barlowe, 1986).
Alih fungsi lahan juga merupakan bentuk dan konsekuensi logis dari
penggunaan lahan dengan land rent tertinggi. Namun konversi atau pergeseran
penggunaan lahan berlangsung searah dan bersifat tidak dapat balik (irreversible).
Sebagai contoh lahan sawah yang sudah terkonversi menjadi pemukiman hampir
tidak mungkin kembali menjadi sawah kembali (Rustiadi et al., 2009). Selanjutnya Rustiadi dan Wafda (2007) menyatakan bahwa nilai land rent untuk
penggunaan pertanian adalah 1 : 500 terhadap penggunaan lahan untuk sektor
industri, 1 : 622 terhadap penggunaan lahan untuk perumahan, dan 1 : 14 terhadap
penggunaan lahan untuk pariwisata sehingga konversi lahan pertanian ke bentuk
lain tidak dapat dihindarkan.
Kota merupakan sistem kompleks yang dibentuk oleh manusia yang
dicirikan 2 (dua) karakteristik utama yaitu sifat dinamik dan pertumbuhan
(Barredo et al., 2003) sehingga perubahan termasuk perubahan penggunaan lahan
merupakan hal yang sangat wajar. Hal ini terkait pula dengan hukum Geografi
pertama Tobler menyatakan makna utama dari dinamika perkotaan yaitu “Segala
sesuatu terkait dengan segala sesuatu yang lain, namun hal-hal yang lebih
berdekatan lebih terkait dibandingkan dengan hal-hal yang lebih jauh”. Menurut
Barredo et al. (2003), terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi alokasi penggunaan lahan yaitu (1) karakteristik lingkungan; (2) karakteristik tetangga
pada skala lokal; (3) karakteristik ruang perkotaan (contohnya aksesibilitas); (4)
kebijakan perencanaan perkotaan dan regional; dan (5) faktor yang terkait dengan
preferensi individual, tingkat perkembangan ekonomi, sosial ekonomi dan sistem
politik.
Salah satu metode untuk deteksi perubahan tutupan maupun penggunaan
lahan adalah dengan menggunakan data penginderaan jauh (Abd. El-Kawy et al.,
2011) dimana data tutupan lahan/penggunaan lahan yang kontinyu dan tepat
menjadi kriteria masukan yang utama bagi program pembangunan berkelanjutan.
Rekomendasi kebijakan bagi pengelolaan penutupan/penggunaan lahan yang lebih
baik dibuat berdasarkan hasil indentifikasi penyebab perubahan. Terdapat
beberapa metode analisis faktor penyebab perubahan penggunaan lahan
diantaranya adalah model logit baik binomial maupun multinomial yang
digunakan oleh Carolita (2005) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Serang, Muiz (2009) dalam analisis perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Sukabumi dan Gunadi (2011) dalam analisis perubahan penggunaan
lahan di Kabupaten Ciamis. Variabel respon pada regresi logistik bersifat
kategorikal sedangkan variabel bebas dapat berupa variabel kategorik maupun
interval. Untuk variabel bebas berupa variabel mengelompokkan dapat digunakan
analisis Hayashi Kuantitatif Tipe II (Saefulhakim, 2006). Metode kuantifikasi ini
dikembangkan dan diteliti untuk analisis data kualitatif. Pada kuantifikasi tipe II,
perhatian utamanya adalah menganalisis hubungan antara variabel respon dengan
variabel tujuan serta untuk mendiskriminankan kategori variabel penjelas.
Penggunaan metode Hayashi Tipe II antara lain untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam memilih komoditas yang akan
dibudidayakan di lahan usahanya di Kabupaten Bantul (Sitorus et al, 2006) serta
kajian pengaruh permukaan lahan terhadap terjadinya badai debu di Mongolia,
China ( Li et al., 2005).
