• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuasaan Presiden Dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kekuasaan Presiden Dalam Sistem Politik Demokrasi Terpimpin 1959-1965"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

KEKUASAAN PRESIDEN

DALAM SISTEM POLITIKDEMOKRASI TERPIMPIN

1959-1965

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

Nama

: Nahyatun Nisa Harahap

NIM :

050906052

Departemen

: Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si

Dosen Pembaca

: Warjio, SS, MA

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEKUASAAN PRESIDEN

DALAM SISTEM POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1969

NAHYATUN NISA HARAHAP

050906052

DEPARTEMEN ILMU POLITIK USU

ABSTRAKSI

Demokrasi Terpimpin diawali sejak dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang ditandai oleh kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno. Era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi Terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai balancer diantara keduanya.

Pertentangan antara Presiden Soekarno, tentara AD dan partai-partai politik dalam konteks Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan presiden dalam kurun waktu berlakunya UUD 1945 di Indonesia. Pada era pemerintahan sistem politik Demokrasi Terpimpin ini, peranan PKI sangat menonjol dan berkembang menjadi kekuatan politik. Sementara pihak yang gigih melawan PKI adalan Partai Masyumi dan PSI yang pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap menjadi pendukung pemberontakan yang terjadi di daerah Sumatera dan Sulawesi. TNI AD juga turut menjadi pihak yang anti komunis. Presiden Soekarno bekerjasama dengan TNI AD untuk mengendalikan partai politik, namun di sisi lain Soekarno melindungi PKI. Soekarno membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kemungkinan pengambilalihan kekuasaan oleh Angkatan Darat, maka trjadilah persaingan antara antara tiga kekuatan, yaitu Presiden, TNI AD dan PKI. Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk saling mendekati dan mempengaruhi presiden.

Presiden Soekarno mengatur keseimbangan kekuatan politik antara TNI dan PKI dan berusaha tetap mengontrolnya agar sqalah satunya tidak lebih dominant dari presiden, sedangkan presiden tetap menjadi faktor penentu (dominan). Tentara sangat mewaspadai kedekatan Soekarno dengan PKI yang digunakan PKI sebagai sarana pendukung demi gagasan Nasakomisasi system Demokrasi Terpimpin. Namun sebaliknya PKI senantiasa memanfaatkan proyaek nasakomisasi untuk masuk kedalam pemerintahan dan lembaga nonstructural yang dianggap penting sekali.

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmad dan karunia-Nya kepada saya, baik waktu, kesehatan

dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa salawat dan salam

kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan contoh teladan bagi

saya. Alhamdulillah, skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Yang mana kripsi ini

merupakan salah satu syarat penunjang dalam menyelesaikan pendidikan saya

guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Saya persembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua saya, Papa cepat

sembuh ya…Mama harus sabar, karena saya tahu Mama adalah wanita kuat yang

pernah saya dapatkan. Terima kasih Mama…berkat Mama saya jadi mengerti arti

kesabaran, kita harus tetap berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Tiada kata

yang dapat saya ucapkan selain saya sangat mencintai dan menyayangi kalian,

saya akan berusaha mengangkat martabat dan harga diri keluarga kita. Saya harap

papa dan mama tidak kecewa atas tertundanya penyelesaian skripsi ini. Satu

kalimat yang ingin saya sampaikan, “Saya bangga memiliki orang tua seperti

kalian,” terutama mama. Mama selalu menjadi idola saya, panutan dan contoh

teladan bagi saya. Karena mama adalah sosok seorang ibu yang patut ditiru

kebaikan dan kesabarannya. Banyak harapan dan impian saya yang belum

terwujud, ini adalah salah satu impian saya yang telah saya raih. Saya yakin satu

persatu impian dan harapan itu akan saya dapatkan. Amin…

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang

(4)

1. Bapak P. Anthonius Sitepu sebagai dosen pembimbing saya, yang dengan

sabar membimbing saya menyelesaikan skripsi ini, memberikan masukan,

waktu, dan fikiran, serta kesempatan bagi saya untuk menjadi lebih baik. Juga

kepada Dosen Pembaca saya, Pak Warjio. Terima kasih atas kritik dan

sarannya.

2. Dosen-dosen FISIP USU yang telah memberikan kuliah dan ilmu yang sangat

bermanfaat bagi saya. Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada

pegawai-pegawai yang turut membantu saya selama kuliah di FISIP USU.

3. Guru-guru SD, Guru-guru SMP dan Guru-guru SMA saya. Berkat kalianlah

saya bisa sampai ke tahap ini.

4. Kakak dan adikkku, terima kasih karena sudah memberikan motivasi kepada

saya. Walaupun kadang-kadang kalian agak cerewet, tapi saya tahu itu untuk

kebaikan saya. Saya bangga menjadi bagian dari keluarga besar H. Sori

Monang Harahap. Saya harap kita sekeluarga dapat menjadi keluarga yang

harmonis, keluarga yang selalu mengutamakan kepentingan bersama dan

saling membantu. Semoga kekompakan diantara kita tetap terjalin. Aku

sayang kalian….

5. Spesial buat seorang Pak Jamaludin yang ganteng, hehe… Adek sayang sama

abang, terima kasih karena selama ini ada di sampingku, menemaniku dalam

keadaan sedih dan gembira. Tetap semangat dan pantang menyerah, adek

yakin kita pasti bisa!!!

6. Teman-temanku, buat Wulan, Fadli, Fina, Ayu, Ade Erfina, dan teman-teman

(5)

KATA PENGANTAR

Kekuasaan Presiden Soekarno pada masa pemerintahan Demokrasi

Terpimpin menjadi fokus kajian pembahasan penulis dalam skripsi ini. Adanya

hubungan antara Presiden Soekarno dengan militer, Soekarno dengan PKI

menjadi sebuah pertentangan politik yang disebabkan adanya perbedaaan orientasi

ideologi masing-masing pihak. Soekarno membutuhkan dukungan politik dari

massa yang terorganisir demi mempertahankan kekuasaannya, yang diperolehnya

dari PKI. Sementara di lain pihak Soekarano juga memperkuat dan

mempertahankan kekuasaannya melalui dukungan tentara terutama Angkatan

Darat. Maka Soekarno berusaha mengimbangi kekuatan antara militer dan PKI.

Dalam sistem Demokrasi Terpimpin, yang menjadi penentu adalah

Presiden Soekarno sebagai pimpinan Eksekutif. Anggota MPR dan Anggota DPR

diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri sesuai dengan Pasal IV Aturan Peralihan

UUD 1945. otoritas dan kedudukan Presiden Soekarno sebagai penentu

kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan

politik TNI AD dan PKI yang saling mendekat demi mempengaruhi presiden.

Pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin terjadi pemusatan kekuasaan di

tangan Presiden, dimana kedudukan semua Lembaga Negara berada di bawah

Presiden Soekarno.

Medan, 9 Juni 2010

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI

UCAPAN TERIMA KASIH

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

5. Dasar-dasar Teori... 6

5.1 Teori Kekuasaan ... 7

5.2 Teori Sumber Kekuasaan... 12

5.2.1 Legitimate Power ... 12

5.2.2 Coersive Power ... 12

5.2.3 Expert Power... 13

5.2.4 Reward Power... 13

5.2.5 Referent Power ... 13

5.2.6 Information Power ... 14

5.2.7 Connection Power... 14

5.3 Teori Pembagian Kekuasaan ... 16

(7)

6. Metodologi Penelitian... 26

a. Jenis Penelitian ... 26

b. Teknik Pengumpulan Data... 26

c. Teknik Analisa Data ... 27

7. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II : KONFIGURASI POLITIK SISTEM POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN... 29

1. Peranan Eksekutif/Peranan Presiden Soekarno ... 29

2. Militer ... 39

3. Partai Politik dan Sistem Kepartaian ... 44

3.1 Partai Politik ... 44

3.2 Sistem Kepartaian ... 47

3.2.1 Sistem Partai Tunggal... 47

3.2.2 Sistem Dua Partai... 48

3.2.3 Sistem Multi Partai ... 51

BAB III : ANALISA KEKUASAAN PRESIDEN SOEKARNO DALAM SISTEM DEMOKRASI TERPIMPIN... 59

1. Demokrasi Terpimpin Dalam Praktik... 62

1.1 Soekarno Pada Era Demokrasi Terpimpin... 71

1.2 Militer sebagai Kekuatan Politik ... 76

1.3 PKI dalam Dinamika Demokrasi Terpimpin ... 77

2. Piramida Kekuatan Politik ... 79

2.1 Dinamika Kekuatan Politik antara Tentara dan PKI 79 2.2 Relasi Kekuasaan PKI dengan Militer... 82

(8)

