• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskriptif dan korelasi

Pekerjaan

1. Pegawai Swasta 2. Pegawai Negeri Sipil 3. Wiraswasta

4. Ibu Rumah Tangga 5. Pensiunan Deskripitif dan korelasi Besar Keluarga (BKKN (1998) diacu dalam Marut (2008) 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5-7 orang) 3. Besar (> 7 orang) Deskriptif dan korelasi

Peubah Kategori Analisis Data Pendapatan perkapita (skala interval) 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Deskriptif dan korelasi

Riwayat Kesehatan 1. Diabetes Mellitus 2. Hipertensi Deskriptif korelasi dan Status Gizi berdasarkan

IMT (WHO 2004) 1. Underweight (< 18,5) 2. Normal (18,5-24,99) 3. Overweight (25,00-29,99) 4. Obesitas (≥ 30,00) Deskriptif dan Korelasi

Penerangan Diet 1. Ya 2. Tidak Deskriptif korelasi dan

Kadar Trigliserida

(Boedhidarmojo (1993) diacu dalam Krisnatuti dan Yenrina (1999))

1. Normal (< 150 mg/dl)

2. Tinggi (> 150 mg/dl) Deskriptif

Kadar Kolesterol Total

National Cholesterol Education Program (2001) 1. Rendah (< 200 mg/dl) 2. Sedang (200-239 mg/dl) 3. Tinggi (≥ 240 mg/dl) Deskriptif Kadar HDL National Cholesterol Education Program (2001) 1. Baik (> 40 mg/dl) 2. Buruk (< 40 mg/dl) Deskriptif Kadar LDL National Cholesterol Education Program (2001) 1. Optimal (< 100 mg/dl) 2. Mendekati Optimal (100-129 mg/dl) 3. Sedang (130-159 mg/dl) 4. Tinggi (160-189) 5. Sangat Tinggi (≥ 190 mg/dl) Deskriptif

Tekanan Darah Sistolik (JNC VI) 1. Normal (120-130 mmHg) 2. Normal Tinggi (130-139 mmHg) 3. Hipertensi Ringan (140-159 mmHg) 4. Hipertensi Sedang (160-179 mmHg) 5. Hipertensi Berat (180-209 mmHg) Deskriptif

Tekanan Darah Diastolik (JNC VI) 1. Normal (80-85 mmHg) 2. Normal Tinggi (85-89 mm Hg) 3. Hipertensi Ringan (90-99 mm Hg) 4. Hipertensi Sedang (100-109 mm Hg) 5. Hipertensi Berat (≥ 110 mmHg) Deskriptif Aktivitas Fisik 1. Sangat Ringan 2. Ringan 3. Sedang 4. Berat Deskriptif dan korelasi

Kebiasaan Berolahraga 1. Ya 2. Tidak Deskriptif korelasi dan

Jenis Olahraga 1. Jalan Pagi 2. Senam 3. Renang

Deskriptif dan korelasi

Durasi Olahraga 1. < 15 menit 2. 15-30 menit 3. > 30 menit Deskriptif dan korelasi Frekuensi Olahraga 1. 1-7 kali 2. 8-14 kali 3. 15-22 kali 4. 23-30 kali Deskriptif dan korelasi

Kebiasaan Merokok 1. Ya 2. Tidak Deskriptif korelasi dan

Jumlah Rokok yang Dihisap

1. ≤ 5 batang 2. 6-10 batang 3. 11-14 batang 4. > 14 batang Deskriptif dan korelasi Lama Merokok 1 .< 5 tahun 2. 5-10 tahun 3. 11-15 tahun 4. > 15 tahun Deskriptif dan korelasi

Peubah Kategori Analisis Data Usia Awal Merokok

1. 10-15 tahun 2. 16-20 tahun 3. 21-25 tahun 4. 26-30 tahun Deskriptif dan korelasi

Food Recall Deskriptif

Frekuensi Konsumsi Bahan

Pangan dalam Setahun Deskriptif

Kelengkapan Bahan

Pangan dalam Sehari Deskriptif

Preferensi Jenis Pangan Deskriptif

Analisis data yang digunakan yaitu uji korelasi Rank Spearman. Uji tersebut digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, penerangan diet, riwayat kesehatan, status gizi, aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok dengan kadar lipid darah dan tekanan darah.