Dari penelitian yang dilakukan Munibah di DAS Cidanau (2008), faktor
yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan
pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah dan jarak dari jalan
raya sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan
lahan dari pertanian menjadi pemukiman adalah elevasi, jarak dari jalan raya, dan
kepadatan penduduk. Adapun faktor jarak dari jalan raya merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kedua tipe perubahan tersebut. Hasil penelitian Muiz (2008)
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi
disebabkan oleh kerapatan jalan, pemekaran kecamatan, elevasi, jenis tanah,
kemiringan lereng, dan perubahan hirarki kecamatan. Kelembagaan juga
diindikasikan menjadi salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
alih guna lahan. Pada penelitian mengenai konversi lahan di sekitar jalur tol
Cikampek, Trisasongko et al. (2009) menyatakan bahwa dengan adanya keputusan pengembangan kawasan tertentu, petani menjual lahan pertanian
mereka dimana lahan pertanian tersebut akan dijadikan pemukiman maupun
2.3. Evaluasi Kemampuan Lahan
Evaluasi lahan merupakan proses komprehensif yang membutuhkan
informasi lingkungan yang luas dan dikembangkan dari klasifikasi awal
berdasarkan sifat fisiknya dan dilakukan dengan merangking lahan dalam kategori
yang mencerminkan pembatas yang bertambah terhadap penggunaan (Rustiadi et
al., 2009). Selain itu, evaluasi lahan merupakan proses penilaian suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)
yang menghasilkan klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan (Rustiadi et al.,
2009). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam
proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) dimana hasilnya
memberi alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan
penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan
dapat digunakan secara lestari.
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan salah satu bentuk evaluasi lahan
(Arsyad, 2010). Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang
diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau
kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini, maka
akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe
penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan
adalah pengelompokkan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya
untuk tujuan penggunaan tertentu. Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu
lahan untuk tujuan penggunaan secara umum. Beberapa ahli mengartikan
kemampuan (capability) lahan sebagai kapasitas suatu lahan untuk berproduksi
tanpa menimbulkan kerusakan dalan jangka waktu panjang. Kemampuan lahan
juga diartikan sebagai klasifikasi lahan yang didasarkan pada faktor-faktor
penghambat yang merusakkan. Sedangkan kesesuaian lahan merupakan
kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007).
Evaluasi kesesuaian lahan untuk pertanian dan kehutanan di berbagai
Negara pada dasarnya mengacu pada Klasifikasi Kemampuan Lahan USDA atau
Klasifikasi Kemampuan Lahan FAO. Klasifikasi Kemampuan Lahan USDA
memerlukan data tentang sifat-sifat fisik/morfologi tanah dan lahan yang dapat
diamati di lapang tanpa memerlukan data tentang sifat-sifat kimia tanah yang
harus dianalisis di laboratorium. Sistem USDA mengenal 3 kategori yaitu kelas,
sub-kelas, dan unit berdasarkan kemampuan lahan tersebut untuk memproduksi
pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang.
Sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah
sangat mudah berubah sehingga kurang relevan untuk digunakan (Hardjowigeno
dan Widiatmaka, 2007).
Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya
faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam Kelas I sampai Kelas
VIII, dimana semakin tinggi kelas(kelas VIII), kualitas lahan semakin rendah dan
resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan
penggunaan yang dapat diterapkan semakin terbatas (Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009). Rustiadi et al., (2009) menyatakan bahwa lahan dengan kemampuan paling tinggi memungkinkan penggunaan yang
intensif dari tujuan yang sangat luas. Arsyad (2010) memodifikasi sistem USDA
dan mengemukakan cara yang dapat diterapkan di Indonesia dimana karakteristik
lahan pencirinya adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat permanen atau
sulit diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif
tanah, tingkat erosi yang terjadi, liat masam, batuan di permukaan tanah, ancaman
banjir atau genangan air yang tetap dan iklim. Hasil dari evaluasi kemampuan
lahan dapat digunakan untuk revisi alokasi pemanfaatan ruang saat ini yang
dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan saat ini dengan hasil analisa
kemampuan lahan. Rekomendasi diberikan pada lahan yang penggunaannya tidak
sesuai dengan kelas kemampuan lahan tersebut yang dapat berupa perubahan
penggunaan lahan atau penerapan teknologi sesuai syarat yang diperlukan dalam
penggunaan lahan tersebut agar lahan dapat dipergunakan secara berkelanjutan
(Permen LH Nomor 17 Tahun 2009).