3. Kekuasaan Presiden RI Sebelum dan Sesudah

Perubahan UUD 1945 ... 92

3.1 Kekuasaan Presiden RI Sebelum Perubahan

UUD 1945... 92

3.1.1 Kekuasaan Presiden Menurut UUD 1945... 92

3.1.2 Konstitusi RIS... 96

3.1.2.1 Kekuasaan Menangkat atau

Menetapkan Pejabat Tinggi Negara 96

3.1.2.2 Kekuasaan di Bidang Legislasi... 97

3.1.2.3 Kekuasaan di Bidang Yudisial... 97

3.1.2.4 Kekuasaan di Bidang Militer ... 98

3.1.2.5 Kekuasaan Hubungan Luar Negeri 98

3.1.3 Kekuasaan Presiden Menurut UUD

Sementara 1950... 99

3.1.3.1 Kekuasaan Mengangkat atau

Menetapkan Pejabat Tinggi Negara 100

3.1.3.2 Kekuasaan di Bidang Legislasi... 101

3.1.3.3 Kekuasaan di Bidang Yudisial ... 101

3.1.3.4 Kekuasaan di Bidang Militer ... 102

3.1.3.5 Kekuasaan di Bidang Luar Negeri 102

3.1.4 Berlakunya Kembali UUD 1945... 103

3.1.4.1 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ... 103

3.1.4.2 Surat Perintah Sebelas Maret /

Supersemar ... 107

(9)

3.2 Kekuasaan Presiden Setelah Perubahan UUD 1945 111

3.2.1 Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah ... 116

3.2.2 Kekuasaan di Bidang Peraturan

Perundang-Undangan ... 117

3.2.3 Kekuasaan di Bidang Yudisial... 121

3.2.4 Kekuasaan Dalam Hubungan dengan

Luar Negeri ... 121

3.2.5 Kekuasaan Menyatakan Keadaan Bahaya .. 123

3.2.6 Kekuasaan Sebagai Pemegang Kekuasan

Tertinggi Angkatan Bersenjata ... 124

3.2.7 Kekuasaan Memberi Gelar dan Tanda

Kehormatan Lainnya... 125

3.2.8 Kekuasaan Membentuk Dewan Pertimbangan

Presiden... 126

3.2.9 Kekuasaan Mengangkat dan Memberhentikan

Menteri-menteri ... 126

3.2.10 Kekuasaan Mengangkat, Menetapkan atau

Meresmikan Pejabat-Pejabat Negara Lainnya 127

4. Pola Hubungan Kekuasaan Presiden – DPR... 128

4.1 Hubungan Kekuasaan Presiden – DPR dalam

UUD 1945 Sebelum Diamandemen ... 128

4.2 Hubungan Kekuasaan Presiden – DPR dalam

(10)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 141

1. Kesimpulan ... 141

2. Saran ... 141

(11)

KEKUASAAN PRESIDEN

DALAM SISTEM POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1969

NAHYATUN NISA HARAHAP

050906052

DEPARTEMEN ILMU POLITIK USU

ABSTRAKSI

Demokrasi Terpimpin diawali sejak dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang ditandai oleh kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno. Era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi Terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai balancer diantara keduanya.

Pertentangan antara Presiden Soekarno, tentara AD dan partai-partai politik dalam konteks Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan presiden dalam kurun waktu berlakunya UUD 1945 di Indonesia. Pada era pemerintahan sistem politik Demokrasi Terpimpin ini, peranan PKI sangat menonjol dan berkembang menjadi kekuatan politik. Sementara pihak yang gigih melawan PKI adalan Partai Masyumi dan PSI yang pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap menjadi pendukung pemberontakan yang terjadi di daerah Sumatera dan Sulawesi. TNI AD juga turut menjadi pihak yang anti komunis. Presiden Soekarno bekerjasama dengan TNI AD untuk mengendalikan partai politik, namun di sisi lain Soekarno melindungi PKI. Soekarno membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kemungkinan pengambilalihan kekuasaan oleh Angkatan Darat, maka trjadilah persaingan antara antara tiga kekuatan, yaitu Presiden, TNI AD dan PKI. Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk saling mendekati dan mempengaruhi presiden.

Presiden Soekarno mengatur keseimbangan kekuatan politik antara TNI dan PKI dan berusaha tetap mengontrolnya agar sqalah satunya tidak lebih dominant dari presiden, sedangkan presiden tetap menjadi faktor penentu (dominan). Tentara sangat mewaspadai kedekatan Soekarno dengan PKI yang digunakan PKI sebagai sarana pendukung demi gagasan Nasakomisasi system Demokrasi Terpimpin. Namun sebaliknya PKI senantiasa memanfaatkan proyaek nasakomisasi untuk masuk kedalam pemerintahan dan lembaga nonstructural yang dianggap penting sekali.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok manusia

untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa

sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang

mempunyai kekuasaan itu.1 Maksudnya seseorang mempunyai kemampuan

mempengaruhi tingkah laku orang lain atau sekelompok orang berdasarkan

kewibawaan, wewenanang, karisma atau kekuasaan fisik yang dimiliki.

Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik, Miriam Budiarjo menuliskan bahwa:

”Menurut Robert M. Mac Iver, “Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk

mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan

memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan

segala alat dan cara yang tersedia. ”Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan

(Relationship) dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah (the ruler and the ruled), satu pihak yang memberi perintah dan pihak lain yang mematuhi perintah.”

Diantara banyak bentuk kekuasaan, ada satu bentuk kekuasaan yang

sangat penting, yaitu kekuasaan politik. Dalam hal ini kekuasaan politik adalah

kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik

terbentuknya maupun dengan akibat-akibatnya sesuai dengan tujuaan pemegang

kekuasaan itu sendiri.2 Sudah 60 tahun Indonesia merdeka, dan selama itu pula

negara kita mengalami pasang surut kekuasaan. Indonesia telah

1

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik., Jakarta: Gramedia, 1992, hal. 37. 2

(13)

memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun

Indonesia belum ada pemerintahannya. Pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan UUD 1945 dan memilih

Ir.Sukarno sebagai Presiden Pertama Indonesia dan Mohammad Hatta sebagai

wakilnya yang akan menjalankan fungsi pemerintahan Indonesia. Undang-

Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD tersebut

lazim disebut Undang-Undang Dasar Proklamasi. Sejak saat itu pula telah terjadi

pasang surut dalam kekuasaan Presiden Republik Indonesia.

Pada awal kemerdekaan, Presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar

karena memegang kekuasaan pemerintah dalam arti yang sangat luas,

sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Aturan Peralihan yang terdiri dari

empat pasal, yaitu Pasal I, II, III, .dan IV. Menurut Pasal IV Aturan

PeralihanUUD 1945 yang berbunyi, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut

Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan

bantuan sebuah Komite Nasional”.3 Presiden juga menjalankan kekuasaan yang

menjadi haknya sendiri, yaitu fungsi Kepala Pemerintahan, fungsi Kepala Negara,

serta fungsi membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Dalam hal ini,

Presiden dibantu oleh satu-satunya lembaga kenegaraan yaitu Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP).

KNIP kedudukannya hanya sebagai pembantu presiden, oleh karena itu

berdasarkan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 tersebut, kekuasaan

Presiden sangat besar, sehingga wajar apabila dapat menimbulkan pandangan

3

(14)

yang menganggap bahwa negara Indonesia bukan negara demokrasi.4 Atas usul

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Kabinet Presidensil dibentuk

dan diumumkan oleh Presiden sebagai kabinet pertama pada tanggal 2

September1945. Dalam susunan kabinet ini, Presiden memegang kekuasaan ganda

yaitu sebagai Kepala Pemerintahan dan sekaligus Kepala Negara. Pada tanggal 11

November 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat mengusulkan

pada Presiden adanya pertanggungjawaban Menteri-menteri kepada Parlemen

yaitu KNIP. Usul tersebut disetujui Presiden, dan Presiden mengumumkan

susunan Kabinet Parlementer I. Dengan terbentuknya Kabinet Parlementer I

tersebut, kekuasan Presiden menjadi berkurang, karena Presiden hanya

menjalankan fungsi kepala negara saja.