Definisi Operasional

Contoh adalah orang yang menderita penyakit jantung koroner berdasarkan hasil diagnosa dokter, baik contoh lama maupun contoh baru, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak mengalami komplikasi gangguan hati dan ginjal.

Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah koroner karena adanya plak atau aterosklerosis dan menggunakan indikator kadar lipid darah serta tekanan darah.

Kadar Lipid Darah adalah kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar HDL, dan kadar LDL contoh.

Tekanan Darah adalah besarnya aliran darah contoh yang terdiri atas sistolik dan diastolik.

Umur adalah jumlah tahun yang dilalui contoh dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.

Jenis Kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh contoh.

Pendapatan per Kapita adalah jumlah penerimaan yang berasal dari gaji dan upah baik pokok maupun hasil sampingan di keluarga yang dapat disetarakan dalam rupiah dalam kurun waktu satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam Rp/kap/bln.

Gaya Hidup adalah cara hidup seseorang sehari-hari yang dilihat dari kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan kebiasaan berolahraga.

Aktivitas Fisik adalah banyaknya waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang . Aktivitas fisik dibagi ke dalam 3 kategori yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat berdasarkan faktor aktivitasnya.

Kebiasaan Berolahraga adalah jenis, durasi, dan frekuensi berolahraga dalam kurun waktu sebulan terakhir.

Kebiasaan Merokok adalah riwayat merokok contoh sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner yang dilihat dari jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan usia awal merokok.

Pola Makan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh contoh serta frekuensi makan lengkap, frekuensi konsumsi bahan pangan, kelengkapan bahan pangan dan preferensi jenis pangan.

Makanan Sepinggan Lengkap adalah hidangan seimbang yang mempunyai kandungan gizi yang lengkap untuk tubuh dalam kadar yang benar, misalnya nasi goreng, kwetiau, gado-gado, spaghetti, dan lain-lain.

Makanan Pokok adalah sumber gizi dasar yang tidak menyediakan keseluruhan zat gizi untuk tubuh, misalnya beras, gandum, jagung, dan umbi -umbian.

Lauk Hewani adalah bahan pangan yang berasal dari hewan sebagai su mber protein dan lemak misalnya daging-dagingan, telur, susu, dan hasil olahannya. Lauk Nabati adalah bahan pangan yang berasal dari tumbuhan sebagai sumber protein dan lemak misalnya kacang-kacangan dan produk hasil olahannya. Sayuran dan Buah adalah bahan pangan sumber vitamin dan mineral misalnya bayam, kangkung, wortel, jeruk, pisang, dan lain -lain.

Riwayat Kesehatan adalah informasi mengenai penyakit yang diderita sebelum contoh terkena penyakit jantung koroner yang terdiri dari hipertensi dan diabetes mellitus.

RSUP Persahabatan mulai dibangun pada tahun 1961. Rumah sakit ini merupakan sumbangan dari pemerintah Rusia kepada pemerintah Indonesia. Penyerahan secara resmi dilakukan pada tanggal 7 November 1963. Rumah Sakit Persahabatan merupakan Pusat Rujukan Nasional Kesehatan Paru serta Laboratorium Kuman Tuberkulosis dan mendapat pengakuan international sebagai WHO Collaborating Centre.

Saat ini Rumah Sakit Persahabatan sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Pusat Kesehatan Respirasi Nasional yang nantinya dapat menanggulangi secara aktif masalah kesehatan respirasi di Indonesia. Selain itu juga melaksanakan pelayanan prima di bidang kesehatan respirasi baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta bersifat komprehensif dan one stop service untuk berbagai disiplin terkait dengan kesehatan respirasi. Pelayanan yang diberikan bertaraf international dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan menjawab persaingan global.

Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit pendidikan baik untuk pendidikan dokter spesialis dan juga untuk tempat pendidikan dan pelatihan dokter, perawat, petugas laboratorium, rekam medis dan petugas lain yang berasal dari berbagai daerah. Rumah Sakit Persahabatan merupakan rumah sakit tipe B yang berlokasi di Jakarta Timur yang secara administratif merupakan rumah sakit vertikal di bawah Departemen Kesehatan RI, cq. Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Luas dari RSUP Persahabatan kurang lebih 13.5 hektar.