2.4. Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
dengn suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang
dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). Sedangkan Sistem Informasi Geografis
mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara
manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan
manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus dan
Wiradisastra, 2000). Kedua teknologi ini bersifat komplementer, dimana
penginderaan jauh dapat merekam data/informasi permukaan bumi lebih cepat dan
baru, yang manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dalam SIG. Dalam hal ini
kemampuan SIG memadukan data dijital penginderaan jauh dengan data lain
berupa peta maupun data tabular lainnya setelah dikonversi ke data dijital.
Beberapa topik yang menonjol tentang gabungan data inderaja dengan SIG antara
lain dalam studi data multitemporal yang memerlukan penggabungan data dijital
dengan data analog atau data tabular.
Citra satelit sebagai data penginderaan jauh merupakan informasi yang
memberikan gambaran mengenai tutupan (coverage) wilayah secara luas, cepat,
konsisten dan terkini (up to date) sehingga dapat digunakan dalam evaluasi
pemanfaatan ruang aktual (existing land use and land cover) untuk menggambarkan kondisi fisik wilayah secara aktual (Rustiadi et al., 2009) serta
menunjang studi perubahan wilayah perkotaan serta arah perubahannya (Wentz et
al., 2006). Menurut Treitz and Rogan (2004) penggunaan lahan adalah sebuah konsep yang abstrak, merupakan campuran dari faktor sosial, budaya, ekonomi
dan kebijakan serta memiliki hubungan terbatas dengan penginderaan jauh. Data
penginderaan jauh merekam sifat spektral permukaan bahan, sehingga lebih erat
terkait dengan tutupan lahan. Seringkali, data klasifikasi penginderaan jauh,
terutama untuk deteksi perubahan dalam konteks monitoring, digunakan dalam
GIS. Analisis terpadu dalam kerangka basis data spasial sering diperlukan untuk
menetapkan penutupan lahan untuk menjadi penggunaan lahan yang sesuai.
Hasil analisis citra satelit dan SIG akan memberikan beragam informasi
spasial seperti sebaran sumberdaya hutan, kawasan terbangun (built up area),
perairan umum, kondisi pencemaran, kawasan kritis, dan sebagainya. Berdasarkan
hasil evaluasi, maka dapat dilakukan berbagai analisis untuk perencanaan wilayah
yang dikemukakan Treitz and Rogan (2004) bahwa terjadi peningkatan kebutuhan
data penginderaan jauh dan teknik analisis yang terkait dengan deteksi dan
monitoring perubahan terutama dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya
serta digunakan dalam perumusan kebijakan, mengkaji pola
penutupan/penggunaan lahan dan kecenderungannya antar waktu. Di Indonesia
sendiri, data penginderaan jauh yang disertai dengan analisis spasial dalam sains
informasi geografi menjadi tumpuan utama dalam analisis perubahan penggunaan
lahan dikarenakan kurang baiknya ketersediaan informasi riwayat penggunaan
lahan (Trisasongko et al., 2009).
2.5. Penataan Ruang
Barlowe (1986) mengemukakan salah satu sudut pandang penting
mengenai lahan sebagai ruang. Dalam sudut pandang ini lahan diandaikan sebagai
ruang (kamar/room) dan permukaan tempat hidup, yang memiliki jumlah yang
tetap dan tidak dapat dirusak. Lahan diandaikan seperti ruang kubus yang meliputi
ruang di bawah permukaan dimana mineral ditemukan, ruang tempat kehidupan
manusia sehari-hari (permukaan), dan ruang diatasnya (udara). Lebih lanjut
Rustiadi et al. (2009) mengemukakan bahwa istilah “ruang” lebih dilihat sebagai
tempat kehidupan, dengan demikian pengertian ruang tidak lain adalah biosphere
yang terdiri atas sebagian dari geosphere (permukaan kulit bumi hingga
kedalaman kira-kira 3 m dalam tanah dan 200 m di bawah muka laut) dan
sebagian atas atmosphere (hingga kira-kira 30 m di atas permukaan tanah).