Kekuasaan Presiden menjadi besar kembali setelah mengambil alih

kekuasaan eksekutif. Pengambilalihan ini terjadi sehubungan dengan

diumumkannya negara dalam keadaan bahaya oleh menteri pertahanan

Amir Syafruddin dan penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Pada masa

berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949,

UUD Sementara tahun 1950, sistem pemerintahan yang dianut adalah Sistem

Parlementer, sehingga menempatkan Presiden hanya sebagai kepala negara saja,

tidak lagi menjadi kepala pemerintahan, artinya kekuasaan presiden surut

kembali.5

UUD 1945 mengalami perubahan setelah lengsernya Suharto pada 21 Mei

1998, akibat protes yang bertubi-tubi dan terus-menerus dari rakyat, khususnya

4

Susilo Suharto, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Dalam Periode Berlakunya Undang-UndangDasar1945, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 2.

5

(15)

mahasiswa, di tengah merosotnya keadaan sosial dan ekonomi. Setelah Suharto

lengser dari jabatan kepresidenan, atas desakan dari berbagai elemen masyarakat,

MPR untuk pertama kalinya melakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang

dilakukan dalam empat tahapan.6

Pada perubahan tahap pertama, telah terjadi perubahan dalam sembilan

pasal di UUD 1945. Hal-hal Sumstamtif yang mengalami perubahan adalah

sebagai berikut: Pertama, terjadi pembatasan masa jabatan presiden, yaitu paling lama menjabat sebagai presiden selama 10 tahun. Sebelum dilakukan perubahan,

peluang seorang presiden dapat menjabat terus-menerus sebagaimana yang

dilakukan Sukarno dan Suharto. Kedua, adanya pembatasan Presiden dalam bidang legilasi, yang berpindah tangan kepada DPR, tetapi Presiden tetap dapat

mengajukan sebuah Rancangan Undang-Undang kepada DPR. Ketiga, adanya usaha membangun mekanisme check and balances antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudisial.7

Pada tanggal 18 Agustus tahun 2000, terjadi perubahan UUD 1945 tahap

kedua, ada 25 Pasal yang mengalami perubahan dengan enam materi pokok. Yaitu

menyangkut pemerintahan daerah/desentralisasi, wilayah negara, kedudukan

warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara,

dan menyangkut bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Pada perubahan tahap ketiga terjadi perubahan pada UUD 1945 terkait

dengan kedaulatan, perombakan parlemen, pemilihan Presiden secara langsung,

terbentuknya Mahkamah Konstutusi dan mengatur prosedur perubahan terhadap

UUD 1945. Pada Agustus 2002, MPR kembali mengadakan perubahan tahap

6

Ibid, hal. 3. 7

(16)

keempat, perubahan tersebut difokuskan pada persoalan susunan MPR, cara

pemilihan Presiden, penghapusan DPA dan ketentuan mengenai independensi

Bank Indonesia. Perubahan juga menetapkan batas minimal anggaran untuk biaya

pendidikan sebanyak 20% dari APBN serta adanya ketentuan yang

mengharamkan perubahan pada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.8

Dari hasil perubahan tersebut dapat kita simpulkan adanya pengurangan

kekuasaan presiden. Namun sebaliknya, kekuasaan DPR semakin besar.

Dari uraian pemaparan di atas, jelas sekali terjadi pasang surut kekuasaan

Presiden yang terjadi di Indonesia, mulai zaman kemerdekaan sampai sekarang.

Meskipun kekuasaan Presiden dinilai kekuasaannya lebih kecil daripada sebelum

perubahan UUD 1945, namun tidak menutup kemungkinan dilain waktu akan

dilakukan perubahan lagi yang mungkin akan menambah kekuasaan Presiden.

Atau bahkan akan kembali pada UUD 1945 sebelum diadakan perubahan. Untuk

itu perlu dikaji secara mendalam bagaimana kekuasaan presiden sebelum dan

sesudah perubahan UUD 1945.

2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan diidentifikasi

dan dirumuskan berhubungan dengan masalah pokok yang menyangkut

kekuasaan Presiden Republik Indonesia sebelum dan sesudah diadakan perubahan

pada UUD 1945.

1. Bagaimana konfigurasi politik sistem politik Demokrasi Terpimpin?

8

(17)

2. Bagaimana perkembangan kekuatan-kekuatan politik dalam sistem

Demokrasi Terpimpin?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kekuasaan Presiden Republik Indonesia

pada masa sistem politik Demokrasi terpimpin.

2. .Melihat perimbangan kekuatan-kekuatan politik yang terjadi pada masa

sistem Demokrasi Terpimpin.

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan pola

berfikir penulis sekaligus sebagai penunjang dan syarat menyelesaikan

jenjang pendidikan sarjana penulis nantinya.

2. Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan Ilmu

Politik, dan mampu memberikan pemahaman bagi yang membacanya

5. Dasar-Dasar Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu

menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan

dari segi mana penelitian masalah yang akan diteliti.

(18)

Kekuasaan menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu

Politik, “kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk

berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.”

Kekuasaan dilihat sebagai inetraksi antara pihak yang mempengaruhi dan

dipengaruhi, atau yang satu mempengaruhi dan yang lain mematuhi.9

Kekuasaan menurut Miriam Budiarjo, “Kekuasaan adalah kemampuan

seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau

kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan

dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.”10

Kekuasaan menurut Inu Kencana, kekuasaan adalah kesempatan seseorang

atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan

kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap

tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan terentu.

Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mmempengaruhi pihak lain untuk kehendak

yang ada pada pemegang kekuasaan jadi, kekuasaan dapat didefenisikan sebagai

hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang.11

Kekuasaan adalah gejala yang selalu ada dalam proses politik. Politik

tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral, karena begitu berkaitannya antara

keduanya.

Konsep-konsep yang berkaitan dengan kekuasaan :

- Influence atau pengaruh, yaitu bagimana seseorang mampu mempengaruhi agar orang lain berubah secara sukarela.

9

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1992, hal. 6. 10

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. hal. 17-18.

11

(19)

- Persuasi yaitu cara meyakinkan orang dengan memberikan argumentasi

- Manipulasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain namun yang

dipengaurhi tidak menyadari

- Coersion adalah ancaman atau paksaan agar orang lain sesuai dengan kehendak yang punya kekuasaan.

- Force yaitu tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan. Ini biasanya dilengkapi dengan sejata, sehingga orang lain mengalami ketakutan.12

Kekuasaan adalah kemampuan menggunakan sumber pengaruh untuk

mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga

menguntungkan dirinya, kelompoknya atau masyarakat secara umum.13

Unsur kekuasaan terdiri dari; tujuan, cara dan hasil. Oleh karena agar kekuasaan

tidak disalahartikan maka perlu difahami makna kekuasaan, yaitu:

1. Kekuasaan adalah hubungan antara manusia

2. Pemegang kekuasaan punya kemampuan mempengaruhi orang lain

3. Pemegang kekuasaaan bisa individu, kelompok, organisasi atau pemerintah

4. Sasaran kekuasaan dapat individu, kelompok, organisasi atau pemerintah

5. Pihak yang mempunyai sumber kekuasaan belum tentu punya kekuasaan,

bergantung pada kemampuannya untuk menggunakan sumber kekuasaan itu.

6. Penggunaan sumber kekuasaan dapat dengan paksaan, konsensus atau

kombinasi dari keduanaya.