Karakteristik Sosial Ekonomi Umur

Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 43-80 tahun dengan rata- rata umur 63 tahun. Lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada kisaran usia dewasa madya atau berada pada kisaran usia 41-65 tahun (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur

Kisaran Umur n Jumlah %

20-40 tahun 0 0

41-65 tahun 18 58.1

> 65 tahun 13 41.9

Menurut Maulana (2007), usia 45 tahun merupakan usia yang kritis dan harus diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika sudah memasuki masa menopause. Hal tersebut dikarenakan seiring dengan meningkatnya usia, efisiensi dari sistem kardiovaskuler pun menurun dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan (Patel 1994).

Jenis Kelamin

Penyakit jantung koroner umumnya dikenal sebagai penyakit pria, namun tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan juga dapat teserang penyakit ini (Maulana 2007). Lebih dari separuh contoh (61,3%) memiliki jenis kelamin laki- laki (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n Jumlah %

Laki Laki 19 61.3

Perempuan 12 38.7

Total 31 100.0

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan pernyataan Patel (1994) bahwa pria dibawah usia 50 tahun memiliki risiko 3 atau 5 kali lebih besar terkena atau meninggal akibat jantung koroner dari kaum wanita. Sebelum memasuki masa menopause, kaum wanita memiliki suatu ”pelindung alami” yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen ini berperan dalam menjaga tingkat kolesterol darah, yaitu menjaga HDL (High Density Lipoprotein) tetap tinggi dan LDL (Low Density Lipoprotein) tetap rendah. Selain itu, hormon estrogen juga berfungsi untuk mengurangi risiko terjadinya pembekuan darah (Maulana 2007).

Tingkat Pendidikan

Pendidikan contoh bervariasi antara Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Persentase terbesar contoh berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu 48.4 persen (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

Pendidikan n Jumlah % SD 7 22.6 SMP 3 9.7 SMA/SMK 15 48.4 PT 6 19.4 Total 31 100.0

Tingkat pendidikan tidak secara langsung mempengaruhi kadar lipid darah dan tekanan darah pasien. Namun, diduga mempengaruhi pemilihan jenis bahan pangan yang dikonsumsi sehari -hari. Menurut Hardinsyah (1985) tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang dalam memilih bahan pangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih bahan pangan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah.

Pekerjaan

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu (BPS 1998 dalam Setiawati 2006). Lebih dari separuh contoh (58,1%) sudah tidak bekerja atau pensiunan (Tabel 6). Banyaknya contoh yang tidak bekerja diduga karena rata -rata usia contoh sudah tidak berada dalam usia produktif.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan n Jumlah %

Pegawai Swasta 4 12.9

Pegawai Negeri Sipil 1 3.2

Wiraswasta 3 9.7

Pensiun 18 58.1

Ibu Rumah Tangga 5 16.1

Total 31 100.0

Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi gaya hidup dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek (Engel et al 1994). Gaya hidup yang diduga yaitu yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Contoh yang pensiun cenderung memiliki aktivitas fisik yang sangat ringan dibandingkan contoh yang masih be kerja. Besar Keluarga

Besar keluarga contoh berkisar antara 1 hingga 11 orang dengan rata- rata berjumlah 3 orang. Menurut BKKBN (1998) diacu dalam Marut (2008),besar keluarga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (> 7 orang). Sebagian besar contoh (87,1%) termasuk dalam keluarga kecil (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga

Jumlah Anggota Keluarga Jumlah

n %

≤ 4 Orang 27 87.1

5-7 Orang 2 6.5

> 7 Orang 2 6.4

Total 31 100.0

Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Selain itu juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam keluarga (Sukarni 1994). Lingkungan keluarga juga termasuk dalam faktor risiko penyakit jantung koroner. Hal tersebut disebabkan keadaan rumah yang penuh tekanan, adanya perselisihan, dan persaingan tidak sehat yang terjadi di dalam keluarga sehingga dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan tekanan darah tinggi (Patel 1994).

Pendapatan per Kapita

Pendapatan per kapita per bulan contoh berkisar antara Rp 125.000,00 hingga Rp 1.333.333.33 dengan rata-rata Rp 494.218.33 Lebih dari separuh contoh (54,8%) termasuk dalam kategori sedang dan hampir dari separuh contoh (42%) termasuk dalam kategori rendah (Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita

Tingkat Pendapatan n Jumlah %

Rendah 13 42

Sedang 17 54.8

Tinggi 1 3.2

Total 31 100.0

Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli seseorang. Rendahnya pendapatan mengakibatkan seseorang tak mampu membeli bahan pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo et al. 1994). Madanijah (2004) menyatakan bahwa perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam hal kualitas maupun kuantitas akan lebih baik.

