• Tidak ada hasil yang ditemukan

Soekarno Pada Era Demokrasi Terpimpin

BAB III : ANALISA KEKUASAAN PRESIDEN SOEKARNO

1. Demokrasi Terpimpin Dalam Praktik

1.1 Soekarno Pada Era Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin merupakan gagasan dari Soekarno, di mana pada periode berlangsungnya Demokrasi Terpimpin tersebut, Soekarno sendiri memegang kedudukan Presiden (eksekutif) Indonesia. Ciri utama dari periode berlakunya Demokrasi Terpimpin, yaitu dengan diberlakukannya kembali UUD 1945. Atas dasar UUD 1945, maka kita dapat melihat pasal-pasal UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia adalah :

1. Membentuk Undang-undang, Pasal 5 ayat 1 2. Menetapkan Peraturan Pemerintah, Pasal 5 ayat 2 3. Kekuasaan dalam bidang kemiliteran, Pasal 10

4. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, Pasal 11

5. Menyatakan keadaan bahaya, Pasal 12

6. Mengangkat duta dan menerima duta Negara lain, Pasal 13 ayat 1 dan 2 7. Memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi, Pasal 14

8. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan, Pasal 15

86

9. Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Pasal 22

10.Kekuasaan Keuangan yang menyangkut mengajukan anggaran ke DPR, menetapkan sistem perpajakan, dan mata uang, Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3.87

Sebagai Presiden, Soekarno dalam menjalankan fungsi dan kedudukannya pada masa Demokrasi Terpimpin membuat dan menetapkan berbagai macam kebijakan mengenai kebijakan penting yang ditetapkan sendiri oleh Soekarno yang mana kebijakan tersebut memiliki pengaruh yang sangat menonjol dalam berlangsungnya proses sistem politik Indonesia di tangan rezim Demokrasi Terpimpin. Sebagai seorang Presiden, Soekarno dalam menjalankan fungsi dan kedudukannya pada masa Demokrasi Terpimpin membuat dan menetapkan berbagai macam kebijakan, kebijakan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berlangsungnya proses sistem politik Indonesia di tangan rezim Demokrasi Terpimpin.

Presiden Soekarno mengeluarkan surat tanggal 13 Juli 1959 yang berisi mengharap agar DPR terus bekerja sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam UUD 1945, surat tersebut ditindaklanjuti DPR dengan mengadakan rapat pleno yang dihadiri oleh 216 anggota DPR. Hasil rapat pleno itu adalah bahwa DPR bersedia bekerja sesuai dengan apa yang tersurat dan tersirat dalam UUD 1945. Sehubungan dengan tanggapan DPR tersebut, maka dikeluarkan Penetapan Presiden No.1 Tahun 1959 tanggal 22 Juli 1959 yang menetapkan bahwa sementara dimaksuddalam Pasal 19 Ayat (1), maka DPR yang dibentuk

87

berdasarkan UU No.7 Tahun 1953 DPR hasil Pemilu tahun 1955 akan menjalankan fungsi dan tugas DPR berdasarkan UUD 1945.88

Bentuk yuridis yang dijadikan landasan untuk menyusun DPR 1959 adalah Penetapan Presiden berupa Peraturan Presiden, sebelum adanya DPR dan MPR dan in concreto daam rangka pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 akan dipertanggungjawabkan hanya kepada MPR yang melakukan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dalam surat Presiden yang ditujukan pada DPR tanggal 20 Agustus 1959 No.2262/HK/59 dinyatakan bahwa semenjak brlakunya kembali UUD 1945 dikenal bentuk peraturan peraturan negara yang baru. Di samping tiga bentuk peraturan negara menurut UUD1945, pada saar itu timbul lima bentuk Peraturan-peraturan Negara,89 yaitu;

1. Penetapan Presiden untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi APRI Tanggal 5 Juli 1959

2. Peraturan Presiden

3. Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Peraturan Presiden 4. Keputusan Presiden

5. Peaturan Menteri dan Keputusan Menteri

Melalui Penetapan Presiden No.1 Tahun 1960 maka Manipol ditetapkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara, dan pada tanggal 19 November 1960 MPRS dalam rapat pleno ke IV sidang pertama di Bandung telah menetapkan Manipol sebagi GBHN dengan Ketetapan MPRS No.1 MPRS/1960.

UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang Presiden untuk menjabat selama lima tahun. Tetapi Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1963 Tentang

88

P. Anthonius Sitepu, Soekarno, Militer…Op.cit, hal. 83. 89

Pengangkatan Pimpinan Besar Revolusi Ir.Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia seumur hidup, telah membatalkan batasan waktu lima tahun.yang telah ditentukan oleh UUD. Pada tanggal 31 Desember 1959 Pemerintah mengeluarkan Surat Penetapan Presiden (Penpres) No.7 Tahun 1959 tentang syarat-syarat dan Penyederhanaan kepartaian bertujuan untuk mengatur perkembangan kepartaian sebagai alat demokrasi dalam suasana berlakunya Demokrasi Terpimpin.90 Adapun pertimbangan pemerintah mengeluarkan Penpres tersebut adalah:

- Perkembangan dan keadaan politik yang dinilai tidak mencapai kestabilan, terutama setelah konstituante tidak dapat memenuhi amanat Presiden yang menganjurkan kembali ke UUD 1945.

- Pemerintah memandang perlu mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai anjuran pemerintah untuk pembentukan partai- partai politik.

Masa jabatan DPR tahun 1945 yang dimulai tanggal 22 Juli 1959 dan dibubarkan pada tanggal 24 Juni 1960 disebabkan timbulnya perselisihan pendapat antara Pemerintah dengan DPR mengenai penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 1960. Perselisihan paham antara Pemerintah dengan DPR telah mencapai puncaknya dan diakhiri dengan penghentian masa jabatan DPR oleh pemerintah melalui Penetapan Presiden No.3 Tahun 1960, Penpres tersebut diterima oleh Ketua DPR pada tanggal 5 Maret 1960. Padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa Presiden tidak mempunyai wewnang untuk membubarkan DPR.91

90

Ibid. hal. 45. 91

Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas terlihat bahwa Demokrasi Terpimpin tidak berjalan sesuai dengan yang dikatakan Soekarno dalam konsepsinya. Karena hak budget DPR tidak dilaksanakan, dalam arti pemerintah tidak mengajukan RUU APBN tahun anggaran 1960. Bahkan kegiatan DPR Peralihan dihentikan hanya karena tidak menyetuji Rancangan APBN yang diajukan Presiden. Kelanjuatan dari Penpres No.3 tahun 1960 adalah dikeluarkannya Penpres No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960. Tanggal 25 Juli 1960 berdasarkan Kepres No.155 dan No.156 Presiden menetapkan penghentian anggota DPRS tahun 1959 dan pengangkatan terhadap anggota baru untuk DPR Gotong Royong.92 Istilah Gotong Royong adalah untuk menekankan kehendak Presiden, bahwa DPR yang baru harus menempuh cara kerja yang lain daripada DPR dalam masa berlakunya demokrasi liberal dan setelahnya.

DPR Gotong Royong yang mengganti DPR pilihan rakyat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol ditiadakan. Bahkan pimpinan DPR dijadikan menteri, dengan demikian ditekankan fungsi mereka sebagai pembantu Presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat.93 Hal ini mencerminkan telah diinggalkannya doktrin Trias Politika. Dalam beberapa ketentuan lain diberikan wewenang kepada Presiden sebagai badan eksekutif untuk turut campur tangan di bidang Yudikatif berdasarkan UU No.19/1964 dan di bidang legislatif berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14/1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat. Selain itu terjadi penyelewengan di bidang perundang-undangan, dimana tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai Dekrit 5 Juli sebagai sumber

92 Ibid. 93

hukum. Sebagai tambahan didirikan pula badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan taktik Komunisme Internasional yang menggariskan pembentukan front nasional ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Partai politik dan pers dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan dan dibreidel, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi bertambah suram.

Dokumen terkait