7. Kekuasaan bisa memiliki tujuan yang baik atau juga buruk

8. Berkaitan pula dengan distribusi kekuasaan

12

Dapat dilihat pada http://www.pengantarilmupolitik.blogspot.com 13

(20)

9. Kekuasaan digunakan untuk masyarakat umum

10. Sumber pengaruh digunakan mempengaruhi proses politik

Jadi kekuasaan bukan hanya paksaan atau kekerasan atau manipulasi tetapi

bisa juga konsensus dan kerelaan. Kekuasaan harus dilihat dari dimensi yang

saling melengkapinya, yaitu :

a. Potensial-aktual artinya sumber kekuasaan bila belum digunakan maka masih

bersifat potensial bila sudah digunakan berarti sudah aktual.

b. Positif-negatif maksudnya kekuasaan apakah untuk mencapai tujuan tertentu

(positif) atau untuk mencegah pihak lain (negatif)

c. Konsensus-paksaan kekuasaan bisa berupa kesadaran dan persetujuan

(konsensus) bisa juga dengan ketakutan (paksaan) seperti ketakuatan secara

fisik, ekonomi dan psikologis.

d. Jabatan-pribadi, kekuasaan di masyarakat modern adalah kekuasaan karena

jabatan sedangkan, bila kekuasaan pribadi itu karena kualitas pribadi

seseorang.

e. Implisit-eksplisit kekuasaan bisa secara kasat mata dirasakan atau tidak

dirasakan

f. Langsung-tidak langsung, maksudnya seberapa besar efektivitas kekuasaan.

Mengapa Negara membutuhkan kekuasaan? Apa alasannya sehingga

negara berhak memperoleh kekuasaannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu

sudah muncul sejak zaman Yunani. Sampai sekarang, pertanyaan atau persoalan

tersebut masih menjadi pembahasan. Munculnya rezim otoriter di negara-negara

(21)

bagi kekuasaannya. Inilah yang menyebabkan mengapa teori tentang kekuasaan

negara tidak pernah mati.

Teori kekuasaan negara sudah diperbincangkan sejak zaman Yunani kuno.

Misalnya, Plato dan Aristoteles, dua pemikir besar di zaman itu menyatakan

bahwa negara memerlukan kekuasaan yang mutlak. Kekuasaan ini diperlukan

untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional.14 Pada zaman

pertengahan, dalam bentuk yang sedikit berlainan, pemikiran ini muncul kembali.

Para pemikir pada saat ini menyatakan bahwa negara harus tunduk kepada gereja

(Katolik).15 Negara adalah wakil gereja di dunia, dan gereja adalah wakil Tuhan

untuk menegakkan kehidupan moral di dunia. Karena itu, sudah sepatutnya kalau

negara memperoleh kekuasaan yang mutlak.

Ada juga pemikiran yang memisahkan negara dari gereja. Para pemikir

baru ini lebih menjelaskan kekuasaan negara secara rasional dan pragmatis.

Misalnya, Thomas Hobbes yang menekankan pentingnya kekuasaan pada negara,

karena kalau tidak para warga negara akan saling berkelahi dalam

memperjuangkan kepentingan mereka. Di sini mulai muncul hipotesis bahwa

negara merupakan wakil dari kepentingan umum, sedangkan masyarakat hanya

mewakili kepentingan pribadi atau kelompok secara terpecah-pecah. Pendapat ini

memperoleh penguatan dari Hegel ketika mengembangkan filsafatnya tentang

dialektika dari yang ideal dan yang real. Teori ini kemudian dihidupkan lagi di

zaman modern melalui teori Negara Organis.

Akhirnya, muncul Karl Marx yang memiliki tafsiran baru tentang negara

dan kekuasaan. Dia juga memakai teori Hegel. Tetapi teori ini diubahnya dengan

14

Arief Boediman, Teori Negara; Negara, Kekuasaan, dan Ideologi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal 8-9.

15

(22)

menyatakan bahwa tujuan sejarah adalah terciptanya masyarakat sosialis, bukan

masyarakat demokratis. Dia menunjukkan bahwa perjuangan kelas adalah motor

penggerak sejarah. negara, setelah diambil oleh kelas buruh, memiliki kekuasaan

yang besar untuk merealisasikan masyarakat sosialis ini.

Kebanyakn sarjana berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Max Weber

dalam bukunya Wirtschaft und Gessellshaft (1992): “Kekuasaan adalah

kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemampuan

sndiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar jkemampuan ini”.16

Defenisi kekuasaan menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan:

“Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang

dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arak tujuan dari

pihak pertama”

Defenisi serupa juga dirumuskan oleh seorang ahli kontemporer Barbara

goodwin (2003): “Kekuaaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang

bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya

ia tidak dilibatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan

sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.”17

5.2 Teori Sumber Kekuasaan

Ada beberapa cara yang pelu diketahui mengapa seseorang atau

sekeompok orang memiliki kekuasaan,18yaitu sebagai berikut :

16

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta,Gramedia: 2008, hal. 60. 17

Ibid. Hal 60. 18

(23)

1. Legitimate Power 2. Coersive Power 3. Expert Power 4. Reward Power 5. Referent Power 6. Information Power 7. Connection Power

1. Legitimate Power

Legitimate berarti pengangkatan, jadi Legitimate Power adalah perolehan kekuasaan melalui pengangkatan. Contoh kekuasaan yang langsung diperoleh dari

pengangkatan adalah penobatan seorang putra mahkota (pangeran) menjadi raja

atau kaisar pada suatu Negara kerajaan.19

2. Coersive Power

Coersive berarti kekerasan, jadi Coersive Power adalah perolehan kekuasaan melalui cara kekerasan, bahkan mungkin bersifat perebutan atau

perampasan bersenjata, yang pasti di luar jalur konstitusional. Hal ini lazim

disebut dengan istilah kudeta. Karena ini tidak konstitusional, maka banyak

kemungkinan setelah perebutan kekuasaan, sebagian besar pereturan

perundang-undangan Negara akan berubah, dank arena perubahan tersebut dilakukan secara

mendadak, maka disebut juga dengan istilah revolusi.20

19 Ibid. 20

(24)

3. Expert Power

Expert berarti keahlian, jadi expert power adalah perolehan kekuasaan melalui keahlian seseorang, maksudnya pihak yang mengambil kekuasaan

memang memiliki keahlian untuk memangku jabatan terebut. Perolehan

kekuasaan seperti ini berlaku di Negara demokrasi, karena system personalianya

dalam memilih karyawan memakai merit system. Suatu motto yang paling tepat untuk mengisi formasi jabatan dalam administrasi kepegawaian seperti ini adalah

“Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang sebenarnya tepat”, istilah

dikenal dengan “The right man on the right place”. Dengan demikian seseorang

akan ditempatkan sesuai dengan proporsinya, apalagi mereka yang dididik khusus

untuk itu.

4. Reward Power

Reward berati pemberian, jadi reward power adalah perolehan kekuasaaan melalui suatu pemberian atau karena sebagai pemberian. Misalnya orang kaya

dapat memerintah orang untuk bekerja dengan patuh. Oleh sebab itu salah satu

factor untuk memegang kekuasaan harus orang yang berada dan memiliki uang.

5. Referent Power

Referent berarti daya tarik, jadi referent power adalah perolehan kekuasaan melalui daya tarik seseorang. Walaupun daya tarik tidak menjadi factor

utama mengapa seseorang ditentukan menjadi penguasa kemudian menguasai

keadaan, namun daya tarik seperti postur tubuh, penampilan dan pakaian yang

parlente dapat menentukan dalam mengambil perhatian orang lain, dalam usaha

menjadi pemimpin. Daya tarik dapat dipelajari, tetapi dapat juga dating sendiri

(25)

6. Information Power

Rasa keingintahuan manusia membuat orang yang memiliki informasi

banyak dikunjungi berbagai pihak, bahkan ada kebiasaan bahwa dalam proses ajar

mengajar ilmu harus didatangi, sehingga guru harus dicari bukan mencari.

7. Connection Power

Connection berarti hubungan, mereka yang mempunyai hubungan yang luas dan banyak akan memperoleh kekuasaan yang besar pula, baik di lapangan

politik maupun perekonomian. Istilah sehari-hari disebut relasi. Hubungan melalui

kekuasaan (connection power) merupakansalah satu cara memperoleh kekuasaan itu sendiri, sehingga pada gilirannya nanti akan membentuk kelompok elit politik

pemerintahan tertentu di suatu negara.21

Banyak teori yang mencoba menjelaskan darimana kekuasaan berasal.

Menurut teori teokrasi, asal atau sumber kekusaan adalah dari Tuhan.22

Teori ini

berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu dari abad V sampai abad XV.