Penerangan Diet

Penerangan diet yang dimaksud yaitu penjelasan mengenai diet yang terkait dengan penyakit jantung koroner yang didapatkan dari dokter atau ahli gizi. Lebih dari separuh contoh (54,8%) tidak pernah mendapatkan penerangan diet (Tabel 9). Hal ini diduga disebabkan oleh tidak adanya ahli gizi yang khusus

ditempatkan di instalasi rawat jalan penyakit jantung yang dapat menjelaskan jenis makanan atau diet yang tepat untuk penyakit jantung koroner.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan penerangan diet

Penerangan Diet Jumlah

n %

Pernah 14 45.2

Tidak Pernah 17 54.8

Total 31 100.0

Umumnya contoh mendapatkan penerangan diet ketika sedang dirawat inap di rumah sakit atau sehabis operasi. Media yang digunakan dalam penerangan diet yaitu dalam bentuk leaflet yang berisikan jenis makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan serta contoh menu.

Status Gizi

Status gizi contoh pada penelitian ini berkisar antara kurus (underweight) hingga overweight. Pengelompokkan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (berat badan terhadap tinggi badan) contoh.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status Gizi n Jumlah %

Underweight 3 9.7

Normal 18 58.1

Overweight 10 32.3

Obesitas 0 0

Total 31 100.0

Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (58,1%) berada pada status gizi normal, hanya sebagian kecil contoh (32,3%) yang berada pada status gizi overweight dan tidak ada pasien yang berada pada status gizi obesitas. Obesitas timbul sebagai akibat dari konsumsi makanan dalam jumlah kalori yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kalori yang dibakar sehingga disimpan sebagai lemak dalam tubuh. Jika tubuh kelebihan berat badan maka jantung akan bekerja lebih keras untuk menyediakan darah ke semua lemak yang berlebih (Patel 1994).

Riwayat Kesehatan

Hampir dari separuh contoh (35,5%) tidak mengetahui apakah pernah terkena diabetes mellitus atau hipertensi sebelum terdiagnosis penyakit jantung koroner (Tabel 11). Sebanyak 22.6 persen contoh mengalami hipertensi dan

sebanyak 16.1 persen contoh mengalami diabetes mellitus sebelum terserang penyakit jantung koroner.

Jenis penyakit lainnya yang termasuk dalam riwayat kesehatan pada Tabel 11 antara lain maag, bronchitis, Coronary Heart Failure (CHF), dan lain- lain. Banyaknya contoh yang tidak mengetahui riwayat kesehatan diduga disebabkan oleh contoh yang tidak pernah memeriksakan keadaan kesehatannya secara rutin.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kesehatan

Riwayat Kesehatan n Jumlah %

Hipertensi 7 22.6

Diabetes 5 16.1

Lainnya 8 25.8

Tidak Diketahui 11 35.5

Total 31 100.0

Tekanan tinggi di dalam arteri (pembuluh nadi) akan merusak dinding pembuluh darah dan merangsang timbulnya aterosklerosis atau ateroma (Maulana 2004). Sedangkan diabetes menyebabkan k adar gula darah yang tidak terkontrol sehingga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah) (Soegondo 2007).

Gaya Hidup

Gaya hidup menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya yang digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari diri seseorang. Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah (Sumarwan 2002). Gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner yaitu berkaitan dengan aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan merokok.

Aktivitas Fisik

Gerak fisik yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental maksimal. Umumnya aktivitas yang dilakukan oleh pasien sehari-hari yaitu berjalan, berbaring, kegiatan beribadah, dan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, dan memasak.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik

Tingkat Aktivitas Fisik n Jumlah %

Sangat Ringan 15 48.4

Ringan 12 38.7

Sedang 0 0

Berat 4 12.9

Total 31 100.0

Berdasarkan Tabel di atas, persentase terbesar contoh (48,4%) memiliki aktivitas fisik sangat ringan dan tidak ada contoh yang memiliki aktivitas fisik sedang. Banyaknya contoh yang memiliki aktivitas fisik sangat ringan diduga disebabkan oleh rata-rata usia contoh yang sudah tua. Selain itu, para penderita janting koroner memang tidak diperbolehkan untuk beraktivitas terlalu berat karena dapat memberikan beban yang lebih besar terhadap jantung.