Konsep ruang kehidupan (biosphere) ini belakangan diubah (disesuaikan)
batasnya menjadi ruang yang didasarkan pada kemampuan teknologi manusia
dalam mengakses dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di alam sehingga
menjangkau ruang yang jauh melebihi batasan-batasan alamiah sebelumnya. Hal
ini sejalan dengan pengertian ruang sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana dalam pasal 1
disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
Secara alamiah, hukum alam telah menyebabkan terdistribusinya segala
sumberdaya alam dengan suatu keteraturan dinamis yang berpola dan terstruktur
secara spasial maupun waktu. Aktivitas manusia sebagai mahluk yang
memanfaatkan sumberdaya alam juga memiliki kecenderungan-kecenderungan
yang berpola dan terstruktur secara spasial. Secara keseluruhan, berbagai
konfigurasi spasial tersebut yang membentuk keseimbangan pola dan struktur
ruang disebut sebagai tata ruang. Istilah pola pemanfaatan ruang dicerminkan
dengan gambaran pencampuran atau keterkaitan spasial antar sumberdaya dan
pemanfaatannya sedangkan struktur pemanfaatan ruang dicerminkan dengan
gambaran mengenai hubungan (linkages) antara aspek-aspek aktivitas-aktivitas
pemanfaatan ruang (Rustiadi et.al, 2009).
Ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi
tanah dan air. Ruang merupakan bagian dari alam yang dapat pula menimbulkan
suatu pertentangan jika tidak diatur dan direncanakan dengan baik dalam
penggunaan dan pengembangannya (Rustiadi et al., 2009). Beberapa perencanaan
penting perlu memasukkan unsur sumberdaya lahan karena kesejahteraan setiap
orang dalam masyarakat bergantung pada bagaimana kita menggunakan basis
sumberdaya lahan (Barlowe, 1986). Oleh karena itu, urgensi atas penataan ruang
timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi
publik terhadap kegagalan mekanisme pasar dalam menciptakan pola dan struktur
ruang yang sesuai dengan tujuan bersama (Rustiadi et. al , 2009). Berdasarkan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, muatan rencana tata ruang mencakup
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Dimana rencana struktur ruang
meliputi rencana sistem pusat pemukiman dan rencana sistem jaringan prasarana
sedangkan rencana pola ruang meliputi peruntukkan kawasan lindung dan
kawasan budidaya sehingga penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan
keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan.
Namun demikian, aspek pengendalian dalam sistem penataan ruang di
mengorganisasikan aspek tersebut sangat miskin dan lemah (Rustiadi dan Wafda,
2007). Hal tersebut menyebabkan produk perencanaan seperti Rencana Tata
Ruang Wilayah menjadi dokumen perencanaan yang tidak menjadi acuan yang
kuat dan tidak terimplementasi dengan baik. Selain itu, terdapat beberapa bias
dalam penataan ruang sebagai berikut : (1) Administration Bias, yaitu rencana tata
ruang disusun terkotak-kotak dalam batas wilayah administratif sehingga
mempersulit pengelolaan sumberdaya alam yang melintasi batas administrasi
seperti Daerah Aliran Sungai; (2) Urban Bias, dalam pengertian lebih berpihak
dan mementingkan perkotaan; (3) Terestrial Bias, yaitu makna NKRI sebagai
negara kepulauan tidak tercermin dalam ketentuan perundangan maupun di dalam
sistem penataan ruang secara keseluruhan; (4) Government Bias, penataan ruang
diidentikkan dengan domain otoritas pemerintah; dan (5) Planning bias, yaitu
kuatnya pandangan bahwa unsur perencanaan tata ruang lebih kuat dibandingkan
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Sukabumi yang memiliki luas wilayah
4800 hektar dan secara administrasi terbagi ke dalam 7 (tujuh) kecamatan dan 33
(tiga puluh tiga) kelurahan. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli
sampai bulan Februari 2012. Peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
3.2. Pelaksanaan Penelitian
Tingkat perubahan dan pergeseran penggunaan lahan yang terjadi dikaji
melalui beberapa pendekatan antara lain dengan identifikasi tingkat
perkembangan wilayah, identifikasi pemusatan dan pergeseran penggunaan lahan,
identifikasi faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan dan identifikasi
kemampuan lahan Kota Sukabumi. Hasilnya dapat memberikan rekomendasi
berupa strategi kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi. Oleh karena itu,
hasil penelitian berjudul “Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Perubahan
dalam penataan dan penyusunan kebijakan penggunaan lahan bagi pemerintah
daerah. Pola pemanfaatan ruang mencerminkan keterkaitan antara sumberdaya
lahan dengan pemanfaatannya sedangkan struktur pemanfaatan ruang
mencerminkan hubungan antar aspek aktivitas dalam pemanfaatan ruang dimana
pola dan struktur pemanfaatan ruang ini turut mempengaruhi penggunaan lahan di
Kota Sukabumi.