Penganut teori ini adalah Augustinus, Thomas Aquinas, dan Marsilius. Sementara

menurut teori hukum alam, kekuasaan itu berasal dari rakyat. Pendapat seperti itu

dimulai dari aliran atau hukum manorkomakebn yang dipelopori oleh Johannes

Althusius yang mengatakan bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat dan asal

kekuasaan yang ada pada rakyat tersebut tidak lagi dianggap dari Tuhan,

melainkan dari alam kodrat. Kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini

diserahkan pada seseorang, yang disebut raja, untuk menyelenggarakan

kepentingan rakyat.

21 Ibid. 22

(26)

Berkaitan dengan penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada raja tersebut,

dalam teori hukum alam terdapat perbedaan pendapat.menurut J.J. Rousseau yang

mengatakan bahwa kekuasaan itu ada pada masyarakat, kemudian melalui

perjanjian, kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja.23 Mekanisme penyerahan

tersebut dimulai dari penyerahan masing-masing orang kepada masyarakat

sebagai suatu kesatuan, kemudian melalui perjanjian masyarakat, kekuasaan

tersebut diserahkan kepada raja. penyerahan kekuasaan disini sifatnya bertingkat.

Sedangkan menurut Thomas Hobbes, yang juga dari aliran hukum alam,

berpendapat bahwa penyerahan kekuasaan tersebut dari masing – masing orang

langsung diserahkan kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat. Tidak

seperti pendapatnya Rousseau, ia berpendapat melalui masyarakat dahulu baru

diserahkaqn kepada raja. Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan,

atau kepercayaan.

Sumber kekuasaan terdiri dari ;

1. Sarana paksaan fisik seperti senjata, teknologi dll

2. kekayaan seperti uang, tanah, bankir, pengusaha dll

3. Normatif seperti pemimpin agama, kepala suku atau pemerintah yang diakui.

4. Popularitas pribadi, seperti bintang film, pemain sepakbola.

5. jabatan keahlian seperti pengetahuan, teknologi, keterampilan.

6. massa yang terorganisir seperti organisasi buruh, petani, guru dll.

7. informasi seperti pers yang punya kemampuan membentuk opini publik.

23

(27)

Sumber kekuasaan juga harus dilengkapi dengan waktu dan keterampilan,

minat dan perhatian. Empat hal ini menjadi penunjang seseorang yang punya

sumber kekuasaan menjadi penguasa. Karena kekuasaan cenderung berkembang

biak. Sumber kekuasaan dapat digunakan untuk dua hal :

a. Non politik untuk usaha, berbelanja, memberi bantuan dll.

b. Mempegaruhi proses politik dengan syarat : Kuat motivasi untuk mencapai

tujuan, Mempunyai harapan untuk berhasil, Punya persepsi mengenai biaya dan

resiko, Punya pengetahuan tentang cara mencapainya.

5.3 Teori Pembagianan Kekuasaan

Kekuasaan itu dapat dipusatkan atau dibagi-bagi oleh pemegang

kekuasaan itu sendiri24. Tetapi para ahli pemerintahan mencoba mengusulkan

pendapat untuk membagi atau memisahkan kekuasaan, walauppun pada

prinsipnya tidak pernah secara keseluruhan diikuti oleh para birokrat.

Menurut Gabriel Almond25:

1. Rule Making Function

2. Rule Aplication Function

3. Rule Adjudication Function

Menurut Montesqueiu:

1. Kekuasan Legislatif, yaitu pembuat undang-undang

2. Kekuasaan Eksekutif, yaitu pelaksana undang-undang

3. Kekuasaan Yudikatif, yaitu yang mengadili (badan peradilan)

24

Inu Kencana, Op. cit. hal. 60 25

(28)

Menurut John Locke26:

1. Kekuasaan Legislatif

2. Kekuasaan Eksekutif

3. Kekuasaan Federatif (untuk memimpin perserikatan)

Menurut Lemaire:

1. Wetgeving, yaitu kewenangan membuat undang-undang 2. Bestuur, yaitu kewenagan pemerintahan

3. Politie, yaitu kewenangan penertiban 4. Rechtsspraak, yaitu kewenagan peradilan

5. Bestuur Zorg, yaitu kewenangan untuk mensejahterakan masyarakat. Menurut Abdul Kadir Audah27:

1. Sultah Tanfiziyah, yaitu kekuasan penyelenggara undang-undang 2. SultahTasyiri’ah, yaitu kekuasaan pembuat undang-undang 3. SultahQodhaiyah, yaitu kekuasaan kehakiman

4. SultahMaliyah, yaitu kekuasaan keuangan

5. Sultah Muraqobah, yaitu kekuasaan pengawasan masyarakat

Menurut UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum diamandemen:

1. MPR memegang kekuasaan konstitutif

2. Presiden memegang kekuasaan eksekutif

3. DPR memegang kekuasaaan legislatif

4. Mahkamah Agung memegang kekuasaan yudikatif

5. BPK memegang kekuasaan inspektiif

6. DPA memegang kekuasaan konsultatif

26

Ibid. hal. 61 27

(29)

Di Indonesia tidak terdapat pemisahan kekuasaan yang drastis, melainkan

hanya pembagian kekuasaan sehingga dengan demikian antar lembaga kekuasaan

masih ada hubungan, (terutama Presiden Ri memiliki kewenangan di luar

eksekutif) hal ini untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.28

Berangkat dari teorinya Montesquieu, ada tiga lembaga dalam sebuah

negara dalam rangka menjalaankan kekuasaan yang dimiliki oleh negara, yaitu

lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif atau yudisial.

Meskipun ada tiga lembaga Negara, dalam penelitian ini hanya akan dikaji satu

lembaga negara, dalam penelitian ini hanya akan dikaji satu lembaga negara, yaitu

lembaga eksekutif, yang kalau di Indonesia dipegang oleh lembaga kepresidenan,

karena penelitian ini berkaitan dengan kekuasaan eksekutif di Indonesia yang

akan membandingkan kekuasaan tersebut sebelum dan setelah perubahan UUD

1945. Untuk itu, dipandang perlu untuk mengkaji secara teoritis lembaga

eksekutif.

Pemisahan kekuasaan itu satu sama lain, baik mengenai tugas atau fungsi,

maupun mengenai alat perlengkapan atau organ yang menyelenggarakan.

Montesquieu menegaskan bahwa kemerdekaan individu terhadap tindakan

sewenang-wenang pihak penguasa akan terjamin apabila ketiga kekuasaan

legislatif, eksekutif dan yudisial diadakan pemisahan mutlak satu sama lain.

Menurut John Locke29, ahli filsafat Inggris, dalam bukunya Two Treatis

on Civil Government kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu :

28

Ibid. hal. 62 29

(30)

1) Kekuasaan legislatif ialah wewenang membuat Undang-Undang.

2) Kekuasaan eksekutif ialah wewenang mempertahankan dan melaksanakan

Undang-Undang serta mengadili perkara. Wewenang mengadili perkara ini

menurut John Locke dianggap sebagai Uithvoering atau pelaksanaan, karena merupakan bagian dari wewenang eksekutif.

3) Kekuasaan federatif ialah wewenang yang tidak termasuk ke dalam kekuasaan

legislatif dan eksekutif. Yaitu kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi

serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.30

Teori pemisahan kekuasaan, yang oleh Immanuel Kant disebut sebagai

doktrin Trias Politika, dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya L’Esprit

des Loi (Jiwa Undang-Undang). Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah

pernah dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan

oleh Jhon Locke. Dengan begitu, ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi

Montesquieu. Secara garis besar ajaran Montesquieu sebagai berikut.

Pertama, terciptanya masyarakat yang bebas. Keinginan seperti ini muncul

karena Montesquieu hidup dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan di

bawah kekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut. Kedua,

jalan untuk mencapai masyarakat yang bebas adalah pemisahan antara kekuasaan

legislatif dengan kekuasaan eksekutif. Montesquieu tidak membenarkan jika

kedua fungsi berada di satu orang atau badan karena dikhawatirkan akan

melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga, kekuasaan yudisial harus dipisah

dengan fungsi legislatif. Hal ini dimaksudkan agar hakim dapat bertindak secara

bebas dalam memeriksa dan memutuskan perkara.