Menurut Masino (2006) seseorang yang kurang aktif bergerak akan mempunyai resiko dua sampai tiga kali lebih besar untuk menderita serangan jantung dibanding orang yang aktif dan melakukan olahraga secara teratur. Hal tersebut dikarenakan latihan secara teratur dapat memperkuat otot jantung, memperbaiki sistem peredaran darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya kegemukan.

Kebiasaan Berolahraga

Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (2000), jika olahraga dilakukan dengan teratur, jantung akan menjadi lebih kuat dan berdaya guna. Arteri yang mensuplai otot jantung dengan darah akan bertambah besar ukurannya dan mengurangi risiko serangan lebih lanjut. Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar contoh (83,9%) memiliki kebiasaan berolahraga sehari-hari.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga

Kebiasaan Berolahraga n Jumlah (%)

Ya 26 83.9

Tidak 5 16.1

Total 31 100.0

Menurut American College of Sports Medicine (2001), olahraga yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga aerobik sedangkan yang tidak dianjurkan yaitu yang berkaitan dengan penguatan otot. Jenis olahraga aerobik yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, jogging, senam pagi, ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengepel, membuang sampah, dan lain-lain. Seseorang yang memiliki penyakit jantung koroner

seharusnya memiliki suatu perencanaan olahraga yang dikonsultasikan dengan dokter dan secara berkala mengevaluasi perencanaan olahraga tersebut (American College of Sports Medicine 2001).

Jenis Olahraga

Jenis olahraga yang baik untuk para penderita jantung koroner adalah jenis olahraga yang memiliki intensitas yang sedang seperti jalan pagi, jalan cepat, senam, dan lain-lain (Lee & Paffenbarger 2001). Beberapa penelitian dalam Lee & Paffenbarger (2001) menyatakan bahwa jeni s olahraga yang baik untuk penderita jantung koroner yaitu olahraga dengan intensitas sedang hingga bersemangat (vigorous). Pemilihan jenis olahraga sebaiknya disesuaikan dengan keadaan penyakit penderita penyakit jantung koroner.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga

Jenis Olahraga n Jumlah %

Jalan Pagi 18 69.2

Senam 7 26.9

Renang 1 3.9

Total 26 100.0

Berdasarkan tabel di atas, lebih dari separuh contoh (69,2%) melakukan jalan pagi sebagai olahraga yang dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Berolahraga dapat meningkatkan HDL kolesterol dalam darah dari 20 hingga 30 persen. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa kemampuan High Density Lipoprotein (HDL) menyingkirkan kolesterol biasa meningkat selama latihan fisik (Heslet 2007).

Durasi Olahraga

Menurut American College of Sports Medicine (2001), durasi olahraga yang dianjurkan untuk para penderita penyakit jantung koroner adalah setidaknya 30 menit hingga satu jam setiap berolahraga.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan durasi olahraga

Durasi Olahraga n Jumlah %

< 15 Menit 5 19.2

15-30 Menit 14 53.9

> 30 Menit 7 26.9

Total 26 100.0

Durasi contoh berolahraga berkisar antara 10 menit hingga 90 menit dengan rata-rata 25 menit. Berdasarkan Tabel 15, lebih dari separuh contoh (53,9%) berolahraga dalam rentang waktu 15-30 menit dan hanya 19.2 persen

contoh yang berolahraga dalam rentang waktu kurang dari 15 menit. Kusmana (2003) menyatakan bahwa aktivitas apa pun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110-130 per menit, berkeringat, dan disertai peningkatan frekuensi napas namun tidak sampai terengah-engah sudah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung dan stroke namun hal tersebut harus dilakukan secara teratur seumur hidup.