3.2.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu:
1) interpretasi data penginderaan jauh 2 (dua) titik tahun yaitu Foto Udara Tahun
2002 dan Citra Quickbird Tahun 2007 untuk membuat peta penggunaan lahan
yang akan di-overlay dalam deteksi perubahan penggunaan lahan. Foto
Udara Tahun 2002 dan Citra Quickbird Tahun 2007 masing-masing
ditampilkan pada Lampiran 1 dan 2.
2) pengecekan lapangan (ground check) untuk mengecek kesesuaian antara
kondisi lapang dengan hasil interpretasi data penginderaan jauh yang telah
dilakukan.
3) Wawancara dan pengisian kuisioner untuk memperoleh persepsi masyarakat
mengenai alokasi penggunaan lahan. Responden dalam penelitian ini
ditetapkan dengan metode Purpossive Sampling dengan jumlah sebanyak 12
(dua belas) orang. Responden yang dipilih berasal dari Bappeda Kota
Sukabumi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Sukabumi, Dinas
Pekerjaan Umum Kota Sukabumi, Dinas Pengelolaan Persampahan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Sukabumi, Kantor Lingkungan Hidup
Kota Sukabumi, Universitas Muhammadiyah Kota Sukabumi dan masyarakat
(petani).
Data sekunder yang dikumpulkan berupa data Potensi Desa Kota
Sukabumi Tahun 2003 dan Tahun 2008, peta-peta tematik dan Sukabumi Dalam
Angka serta informasi lain yang terkait dengan penggunaan lahan dalam ruang
penelitian, buku, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu, serta
penelusuran dari internet. Data yang digunakan ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Pelaksanaan Penelitian
No. Jenis Data Variabel Yang
Digunakan
Sumber Data
1. Data Penginderaan Jauh 2 Titik Tahun
Penggunaan Lahan Bappeda Kota Sukabumi
2. Peta Tematik Batas Administrasi,
Penggunaan lahan
Bappeda Kota Sukabumi
3. Data Potensi Desa Infrastruktur dan aksesibilitas
Lab. Bangwil Dept.ITSL
3.2.2. Analisis Data
Data dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta penggunaan
lahan Kota Sukabumi Tahun 2002 dan Tahun 2007 yang berasal dari interpretasi
Foto Udara Tahun 2002 dan Citra Quickbird Tahun 2007. Sebelumnya dilakukan
koreksi geometri dengan menggunakan titik ikat medan agar foto udara dan citra
dapat semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan asli di lapangan. Data dan
sumber data yang digunakan, metode analisis serta keluaran pada setiap tahapan
penelitian terangkum pada Tabel 2 sedangkan pelaksanaan penelitian secara
1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah dan perubahan
penggunaan lahan di Kota Sukabumi
• Tipe penggunaan lahan • Data Penginderaan Jauh 2 titik tahun
• Peta Administrasi • Data Potensi Desa Kota
Sukabumi
• Bappeda Kota Sukabumi Sumber data :
• BPS
• Digitasi On screen • Verifikasi (Ground
Check) • Overlay
• Analisis Skalogram • Analisis LQ dan SSA
• Peta penggunaan lahan 2 titik tahun
• Matrik Perubahan penggunaan lahan • Identifikasi
Perkembangan Wilayah • Identifikasi pusat
perubahan dan pergeseran
• Keluaran dari Tujuan 1
• Data aksesibilitas Peta lereng
• Data hirarki wilayah
• Bappeda Kota Sukabumi Sumber data :
• Hasil analisis skalogram
• Overlay
• Hayashi Quantification II
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan
3. Mengkaji penggunaan lahan di Kota Sukabumi yang dibandingkan • Rencana Pola Ruang
• Keluaran tujuan 1 • Peta Kemampuan lahan • Peta RTRW
• Bappeda Kota Sukabumi Sumberdata:
• Overlay Kesesuaian pemanfaatan lahan dengan kemampuan lahan dan rencana pola ruang
4. Mengetahui arahan
• Keluaran tujuan 1 • Peta rencana pola ruang • Wawancara dan Kuisioner
• Overlay • AHP • SWOT
Masukan mengenai arahan strategi kebijakan penggunaan lahan di Kota Sukabumi
Gambar 2. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Data PODES Tahun 2003 &
2008
Foto Udara 2002 & Citra QB 2007
Interpretasi
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2002 & 2007
Deteksi Perubahan
Data Spasial Data Atribut
Hayashi
Tingkat Perkembangan Wilayah dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Sukabumi
Masukan dalam penyusunan kebijakan pemanfaatan ruang dan sebagai bahan pengendalian bagi pelaksanaan
kebijakan pemanfaatan ruang di Kota Sukabumi overlay
3.3 Analisis Data
A. Identifikasi Perkembangan Wilayah
Skalogram digunakan dalam pemetaan hirarki wilayah. Teknik skalogram
yang digunakan adalah Skalogram Tipe IV dimana data dasar yang digunakan
selain data fasilitas yang dimiliki oleh suatu wilayah, juga menggunakan data
aksesibilitas suatu wilayah terhadap suatu jenis fasilitas. Data dasar yang
digunakan adalah data jumlah unit fasilitas dan data jarak terhadap suatu fasilitas
apabila fasilitas tersebut tidak dimiliki, kedua data tersebut diperoleh dari Data
Potensi Desa Tahun 2003 dan Data Potensi Desa Tahun 2008.
Pengolahan data fasilitas dengan menggunakan Teknik Skalogram Tipe IV
sama dengan pengolahan data fasilitas pada Teknik Skalogram Tipe III atau
Skalogram terbobot yang didasari pemikiran bahwa bobot atau nilai dari suatu
fasilitas adalah tidak sama. Sebagai faktor pembobot untuk setiap jenis fasilitas
adalah nilai rasio dari jumlah total unit wilayah terhadap jumlah unit wilayah yang
memiliki fasilitas tersebut. Dengan mengalikan nilai bobot dengan matriks data
dasar maka akan diperoleh nilai terbobot dari jumlah fasilitas tertentu yang
terdapat di wilayah tertentu, dengan persamaan sebagai berikut :
Dimana : n = jumlah total wilayah
nj
X
= jumlah wilayah yang memiliki fasilitas ke-j
ij
Untuk pengolahan data aksesibilitas, semakin dekat jarak terhadap suatu
fasilitas maka semakin bagus akses terhadap fasilitas tersebut, demikian
sebaliknya semakin jauh jarak terhadap suatu fasilitas maka semakin jelek
aksesnya. Oleh karena itu pada tahap awal, data jarak diinverskan terlebih dahulu
sehingga semakin jauh jarak maka kapasitas akses akan semakin kecil dan
semakin dekat jarak maka kapasitas akses akan semakin besar. Data jarak
diinverskan dengan cara memberi nilai pangkat -1 pada data jarak sebagai berikut: = jumlah unit fasilitas ke-j di wilayah ke-i
Xi,j = Xi,j-1 = 1/ X dimana X
i,j
i,j
Wilayah yang memiliki fasilitas tertentu akan memiliki nilai data jarak terhadap
hasil tak terhingga sehingga untuk mengatasinya, nilai aksesibilitas dihitung dari
nilai maksimum aksesibilitas untuk seluruh unit wilayah ditambah standar
deviasinya. Dengan demikian, wilayah yang berjarak 0 dari suatu fasilitas akan
memiliki nilai aksesibilitas yang tinggi yang persamaannya adalah sebagai
berikut:
max (Xi,j) + stdev (Xi,j
Selanjutnya untuk setiap wilayah, nilai terbobot dari semua fasilitas yang
dimilikinya dan nilai aksesibilitasnya dijumlahkan sehingga diperoleh nilai indeks
perkembangan di setiap unit wilayah. Dari nilai selang indeks perkembangan
dapat diketahui hirarki masing-masing wilayah, yaitu sebagai berikut : )
1. Wilayah-wilayah yang nilai indeks perkembangannya di atas nilai rataan
(mean) + 1,5 atau 2 kali standar deviasi termasuk dalam kelompok wilayah
hierarki I;
2. Wilayah-wilayah yang nilai indeks perkembangannya di antara nilai rataan
(mean) dan nilai rataan (mean) + 1,5 atau 2 kali standar deviasi termasuk
dalam kelompok wilayah hierarki II;
3. Wilayah-wilayah yang nilai indeks perkembangannya di bawah nilai rataan
(mean) termasuk dalam kelompok wilayah hierarki III.
Analisis skalogram selain digunakan untuk menentukan indeks
perkembangan wilayah dalam pemetaan hierarki wilayah, terkait pula dengan
analisis perubahan penggunaan lahan karena berhubungan pula dengan jumlah
built up area yaitu fasilitas (pemukiman, jalan dan lainnya) yang merupakan dasar penentuan indeks perkembangan wilayah.
B. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan
Peta penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil delineasi penggunaan
lahan Foto Udara Tahun 2002 dan Citra Quickbird Tahun 2007 di-overlay untuk
deteksi perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan matriks transformasi
sehingga dapat mendeteksi perubahan lahan dari satu tipe ke tipe lainnya
termasuk luas dan sebarannya. Matriks transformasi penggunaan lahan dapat
Tabel 3. Matriks Transformasi Penutupan Lahan.
PL n = tipe penggunaan lahan ke-n
C. Identifikasi Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis Location Quotient (LQ) dipergunakan untuk mengidentifikasi lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktivitas perubahan
penggunaan lahan tertentu. Data yang dipergunakan dalam analisis ini adalah
selisih luas penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007 pada unit wilayah
kelurahan.
Persamaan umum analisis LQ adalah :
X
= total luas perubahan penggunaan lahan di kelurahan ke-I (ha)
.j
X
= luas perubahan penggunaan lahan ke-j di Kota Sukabumi (ha)
..
Adapun interpretasi hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut :
= total luas perubahan penggunaan lahan di Kota Sukabumi (ha)
• Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu
atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui
bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah
yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan jenis pemanfaatan tertentu.
• Jika nilai LQij
• Jika nilai LQ
= 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasi
aktifitas di wilayah ke-I sama dengan rata-rata total wilayah.
ij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih
kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh
wilayah.
D. Identifikasi Pergeseran Perubahan Penggunaan Lahan
Analisis pergeseran perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan
menggunakan metode analisis Shift Share–Analysis (SSA). Dari ketiga komponen
yang terdapat dalam SSA, komponen yang digunakan dalam analisis pergeseran
penggunaan lahan dalam penelitian yang dilaksanakan hanya 2 (dua) yaitu
komponen proportional shift dan differential shift. Nilai proportional shift negatif
(-) menunjukkan adanya pergeseran berupa pengurangan luas penggunaan lahan
tertentu secara agregat di Kota Sukabumi, sebaliknya nilai positif (+)
menunjukkan adanya pergeseran berupa penambahan luas penggunaan lahan
tertentu secara agregat di Kota Sukabumi. Komponen differential shift digunakan
bersama dengan hasil analisis LQ untuk menunjukkan pergeseran penggunaan
lahan di sub wilayah yaitu kelurahan. Nilai differential shift negatif (-)
menunjukkan adanya pergeseran berupa pengurangan luas penggunaan lahan
tertentu di sub wilayah (kelurahan), sebaliknya nilai positif (+) menunjukkan
adanya pergeseran berupa penambahan luas penggunaan lahan tertentu di sub
wilayah (kelurahan). Jenis data yang dianalisis menggunakan metode SSA ini
adalah data luas jenis penggunaan lahan yang terdiri dari 2 (dua) titik tahun dalam
unit wilayah (sub wilayah) kelurahan. Adapun persamaan umum dari Shift Share
Analysis ini adalah :