30

(31)

Ketiga kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, harus terpisah satu sama

lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya. Pendapat tersebut

tentu berbeda dengan Jhon Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke

dalam kekuasaan eksekutif. Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif harus

berdiri sendiri karena kekuasaan tersebut dianggapnya sangat penting.

Pemikirannya seperti itu tidak bisa dilepaskan dari pengalamannya menjadi

hakim, dimana kekuasaan yudikatif sangat berbeda dengan kekuasaan eksekutif.

Sebaliknya oleh Montesquieu, kekuasaan hubungan luar negeri yang disebut oleh

Jhon Locke federatif dimasukkannya ke dalam kekuasaan eksekutif.

Menurut C.F. Strong, fenomena pembagian kekuasaan seperti itu

dikarenakan adanya proses normal dari spesialisasi fungsi. Fenomena ini bisa

diamati pada semua bidang pemikiran dan tindakan yang disebabkan peradaban

semakin bergerak maju, bertambahnya bidang aktivitas, dan arena organ-organ

pemerintah menjadi semakin kompleks.

Strong melihat pada mulanya raja adalah pembuat dan pelaksana

undang-undang, di samping ia juga bertindak sebagai hakim. Namun, dalam

perkembangannya tidak dapat dihindari tumbuhnya tendensi untuk

mendelegasikan kekuasaan-kekuasaan tersebut sehingga menghasilkan adanya

pembagian kekuasaan.31

Menurut Montesquieu kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga

kekuasaan yang terpisah-pisah, yakni :

1) Legislatif power atau kekuasaan membuat Undang-Undang.

2) Executif power atau kekuasaan menjalankan Undang-Undang.

3) Judicial Power atau kekuasaan mengadili pelanggaran-pelanggaran terhadap

Undang-Undang.

31

(32)

5.4 Presiden

Menurut tata bahasa, kata Presiden adalah derivative dari to preside

(verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari

bahasa Latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang berarti menduduki. Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan

suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. Pada awalnya, istilah

ini digunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua), tapi

kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang

memiliki kekuasaan eksekutif.32 Lebih tepatnya, istilah Presiden terutama

digunakan untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk Republik, baik dipilih

secara langsung, ataupun tidak langsung.

Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di

Eropa berasal dari Negara Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua

Perancis (1848-1851). Ketika itu yang menjabat sebagai Presiden adalah Louis

Napoleon Bonaparte. Namun, setahun kemudian diubah statusnya menjadi Kaisar

Napoleon III (1852) yang terus memerintah sampai Perancis ditaklukkan oleh

Jerman (1870). Jabatan Presiden baru kembali muncul pada Era Republik Ketiga

Perancis (1875-1940). Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat

Internasional adalah Presiden Amerika 30 April 1789 sampai 3 maret 1797.

Menurut A. Hamid S. Attamimi, kata Presiden di Indonesia adalah gelar

bagi kepala negara. Selain itu, presiden juga sebagai kepala pemerintahan.33 Posisi

presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara otomatis

didapatkan oleh seorang presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan

presidensial seperti Amerika Serikat dan Indonesia.

32

Abdul Ghoffar, op.cit. Hal. 13. 33

(33)

Dalam kaitan dengan peran utama seorang Presiden, mari kita lihat

bagaimana peran utama seorang presiden di Amerika Serikat, sebuah Negara yang

pertama kali memperkenalkan jabatan seorang presiden kepada dunia. Clinton

Rossiter mencatat sedikitnya ada lima peran utama seorang Presiden di Amerika

Serikat yang dalam perkembangannya diadopsi oleh negara-negara yang memiliki

jabatan presiden di negaranya.34

Pertama, presiden adalah kepala negara. Tugas sebagai kepala negara

adalah tugas-tugas yang lazim dilakukan oleh Ratu Inggris, Presiden Republik

Perancis, maupun Gubernur Jenderal di Kanada. Posisi kepala Negara adalah

sebagai lambang dari sebuah negara. Dia menyambut tamu-tamu penting dari

segala bagian dunia, dia meletakkan bunga di kuburan prajurit yang tidak dikenal,

memberikan bintang-bintang kehormatan, dan lain sebagainya.

Kedua, presiden sebagai kepala eksekutif atau pemerintahan. Dia

memegang mahkota, akan tetapi dia juga memimpin pemerintahan rakyat. Hanya

presiden yang berhak mengangkat dan memberhentikan jutaan pegawai

pemerintah. Kekuasaan untuk memberhentikan adalah lambang dan kekuasaan

tertinggi dari kedudukannya sebagai kepala eksekutif.

Ketiga, presiden sebagai diplomat utama. Peran ini sebagai wujud dari

tugas seorang presiden dalam melakukan fungsi sebagai perwakilan negaranya

dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara asing. Biasanya

presiden menjalankan fungsi ini dengan dibantu oleh menteri luar negeri, namun

dalam hal-hal tertentu presiden mengambil peranan ini sendiri.

34

(34)

Keempat, presiden sebagai legislator utama. Peranan seorang presiden

yang selalu mengesahkan sebuah undang-undang. Sebagai contoh, dalam

praktiknya di Amerika Serikat, seorang presiden dianggap sebagai pemimpin

kongres dalam pembuatan sebuah undang-undang.

Kelima, presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata. Dalam

masa damai maupun perang, seorang presiden adalah panglima tertinggi angkatan

perang. Ini adalah merupakan jaminan yang hidup dari kepercayaan Amerika

Serikat dalam keutamaan kekuasaan sipil atas kekuasaan militer.

Selain kelima peran utama tersebut, Clinton Rossister juga mencatat ada

beberapa peran lagi yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Pertama, dia

sebagai pemimpin partai politik. Kedua, dia sebagai suara rakyat yang

menjelaskan pendapat umum di Amerika Serikat. Ketiga, presiden bertindak atas

dasar kemauan umum. Keempat, presiden berperan sebagai pelindung

perdamaian. Dan keenam, presiden berperan sebagai manajer kemakmuran.

Bagir Manan dalam bukunya “Lembaga Kepresidenan,” menyajikan

secara komparatif beberapa model kelembagaan kepresidenan antara lain:35

1) Model sistem presidensil, model presidensil Amerika Serikat mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

a) Presiden ialah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.

b) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab

sebagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif dan biasanya

melekat pada jabatan kepala negara.

35

(35)

c) Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat atau

kongres.

d) Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh kongres. Dalam praktik

dipilih langsung oleh rakyat, walaupun secara formal dipilih oleh badan

pemilih.

e) Presiden memangku jabatan 4 tahun, fixed, dan hanya dapat dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut. Dalam hal mengganti jabatan

presiden yang berhalangan tetap jabatan tersebut paling lama sepuluh

tahun berturut-turut.

f) Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan melalui impeachment

karena alasan tersangkut : melakukan pengkhianatan, menerima suap,

kejahatan berat, dan perbuatan tercela.

2) Model yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer. Model ini

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Presiden dalam sistem parlementer lazimnya dipilih dan diangkat oleh atau

menyertakan badan perwakilan rakyat, akan tetapi presiden tidak

bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat dengan berbagai

modifikasi.

b) Presiden tidak bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan.

Kabinetlah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan.

Presiden tidak dapat diganggu gugat.

c) Presiden semata-mata sebagai kepala negara, bukan sebagai penyelenggara

kepala pemerintahan. Sebagai kepala negara, presiden merupakan simbol

dan lebih banyak melakukan tugas-tugas seremonial dan beberapa tugas

(36)

Setiap tindakan pemerintahan atau politik yang dilakukan presiden diluar

hak konstitusional yang bersifat prerogatif, dipertanggung jawabkan oleh kabinet.

Setiap keputusn presiden ada tanda tangan serta, counter signature dan perundang-undangan yang disahkan oleh presiden harus ada tanda tangan serta

atau mede ondertekend perdana menteri dan menteri yang bersangkutan. Struktur

UUD 1945 memberikan pengaturan yang dominan terhadap lembaga

kepresidenan,36 baik jumlah pasal maupun kekuasaannya. Tiga belas dari tiga

puluh tujuh pasal dalam UUD 1945 mengatur langsung mengenai jabatan

kepresidenan. UUD 1945 juga memberikan kedudukan yang kuat kepada lembaga

kepresidenan. UUD 1945 memberikan kedudukan yang kuat kepada lembaga

kepresidenan. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan.37 Selain menjalankan

pemerintahan eksekutif, Presiden juga menjalankan kekuasaan membentuk

peraturan perundang-undangan,38 kekuasaan yang berkaitan dengan penegakan

hukum (grasi, amnesti, dan abolisi).39 Struktur UUD 1945 yang memberikan

kedudukan kuat pada jabatan atau lembaga kepresidenan tidak hanya pada UUD

1945, tetapi terdapat juga pada negara lain seperti Amerika Serikat.

