• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Skrining Fitokimia

Tujuan utama skrining fitokimia adalah mensurvei tumbuhan agar mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk

pengobatan. Dalam penelitian ini, skrining perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri, contohnya adalah senyawa alkaloid, polifenol, flavonoid, tanin, dan lain-lain. Analisis kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa dalam tumbuhan tersebut dapat dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji tabung dan uji kualitatif secara KLT.

1. Uji tabung

Tujuan utama uji tabung yaitu untuk mengetahui kandungan kimia daun binahong yang kemudian dipertegas dengan melakukan uji KLT. Uji tabung yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloida, uji polifenol, uji tanin, uji flavoida, dan uji saponin.

Berikut adalah hasil pengamatan uji tabung terhadap larutan uji ekstrak daun binahong :

Tabel III. Hasil uji tabung ekstrak etanol daun binahong

No Pengujian Pengamatan Hasil

1. Uji alkoloida

Filtrat A1 + dragendroff Filtrat A2 + mayer

Terbentuk endapan coklat Terbentuk endapan putih

+ + 2. Uji Polifenol

Filtrat + FeCl3 Larutan berwarna hijau biru + 3. Uji Flavonoid

Filrat + logam Mg

Filrat +logam Mg+ HCl pekat

Intensitas warna kuning-hijau Warna kuning semakin pekat

- - 4. Uji Tanin

Filtrat + NaCl 2% + gelatin 1% Tidak terdapat endapan + 5. Uji Saponin

Pembentukan buih Terbentuk buih 30 menit +

Keterangan : (+) = mengandung senyawa yang dimaksud ; (-) = tidak mengandung senyawa yang dimaksud.

a. Uji alkaloida. Pada uji alkaloida dilakukan penambahan asan klorida (HCl) dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan alkaloid, karena alkaloid akan bereaksi dengan asam kuat membentuk garam yang mudah larut air. Selanjutnya dilakukan penambahan pereaksi Dragendroff pada filtrat A1 terjadi endapan coklat karena terbentuknya senyawa adhisi yang tidak larut, sementara pada filtrat A2 dilakukan penambahan Mayer dan terbentuk endapan putih hal tersebut juga dikarenakan ada senyawa adhisi yang tidak larut. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh endapan yang berarti di dalam sampel dimungkinkan terdapat alkaloid.

b. Uji flavonoid. Pada uji flavonoid, larutan uji daun binahong diuapkan sampai kering lalu residu yang diperoleh dilarutkan dalam metanol panas 50% yang selanjutnya ditambahkan logam Mg. Logam magnesium digunakan sebagai pereduksi dimana reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam dengan penambahahan HCl pekat. Reduksi antara logam magnesium dengan HCl pekat akan menghasilkan warna kuning kemerahan atau jingga. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman tersebut mengandung senyawa flavonoid. Berikut adalah reaksi persamaan rekasi antara ion magnesium dan gugus OH fenolik pada senyawa falvonoid :

Dalam penelitian ini setelah penambahan HCl pekat, larutan tidak berubah warna menjadi merah maupun jingga sehingga kemungkinan tidak ada flavonoid yang terkandung didalam daun binahong.

c. Uji Polifenol. Penambahan pereaksi besi (III) klorida, mengindikasikan adanya gugus fenol. Reaksi senyawa polifenol dengan FeCl3 akan membentuk kompleks warna. Perubahan warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenol. Reaksinya adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Reaksi antara senyawa fenolik dengan FeCl3 (Herlinawati,2003) Pada penelitian ini terjadi warna hijau kebiru-biruan. Jadi kemungkinan terdapat senyawa polifenol dalam ekstrak etanol daun binahong.

d. Uji Tanin. Penambahan gelatin dilakukan untuk mempercepat pengendapan tanin yang larut dalam air. Gelatin merupakan senyawa yang bisa menyerap air, sehingga air akan tertarik oleh gelatin, selain itu gelatin mengandung protein dimana tanin dapat mengendapkan protein dan NaCl

akan bereaksi semakin cepat dengan tanin untuk membentuk endapan garam Na asam. Reaksinya adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Reaksi antara NaCl dengan senyawa fenolik (Herlinawati,2003) Hasil penelitian dari serbuk daun binahong menunjukkan hasil positif , yaitu terjadi endapan.

e. Uji saponin. Pada uji saponin, terbentuk buih setelah ditambah dengan air dan digojok kuat selama 30 detik setinggi 1,5 cm. Buih yang terbentuk ini akan tahan dalam jangka waktu relatif lama. Hal ini dibuktikan dengan buih akan tetap ada setelah dibiarkan selama 30 menit. Buih yang terbentuk disebabkan karena terbentuknya sabun pada saat penggojogan dengan aquadest. Saponin merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus hidrofob dan gugus hidrofil. Gugus hidrofil dan gugus hidrofob ini akan membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus hidrofob akan menghadap keluar dan gugus hidrofil menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa. Sifat ini menyerupai surfaktan/sabun yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara udara/gas dengan air yang berupa emulsi gas dalam air (buih).