Frekuensi Olahraga

Frekuensi olahraga yang dianjurkan untuk penderita penyakit j antung koroner yaitu setidaknya tiga hari sekali (American College of Sports Medicine 2001). Jika dihitung dalam kurun waktu sebulan, setidaknya penderita penyakit jantung koroner sebaiknya berolahraga kurang lebih 10 kali. Frekuensi olahraga dalam penelitian ini dilihat dalam kurun waktu sebulan terakhir.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga sebulan terakhir

Frekuensi Olahraga n Jumlah %

1-7 kali 1 3.9

8-14 kali 11 42.3

15-22 kali 4 15.4

23-30 kali 10 38.5

Jumlah 26 100.0

Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa persentase paling besar terdapat pada frekuensi 8-14 kali dalam sebulan (42,3%) dan hanya sebesar 3,9 persen contoh yang berolahraga dengan frekuensi 1 -7 kali dalam sebulan. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh sudah memiliki kepedulian terhadap pentingnya berolahraga dan efeknya terhadap kesehatan terutama kesehatan jantung. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok mempengaruhi jantung dan pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak, gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung serta penurunan kemampuan untuk oksigenisasi (Aditama 1992). Kebiasaan merokok dapat memperburuk kadar lipid darah dan meningkatkan tekanan darah dan nadi (Sani 2006). Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita jantung koroner dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok sebelum menderita penyakit jantung koroner

Kebiasaan Merokok n Jumlah %

Ya 15 48.4

Tidak 16 51.6

Total 31 100.0

Berdasarkan Tabel di atas, lebih dari separuh contoh (51,6%) tidak memiliki kebiasaan merokok sebelum terdiagnosa sakit. Umumnya contoh yang tidak merokok adalah contoh perempuan (sebanyak 12 orang) sedangkan contoh laki-laki umumnya merokok sebelum terdiagnosa penyakit jantung koroner. Setelah terdiagnosa penyakit jantung koroner hampir seluruh pasien yang awalnya merokok lalu berhenti karena takut penyakitnya memburuk. Hanya terdapat satu pasien yang masih merokok namun sudah mengurangi jumlah rokok yang dihisap.

Jumlah Rokok Yang Dihisap

Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka semakin besar risiko terkena penyakit jantung dan apabila sudah terkena penyakit jantung maka akan meningkatkan risiko serangan jantung yang dapat mengakibatkan kematian (Patel 1994). Jumlah rokok yang dihisap oleh contoh bervariasi dari lima batang hingga lebih dari 14 batang dalam sehari.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Jumlah rokok yang dihisap n Jumlah %

≤ 5 batang 5 33.3

6-10 batang 3 20

11-14 batang 3 20

> 14 batang 4 26.7

Total 15 100.0

Berdasarkan tabel di atas, persentase terbesar terdapat pada jumlah rokok kurang dari sama dengan lima batang sehari (≤ 5 batang) yaitu sebesar 33.3 persen dan sebesar 26.7 persen contoh merokok lebih dari 14 batang dalam sehari. Seseorang yang menghisap 20 batang rokok atau lebih dalam sehari mempunyai risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung dibandingkan dengan non perokok (Heslet 2007).

Lama Merokok

Lama merokok contoh berkisar antara kurang dari lima tahun hingga lebih dari lima belas tahun. Sebaran contoh berdasarkan lama mer okok dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan lama merokok

Lama Merokok (Tahun) n Jumlah %

< 5 tahun 2 13.3

5-10 tahun 0 -

11-15 tahun 3 20

> 15 tahun 10 66.7

Total 15 100.0

Berdasarkan tabel di atas, terdapat lebih dari separuh contoh (66,7%) merokok dalam kurun waktu lebih dari lima belas tahun. Lama waktu merokok ini dihitung pada awal merokok hingga berhenti total. Menurut Patel (1994), perokok berat memiliki risiko lima kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner. Semakin lama merokok maka kandungan zat berbahaya seperti nikotin, tar dan gas CO semakin menumpuk dan mempengaruhi kinerja pembuluh darah dan jantung serta memperburuk kadar lipid darah.

Usia Awal Merokok

Usia awal merokok contoh berkisar antara sepuluh hingga lebih dari dua puluh lima tahun. Persentase terbesar usia awal merokok contoh (46,7%) berada pada kisaran umur 16-20 tahun (Tabel 20).

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia awal merokok

Usia Awal Merokok n Jumlah %

10-15 tahun 4 26.7

16-20 tahun 7 46.7

21-25 tahun 3 20

26-30 tahun 1 6.7

Total 15 100.0

Jika kebiasaan merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan penyakit jantung koroner adalah dua kali lebih besar daripada bukan perokok dan

Dokumen terkait