Memperhatikan bahan-bahan yang digunakan para penyusun UUD 1945, besar

kemungkinan struktur dan rumusan kekuasaan presiden sebagai penyelenggara

pemerintahan memperoleh pengaruh dari struktur dan rumusan kekuasaan

Presiden menurut UUD Amerika Serikat.40

36

Prof. DR. H. Bagir Manan, SH, M.CL, Lembaga Kepresidenan, Jogjakarta: Gama Media, 1999. hal. 31.

37

UUD 1945, Pasal 4 ayat (1). 38

UUD 1945, Pasal 5 dan Pasal 22 39

UUD 1945 Pasal 14. 40

(37)

6. Metodologi Penelitian

6.1 Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang menggunakan hasil metode penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang

akan ditampilkan dalam bentuk uraian.

6.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis

dalam hal ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu metode library reaserch atau penelitian kepustakaan, yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur kepustakaan dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga

menggunakan sumber historis, dokumentasi dan arsip. Dokumen dapat memberi

kita banyak hal tentang bagaimana kejadian yang terjadi atau diciptakan pada

waktu tertentu, alasan dibalik suatu peristiwa, dan menyediakan materi yang dapat

menjadi basis untuk investigasi lebih lanjut.41

6.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan tujuan memberi

penjelasan mengenai situasi dan kejadian yang terjadi di dalam sejarah

perkembangan politik Indonesia. Data-data yang terkumpul melalui metode library reaseach dan literature kepustakaan akan dieksplor secara mendalam sehingga akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang

41

(38)

diteliti. Permasalahan yang diteliti akan menjawab tujuan penelitin ini, yaitu untuk

mengetahui bagaimana kekuasaan presiden sebelum dan sesudah diadakan

perubahan pada UUD 1945, dan untuk mengetahui apakah ada pergeseran

kekuasaan yang terjadi dalam relasi kekuasaan struktur politik sebelum dan

setelah perubahan UUD 1945.

7. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih terperinci, serta untuk

mempermudah pemahaman isi daripada skripsi ini, maka penulis membaginya

dalam empat bab. Untuk itu penulis menyusun sistematika penuliusan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori,

metodologi penelitian, dan akan diakhiri dengan uraian

sistematika penulisan yang memuat alasan dalam penyusunan

urutan kerangka penulisan.

BAB II KONFIGURASI POLITIK SISTEM POLITIK DEMOKRASI

TERPIMPIN 1959-1969

Bab ini akan membahas mengenai kekuasaan Presiden Soekarno

dalam sistem politik Demokrasi Terpimpin, yang mana akan

dijelaskan masalah militer dan partai politik yang berkembang

(39)

BAB III ANALISA KEKUASAAN PRESIDEN DALAM SISTEM

POLITIK DEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1969

Bab III akan membahas mengenai bagaimana sesungguhnya

sistem politik Presiden Soekarno yang terjadi pada era

Demokrasi Terpimpin, yang akan dibahas secara mendetail

mengenai kekuatan-kekuatan politik dalam sistem Demokrasi

Terpimpin.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab IV merupakan bagian terakhir yang berisikan kesimpulan

(40)

BAB II

KONFIGURASI POLITIK SISTEM POLITIK

DEMOKRASI TERPIMPIN

1. Peranan Eksekutif/Peranan Presiden Soekarno

Ir. Soekarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada

periode 1945-1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa

Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah

Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang

terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.42 Kedudukan Presiden Soekarno menurut

UUD 1945 adalah sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus sebagai Kepala Negara

(Presidensil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi-Presidensial/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.

Ini terjadi karena adanya Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat

Pemerintah pada bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh

agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan,

kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi

Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan

Presiden Soekarno, Wapres Moh. Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara

ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

(PDRI) dengan diketuai oleh Sjafruddin Prawirwnegara, tetapi pada kenyataannya

42

(41)

dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa

Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakanlah yang

dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Setelah pengakuan kedaulatan (pemerintah Belanda menyebutkan sebagai

Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik

Indonesia Serikat dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS. Jabatan

Presiden Republik Indonesia diserahkan kepara Mr.Asaad, yang kemudian dikenal

sebagai Republik Indonesia Jawa-Jogja. Namun karena tuntutan dari seluruh

Rakyat Indonesia yang ingin kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia,

maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik

Indonesia, dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Resminya kedudukan

Presiden Soekarno adalah Presiden Konstitusional, tetapi pada kenyataannya

kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.43

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat

dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni Perdana

Menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai kabinet seumur jagung

membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan

menyebutnya sebagai penyakit kepartaian. Tak jarang ia juga ikut turun tangan

menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh

bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa dikalangan

angkatan udara. Soekarno juga banyak memberikan gagasan di dunia

Internasional, keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika yang masih

belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan haknya sendiri

(42)

menyebabkan Presiden Soekarno pada tahun 1955 mengambil inisiatif untuk

mengadakan Konferensi Asia Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila

Bandung di kenal sebagai ibukota Asia-Afrika. Bersama Presiden Joseph Broz

Titok (Yugoslavia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Muhammad Ali Jinnah

(Pakistan), U Nu (Burma) dan Jawaharlal Nehru (India), ia mengadakan

Konferensi Asia Afrika yang membuahkan gerakan nonblok. Berkat jasanya itu

banyak negara-negara Asia-Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun

sayangnya masih banyak pula negara yang mengalami konflik karena

ketidakadilan dan masih dikuasai negara-negara adikuasa.

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dalam dunia

Internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu

dengan pemimpin-pemimpin negara tersebut. Diantaranya adalah Nikita Kruschep

(Uni Sovyet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba),

Mao Tse Tung (RRT). Sejak berakhirnya pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah

menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal ini

terjadi karena partai politik sangat berorientasi kepada dirinya sendiri dan kurang

memperhatikan kepentingan nasional secara menyeluruh.

Soekarno merupakan pencetus lahirnya demokrasi terpimpin, dimana

Soekarno sendiri merupakan pelaku politik utama yaitu sebagai Presiden Republik

Indonesia. Demokrasi terpimpin menjadi nyata dalam pelaksanaan sistem politik

setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi

segenap bangsa Indonesia, dimana Presiden Soekarno memainkan peran sebagai

pemimpin.44 Pada bulan Februari 1957 Soekarno mengumumkan konsepsinya

44

(43)

bahwa negara harus menerapkan sistem pemerintahan baru dengan kabinet gotong

royong yang terdiri atas semua partai politik, dan pembentukan Dewan Nasional

sebagai wakil kelompok-kelompok fungsional. Dekrit ini mendapat sambutan dari

TNI, dibuktikan dengan KSAD mengeluarkan perintah harian yang ditunjukkan

pada seluruh TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Ini

dapat dimengerti karena TNI yang mempelopori kembali ke UUD 1945. Setelah

berlakunya Dekrit 5 Juli 1959, keterlibatan militer beserta wakil-wakilnya dalam

politik dan lembaga politik meluas dengan cepat. Ketika Soekarno mengumumkan

Kabinet Kerja 10 Juli 1959, sepertiga menteri berasal dari militer.45

Selain dukungan TNI, DPR hasil Pemilu dalam sidangnya tanggal 22 Juli

1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk bekerja berdasarkan UUD

1945, dan keputusan ini secara langsung disampaikan oleh Mr. Sartono Ketua

DPR kepada Presiden Soekarno. Selain PNI, PKI adalah partai yang amat gigih

mendukung konsepsi Presiden ini, sementara Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik,