Berikut adalah mekanisme reaksi hidrolisis saponin dalam air sehingga dapat membentuk buih :

Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Santos et al., 1978) 2. Uji kromatografi lapis tipis

Secara umum tujuan uji KLT adalah untuk mempertegas hasil yang didapatkan pada uji tabung diatas. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah senyawa yang akan dipisahkan oleh fase gerak akan dilewatkan pada media tetap (fase diam), sehingga molekul-molekul yang terdapat pada senyawa tersebut akan memiliki interaksi yang berbeda-beda dengan fase diamnya. Molekul dengan interaksi yang lebih kuat dengan fase diam, akan lewat lebih lama dan memiliki nilai Rf yang lebih kecil dibandingkan dengan molekul yang interaksinya lemah. Analisis dengan KLT mempunyai beberapa keuntungan, yaitu penanganannya sederhana, selain itu sampel dan pelarut yang digunakan juga sedikit.

a. Uji KLT alkaloid. Fase diam yang digunakan pada pengujian alkaloid adalah silika gel GF254. Silika gel merupakan adsorben yang paling banyak digunakan dalam pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT), silika gel yang digunakan pada penelitian ini dicampur perekat CaSO4 dan indikator

floresensi. Fase gerak yang digunakan dalam pengujian alkaloid ini adalah etil asetat : methanol : air (70:20:10). Pembanding alkaloid pada penelitian ini adalah daun kebucung (Datura metel). Daun kecubung mengandung alkaloida hiosamin (atropine) dan skopolamin (Sastrapradja,1978). Menurut Titis dkk (2013) isolat alkaloid ekstrak etanol daun binahong mengandung senyawa betanidin dan sklopolamin yang terdapat juga pada daun kecubung. Sampel dan pembanding ditotolkan bersama-sama pada lempeng KLT sebanyak 3 kali secara bertahap. Kemudian lempeng KLT dielusikan pada batas tertentu (10 cm). setelah itu, lempeng KLT akan dideteksi dibawah sinar UV 254 nm, UV 366 nm, dan dideteksi dengan pereaksi semprot Dragendorf.

Berikut adalah nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT alkaloid : Tabel IV. Hasil uji alkaloid ekstrak etanol daun binahong

dengan metode KLT

Bercak No

Deteksi

UV 254 UV 366 Uap Amoniak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

Sampel 1 0,59 Kuning kecoklatan 0,59 Hijau- Kehitaman 0,59 Coklat kehitaman 2 0,7 Kuning kecoklatan 0,7 - 0,7 Coklat kehitaman Daun kecubung 0,5% 1 0,39 Kuning kecoklatan - - - - 2 0,4 Kuning kecoklatan - - - - 3 0,49 Kuning kecoklatan - - - - 4 0,58 Kuning kecoklatan 0,58 Ungu 0,58 Coklat kehitaman 5 0,68 0,68 Ungu - -

Data pada tabel IV memperlihatkan sampel yang diuji mengandung alkaloid. Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf dan warna bercak yang mirip antara ekstrak etanol daun binahong pada no. 1 dan 2 dengan ekstrak daun kecubung pada no. 4 dan 5. Ketika dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof akan tampak warna orange kehitaman. Berikut adalah mekanisme reaksi antara pereaksi Dragendroff dengan alkaloid sehingga menimbulkan warna orange kehitaman :

Gambar 6. Reaksi antara alkaloid dengan pereaksi Dragendroff (Sumaryanto,2009)

b. Uji tanin. Uji KLT tanin menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat : methanol : air (100 :13,5:10). Sampel dan pembanding yang berupa asam tanat 1% ditotolkan pada lempeng KLT kemudian dielusi pada batas tertentu (10cm). setelah itu dideteksi dengan UV 254 nm, UV 366 nm, dan peraksi FeCl3.

Berikut adalah nilai untuk Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF254 , fase gerak etil asetat : metanol : air (100:13,5:10) dan pembanding tanin 1% untuk analisis tanin.

Tabel V. Hasil Uji Tanin Ekstrak Etanol Daun Binahong dengan Metode KLT

Bercak No

Deteksi

UV 254 UV 366 Uap Amoniak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

Sampel 1 0,1 Ungu - - 0,15 Kuning

2 0,19 Ungu - - 0,19 Ungu 3 0,58 Ungu - - 0,58 Ungu 4 0,75 Ungu kehitaman 0,75 Ungu-kehitaman 0,75 ungu kehitaman Asam tanat 1% 1 0,62 Ungu 0,62 Ungu- Kehitaman 0,62 Ungu

Data pada tabel V memperlihatkan sampel yang diuji mengandung tanin. Hasil positif tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan warna bercak ketika disemprot dengan FeCl3. Hal ini terjadi karena adanya reaksi antara FeCl3 dengan gugus fenolik yang terdapat pada tanin. Perbedaan nilai Rf diduga karena adanya perbedaan jenis tanin. Pada mekanisme reaksi antara FeCl3 dengan gugus fenolik yang terdapat pada tanin terjadi kecenderungan Fe dalam pembentukan senyawa kompleks. Fe dapat mengikat 6 pasangan elektron bebas sehingga ion Fe3+ dalam pembentukan senyawa kompleks akan terhidridasi membentuk hidridisasi d2sp3, dan akan terisi oleh 6 pasang elektron bebas atom O pada tanin. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar mekanisme reaksi dibawah ini :

Gambar 7. Reaksi gugus fenolik dengan FeCl3 (Halimah,2010)

C. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binahong Terhadap

Dokumen terkait