• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKP 4 Tepat Lokasi , Prosedur,

2 SKP 5  Kebijakan / Panduan Hand hygiene

 SPO Cuci tangan  V

 SPO lima momen cuci tangan V

Dokumen Implementasi:

 Bukti Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci tangan 

V

Sumber : Telusur dokumen Klinik Trio Husada, 2016

Evaluasi refleksi dari tahap penentuan masalah setelah diberikan pretest dan di telusur dokumen didapatkan semua responden dalam mengisi kuisioner tampak kelihatan belum mengetahui tentang

6 sasaran patient safety. Analisa dari hasil kuisioner didapatkan bahwa mereka menjawab benar dari SKP 1 dan SKP 5 dikarenakan responden sering melakukan hal tersebut. Dari telusur dokumen didapatkan kurangnya peran manajemen untuk melengkapi dan melanjutkan program patient safety yaitu 6 sasaran keselamatan pasien.

2) Siklus 1 Implementasi Patient safety

Pada siklus 1 ini rencana (plan) implementasi dijelaskan kembali oleh peneliti, setelah melihat hasil dari evaluasi maka peneliti di siklus yang pertama akan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pasien safety dan 6 sasaran keselamatan pasien berdasarkan (PERMENKES, 2011). Peneliti menggunakan metode ceramah dan demonstrasi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang 6 sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada. Peneliti pada siklus yang ke 1 ini akan membantu pembuatan tim patient safety guna untuk melengkapi dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan juga pembentukan penanggung jawab tim

patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu.

Metode yang digunakan dalam melakukan (do) siklus yang ke satu ini yaitu dengan metode ceramah dengan waktu (1x20 menit) serta melakukan demonstrasi, tanya jawab dan nantinya dipraktekan atau di ulang kembali oleh responden dengan waktu (1x30 menit) sesuai dengan kontrak dan jadwal waktu yang sudah ditentukan

bersama. Materi SKP 1- 6 dilakukan di ruang aula lantai 2 Klinik Trio Husada Batu ,pada tanggal 6 Februari 2016 dengan materi SKP 1 serta penjelasan dan sosialisasi SOP , karena dokumen SKP 1 sudah ada maka tinggal di refresh kembali.

Pemberian materi diberikan secara langsung dengan 2 sesi pagi dan sore yaitu dilakukan langsung 6 SKP jadi ada 6 materi untuk penjelasan dan demonstrasi 6 sasaran keselamatan pasien. Peneliti merencanakan langsung dan dibagi 2 sesi dikarenakan mengumpulkan untuk bersama sangat susah.

Pada tahap pelaksanaan ceramah SKP 1 identifikasi pasien (do) semua responden diam dan mendengarkan materi yang diajarkan karena ini juga sebagai refresh kembali untuk responden.

Gambar 4.4 Foto Ceramah Materi Implementasi 6 Sasaran Keselamatan Pasien

Pada saat demontrasi ini dilakukan oleh perwakilan perawat yang melakukan pemasangan gelang sesuai warna, serta penulisan status di gelang dan juga penandaan kepada responden lainya, menurut Syaiful (2008) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan - bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan - gerakan, suatu proses maupun hal - hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan- kesimpulan yang diharapkan.

Gambar 4.6 Foto Demonstrasi Materi SKP 1 Ketepatan Identifikasi Pasien.

Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 1 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti.

Materi selanjutnya diberikan materi SKP 2 tentang komunikasi efektif. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang cara komunikasi efektif baik lisan pada saat operan shift ataupun juga pada saat telepon dengan dokter. Metode yang dijelaskan peneliti yaitu dengan metode SBAR. Hal ini juga dijelaskan menurut Kemenkes,(2011) komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat instruksi atau perintah diberikan melalui telepon. Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien dan wajib mengupayakan pemenuhan keselamatan pasien. Salah satunya adalah peningkatan komunikasi yang efektif.

Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien. Komunikasi yang tepat, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Jenis komunikasi yang dapat dilakukan untuk menunjang pelaksanaan keselataman pasien menurut Sammer, Lykens, Singh, Mains, & Lackan, (2010) diantaranya: Structured techniques (read-back, SBAR).

Manojlovich, (2007) menyatakan komunikasi dokter dan perawat mempunyai peran penting dalam menentukan derajat kesehatan pasien, dan kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin baik komunikasi diantara perawat dan dokter semakin baik hasil perawatan yang diberikan.

Gambar 4.7 Foto Ceramah Materi SKP 2 Peningkatan Komunikasi Efektif. Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi cara penulisan SBAR untuk memandu dalam komunikasi efektif baik lisan maupun via telepon dan juga penulisan di RM pasien.

Gambar 4.8 Foto Ceramah Materi SKP 2 Penulisan Metode SBAR

Setelah dilakukan demonstrasi oleh peneliti dan juga responden, didapatkan hasil (check) ternyata perawat dan dokter yang hadir pada saat materi ke 2 memahami pentingnya komunikasi efektif ini, dalam metode penulisan SBAR dimana untuk mencegah kesalahan terjadinya miss komunikasi antar unit. Pada data studi dokumen didapatkan pada rekam medis selama 3 bulan terakhir tidak didapatkan penggunaan metode komunikasi yang tepat yaitu menggunakan metode SBAR, dari hasil kuisioner pretest 15 orang tenaga medis pada bagian SKP 2 komunikasi efektif juga didapatkan sedikit memahami tenaga medis tentang komunikasi efektif tetapi bukan menggunakan metode SBAR. Dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6 Hasil Pretest SKP 2 Komunikasi Efektif SKP 2

Komunikasi Efektif n % Sebelum

Kurang 8 40%

Cukup 12 60%

Baik 0 0%

Sumber : Data Primer Analisis Kuisioner SKP 2, 2016

Dari 3 soal tentang pemahaman SKP 2 komunikasi efektif didapatkan 12 orang mendapatkan nilai cukup (60%) sisanya 8 orang mendapatkan nilai kurang (40%) perbandingan sangat sedikit sekali yang memahami dari komunikasi efektif tapi tidak memahami tentang penulisan metode SBAR. Dari data kuisioner tersebut maka dilakukan demonstrasi cara penulisan dan

komunikasi efektif menggunakan metode SBAR. Pada saat demostrasi dokter memeragakan menelpon perawat untuk melakukan demostrasi komunikasi efektif dengan metode SBAR.

Seperti yang dinyatakan langsung oleh perawat di Klinik Trio Husada bahwa :

“Enak menggunakan metode ini sehingga perawat tidak sering disalahkan pak sama dokternya , sering terjadi miss komunikasi jadi harus berulang ulang telepon ke dokter , bahkan ke Unit lainya juga. ”(informan “Perawat”).

“ Kami belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang ini pak, biasanya menggunakan soap saja dan bicara yang inti saja , kadang juga ada yang terlewat/ terlupa.”(Informan “ perawat”)

Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 2 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti.

Materi selanjutnya diberikan materi SKP 3 tentang peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert medications). Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana pengelompokan obat dan juga keamanan obat risiko tinggi. Metode yang digunakan peneliti yaitu dengan menjelaskan tentang penatalaksanaan obat high alert dengan pemberian label pada box obat serta pada ampul obat. Peneliti juga menjelaskan tentang NORUM/LASA (Look a like Sound a Like), yang memiliki

nama hampir mirip dan ucapan juga menyerupai serta bentuk yang hampir sama. Serta peneliti juga menekankan melakukan double check sebelum memberikan obat kepada unit terkait, karena untuk mengurangi dari kesalahan pemberian obat. Dalam hal ini juga di tekankan oleh (Permenkes,2011) bahwa obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan ucapan mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Gambar 4.10 Foto Ceramah Materi SKP 3 Peningkatan Kewaspadaan Obat High Alert.

Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi cara meningkatkan kewaspadaan obat (high alert) untuk memandu dalam pengertian LASA/NORUM. Serta disini peneliti juga memberikan gambaran tentang contoh obat high alert yang ada di Klinik Trio Husada agar mudah untuk memahaminya.

Gambar 4.11 Foto Demonstrasi Materi SKP 3 Peningkatan Kewaspadaan Obat High Alert.

Pada penelitian ini peneliti melakukan (check) tentang tingkat kepahaman setelah dilakukan ceramah dan demontrasi pada saat pertemuan ke 3 ini yang datang dari semua petugas apotek dan juga perawat, itu dikarenakan hal ini bersangkutan dengan obat dan cara peningkatan kewaspadaan high alert.

Pada saat peneliti mengevaluasi tentang hasil dari ceramah dan demonstrasi tentang LASA, ternyata dari pihak apotek juga ingin menerapkan hal tersebut karena mungkin terlalu repot sehingga tidak sempat dan juga kurang komunikasi dengan apotekernya sehingga tidak paham apa yang harus dilakukan untuk pengembangan di apotek.

“ ibu apotekernya datang seminggu kadang 3 kali saja pak , jadi kita bingung tentang penandaan obat, kami juga sering disalahkan sama perawat karena salah ambil obat. Mungkin karena terburu – buru mintanya mereka. Sekarang mungkin kami akan lebih teliti dan akan segera kami berikan tanda untuk mengurangi kesalahan pemberian obat, dan melakukan double check (Informan “ A.A”)

Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode

tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 3 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti terutama di unit apotek dan perawat.

Materi selanjutnya diberikan materi SKP 4 tentang kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana pengelompokan obat dan juga keamanan obat risiko tinggi.

Di Klinik Trio Husada masih jarang sekali melakukan tindakan operasi dikarenakan dari pihak Klinik Trio Husada tidak ingin mengambil risiko dari tindakan operasi, di lain hal juga tidak adanya ruangan khusus untuk tindakan operasi sehingga apabila terdapat pasien yang ingin melakukan operasi maka dokter menyarankan untuk dirujuk ke RS terdekat. Hal ini juga ditegaskan oleh dokter bahwa :

“Jarang sekali ada kasus untuk dilakukan tindakan operasi disini, sekalipun ada juga parah dan langsung kami rujuk ke RS karena kami tidak mau berisiko mallpraktek karena juga klinik pratama yang harus melakukan operasi tanpa anastesi. Banyak pasien minta untuk operasi lipom tapi kami menolak mas, karena diluar batas kewenangan klinik. Pemilik meminta hanya fokus pada tindakan dasar yang sesuai batas kewenangan saja. Sehingga sosialisasi kebijkan dan aturan sop belum ada. (Informan “ dokter x”)

Meskipun tidak adanya hal tersebut, peneliti memberikan informasi tentang sasaran keselamatan pasien dimana

memungkinkan suatu saat nanti akan berkembangnya klinik maka dasar dari hal tersebut sudah dipahami sebelumnya.

Gambar 4.12 Foto ceramah materi SKP 4 kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.

Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi tentang SKP 4 , di mana hal tersebut bekerja sama dengan dokter sebagai penanda lokasi yang akan melakukan tindakan, serta perawat yang akan mencatat sign in – time out sehingga semua demonstrasi tersebut dapat terlaksana.

Gambar 4.13 Foto demonstrasi materi SKP 4 kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.

Setelah melakukan ceramah dan demostrasi peneliti melakukan pengecekan (check) terhadap materi yang telah

disampaikan. Peserta sudah dapat memahami tentang prosedur dari SKP 4 mengenai ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi.

Materi selanjutnya diberikan materi SKP 5 tentang pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana mengurangi risiko infeksi di Klinik Trio Husada terutama tentang 5 waktu penting penggunaan antiseptik.

Dalam sasaran Internasional Safety Goals yang kelima adalah pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, program yang dikembangkan dalam hal ini adalah mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dengan menerapkan hand hygiene yang efektif. Rumah sakit mengadopsi pedoman tersebut yang bersumber dari WHO Patient safety.

Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dengan menerapkan program hand hygiene yang efektif, terutama pada 5 momen :

Gambar 4.14 5 moment cuci tangan (WHO)

Bagaimana cara melakukannya? Dengan menggunakan TEPUNG SELACI PUPUT

Dokumen terkait