Dan PRI menolak keras. Maka terjadilah perdebatan dalam DPR, dalam

masyarakat sendiri, bahka dari daerah datang tantangan yang mengakibatkan

gerakan dan pergolakan semakin besar dan meluas.46

Dalam menjalankan pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin, terjadi

penyeimbangan kekuatan antara kekuatan politik, yaitu Soekarno sebagai Presiden

dan Militer yaitu Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia. Soekarno

membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kemungkinan pengambilalihan

kekuasaan oleh Angkatan Darat. PKI merupakan parti politik yang kuat, pada

Pemilu 1957 di Jawa, PKI mampu memperoleh 27% suara. Atas perlindungan dari

45

Bilver Singh, Dwi Fungsi ABRI, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996,. hal. 231 46

(44)

Presiden Soekarno antara tahun 1959-1962 PKI dengan bebas melakukan kongres

dan konfrensi, memobilisasi massa secara intens, sehingga dalam waktu yang

singkat PKI mengklaim anggotanya telah mencapai sebelas juta.47 Soekarno

membutuhkan PKI guna memperlancar kampanye anti Barat yang secara intensif

dilakukannya, yaitu anti imperialisme dan kolonialisme, dan dalam rangka

pembebasan Irian Barat. Bagi Soekarno hanya PKI yang mampu melakukan

pengerahan massa dalam rangka kampanye tersebut. PKI tidak mempunyai

pilihan lain kecuali mendukung Presiden Soekarno dalam rangka menghadapi

Angkatan Darat yang dikenal sangat anti komunis, dan dianggap sebagai

penghambat usaha-usaha PKI untuk melebarkan kekuasaannya. Bagi PKI langkah

ini ditempuh bahkan dengan mengorbankan prinsip-prisip ideologinya sendiri

yaitu dengan melakukan domistikasi ideologinya.

Ketika pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem kepartaian di

Indonesia pada tahun 1960 dengan mempersyaratkan agar semua partai harus

menerima Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar utama ideologinya. PKI tak

punya pilihan lain, kecuali menerimanya. Karena kalau tidak sewaktu-waktu PKI

dapat dibubarkan oleh Presiden seperti yang terjadi pada Masyumi dan PSI pada

Agustus 1960. Tentu saja PKI memperoleh manfaat dari aliansinya dengan

Soekarno, misalnya dengan memanfaatkzan popularitas Soekarno untuk

kepentingan PKI. PKI pun dapat secara langsung memperkuat pengaruhnya

tehadap Soekarno ketimbang kekuatan politik lainnya, lewat eksploitasi

semanagat anti kolonialisme dan imperialisme.

47

(45)

Soekarno berbagi kekuasaan dengan Angkatan Darat, karena dalam

kenyataannya AD mempunyai kekuasaan riel terutama di daerah-daerah. Ketika

Soekarno mengumumkan negara dalam Keadaan Darurat Perang tanggal 14

Maret 1957, Angkatan Darat di daerah-daerah memainkan peranan yang sangat

menentukan karena merupakan Pelaksana Penguasa Perang Daerah (Paperda).

Hubungan antara AD dan Presiden merupakan hubungan yang saling

menguntungkan, AD tidak dapat menyingkirkan Soekarno karena hal itu akan

mendapat tantangan dari kalangan masyarakat sipil lainnya. Soekarno adalah figur

yang populer, baik sebagai proklamator dan sebagai tokoh nasionalis sejati yang

memiliki dukungan massa yang sangat besar, dan sebagai kepala negara Soekarno

merupakan simbol negara dan sekaligus pemerintahan.48

Selama pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, golongan fungsional terutama

TNI sesungguhnya ditempatkan pada posisi sulit. Pada suatu pihak harus

berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945, sedangkan pada pihak lain harus

menghadapi berbagai rongrongan intimidasi dan usaha dominasi PKI. Presiden

Soekarno membiarkan belangsungnya proses balance of power antara dua kekuatan politik utama pada waktu itu, yakni TNI dan PKI. Bahkan dikalangan

TNI sendiri dilakukan politik devide at impera, dimana angkatan dan angkatan diadu domba. Konstelasi politik menuju kepada interaksi tiga kekuatan yaitu

kekuatan Soekarno-TNI-PKI.

Walaupun sudah kembali ke UUD 1945, namun dengan adanya Konsepsi

Presiden yang menghendaki perubahan sistem politik dari Demokrasi Parlementer

diubah menjadi Demokrasi Terpimpin, maka kondisi perpolitikan di Indonesia

48

(46)

tidak menjadi lebih baik. Demokrasinya tenggelam, sedangkan panji-panji

pemimpinnya sangat menonjol di tangan seorang Presiden sebagai pemusatan

kekuasaan. Pemusatan kekuasaan tersebut terlihat dari tindakan-tindakan Presiden

sebagai berikut:

a. Beberapa pejabat Lembaga Tinggi Negara diangkat menjadi Menteri, antara

lain Jaksa Agung menjadi menteri.

b. Jabatan Kepala Staf, Kepala Gabungan dihapus, Panglima Angkatan Darat

diangkat menjadi menteri.

c. Sewaktu Presiden mengajukan RAPBN ditolak DPR, Lembaga Tinggi

tersebut dihapuskan. Padahal DPR mempunyai hak/fungsi kontrol terhadap

Presiden sebagai Mandataris MPR.

d. Memunculkan doktrin Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) sehingga PKI

merajalela, mempengaruhi organisasi lain, termasuk TNI supaya mengikuti

doktrin Nasakom.

TNI menolak Nasakom, karena TNI tetap berpegang teguh pada Pancasila

dan UUD 1945, di lain pihak harus menghadapi berbagai macam rongrongan,

intimidasi dan usaha dominasi PKI. Usaha PKI yang hendak mempersenjatai

kaum buruh tani untuk dijadikan Angkatan Kelima ditentang oleh TNI, sehingga

TNI dicap sebagai lawan PKI. Pada masa itu, peran politik militer semakin maju

dan digalakkkan untuk menghadapi manuver-manuver politik PKI yang dirasakan

semakin mengancam eksistensinya dan memperburuk sosial politik. Dalam

menghadapi kerawanan sosial-politik seperti itu TNI melakukan

(47)

1. TNI mendirikan Badan Kerja Sama (BKS) antara buruh-militer dan

tani-militer.

2. Mendirikan Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia (SOKSI),

Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) dan Organisasi Serba Guna

Gotong Royong (KOSGORO).

3. Membentuk Babinsa di Pedesaan dan Koramil di Kecamatan.

4. Mempelopori berdirinya Sekretaris Bersama Golongan Karya (Sekber

Golkar).

Dalam sistem politik Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan bahwa peran

partai-partai poltik sudah mulai berkurang (lemah). Hal ini disebabkan karena

dalam sistem Demokrasi Terpimpin, dimana Presiden tidak saja merupakan

Kepala Negara akan tetapi juga ia berperan sebagai Kepala Pemerintahan

(eksekutif). Ini berarti semua kebijakan pemerintahan dikendalikan oleh Presiden.

Eksekutif tidak bertanggung jawab kepada Parlemen. Di samping itu memang

sudah sejak lama, tidak menyukai sistem banyak partai seperti yang telah

dilaksanakan pada masa sistem Pemerintahan Parlementer.49

Ketidaksenangan Soekarno dengan sistem banyak partai dapat dilihat dari

dikeluarkannya : Surat Penetapan Presiden (Penpres) No.7 Tahun 1959 tentang

syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian tanggal 31 Desember 1959.

Peraturan Presiden No.13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan

Pembubaran Partai-partai. Tentang pembubaran dan penolakan terhadap

pengakuan partai-partai tersebut dilakukan dalam bentuk Keputusan Presiden,

yaitu:

49

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan Ketiga UUD 1945 menitikberatkan pada penataan ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden

Menurut pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 baik sebelum maupun setelah amandemen, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, pasal 4 Ayat (1)

Demi meningkatkan gengsi dan eksistensinya Presiden Sukarno membentukan kelompok-kelompok negara yaitu Negara New Emeging Force (Nefo) dan Old Established Force

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, kemudian dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk

Di samping itu sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) UUD Tahun 1945 MPR juga mempunyai kekuasaan untuk memilih dan mengangkat Presiden/Wakil Presiden dengan suara terbanyak. 44

Pasal 7 UUD 1945 mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,

Tugas MPR  Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR;Memutuskan usul DPR

DASAR HUKUM KEDUDUDUKAN PRESIDEN DAN WAPRES PASAL 6 UUD 1945 1 Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah